NovelToon NovelToon

Ikatan Yang Usang

Hidup yang Sempurna

TING!

Ponsel Sarah berdenting menandakan sebuah notifikasi pesan masuk. Sarah membungkus rambutnya dengan handuk dan mengikat tali piyama mandinya. Mandi pagi hari memang hal yang paling tepat untuk mengawali hari.

Jemarinya dengan lihai memasukkan kode akses ponselnya dan membuka pesan yang baru saja masuk. Tanpa ia sadari, bibirnya tersenyum tipis membaca nama pengirim pesan itu. Dito. Rupanya sang pujaan hati yang mengirimkan pesan itu.

Siap-siap ya. Aku otw jemput kamu, Sayang!

Sarah berjingkat kegirangan membaca pesan itu. Entah apa yang direncanakan Dito tapi dia terus mengajak Sarah untuk bertemu. Yah memang akhir-akhir ini mereka sangat tenggelam dengan kesibukannya masing-masing. Sarah sibuk dengan laporan akhir tahun di bank tempatnya bekerja. Sementara Dito sibuk dengan proyek lapangan yang baru saja ia pegang sebagai pengawas proyek.

Mungkin rasa rindu keduanya sudah terlalu meluap sampai ketika mendengar Sarah dapat libur di waktu yang sama dengan liburnya, Dito langsung mengajak Sarah untuk bertemu.

"Kayanya kamu kangen banget ya sama aku?" Goda Sarah di telepon 3 hari yang lalu.

"Siapa coba yang ga kangen sama wanita sesempurna kamu? Aku udah lama banget nih ga ketemu cantikku!" Balas Dito di seberang telepon.

"Kita ketemuan yuk, Sayang. Dinner? Atau apa gitu? Pokoknya ketemu! Aku pengen ketemu kamu. Ada hal penting banget pokoknya." Ajak Dito di telepon.

"Tapi kamu kan lagi sibuk banget, Yang. Ya kalo kamu luang sih aku mau aja. Kerjaanku juga udah beres semua ini." Sarah mengeluh.

"Sabtu gimana? Aku dapet jatah libur Sabtu ini." Dito menawarkan.

"Sabtu boleh kok. Aku sih kalau laporan akhir tahun udah kelar, bisa-bisa aja. Budak korporat kan emang gitu yaa..." canda Sarah yang dibalas dengan tawa Dito di seberang telepon.

"Oke deh. Sabtu aku jemput kamu jam 10 pagi ya! Dandan yang cantik, nanti aku ajak kemana-mana loh!" Dito berkata dengan nada ceria.

"Alright, Babes. Jam 6 ya? Nanti aku dandan yang cantik deh sampe kamu lupa ini pacar siapa hahaha" jawab Sarah dan mengakhiri panggilan mereka malam itu.

Hari Sabtu itu pun akhirnya tiba. Sejak pagi Sarah sudah heboh dan menyiapkan pakaian terbaik untuk kencannya. Ditambah lagi embel-embel Dito yang bilang ada hal penting yang mau dia sampaikan. Hati Sarah makin meloncat tidak karuan. Apa mungkin Dito mau melamarnya ya?

Senyum tak henti-hentinya merekah di bibir Sarah. Dengan lincah ia menghias wajah cantiknya, menata rambutnya yang hitam panjang. Tangannya memilih dan memadu padankan pakaian terbaik yang ia punya. Sudah berminggu-minggu ia tidak bertemu Dito jadi sudah seharunya ia tampil terbaik hari ini. Jika menemui nasabah prioritas saja membuat Sarah harus berdandan 2 jam, apalagi jika ingin menemui pujaan hatinya.

"Sarah! Nak! Ini Dito udah sampe!" Suara Mama Sarah terdengar memanggil Sarah.

Ternyata sang pangeran yang ditunggu-tunggu pun sudah tiba.

"Iya Ma! Sebentar lagi Sarah selesai ini!" Jawab Sarah sambil merapikan rambutnya.

Sebagai sentuhan terakhir, Sarah memulas pewarna bibir berwarna merah yang membuat tampilannya semakin lengkap. Dress putih selutut yang ia kenakan tampak cantik memeluk tubuhnya dengan pas. Ia melenggang keluar kamarnya dan menuruni tangga. Menemui kekasih hatinya.

Bola matanya menangkap sosok Dito yang duduk di ruang tamu sembari mengobrol dengan Mama Sarah. Keduanya tampak akrab dan sesekali tertawa. Sarah tersenyum melihatnya. Betapa bersyukurnya ia memiliki hidup yang sempurna seperti ini. Mamanya yang walaupun seorang single parents, tapi berjuang sekuat tenaga untuk membesarkan Sarah dan adiknya.

Dan dihadapan Mamanya, seorang pria yang sudah bersamanya selama sepuluh tahun sebagai kekasihnya. Pria yang menemaninya dari bangku SMA hingga sekarang ia telah bekerja. Dari saat Sarah masih menjadi itik buruk rupa hingga sekarang seperti angsa jelita. Pria itu adalah Dito.

"Yuk berangkat!" Ajak Sarah membuat Mamanya dan Dito berpaling menatap Sarah.

Senyum Dito sumringah melihat wanita pujaannya. Sudah hampir 2 bulan tidak bertemu dan Sarah tampak makin cantik saja di matanya. Dito segera beranjak dan pamit kepada Mama Sarah.

"Ma, Dito pamit ya mau ajak Sarah jalan-jalan dulu." Pamit Dito seraya mencium tangan Mama Sarah.

"Iya Ma, Sarah pamit ya mau pergi dulu. Ini kayanya Sarah makan malem di luar Ma. Jadi jangan masak banyak-banyak. Boim kan ga dirumah juga, entar ga ada yang abisin." Ucap Sarah mengingatkan Mamanya kalau Baim, adiknya, juga sudah keluyuran dari pagi bersama rombongan sunmorinya.

"Hati-hati ya Nak!!!" seru Mama Sarah sambil melambaikan tangannya.

Sarah dan Dito pun masuk ke mobil milik Dito. Tak lama, mesin beroda empat itu melaju membelah jalanan. Mengantarkan sepasang kekasih itu ke tempat tujuan mereka.

"Mau kemana sih, Yang?" Tanya Sarah di dalam mobil saat mereka dalam perjalanan.

"Dinner dong. Aku mau ajak kamu ke tempat yang kamu pasti suka." Jawab Dito sambil tersenyum.

Kurang lebih setengah jam menempuh perjalanan, mobil yang mereka naikki tiba di tempat tujuan. Sebuah restoran outdoor yang kelihatan sangat cantik dan romantis.

"Wah tumben nih makannya di tempat romantis. Biasanya kita tiap makan kaos oblongan doang terus nyari yang penting enak aja, Yang?" Tanya Sarah sambil menggoda Dito yang hampir tertawa karena terus menerus diledek oleh kekasihnya.

"Ya sekali-sekali kan gapapa, Yang. Mumpung aku baru dapet rezeki nih. Kalo ga mau yaudah, kita puter balik makan ayam geprek hahaha" Canda Dito pada Sarah.

"Iya iyaa, bercanda Cintaku. Aku mau kok makan disini. Yok buruan turun!" Sarah mencegah Dito memutar kemudinya.

Keduanya memasukki restoran itu. Dan tanpa diketahui oleh Sarah, ternyata Dito telah memesan sebuah meja khusus untuk mereka berdua. Tepat berada di bawah gazebo yang ada di tengah kolam renang.

Hati Sarah berdegup kencang, membayangkan mungkin Dito akan melamarnya. Siapa tau penantian selama 10 tahun menjalin hubungan akhirnya selesai kan? Khayalannya kemana-mana tapi ia buru-buru menyadarkan dirinya. Karena sudah berapa kali dia dikerjai oleh Dito soal hal seperti ini?

Sarah dan Dito memesan beberapa hidangan untuk santapan mereka. Pasta dan berbagai hidangan Eropa lainnya. Sebenarnya makanan seperti ini bukan favorit Sarah maupun Dito. Maklum, lidah keduanya memang lokal sekali dan setiap kencan pun yang mereka santap kalau bukan ayam geprek, pasti sate.

Mungkin Dito mau suasana yang beda kali ya.

Begitu pikir Sarah dan tanpa basa basi menyantap hidangan yang mereka pesan. Setelah menghabiskan setiap hidangan yang ada di meja, Dito memanggil seorang pelayan dan memintanya untuk membawakan mereka sesuatu. Pelayan itu mengangguk dan pergi.

"Mau pesen apa lagi?" Tanya Sarah bingung.

"Spesial deh pokoknya." jawab Dito sambil tersenyum penuh arti.

Tak berapa lama, terdengar alunan merdu dari saxophone yang tampak semakin dekat. Bersama pemain saxophone itu, pelayan yang tadi menghampiri kami membawa sebuah buket mawar besar dan memberikannya ke Dito.

Sarah terkejut. Mulutnya terbuka tanpa ia sadari. Dito mengambil sesuatu di sakunya. Sebuah kotak beludru berwarna merah. Lalu Dito berlutut dengan satu kaki di depan Sarah. Senyumnya tampak malu-malu sambil menatap ke arah Sarah dengan sungguh-sungguh.

"Sarah Azzura Alana, aku tahu kamu nungguin momen ini sekian lama. Aku minta maaf karena terus jatuhin ekspektasi kamu. Aku minta maaf karena belum bisa menjadi pacar yang sempurna untuk kamu. Aku minta maaf buat semua kekuranganku. Tapi aku janji akan jadi lebih baik dari sekarang. Dan aku janji akan jadi pria yang terbaik untukmu. Apakah kamu mau bersamaku di setiap langkahku ini? Sampai kita menua bersama dan menutup mata? Will you marry me?"

Air mata memenuhi pelupuk mata Sarah. Ia tak kuasa lagi menahan tangis harunya. Rasa bahagianya pecah menjadi air mata. Penantiannya dan harapan yang selalu tergantung tidak pasti, kini telah menjadi kenyataan. Ardito Wicaksono, kekasihnya selama 10 tahun ini, akhirnya melamarnya! Terlebih lagi, dengan cara seromantis ini?!

"Jadi gimana, Yang? Lamaranku diterima?" Tanya Dito membuyarkan lamunan Sarah.

Sarah mengusap air mata yang membanjiri pipinya dan mengangguk penuh makna kepada Dito.

"Iya, Dit. Aku mau!"

Menuju Pernikahan

3 bulan kemudian

"Yang, coba deh kamu liat dekorasinya. Mau yang gimana?" Tanya Sarah kepada Dito sambil menyodorkan handphonenya yang menampilkan foto-foto dekorasi pelaminan.

Hari pernikahan yang mereka tunggu-tunggu memang masih 8 bulan lagi, tapi persiapan sudah harus dilakukan dari jauh-jauh hari. Mengingat keduanya yang sama-sama sibuk, mempersiapkan acara sebesar ini secara mendadak sama saja seperti jalan pintas menuju kegagalan acara sakral mereka.

Dito tampak antusias dan menggeser-geser foto yang ada di akun instagram itu. Lama kelamaan Dito semakin bingung dengan pilihannya. Maklum ini pertama kalinya dia melakukan hal seperti ini. Jadi semua ini tampak membingungkan baginya.

"Hmmm, sebenernya kalau mau keliatan sakral gitu kayanya bagus putih kan Yang? Tapi it's up to you deh, aku ga terlalu ngerti warna apa yang bagus. Yang penting kamu suka sama hasilnya." Ujar Dito menyerah setelah melihat-lihat foto yang tampak bagus semuanya.

Sarah tampak menyerah dan memilih sendiri. Dari dulu Dito memang selalu seperti itu. Indecisive. Susah mengambil keputusan dalam hal apapun. Ini juga penyebab kenapa Sarah seringkali tertipu harapan palsu karena Dito yang sulit mengambil keputusan. Tapi Dito adalah pria yang baik. Dia selalu menjadi pendengar yang baik, tidak peduli selelah apapun tubuhnya, Dito akan selalu ada ketika Sarah sedang penat dan siap menumpahkan seluruh cerita dan kekesalannya.

Dito juga memiliki kepribadian yang lembut dan sabar, tipikal pria Solo seperti pada umumnya. Ia selalu sabar menghadapi rengekan Sarah yang terkadang uring-uringan menjelang PMS. Ia selalu sabar menghadapi setiap permasalahan baik dalam hubungan mereka maupun dalam pekerjaannya. Dan hal yang paling Sarah sukai dari Dito adalah ia tidak pernah sedikitpun berkata kasar kepada Sarah. Jangankan berkata kasar apalagi melayangkan pukulan, meninggikan nada suaranya saja ia tidak pernah. Sesuatu yang Sarah rindukan dari seorang pria karena ia tumbuh dengan melihat ayahnya yang selalu bersikap kasar kepada ibunya.

Kalau diingat-ingat, dulu ketika ayah dan ibunya masih bersama, tidak ada satu haripun tanpa ledakan kemarahan sang ayah. Entah kopi yang terlalu panas lah. Sarapan yang belum siap lah. Anak-anak yang nilainya turun lah. Semua bisa jadi bahan bakar untuk emosi ayah Sarah yang pada akhirnya ditujukan kepada ibunya. Dan ibunya pun selalu mengiyakan saja setiap makian ayahnya.

Karena itu ketika Sarah bertemu dengan Dito, ia seperti menemukan oasis di tengah padang pasir. Kelembutan yang dapat melindunginya di tengah keras dan tajamnya batu di kehidupan Sarah. Dan itulah yang membuat Sarah selalu mencintai Dito bahkan setelah mereka 10 tahun bersama.

Sarah menghembuskan nafas pelan dan menatap mata Dito lamat-lamat.

"Yang, mulai sekarang kamu ga bisa kaya gini lagi loh. 8 bulan lagi kamu bakal jadi suami aku. Kepala rumah tangga kita. Ga ada lagi cerita ga bisa ambil keputusan kaya gini." Ujar Sarah mengingatkan Dito.

Dito tertawa mendengar perkataan Sarah.

"Iya-iya, tapi aku ga bisa harus berubah tiba-tiba jadi nyetir kamu Yang. Hahahaha. Nanti aku janji pelan-pelan bakal berubah. Ga plin plan gini lagi hahaha."

"Ah kamu mah suka gitu. Tar kalo plin plan gini, nikahnya keburu ga jadi loh!" Gerutu Sarah yang langsung disambut dengan mata Dito yang melotot.

"HEH! Ga boleh ngomong sembarangan gitu! Tar setan lewat terus ikut amin gimana?" Dito berseru kepada Sarah.

Sarah langsung menampar mulutnya sendiri karena bicara sembarangan.

"Iya!!! Ampuunn! Maaf maaf! Aku kalo ngomong suka ga dikontrol ih!!!"

"Hahahaha! Tuh, kamu juga harus benerin itu tuh. Gimana nanti kalo udah jadi mama terus suka keceplosan ngomong yang engga engga depan anak kita?" Canda Dito yang dibalas dengan gerutuan Sarah.

"Duhh, jangan sampe yaa nanti anak kita mulutnya sampah kek aku!" Seru Sarah tidak terima.

Keduanya tertawa bersama dan tenggelam dalam candaannya. Setiap orang yang melihatnya pasti akan melabeli mereka pasangan yang sempurna. Si cantik dan si tampan yang tampak seperti pasangan di opera sabun.

...****************...

"Yang, buruan ya siap-siap. Aku udah jalan ke kantormu. Palingan 20 menit lagi sampe." Ucap Dito di telepon.

"Aku udah di lobi nungguin kamu malahan, Yang! Udah aku bilangin jangan telat kan, taunya masih telat juga. Ini mbak Tika udah nelponin aku nanyain jadi fittingnya jadi ga? Udah berasa ditagih debt collector aku Yang" Sarah mengomel di telepon.

Dito tertawa renyah dari seberang telepon.

"Iya maaf ya Sayangku. Maaf banget. Hari ini ada meeting mendadak sama Kepala SDM. Aku juga kaget tau-tau kelar meeting udah jam lima." ucap Dito meminta maaf.

"Ya aku mah gapapa Yang, udah keseringan kena PHP kamu. Tapi mbak WO nya kan ga pernah kena PHP cowok kaya kamu Yang." Sembur Tika sewot.

Yah mau bagaimana lagi, memang pekerjaan Dito sebagai sebagai kepala proyek memang mengharuskannya untuk memiliki mobilitas tinggi. Hari ini disini, besok disana. Pagi ini di Bandung, sore sudah meeting lagi di Jakarta. Sibuk? Sudah pasti. Tapi semua Dito lakukan demi bisa menjadi pria yang diandalkan bagi Sarah. Sosok suami yang baik dan dapat memenuhi semua pinta istrinya

Mobil Dito tiba dan memasukki gerbang kantor Sarah. Sarah yang melihatnya langsung bergegas keluar lobi kantornya dan tanpa basa-basi langsung masuk ke mobil Dito tepat ketika mobil itu berhenti.

"Astaga Yang! Sabar dulu gabisa ya cantikku?" Seru Dito kaget karena Sarah langsung menyerbu masuk padahal mobilnya saja belum 5 detik berhenti.

"Gabisa Yang! Kita udah telat banget ini! Aku ga enak sama Mbak Tika! Yuk buruan gas-gas! Gigi 5 langsung!" Seru Sarah memburu Dito agar segera memacu mobilnya.

Kurang lebih 30 menit menempuh perjalanan, akhirnya kedua sejoli ini tiba di sebuah butik. Papan nama "Dream Wedding Organizer" terpasang dengan gagah di depannya. Dito pun segera memarkir mobilnya di halaman butik itu. Sarah bergegas keluar dan menarik Dito untuk masuk ke tempat itu.

"Aduh ya ampun Mbak Tika! Maaf banget! Kita telat banget ya! Aku tadi dapet nasabah rewel banget Mbak! Maaf banget ya Mbak!" Ucap Sarah memohon maaf karena tidak enak pada Mbak Tika, si pemilik Wedding Organizer yang akan menjadi vendor pernikahan mereka.

Ya memang seperti itulah Sarah. Tidak peduli apapun yang terjadi, dia tidak pernah menyalahkan Dito di depan orang lain. Baginya, biarlah setiap kesalahan yang Dito lakukan hanya ia yang mengetahuinya. Berkali-kali Sarah dengan sukarela meminta maaf kepada orang lain atas kesalahan Dito. Tidak boleh ada yang memandang Dito rendah, lemah dan julukan buruk lainnya. Jika baginya Dito adalah pria yang sempurna, maka setiap orang pun harus menganggapnya seperti itu. Karena itu, tidak peduli kesalahan apapun itu selalu disimpan rapat-rapat dan hanya diselesaikan di antara mereka berdua.

Mbak Tika hanya tersenyum dan mengatakan ke Sarah kalau semuanya bukan masalah. Sarah pun langsung tersenyum sumringah dan memulai fitting gaun pengantinnya.

"Yang, kamu tunggu disini ya! Aku fitting dulu di dalem, nanti abisnya baru kamu!" Ujar Sarah mengingatkan.

Dito hanya mengangguk sembari membuka pesan dari grup-grup kantornya. Memang kantornya sedang sibuk sekali akhir-akhir ini. Relokasi gedung lah. Dinas lapangan lah. Dan segala ***** bengek yang merepotkan lainnya. Sungguh kepala Dito sangat dipenuhi berbagai hal. Belum lagi persiapan pernikahannya dengan si pujaan hati yang makin hari makin dekat. Untunglah Sarah sangat bisa diandalkan dalam hal seperti ini. Jadi rasanya sudah separuh beban di kepala Dito terangkat karena kehadiran Sarah.

Sarah menatap dirinya di depan cermin sembari mengamati pantulan bayangannya dan Mbak Tika yang membantunya memakai pakaian pengantin. Ia memutar-mutar tubuhnya, melihat dan memeriksa setiap sisi pakaiannya. Apakah sudah pas? Apakah sudah cantik? Ah, rasanya semua pakaian disini begitu indah hingga Sarah bingung harus memilih yang mana. Kebaya keemasan yang ia kenakan rasanya sangat mewah dan indah. Tapi gaun berwarna merah maroon tadi pun juga tidak kalah indah.

"Gimana? Udah pas belum?" Tanya Mbak Tika menyadarkan Sarah yang tenggelam dalam perdebatan tunggalnya.

"Bagus semua ih Mbak. Aku bingung. Kalo ukurannya sih pas banget ini, cuma warnanya aku bingung antara yang ini sama yang maroon tadi deh." Sarah bimbang.

"Coba keluar dulu aja, tanya sama Mas Dito. Siapa tau dia bisa bantu pilih." Mbak Tika menyarankan.

Sarah pun segera keluar dari ruang fitting pakaian untuk menunjukkan gaunnya pada Dito. Tapi ia tak menemukan sosok Dito duduk di kursi tempatnya tadi. Matanya melihat ke berbagai penjuru butik, tak kunjung juga ia temukan pria bernama Dito ada disana.

"Dito dimana sih? Kok ngilang?" Sarah celingukan mencari kekasihnya.

Sarah meraih handphonenya dan langsung menelepon kekasihnya.

Nomor yang Anda tuju sedang sibuk.

"Loh Dito lagi nelpon siapa? Kok sibuk?" Sarah menatap ponselnya bingung

Sarah mendengus kesal dan menghempaskan tubuhnya ke sofa. Ia pun menunggu Dito sambil memainkan ponselnya. Tidak lama kemudian, Dito pun masuk ke butik dengan raut wajah murung. Sarah yang melihat sosoknya langsung menghampiri dan menanyakan pendapat Dito tentang gaun yang ia kenakan.

"Gimana Yang? Bagus ngga?" tanya Sarah langsung begitu melihat sosok Dito.

Dito hanya tersenyum mengangguk.

"Mendingan yang ini atau yang ini Yang?" Tanya Sarah sambil menunjukkan sebuah baju berwarna maroon yang tadi ia pilih.

"Terserah kamu, Yang. Dua-duanya cantik kok." Kata Dito meyakinkan Sarah.

Sarah yang merasa kekasihnya sedikit aneh pun langsung menghampirinya.

"Kamu kenapa, Yang? Kok badmood gini? Kelamaan nungguin aku ya?" Sarah khawatir melihat air muka Dito yang tampak gelap.

Dito menghembuskan nafas berat. Ia menyenderkan punggungnya sambil memijat-mijat keningnya.

"Ada yang mau aku omongin sama kamu."

...****************...

Sarah dan Dito hanya diam saja selama perjalanan. Keduanya tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Jantung Sarah berdegup kencang seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Ia tidak sabar menunggu apa yang akan Dito katakan.

Tak lama kemudian, Dito menghentikan mobilnya. Sarah melihat ke sekitarnya. Oh, rupanya sekarang mereka ada di taman dekat rumah Sarah. Tapi kenapa Dito berhenti disini?

"Yang, aku mau ngomong sesuatu." Ucap Dito memecah keheningan.

"Ngomong apa? Kamu kenapa dari tadi kaya kusut banget Yang?" Sarah menjawab Dito dengan penuh rasa penasaran.

Dito menghela nafas. Berat.

"Susah banget aku ngomongnya. Tapi harus aku omongin juga"

Sarah menunggu kelanjutan kata-kata Dito. Dengan ragu Dito berbicara.

"Aku dipindah tugas, Yang..."

Jarak

"Aku dipindah tugas, Yang..." ucap Dito pelan.

JEGER! Bak petir di siang bolong Sarah mendengarnya. Dito dipindah tugaskan? Dan ketika hari pernikahannya tinggal 8 bulan lagi? Bagaimana bisa Sarah melakukan semuanya sendirian? Selama ini hubungan jarak jauh tidak pernah ada dalam kamusnya. Ia dan Dito selalu bersama-sama sejak lulus SMA. Praktis keduanya tidak pernah terpisahkan oleh jarak apapun.

Sarah tersenyum getir.

"Pindah kemana, Yang?" tanya Sarah pelan.

"Ambon..." Dito menjawab dalam helaan nafasnya.

Ambon? Sejauh itu Sarah akan terpisah dengan Dito. Semarang dan Ambon bukanlah jarak yang dekat. Perlu waktu berjam-jam naik pesawat untuk salah satu dari mereka bisa menemui satu dan lainnya. Dan Ambon terasa begitu asing bagi Sarah. Berat rasanya untuk Sarah menitipkan kekasihnya di kota orang yang begitu asing baginya.

Bukan. Bukannya Sarah tidak percaya dengan kesetiaan Dito. Hanya saja ketakutan akan sebuah ketidakpastian mungkin hal terbesar yang mengganggunya. Ditambah lagi, semakin dekat waktu pernikahan maka akan semakin banyak pula rintangan yang harus mereka hadapi. Dan apabila mereka terpisah jauh, bukankah semuanya akan terasa begitu berat?

"Berapa lama?" Tanya Sarah akhirnya memecah keheningan di antara keduanya.

"Sampai proyek di Ambon selesai. Mungkin sekitar 10 bulan sampai satu tahun" jawab Dito tertunduk lesu.

Rasanya sekarang Sarah ingin teriak dan menangis sekencang-kencangnya. Tapi ia tahu, hal itu tidak ada gunanya. Lagipula Dito pergi bukan karena alasan apapun melainkan karena urusan pekerjaan. Berbagai alasan ia buat di kepalanya untuk menghilangkan rasa kecewa terhadap takdir, namun air mata tidak dapat dibendung lagi. Di saat Sarah benar-benar membutuhkan kekasihnya, tetapi kekasihnya malah akan dijauhkan darinya.

Sarah menyeka air mata yang merembes dari pelupuk mata indahnya.

"Maaf Yang. Aku bener-bener minta maaf. Aku juga ga tahu kenapa bisa aku yang kepilih jadi kepala proyek di Ambon. Padahal aku udah bilang sama Pak Wisnu biar aku ga kena relokasi soalnya bentar lagi aku mau nikah. Maaf banget Yang. Aku juga ga tahu kenapa bisa begini..." ucap Dito penuh rasa sesal.

Sarah hanya terdiam. Keduanya tenggelam dalam keheningan yang rasanya seperti akan menusuk jantung. Yang terdengar hanyalah isak tangis lembut Sarah.

"Ya udah Yang. Emang aku bisa apa? Kalau emang keputusan kantormu begini, mau gimana lagi? Aku ga bisa apa-apa Yang." Sarah mengakhiri diamnya.

"Kapan kamu berangkat?" Sarah kembali bertanya kepada Dito.

"Lusa Yang. Pesawat jam 8 pagi." jawab Dito.

...****************...

Sarah sudah berada di bandara sejak jam 6 pagi. Menemani Dito bersiap-siap untuk keberangkatannya. Pesawatnya jam 8 pagi, itu berarti sebentar lagi Dito sudah harus masuk ke terminal keberangkatan. Orangtua Dito juga ada disana ikut mengantarkan anaknya yang akan merantau untuk pertama kalinya.

"Semuanya udah Yang?" Tanya Sarah sekali lagi sembari mengecek barang bawaan Dito.

"Udah Yang. Tenang. Ini aku masuk ya? Mama Papa, Dito berangkat ya" pamit Dito kepada kedua orangtuanya.

"Hati-hati ya, Nang. Nek udah sampai, kabarin Mama" pesan ibunya kepada Dito.

"Iya Ma, tenang. Dito pasti tetap rajin hubungin Mama, Papa, sama Sarah. Dito pergi ya." Dito pamit kepada keluarganya dan Sarah.

Dito pun melangkah masuk ke dalam terminal keberangkatan pesawat yang akan membawanya ke Ambon. Sarah hanya dapat menahan tangis melihat punggung Dito yang semakin lama semakin menjauh, hingga akhirnya hilang ditelan kerumunan penumpang lainnya. Mama Dito memeluk Sarah, berusaha menghiburnya.

"Wis, rapopo, Nduk. Kan paling lama juga cuma satu tahun ditinggal Dito. Gapapa, nanti kalau kangen, Mama suruh Dito pulang buat liat kamu, Nduk."

Sarah hanya bisa tersenyum tipis. Sudah habis air matanya untuk menangisi hal ini, sekarang saatnya Sarah berdamai dengan kenyataan. Saatnya Sarah kembali fokus pada persiapan pernikahan mereka yang harus ia lakukan sendiri. Begitu banyak hal yang harus Sarah selesaikan dan begitu banyak tenaga yang dibutuhkan.

...****************...

Malam itu, Sarah tidak bisa berhenti menatap layar ponselnya. Sudah pukul 8 malam, tapi Dito belum kunjung meneleponnya. Malam ini, pertama kalinya Sarah terpisah sejauh ini dengan Dito. Dan Sarah sangat ingin tahu bagaimana hari pertama Dito berada di Ambon.

Tidak lama kemudian, ponsel Sarah berdering. Nama Dito terpampang di layarnya. Sarah dengan sigap menggeser tombol hijau dan mengangkat telepon itu.

"Ayangggg..." ucap Sarah manja saat mendengar suara Dito di seberang telepon.

Dito terkekeh mendengar suara Sarah.

"Kenapa kok gitu manggilnya?" jawab Dito geli.

"Kamu lama banget sih nelponnya. Udah aku tungguin dari tadi juga!" Sembur Sarah langsung.

Dito tertawa lagi.

"Maaf Yang, hari ini sibuk banget. Abis landing aku langsung ke kantor buat ngurus dokumen. Terus habisnya langsung ke proyek. Ini baru banget sampe di rumah" Dito meminta maaf pada Sarah.

"Kamu suka gitu ih. Seenggaknya ngabarin gitu loh, Yang. Biar aku ga ngelantur mikirin kamu lagi apa..." Sarah tetap melanjutkan ocehannya.

"Iya, maaf yaa. Maaf Sayangku." kata Dito.

"Oh iya, kamu mau liat rumahku? Aku dapet rumah dinas disini Yang. Jadi ga perlu ngekos lagi." Sambung Dito mengalihkan panggilan ke panggilan video.

Dito mengarahkan kameranya menunjukkan rumah dinas yang kini ditempatinya. Tidak terlalu besar, tapi cukup untuk ditempati Dito seorang diri dan mungkin juga bersama Sarah nanti. Kamar tidurnya ada dua dan halamannya juga lumayan luas. Rumah yang sederhana tapi terlihat hangat.

Selama 2 jam lebih Sarah dan Dito bercerita melalui panggilan video. Menumpahkan rasa rindunya, menceritakan hari-hari mereka, dan mengabari Dito sudah sejauh mana persiapan pernikahan mereka.

"Kuncinya yang penting komunikasi, Nak." Pesan Mama Sarah ketika menghiburnya yang sedih kala itu.

Dan Sarah memegang teguh pesan itu baik-baik. Ia akan selalu menjaga komunikasinya dengan Dito sebaik mungkin. Ia tidak mau jarak menjadi penghalang hubungan mereka. Apalagi pernikahan mereka sudah semakin di depan mata. Memang berat, tapi Sarah yakin ia dan Dito bisa melaluinya bersama.

...****************...

Sejak menjalani hubungan jarak jauh, Sarah benar-benar tidak bisa dilepaskan dari handphonenya. Bahkan tidak jarang ia tertidur sambil memegang handphone. Baim, adiknya, bahkan seringkali mengejeknya pacaran dengan handphone.

"Kamu pacaran sama orang apa sama handphone sih mbakk? Kemana-mana bawa handphone. Coba sekali-kali bawa tuyul, siapa tau kita bisa kaya kan." Ejek Boim suatu hari ketika melihat Sarah menabrak tiang karena matanya terfokus pada handphonenya.

"Ya mau gimana lagi, Im. Orang ldr ya gini. Kalo ga gini tar pacarku diambil orang hahaha." balas Sarah sambil tertawa.

"Ga ada yang mau ambil Mas Dito mbakk. Tenang aja. Cah lanang klemar klemer ngono og!" Sambung Baim sambil berlari karena Sarah sudah ancang-ancang akan melemparnya dengan sendal.

"Wah parah Im! Aku laporin Dito loh ya!"

"Aku sumpahin kamu LDR Semarang Kutub Utara sama Yangyanganmu ya!!!" Seru Sarah lagi yang dibalas Boim dengan menjulurkan lidah.

Malam itu seperti biasanya Sarah menunggu kekasihnya meneleponnya. Tidak lama, ponselnya pun berbunyi. Panggilan video dari Dito. Sarah segera menjawabnya.

"Hai Yang!!! How is your day?!"

"Ga gimana-gimana Yang. Gitu-gitu aja. Namanya ngawasin proyek ya paling gitu-gitu doang kan ritmenya." jawab Dito tak bersemangat.

Sarah melihat Dito yang tampak lain dari biasanya. Sedikit murung? Ah mungkin Dito hanya kelelahan saja. Tapi hal itu terus mengganggu Sarah.

"Kamu kenapa Yang? Suntuk banget keliatannya?" tanya Sarah khawatir.

"Ga, gapapa. Tapi mungkin 3 bulan ke depan aku bakal agak susah dihubungin Yang." kata Dito pelan.

"Loh? Emangnya kenapa?" Tanya Sarah panik.

"Aku ditempatin di pelosok Yang. Ga pelosok-pelosok banget sih. Tapi masih 5 jam dari Ambon. Aku dapet tugas ngawasin proyek bangun jembatan disana." Dito meneruskan.

Sarah memijat keningnya. Pusing. Astaga! Cobaan apa lagi sekarang yang menghampirinya? Pernikahannya tinggal 6 bulan lagi, tapi calon suaminya akan makin jauh dari jangkauannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!