Kredit Pinterest.com
Langit begitu cerah dengan sinar mentari hangat menyinari bumi, saat satu tamparan mendarat di pipi Rossa, saking kuatnya tamparan, pipi wanita itu sampai memerah, dengan cap lima jari membekas di sana. Di depannya berdiri seorang perempuan dengan wajah penuh amarah. Mata melotot dengan dada naik turun menahan emosi.
Beberapa orang yang melintas, berhenti sejenak untuk menonton adegan bak dalam sinetron itu. "Aku peringatkan lagi! Jangan pernah dekati suamiku! Atau aku akan melakukan lebih dari sekedar menamparmu! Dasar pelakor!"
Satu deret ancaman disertai makian terdengar di telinga banyak orang, pasalnya perempuan itu setengah berteriak. Berharap semua orang tahu siapa Rossa, wanita yang dicap perebut laki orang oleh perempuan tadi.
Tak berapa lama seorang pria tampak berlari tergopoh-gopoh ke arah rumah Rossa, wanita yang hanya bisa menunduk, menahan diri. Malu? Tidak, dia tahu benar akibat dari tindakannya mau dinikahi siri oleh laki-laki yang kini juga berdiri di hadapannya.
"Cha, kamu tidak apa-apa?" Istri sah menggeram marah, melihat sang suami begitu perhatian pada Rossa, si istri siri.
Hanya gelengan kepala yang jadi jawaban Rossa. Tak ada isak tangis, atau ringis kesakitan. Bahkan pembelaan diri pun tidak terdengar dari bibir Rossa. Dia sepenuhnya mengaku salah.
Kasak kusuk terdengar saat istri sah menyeret suaminya pergi dari depan rumah Rossa. Wanita itu menghela nafas, seolah tidak terganggu dengan gosip yang sebentar lagi akan tersebar. Menangis? Tidak. Wanita itu menoleh ke arah ruang tamu kontrakan sempitnya, di mana seorang anak berumur sembilan tahun duduk di kursi roda.
Hanya diam tidak bergerak. Sesekali tangannya bergerak reflek tanpa sadar. "Sabar ya, Cha," Rossa tersenyum tipis, mendengar satu kata yang sudah muak dia jejalkan ke benaknya sejak lima tahun lalu.
"Berjemur dulu ya, Nan." Rossa mendorong kursi roda itu ke luar teras rumah sederhana itu. Mencari panas mentari yang sangat berguna untuk mematikan virus dan bakteri di tubuh anak laki-laki yang sejak tadi hanya diam.
Rossa menerima satu gelas susu dari perempuan yang bernama Mala, "Minum susu dulu ya." Ucapnya lirih, meraih spuit, satu alat suntik hanya yang ini tanpa jarum. Mengambil cairan susu dari gelas lalu memindahkannya ke lambung Adnan, nama anak itu, menggunakan selang yang terpasang melalui hidung si anak, langsung terhubung ke lambung melalui kerongkongan. NGT, Nasogastric Tube nama alat itu.
Pikiran Rossa melayang ke lima tahun lalu, saat sang putra mengalami musibah, seekor ular berbisa menggigit Adnan yang tengah tidur di kamar. Tidak tahu dari mana binatang melata itu masuk. Tahu-tahu bocah berusia empat tahun tersebut menangis histeris. Dengan seekor ular berada di dekatnya.
Air mata Rossa mengalir, mengingat bagaimana lima hari sang anak mengalami koma kritis, setelah sempat mengalami henti jantung beberapa detik alias meninggal. Dilanjutkan dengan kesadaran Adnan yang tak kunjung pulih. Hingga dokter mendiagnosa Adnan mengalami kerusakan otak besar, akibat otak yang kekurangan oksigen untuk waktu yang lumayan lama.
Hal itu menyebabkan sistem motorik atau gerak Adnan sama sekali tidak berfungsi. Adnan tidak bisa menelan karena itu dia perlu memakai NGT untuk makan. Tidak mampu bicara, bahkan anak itu tidak bisa melihat, meski pemeriksaan mata menyatakan kalau saraf mata Adnan masih baik. Hanya pendengaran bocah itu yang berfungsi normal. Hingga dia bisa mendengar suara di sekitarnya.
"Nak, tidak rindu apa sama Ibu? Sudah lama lo Adnan tidak manggil Ibu. Ibu rindu tahu." Rossa mengusap pelan kepala Adnan lantas menciumnya penuh kasih. Tak ada jawaban. Setelah itu, Rossa mulai menggerakkan tangan dan kaki Adnan, satu terapi yang wajib Adnan terima untuk mencegah kekakuan menyerang tulang dan sendi anak itu, sekaligus mencegah pemendekan tulang di bagian pergelangan kaki dan tangan.
Suara tangis lirih terdengar dari bibir Adnan, sakit, bocah itu sudah bisa menangis dan merasakan sakit. Satu kemajuan dalam pengobatan anak itu. Rossa menghela nafas. Setengah jam cukup untuk satu sesi berjemur. Cukup untuk mengurangi tumpukan dahak di paru-paru. Satu lagi masalah yang dihadapi pasien yang tidak mampu menggerakan tubuh seperti Adnan.
"Cha...besok biar Adnan kontrolnya sama ibu saja." Suara Mala terdengar dari arah dapur. Si ibu baru saja membeli sayuran di warung depan. Untuk mereka juga untuk Adnan.
Lagi, Rossa hanya diam. Dia memang tidak banyak bicara walau sebenarnya sangat ramah. Hanya saja akhir-akhir ini masalah bertambah banyak. Itu jelas berdampak pada diri Rossa.
Hari berganti, seperti biasa Rossa memarkirkan motor Vario kesayangannya. Blacky, dia memberinya nama. Hari ini jadwal Adnan kontrol ke rumah sakit, tapi dia tidak bisa mengantar. Bu Mala yang menemani, dengan satu teman Rossa yang bekerja sebagai perawat akan membantu bu Mala jika tengah luang.
"Loh Cha, bukannya Adnan kontrol hari ini?" tanya Shilda, teman Rossa di pabrik tempat dia bekerja. Beberapa orang lewat sambil berbisik saat melihat Rossa. Wanita itu hanya bisa menghela nafas. Gosipnya sudah menyebar.
"Aku gak bisa libur lagi bulan ini. Ingat, bulan kemarin aku sudah absen lima hari." Rossa berjalan di samping Shilda yang manggut-manggut paham. Keduanya masuk ke gedung tempat mereka akan memulai aktifitasnya, setelah mengganti sepatu dengan sandal jepit.
Berjalan masuk ke line 3 di mana deretan mesin jahit sudah menunggu majikannya untuk digeber mengejar target. Rossa memejamkan mata, sejenak berdoa, semoga hasil laboratorium Adnan baik, juga pekerjaannya di lancarkan hari ini.
Namun mesin jahit Rossa baru bergerak setengah jam, ketika suara satu temannya memanggil sambil menepuk pelan bahu Rossa. Hadeuuuhh, apalagi sih. Bisa gagal acara kejar target Rossa hari ini.
"Dipanggil pak Angga." Wajah Rossa langsung muram, apa lagi yang diinginkan oleh Angga. Wanita itu berjalan masuk ke dalam ruangan bertuliskan manager, satu tempat kedap suara di mana seorang pria tampan terlihat menunggu Rossa di sana.
"Cha, aku minta maaf. Tidak seharusnya dia datang...."
"Gak apa-apa Mas, terima kasih sudah bantuin Ocha selama ini." Potong Rossa cepat. Dua orang itu saling tatap. Ada banyak perasaan tidak terjabarkan antara keduanya.
Angga berdiri duduknya, mendekat ke arah Rossa, "Mas ini kantor. Nanti banyak yang lihat."
Angga menghela nafasnya. Perempuan yang ada di depan Angga sangat cantik dalam pandangan pria itu. Cantik paras juga hati. Begitulah penilaian Angga, karena hal itulah Angga mau membantu Rossa dengan sukarela empat tahun lalu. Saat keduanya sama-sama bertemu lagi setelah pergi dari rumah masing-masing.
"Maaf Mas, tapi aku sudah memikirkan masak-masak. Akan lebih baik jika kita berpisah. Aku tidak ingin merusak kebahagiaan rumah tanggamu. Jadi ceraikan saja aku. Talak aku mas." Pinta Rossa dengan mata berkaca-kaca.
Perih tapi Rossa pikir harus melakukan ini. Mengakhiri semua, berharap akan hari esok yang lebih baik.
***
Karya baru guys, silahkan mampir jika berkenan, semoga suka dan menghibur. Jangan lupa tinggalkan jejak. Terima kasih.
***
Di rumah sakit, Mala tampak menghubungi seseorang. Wanita itu membaringkan tubuh Adnan di brankar pasien yang dia pinjam dari bagian pendaftaran pasien. Pasien memang bisa meminjam bed dan juga kursi roda dengan menjaminkan KTP mereka.
Seorang pria berjas hitam membantu Mala mendorong brankar Adnan menuju loket laboratorium. Tak menunggu lama seorang petugas sudah datang untuk mengambil sample darah Adnan. Mala mengusap sayang kepala Adnan sebelum jarum suntik menembus kulit bocah itu.
"Apa dokter Tio sudah stand by. Pendaftaran online-nya memang nomor satu kemarin." Si pria berjas langsung memberi tahu kalau dokter spesialis anak sudah menunggu.
Jam masih pagi tapi pemeriksaan Adnan sudah selesai, bahkan laporan laboratorium anak itu siap dalam setengah jam. "Kamu yang ngambil obat ya." Pinta Mala. Pria berjas hitam itu patuh. Seolah dia sudah terbiasa dengan perintah Mala.
"Bu, kalau tuan curiga bagaimana?" Pria itu bicara sebelum Mala menutup pintu mobil yang akan mengantarnya pulang.
"Gak akan, dia sudah gak peduli sama saya. Dia lebih sayang sama si ulet keket itu. Sapa namanya? Katy...Katy....bule abal-abal. Rambut dicat dah kek janda pirang yang lagi trending di tetangga." Oceh Mala.
"Tapi tuan masih nyari ibu." Info pria itu lagi.
"Biarin, masih inget juga dia sama saya. Biar tahu rasa!"
Braakkk, si pria berjas hitam menghela nafas melihat kelakuan tuan dan nyonyanya. Nyonya? Siapakah Mala? Sampai pihak rumah sakit mengutamakan wanita itu tiap Adnan kontrol ke rumah sakit.
Dalam mobil, Mala kembali mengusap kepala Adnan. Terlihat sekali jika Mala sangat menyayangi Adnan. "Ibumu sangat luar biasa, Le. Merawatmu sendirian. Banting tulang sendirian." Air mata Mala mengalir, mengingat Rossa yang selalu sabar saat merawat Adnan. Cukup bersyukur, keadaan Adnan baik-baik saja. Mala tadi juga sempat konsul ke bagian rehab medik. Bertemu dokter yang menangani terapi Adnan.
Hampir tengah hari saat Mala sampai di kontrakannya. Dia sendiri yang mengangkat Adnan masuk ke dalam rumah. "Wah mobilnya bagus, Bu." Tukang kepo datang.
"Taksi onlen, mumpung promo, murah," Mala menjawab dengan logat medok khas desa. Berbeda dengan tadi saat bicara dengan pria berjas hitam. Terlihat jika Mala seorang nyonya.
"Bulan depan, nanti tak kirim tanggalnya." Si supir mengangguk paham, mendengar bisikan Mala. Tak lama mobil itu melenggang pergi dari sana.
"Maaf bu, waktunya Adnan makan. Permisi." Pamit Mala. Huft, Mala menghembuskan nafasnya. Masuk ke dalam rumah, mengganti setelan celana dan blusnya dengan daster. Mulai rutinitasnya membantu Rossa merawat Adnan.
**
**
"Aduuhhh, jalan pake mata dong!" Bentak seorang perempuan, tinggi semampai dengan rambut berwarna pirang. "Janda pirang teko (datang), janda pirang teko (datang)," beberapa staf pria berbisik.
Rossa hanya mengangguk minta maaf, tidak mau memperpanjang masalah, walau dia yang ditabrak sebenarnya. Shilda langsung mengomel. Kesal pada sang teman yang terlalu nerimo (pasrah). Tidak pernah melawan. "Apa gunanya kita melawan orang sinting?" Satu jawaban dari Rossa membuat Shilda bungkam. Benar sih, wanita tadi lebih terlihat seperti orang gila dibanding orang waras.
Satu pesan masuk ke ponsel Rossa," Aku tidak akan pernah menceraikanmu." Siapa lagi jika bukan dari Angga. Rossa menghela nafas, sepertinya ini tidak akan mudah. Satu lagi notifikasi masuk ke SMS-nya. Sejumlah uang masuk ke rekeningnya. Diiringi satu pesan lagi, "Ini nafkah untukmu bulan ini."
Kali ini Rossa mendengus geram, muak sekali dia dengan semua keadaan ini, ingin rasanya dia marah.
Hari beranjak sore, Rossa tergesa-gesa mengambil motornya. Waktu Magrib hampir habis, dan dia sangat penasaran dengan hasil kontrol sang putra. Meski Mala sudah mengabari kalau hasilnya bagus.
Kurang berhati-hati, Blacky menubruk mobil sedan hitam yang baru keluar dari parkiran di depan Rossa. "Astagfirullah, mati gue!!" Rossa bergegas turun dari motornya. Bersamaan dengan si pengemudi mobil. Seorang pria tinggi besar dengan kaca mata hitam nangkring di hidung mancung pria itu.
"Ma...maaf Pak, saya tidak sengaja." Lirih Rossa, beberapa karyawan berhenti untuk menonton kejadian itu.
"Ganti rugi!" Kata pria itu singkat. Mata pria itu sempat melirik name card Rossa yang masih tergantung di leher wanita itu.
"I...iya, Pak." Rossa mengeluarkan dompetnya. Mengeluarkan lima lembar uang ratusan ribu, yang sejatinya untuk membeli susu Adnan dua minggu ini.
"Masih kurang. Besok harus genap ya. Aku berikan tagihannya." Mata Rossa membulat ingin protes. Tapi wajah dingin pria itu membuat mulut Rossa kicep tidak bisa buka suara.
Sepanjang jalan pikiran Rossa bercabang, uangnya habis. Susu Adnan belum terbeli, gajian masih dua minggu lagi, di rumah hanya tinggal beberapa lembar untuk membeli sayur, tissu, bayar listrik juga air. Sepertinya malam ini dia harus lembur mencari tambahan penghasilan.
Satu mobil sedan hitam masuk ke sebuah minimarket, melewati sebuah mushala. Di mana pengemudinya melihat seorang wanita tengah melepas mukena. Sudut bibir pria itu tertarik. "Menarik."
"Istirahat Cha." Mala menepuk pelan bahu Rossa, sudah jam sebelas malam, dan wanita itu masih berkutat dengan adonan roti. Usaha sampingan Rossa, menjual roti. Beberapa teman ada yang memesan kemarin, dan setelah posting di SW-nya. Yang lain ikut memesan, sekalian buat. Satu kalimat syukur terucap dari bibir Rossa. Selain balik modal, sisanya bisa untuk membeli susunya Adnan.
"Sebentar lagi Bu. Ini tinggal roti gorengnya. Buat warungnya mbak Semi. Lumayan kemarin banyak yang nanya. Sekalian nunggu itu yang lagi di-bake." Mala tersenyum.
"Sambil nunggu jam minum susu-nya Adnan ya?" Rossa mengangguk mengiyakan pertanyaan Mala.
Hari berganti, Rossa kembali ke rutinitasnya. Hari ini wajah wanita tersebut tampak sumringah, satu kotak susu Adnan berhasil dia beli nanti sore. Hasil keuntungan COD rotinya.
Perhatian beberapa teman Rossa mulai terbagi, saat dua orang pria keluar dari ruangan Angga. Berjalan ke arah karyawan yang tengah bekerja.
"Silahkan tuan Aria." Terdengar suara Angga, samar-samar masuk ke telinga Rossa. Tapi wanita itu tidak peduli. Rossa terus fokus pada pekerjaannya. Tanpa dia tahu, dua pria menatap bersamaan padanya. "Sasaran terkunci." Bibir pria bernama Aria itu tersenyum tipis.
Sebuah pengumuman Angga berikan, memperkenalnya direktur utama mereka yang baru sekaligus pabrik tempat mereka bekerja. "Perkenalkan nama saya Riffaldo Aria Loka. Semoga kita bisa bekerja lebih baik." Tepuk tangan menyambut kalimat pria itu.
Rossa mengangkat wajahnya, merasa pernah mendengar suara itu. "Astagfirullah, dia kan kemarin yang mobilnya aku tabrak." Wajah Rossa yang mendadak pucat, tertangkap oleh ekor mata Aria.
"Senang bertemu denganmu, Nurmala Alika Rossa."
"Cobaan apa lagi ini?" Dua pria tampan menatap bersamaan ke arah dirinya. Bisa Rossa pastikan, gosip soal dirinya akan semakin bertambah banyak.
Satu tepukan di bahu Rossa, membuat wanita itu menoleh. Shilda tersenyum manis padanya. "Aku tahu, Da. Sabaaarr." Balas Rossa lirih.
***
Kredit Pinterest.com
Meet Riffaldo Aria Loka
Up lagi readers. Jangan lupa tinggalkan jejak. Terima kasih.
***
Kredit Pinterest.com
May introduce Nurmala Alika Rossa
Aria mengetukkan jarinya di atas meja. Membaca laporan data diri mengenai Rossa. Semua lumrah, normal tidak ada yang janggal. Hanya saja, satu hal yang mengganggu pikiran Aria. "27 tahun dan status masih single." Aria pikir dengan penampilan Rossa, meski sederhana, akan banyak pria yang tertarik pada gadis itu.
"Sepertinya ada yang aneh." Gumam Aria. Pintu diketuk, dan masuklah Rossa. Pria itu masih memperpanjang masalah mobil penyoknya semalam. "Selamat siang, Pak." Rossa menunduk saat bicara pada Aria. Tidak berani memandang wajah atasannya.
Tanpa banyak kata, pria itu menyodorkan selembar kertas pada Rossa." Itu masih estimasi, perkiraan belum final." Rossa menghela nafas, melihat enam deret nol yang harus dia bayar.
"Bisa tidak bayarnya pas saya gajian, minggu depan." Tawar Rossa. Aria menjawab tidak masalah. Menurut sekali wanita ini, pikir Aria. Rossa berjalan keluar dari ruangan dirut yang jarang sekali dimasuki oleh karyawan rendahan sepertinya.
Di pintu keluar, Rossa bertemu dengan janda pirang, eh seorang wanita yang memang berambut pirang. Wanita itu melihat sinis ke arah Rossa. Belum pernah ada seorang karyawan biasa masuk ke ruangan dirut.
Wanita itu tentu merasa terusik. "Apa Aria ada main dengan cewek kampungan itu?" batin wanita itu. Tidak boleh! Tidak ada yang boleh menyainginya sebagai perempuan paling cantik dan menarik di pabrik ini.
Meski terlihat seperti pabrik biasa di sebuah kawasan desa. Tapi pabrik yang Aria miliki memiliki dua cabang, dengan total karyawan mencapai ribuan orang. Omset milyaran tiap bulan. Bisa dibayangkan berapa kekayaan seorang Riffaldo Aria Loka. Dan wanita itu bertekad akan mendapatkan hati Aria. Tidak peduli dengan ibu Aria yang tidak suka padanya.
"Aria...." Panggil wanita itu lemah lembut. Yang dipanggil langsung menoleh ke arah suara itu.
"Ada apa Kat?" Wanita yang sejatinya bernama asli Suketi itu tersenyum. Suketi hijrah ke kota, merombak penampilannya habis-habisan. Sampai dia mendapatkan tampilan masa kini yang sesuai trend. Tak lupa dia juga mengubah namanya menjadi Katy Sunders, untuk menghilangkan efek "ndesonya"
Aria dekat dengan Katy, cinta? Entahlah. Hanya saja Katy adalah tempat paling damai untuk Aria. Dalam hal apa? Mungkin karena Katy pandai bicara dan menjadi tempat paling nyaman untuk Aris bercerita dan berbagi. Namun itu tidak berlaku untuk ibu Aria. Wanita itu nyata menentang kedekatan Aria dengan Katy.
"Bule abal-abal, mama tak sudi punya mantu dia!"
Ucapan itu yang selalu terngiang di telinga Aria. Sampai detik ini, rasa bersalah masih memenuhi hati Aria.
"Kapan kita akan meresmikan hubungan kita?" Desak Katy. Selagi si mama tak sayang Aria, tidak ada di rumah. Katy harus bisa mendesak masuk ke keluarga Aria Loka. Bagaimanapun caranya.
"Kamu tahu kan, Mama sedang tidak ada di rumah."
Katy memanyunkan bibir merah menyalanya. Sejak enam bulan lalu si mama tidak sayang Aria pergi liburan ke salah satu villa yang ada di luar kota. Setidaknya itu yang dikatakan Aria pada Katy.
"Siapa wanita tadi?" Katy mengubah topik pembicaraan. Untuk menghilangkan kekesalannya, juga untuk mengorek perasaan Aria.
"Cha, bisa kita bicara?" Angga memanggil Rossa yang tengah berjalan selepas istirahat dan Rossa selesai menunaikan kewajiban empat rakaatnya. Line masih sepi. Di pabrik itu tidak ada yang tahu kalau Angga adalah suami siri Rossa, hanya Shilda saja yang tahu. Sebab status Angga yang sudah menikah.
Namun terlihat sekali jika Angga memberi perhatian lebih pada Rossa. Karena itulah banyak gosip tidak sedap beredar. Sebagian menganggap kalau Rossa wanita murahan yang suka menggoda suami orang. Padahal mereka memang suami istri. Meski hanya siri.
"Minggu ini aku akan pulang. Aku rindu Adnan." Kata Angga lirih.
"Tapi Mas, nanti jika istrimu tahu bagaimana? Aku tidak mau menjadi bahan omongan orang. Yang kemarin saja baru reda."
"Tidak akan. Yuna sedang pergi ke rumah orang tuanya. Minggu depan aku baru menyusul." Balas Angga. Pria itu menyentuh tangan Rossa. Cinta? Jelas, tapi Angga telah berkomitmen akan setia pada pernikahannya dengan Yuna. Namun Rossa, dia tidak bisa melepasnya begitu saja.
Walau bara baru saja menyala dalam rumah tangga Angga. Yuna marah besar saat tahu sang suami punya istri siri. Walau sikap Angga selalu lembut pada Yuna, tidak berubah sama sekali, tapi sebagai seorang wanita dan seorang istri, Yuna tentu tidak mau dimadu. Dia ingin Angga jadi miliknya seorang.
Bagaimana Angga tidak pernah ketahuan oleh Yuna saat menemui Rossa? Angga hanya menginap di rumah Rossa saat Yuna berjunjung ke rumah orang tuanya yang sudah renta di kota sebelah. Dan Angga akan menyusul jika akhir pekan tiba. Selama itu empat hari Angga akan tidur di rumah Rossa.
"Kenapa tidak kita selesaikan saja semua sampai di sini? Sudah tidak masalah. Mereka tahunya Adnan anakmu."
"Aku hanya ingin melindungimu menggunakan status. Aku tidak mau banyak pria tidak baik mendekatimu. Tapi jika kamu sudah menemukan pria yang baik dan kalian saling mencintai, baru aku akan melepasmu. Sekarang tidak dulu. Bersabarlah dengan sikap Yuna."
"Tapi Mas, aku merasa ini tidak adil. Kamu selalu memberiku nafkah tiap bulan, untukku dan Adnan. Tapi aku...."
Pembicaraan mereka terhenti saat pintu line terbuka. Beberapa karyawan mulai masuk ke tempat itu. Angga dan Rossa menarik nafas, lalu berpisah jalan, seolah tidak saling mengenal.
"Mau sampai kapan aku begini ya Allah? Aku ingin lepas dari Mas Angga. Tapi..."
"Aku harap jodohmu adalah aku Cha, aku yakin kita akan menemukan jalan untuk keluar dari masalah ini."
Batin Rossa dan Angga, bertolak belakang.
Bisik-bisik mulai terdengar, tapi Rossa sudah kebal dengan hal itu. Rumit, hidupnya memang cukup rumit.
Braaakkkkkk
Suara benturan terdengar, mobil Katy mengalami kecelakaan, dia menabrak motor matic di tikungan. Sengajakah? Katy menyeringai melihat lawannya rubuh, pengemudinya berusaha bangun. Mendekat ke arahnya. Detik berikutnya Katy pura-pura pingsan.
Suara langkah kaki terdengar menuju ke ruang UGD sebuah rumah sakit. Rossa langsung berdiri, melihat pria yang berjalan ke arahnya dengan wajah penuh amarah.
"Apalagi sekarang? Yang kemarin belum kau selesaikan dan sekarang kau sudah menambah rentetan masalah baru!" Rossa memejamkan mata mendengar bentakan Arian.
Rossa sama sekali tidak punya pembelaan, dia mengaku salah. Dia tidak melihat mobil Katy, saat menyeberang. Arian tentu marah mendengar kaki Katy patah, perlu operasi pemasangan platina. Katy adalah model di pabriknya. Selama ini wajah Katy yang cocok dengan brand pakaian dalam yang pabrik Arian produksi.
"Dasar wanita pembawa sial!" Akhirnya makian itu yang keluar dari bibir Arian. Habis sudah rasa tertarik Arian pada Rossa.
"Anda jangan sembarangan memaki orang, Pak." Suara Angga membuat Aria terkejut. Kenapa Angga bisa muncul di sini. Terlebih saat Angga langsung berdiri di depan Rossa, seolah jadi tameng pelindung bagi wanita itu.
Angga dan Aria, dua pria itu saling pandang. Kepala Aria dipenuhi dengan teka teki hubungan antara Angga dan Rossa. Apakah semua rumor itu benar? Jika Rossa adalah wanita lain selain istri Angga, Yuna.
***
Up lagi readers. Jangan lupa tinggalkan jejak. Terima kasih.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!