Alexa menatap remeh lembaran cek yang tergeletak di atas meja dengan nominal yang sangat fantastis itu. Lima ratus juta adalah penawaran terakhir yang di berikan Katrina. Tapi sayangnya, Alexa tetap bergeming dan bahkan tidak tertarik sedikitpun.
"Kau ambil saja uangmu. Aku tidak membutuhkannya."
Katrin mengepalkan kedua tangannya. Bukan sekali, bahkan Katrin sering mengalami hal semacam ini. Lalu kenapa sekarang ia mendadak ketakutan sekali dengan bocah ingusan di depannya?
"Kau tuli? Ambil uangmu. Dan pergilah! Atau, kau ingin merasakan cakaranku lagi?" Alexa menyeringai. Sedangkan Katrina menelan ludahnya dengan susah payah. Bayangan saat Alexa menyerangnya di apartemen waktu itu masih terekam jelas di otaknya. Gadis muda itu bukan hanya menghancurkan seluruh barang yang ada di apartemen milik Irwan, tapi juga sempat menyerangnya karena Katrina berusaha melerai pertengkaran Alexa dengan Irwan.
"Bahkan kau masih bisa bersikap setenang ini setelah berhasil melukaiku." Wanita di depan sana menjawab ucapan Alexa dengan tajam. Katrina memang tidak memperkarakan apa yang di lakukan Alexa padanya. Apalagi masalah itu malah akan mempermalukan Katrina sendiri jika sampai tercium oleh media. Jadi Katrina memilih mengambil langkah aman dengan melepaskan Alexa begitu saja.
"Silahkan saja jika kau ingin memperkarakan masalah itu. Kau yakin tidak akan merugikan dirimu sendiri?" Alexa menjawab santai. Gadis dengan rambut tergerai indah itu menyesap orange jus yang hanya tinggal setengahnya lagi, lalu bangkit dan melangkah begitu saja meninggalkan Katrina.
"Sombong! Kau akan menyesal karena menolak penawaranku!" Katrina merogoh ponsel dalam tas, dalam hitungan tiga detik wanita itu menghubungi seseorang lewat sambungan telepon,
[Kau laksanakan saja apa yang aku perintahkan!]
[Baik, Nyonya.]
Klik,
Sambungan terputus. Katrina menyeringai tipis. Ia meraih cek itu dengan kasar, lalu melangkah meninggalkan ruangan VVIP restoran tersebut dengan langkah cepat.
.
.
.
"Maaf, Nyonya, tapi Tuan Sam sedang tidak bisa di ganggu," ucap Devi saat melihat kemunculan Katrina di depan ruangan sang bos. Wanita itu berusaha menghalau Katrina yang masih kekeuh hendak memaksa masuk ke dalam sana.
"Jangan lancang kamu. Kamu lupa siapa saya!" ucap Katrina dengan amarah yang hampir meledak. Setelah di buat kesal oleh gadis ingusan tadi, kini Katrina malah harus berhadapan dengan sekretaris milik suaminya yang menyebalkan ini.
"Maaf, Nyonya. Tapi, ini perintah langsung dari Tuan Sam." Devi menjawab jujur. Memang setengah jam lalu sang bos sudah mewanti-wantinya agar tidak menerima tamu siapapun yang berniat ingin bertemu.
"Saya ini istri bosmu. Kamu mau saya pecat!"
Devi langsung mundur beberapa langkah mendengar mantra itu. Hal yang sebenarnya paling Devi takutkan. Bagaimana ia akan menghidupi adik-adiknya jika sampai di pecat dari perusahaan ini.
"Minggir!"
Katrina langsung menerjang Devi meski wanita itu tidak mencegahnya lagi. Mendorong pintu depan cepat dan segera melangkah memasuki ruangan mewah tempat suaminya berada.
"Ada yang ingin aku bicarakan." Katrina langsung to the point saat sudah berdiri di depan meja laki-laki itu. "Ini mengenai gadis itu. Apa kau benar-benar menyukainya?"
Sam masih tidak lepas dari layar laptop di depannya. Laki-laki berperawakan tinggi tegap itu tahu siapa yang di maksud oleh istrinya. Ya, Alexa. Gadis cantik yang akhir-akhir ini terlihat dekat dengannya.
"Kenapa? Apa kau tidak punya pekerjaan lain sampai harus mengurusi hal seremeh itu?"
Katrin berdecih sinis. Sebagai wanita yang sudah menjalani rumah tangga hampir lima tahun depan laki-laki itu, Katrina tahu sekali bagaimana sifat Sam.
"Kau hanya menjadikannya mainanmu saja, kan?"
"Lalu, apa masalahnya denganmu? Bukankah selama ini kau tidak peduli dengan apa yang aku lakukan? Bahkan selama ini kita tak pernah mencampuri urusan masing-masing." Sam masih bersikap santai karena memang masalah seperti ini bukan pertama kalinya. Tapi entah kenapa sekarang Katrina sampai mendatanginya ke kantor?
"Ya, aku tahu itu. Hanya saja aku ingin mengingatkanmu, jika hanya akulah satu-satunya yang bisa menjadi menantu di keluarga Ardiansyah Setiawan."
"Apa kau sedang mengkhawatirkan posisimu?" Sam berdecak heran. Ternyata Katrina punya rasa pesimis juga. Bahkan Sam tahu jika selama ini Katrina rela mengeluarkan banyak uang untuk mengusir para wanita yang berusaha mendekatinya. Dan Sam yakin sekali jika Katrina juga akan akan melakukan hal yang sama pada Alexa.
Wajah Katrina memerah. Ia memang selalu merasa ketakutan sendiri akan posisinya. Padahal sebenarnya apa sih yang membuatnya sampai setakut ini. Bahkan ia memiliki dukungan penuh dari keluarga besar sang suami.
"Aku hanya ingin mempertahankan milikku."
"Kau hanya tidak ingin terdepak. Lebih tepatnya kau takut hidup miskin jika aku sampai menceraikanmu." Ucapan Sam bagai anak panah yang melesat tepat mengenai sasaran. Katrina bungkam, karena memang itulah kenyataannya.
"Kau tidak akan pernah bisa menceraikanku!" ucap Katrina lantang.
"Ya, aku tahu itu. Lalu, apa yang kau khawatirkan? Apa saat ini kau merasa memiliki lawan yang sebanding? Hingga kau sampai segelisah ini dengan mendatangiku kemari?" ucap Sam dengan mengejek.
"Dia tidak akan pernah bisa bersaing denganku. Bahkan seujung kukupun!" jawab Katrina dengan lisannya. Namun entah kenapa hatinya masih saja gelisah, seolah gadis itu benar-benar akan merongrong posisinya.
"Aku yakin, jika tak lama lagi gadis itu pasti akan mundur dengan sendirinya. Kau bisa melihatnya nanti!" ucap Katrina seraya melangkah keluar dari ruangan itu.
Sam hanya tersenyum tipis. Ia mengedikkan bahu tak peduli.
"Kau belum tahu siapa yang sedang kau hadapi saat ini, Katrina," bisik Sam seraya mengamati potret seorang gadis di galeri ponselnya.
"Alexa ...!"
"Tika, Sella, ngapain kalian ada di sini?"
"Wah ... bener 'kan kamu pasti ke sini?" jawab kedua gadis itu kompak sambil mendekat pada Alexa. Kedua alis Alexa saling bertaut melihat dua sahabatnya yang berdiri di sisi pintu apartemen milik kakaknya.
Tika dan Sella memang sudah hapal sekali dengan sifat Alexa yang pasti akan mendatangi apartemen sang kakak ketika sedang ada masalah.
"Duh, Xa ... ini beneran kamu bukan, sih?" tanya Tika sambil menyodorkan ponsel miliknya pada Alexa.
"Apaan sih?" Alex tak peduli, ia malah mengambil access card untuk membuka pintu apartemen tersebut.
"Lihat dulu dong, Xa. Ini beritanya udah benar-benar viral tau nggak!" decak Tika yang sedikit kesal karena Alexa malah terlihat acuh.
"Coba, sini aku lihat." Alexa baru menyambar benda pipih itu dan seketika kedua bola matanya membulat sempurna,
"Si–apa yang ngelakuin ini?" Wajah gadis itu sedikit pucat melihat berita yang tengah beredar di laman sosial media. Alexa tahu sekali foto-foto yang tersebar itu adalah dirinya dengan Sam saat makan siang di sebuah restoran. Tapi masalahnya, siapa yang telah menyebarkannya.
"Jadi, ini beneran kamu? Astaga ...!" Kedua sahabatnya memekik kaget. Mereka tahu jika Alexa memang masih dalam kondisi patah hati karena di hianati Irwan, tapi mereka pun tak menyangka jika Alexa akan nekad menjalin kasih dengan seorang pria beristri.
"Dia Om Sam. Kami berteman," jawab Alexa setelah berhasil menguasai diri lagi. Meski jujur, saat ini otaknya tengah berperang hebat memikirkan bagaimana reaksi keluarga besarnya jika sampai tahu mengenai kabar ini.
"Please dong, Xa ... di luar sana masih banyak pria single yang jauh lebih tampan, lebih baik daripada Irwan. Nggak harus Om-om gini dong?" protes Sella yang di ikuti anggukan setuju dari Tika.
"Ini nggak seperti yang kalian pikirkan. Please ... percaya sama aku."
Tika dan Sella hanya menggeleng tidak mengerti akan maksud ucapan Alexa. Mereka hanya miris melihat komentar para netizen yang memojokkan posisi Alexa. Bahkan ada beberapa akun yang menyebut Alexa sebagai pelakor karena jadi orang ketiga dalam rumah tangga pria tersebut.
Astagaaa ... bagaimana ini? Alexa frustasi memikirkan cara menjelaskan pada keluarganya, terutama sang ayah yang pasti akan murka setelah mendengar kabar ini. Tak lama ponselnya berdering dengan nama sang ayah sebagai pemanggil. Alexa memejamkan mata sejenak dan menyiapkan hati menghadapi kemurkaan laki-laki paruh baya itu.
[Pulang!]
[Tapi, Yah?]
[Pulang. Atau ayah sendiri yang akan menyeretmu!]
.
.
.
"Apa-apaan ini?" Roy meletakkan ponsel genggam miliknya dengan kasar ke hadapan Alexa. Alexa sudah bisa menebaknya, itu pasti mengenai foto-fotonya yang sedang viral di seluruh laman sosial media.
"Aku bisa jelasin, Yah. I–ini cuma salah paham."
"Salah paham? Apa yang kau lakukan dengan pria itu?" Mata Roy memicing tak suka. Ia sangat tahu siapa pria yang berada dalam foto tersebut. Dan Roy tidak akan membiarkan jika Alexa benar-benar memiliki hubungan dengannya.
"Dia Om Sam."
"Ayah tahu."
Alexa menelan ludahnya dengan susah payah. Mendadak otaknya buntu untuk memikirkan alasan yang harusnya sudah ia siapkan dari jauh-jauh hari sebelum mengambil keputusan ini.
"Kami hanya berteman."
"Dan kau pikir ayah akan percaya begitu saja?" Roy memijit pangkal pelipisnya yang seketika berdenyut. Sedangkan Elisa duduk di sebelahnya hanya bisa mengusap lengan Roy berulang, ia khawatir jika amarah laki-laki itu akan melukai perasaan putrinya sendiri.
"Kak, udah. Kita bisa bicara baik-baik," ucap Elisa dengan tatapan memohon. Roy menarik napas panjang. Lagi, ia merasa tak kuasa dengan tatapan memelas sang istri.
"Lexa, kamu masuk kamar!" titah Elisa pada putrinya. Tapi gadis itu hanya bergeming seolah meminta persetujuan dari ayahnya.
"Lexa! Masuk!"
"Tapi, Ma ..."
"Masuk! Dan, jangan keluar sebelum mama memberikan ijin!" ucap wanita itu tanpa mau di bantah lagi. Alexa menurut sembari melangkah menuju anak tangga.
"Sampai kapan kamu akan melindunginya seperti ini, El?" ucap Roy seraya menatap langit-langit ruangan.
"Dia putriku, Kak. Bagaimana mungkin aku tidak melindunginya?"
"Alexa juga putriku, jika kau lupa."
Elisa mendengus sebal. Bukan ia tak peduli dengan apa yang menimpa putrinya, tapi Elisa percaya jika Alexa tidak mungkin menjalin hubungan dengan pria itu. Apalagi umur mereka yang terpaut lumayan jauh.
"Kakak harus secepatnya urus masalah ini. Pastikan juga tidak ada orang yang akan membicarakannya lagi."
Hahhh?
Roy kembali di buat menganga dengan permintaan mustahil Elisa. Setelah berusaha melindungi Alexa, kini wanita itu seenaknya saja menyuruh mengurus mengenai foto-foto yang terlanjur tersebar seantero jagad itu.
"El ...."
"Atau ... Kakak pilih tidur di sofa malam ini," ancam Elisa sebelum beranjak meninggalkan Roy.
Roy mengusap wajah kasar. Elisa memang selalu tahu kelemahannya. Mana mungkin Roy bisa tidur tanpa memeluk wanita itu.
"Okey. Aku kalah, El." Roy menyahut cepat sebelum Elisa menghilang di ujung tangga.
Elisa tersenyum penuh kemenangan. Sedangkan Roy bergegas mengambil ponsel miliknya dan menghubungi seseorang di seberang sana. Terpaksa, daripada harus tidur kedinginan di sofa.
[Aku butuh bantuanmu. Ini mengenai Alexa ...]
[Ya ... aku tahu. Aku akan segera mengurusnya.]
Klik,
"Dasar adik kurang ajar!" umpat Roy setelah tahu panggilannya di putus secara sepihak.
Katrina tersenyum puas dengan hasil kerja orang bayarannya. Ia yakin sekali setelah ini gadis sombong itu tidak akan berani lagi muncul di depan umum, bahkan mungkin akan menghilang selamanya karena sangat malu.
Katrina menikmati kemenangan itu dengan meneguk minuman beralkohol di depannya, lagi dan tambah lagi hingga hampir dua botol Katrina menghabiskannya.
"Rasakan kau, beraninya bermain-main dengan Katrina."
Tapi tiba-tiba Katrina di kejutkan dengan suara dering ponsel yang ternyata dari orang suruhannya tadi. Katrina lantas mengangkatdengan tatapan heran,
"Bukankah aku sudah mentransfer bayaranmu, bahkan aku sudah memberikan bonus untukmu. Kenapa kau masih menghubungiku?" ucap Katrina dengan kesadaran yang hampir menghilang. Wanita itu mengumpat kesal karena kesenangannya terganggu oleh pria di seberang sana.
[Maaf, Bos. Saya hanya ingin membatalkan perjanjian kita. Mengenai uang itu, saya akan mengembalikannya lagi.]
[Kenapa?]
[Maaf, saya tidak ingin ikut campur dalam masalah itu.]
Klik,
Sambungan telepon terputus secara sepihak. Katrina sampai menyemburkan cairan yang hampir masuk ke dalam kerongkongannya. Ada apa ini? Jantungnya mendadak berpacu kian cepat.
Tring,
Benar saja, dua detik kemudian uang yang sudah Katrina tranfer sebagai bayaran untuk pria itu masuk kembali ke dalam rekeningnya. Katrina menekan kontak pria itu lagi, tapi sia–lannya panggilannya terus di tolak, bahkan kini nomor tersebut sudah tidak aktif lagi.
"Sia–lan! Ada apa ini?" Katrina yakin ada sesuatu yang tak beres. Biasanya pria botak kaki tangannya itu tidak akan menolak jika sudah berurusan dengan uang. Tapi, kenapa sekarang mendadak tak tertarik?
Katrina membuka media sosialnya, memastikan jika semua masih berjalan sesuai rencanaya. Tapi betapa kagetnya ia melihat foto-foto yang harusnya masih tersebar itu lenyap tanpa sisa, bahkan beberapa netizen yang sempat menghujat gadis itu seolah menghilang di telan bumi.
"Akhhh ...! Sia–lan!" makinya dengan keras hingga beberapa pengunjung menoleh kearahnya.
Katrina semakin yakin jika ada seseorang yang sengaja menyabotase, tapi siapa? Siapa yang berani melawannya dan sampai berbuat demikian.
"Sam ... ini pasti ulah dia. Awas kamu, Mas!" Katrina mendesis seraya bangkit dengan tubuh sempoyongan. Ia meraih ponsel lagi untuk menghubungi suaminya. Tapi nomor laki-laki itu pun tak bisa di hubungi.
[Tuan Sam sedang dalam perjalanan ke luar kota, Nyonya,] ungkap Devi di seberang sana setelah sambungan terhubung. Katrina terpaksa menghubungi Devi karena ia yakin pasti wanita itu sedang bersama Sam.
[Berikan ponselmu padanya, cepat!]
[Ada apalagi?] ucap Sam dengan suara beratnya.
[Ini pasti ulahmu 'kan, Mas?]
Katrina langsung menodong Sam dengan pertanyaan.
[Apa maksudmu?]
[Kamu berusaha melindunginya, kan?]
Sam langsung tahu ke mana arah pembicaraan Katrina.
[Sepertinya kau belum sadar juga. Apa kau tidak tahu siapa gadis yang saat ini kau hadapi?]
[A–apa maksudmu, Mas? Siapa dia?] Gantian Katrina yang kebingungan.
Klik,
Sam tidak menjawab dan malah mematikan telepon secara sepihak. Katrina mengumpat kesal karena lagi-lagi ia tidak bisa mendapatkan jawaban atas gagalnya rencananya
"Jalan, Pak!" Katrina menyuruh supir pribadinya untuk melajukan mobil, bukan menuju ke rumah, melainkan ke apartemen Irwan yang hampir setiap minggu sekali ia kunjungi.
.
.
.
"Sayang, tumben kau ke sini?" Irwan berbinar melihat kedatangan Katrina yang tak seperti biasa. Namun melihat penampilan Katrina yang kacau Irwan yakin jika ada sesuatu yang membuatnya jadi seperti ini.
"Katakan, siapa sebenarnya dia?" Katrina langsung mendaratkan bobot tubuhnya pada sofa ruang tamu. Ia melirik Irwan dengan tatapan mengintimidasi.
"Siapa yang kau maksud?" tanya Irwan tak mengerti.
"Mantan kekasihmu, bo–doh! Katakan, siapa dia, cepat!" sembur Katrina lagi tidak ingin berbasa-basi.
"Alexa .... nama panjangnya Alexa Kinara Andreas. Hanya itu yang aku tahu."
Meski sudah lumayan lama Irwan menjalin hubungan dengan Alexa, nyatanya Irwan tidak banyak tahu mengenai kekasihnya. Yang Irwan tahu Alexa memang terlahir dari keluarga kaya, mungkin itulah satu-satunya yang menjadi alasan Irwan mau menjalin hubungan dengan gadis itu.
Katrina nampak berpikir. Ia seperti tidak asing dengan nama itu. Tapi Katrina lupa di mana ia pernah mendengarnya.
"Apa dia artis? Ah ... tidak mungkin." Katrina menggeleng cepat. Ia kembali memutar otaknya lagi. Namun semua mendadak buntu.
Katrina langsung berselancar menggunakan ponsel miliknya. Mengetik nama gadis itu di mesin pencarian. Dan, kedua matanya nyaris melompat keluar. Tubuhnya menegang setika setelah tahu siapa sebenarnya gadis itu. Gadis yang dengan sombong menolak tawarannya, dan gadis itu pula malah terang-terangan mengibarkan bendera perang padanya.
"Alexa Kinara Andreas. Putri bungsu dari pasangan Roy–Elisa, sekaligus cucu perempuan dari keluarga Andreas yang kaya raya itu." Katrina berbisik pelan, tapi tentu saja Irwan masih bisa mendengarnya dengan jelas karena Irwan duduk tepat di sebelah Katrina.
"Apa kau bilang tadi? Alexa adalah cucu keturunan dari keluarga Andreas?" Irwan pun tak kalah melotot mendengar kenyataannya itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!