NovelToon NovelToon

Bad Boy Is The Sweetest Boyfriend

#Flashback KAZAM - Pertemuan

#Flashback

Anak lelaki itu menatap nanar orang-orang di sekitarnya. Ada yang berada di kursi roda seperti dirinya. Ada juga yang berjalan-jalan atau juga berlari-lari seperti gadis kecil yang memang sedari tadi menjadi pusat perhatiannya.

Sesekali, bibirnya terangkat menyunggingkan sebuah senyuman saat gadis kecil itu tengah tersenyum atau tertawa bersama seorang wanita berpakaian dokter yang memegang mangkuk dan menyuapinya makan.

"Izam, Kakak mau ke toilet sebentar. Kamu gak papa ditinggal disini?"

"Hm," hanya gumaman yang keluar dari bibir anak lelaki berusia enam tahun itu. Bahkan, ia sangat enggan mengalihkan perhatiannya dari anak kecil disana.

Pria dewasa yang tadi berjongkok di depan kursi rodanya pun melenggang pergi dari hadapannya. Sekarang Izam leluasa menatap anak perempuan disana.

Sepertinya, karena merasa ditatap intens oleh orang asing, anak itu nampak ketakutan, karena memang, anak perempuan itu sempat melirik-lirik ke arah Izam yang nampak enggan untuk berkedip saat menatapnya.

Anak perempuan itu terlihat memeluk wanita berseragam dokter itu dan menyembunyikan wajahnya di balik bahu wanita tersebut.

Izam mendesah kecewa saat sang dokter berdiri dan mengemban gadis kecil itu, Izam tahu mereka akan pergi.

Tapi kemudian, rasanya Izam ingin tersenyum saat dokter tersebut berjalan ke arahnya dan anak perempuan itu kini menatapnya dengan bola mata bulat beserta bulu matanya yang lentik.

"Hay," suara nyaring khas anak kecil menggema dipendengaran Izam. Anak lelaki itu langsung tersenyum dan balas menyapa anak perempuan yang sudah turun dari gendongan dokternya.

"Hay."

"Aku malu, Kak Zee."

Izam tentu mendengar bisikan gadis kecil itu pada dokternya. Izam pun tersenyum geli tanpa mengalihkan pandangannya dari gadis kecil itu.

"Gak papa, Sayang. Ayo diajak kenalan," wanita itu berkata sangat lembut.

Gadis itu melangkah maju sedikit demi sedikit. Sesekali ia menoleh ke arah Zee yang memberinya senyuman hangat.

"Ekhm," gadis itu berdehem, mencoba mengumpulkan keberaniannya saat jaraknya dengan Izam hanya tinggal selangkah.

"Nama aku..." gadis itu mengulurkan tangannya. "Mayka."

Izam mengerjap beberapa kali. Ia belum menerima uluran itu dan masih menatap tangan mungil yang terulur padanya.

Sampai akhirnya, mata Mayka berkaca-kaca, dan bibirnya mulai melengkung ke bawah. Ia pun menoleh ke belakang, tapi tangannya masih terulur ke arah Izam. "Kakak, dia gak mau kenalan sama Mayka." Ya, anak itu menangis.

Tapi sebelum ia sempat menoleh lagi ke depan, tangannya sudah digenggam oleh seseorang.

Anak lelaki itu yang menggenggamnya. Bahkan dengan kedua tangan.

"Namaku Izam," katanya, menatap mata bulat yang sudah kembali fokus padanya. "Kamu manis banget, butuh waktu buat aku sadar, kalo kamu beneran ada di depan aku." Ucapnya dengan tangan yang sudah menghapus buliran air mata Mayka.

Anak perempuan yang lebih muda dua tahun darinya itu mengerjap lucu karena tak mengerti dengan ucapan Izam.

Izam tersenyum dan menegakkan posisi duduknya agar bisa menatap lebih dekat. Mayka sungguh menggemaskan. Ia seperti boneka barbie yang dimiliki oleh almarhum adiknya.

Izam menghela nafas berat. Dadanya sesak saat mengingat adiknya beserta kedua orang tuanya sudah terkubur minggu kemarin. Tanpa ia cegah, air matanya terjatuh. Harusnya, ia ikut mati dalam kecelakaan itu.

"Kamu.... kenapa nangis?" Mayka bertanya ragu. Tangannya masih digenggam oleh tangan yang lebih besar darinya itu.

Tanpa diperintah siapapun, Mayka bergerak maju.

Ia memeluk lelaki yang menangis di atas kursi roda itu.

"Sstt, jangan nangis yah! Mayka kan udah mau kenalan sama Izam. Izam jangan sedih lagi!"

Izam membalas pelukan itu, tangisannya mereda saat ia merasakan rasa nyaman dari tubuh gadis kecil yang tengah memeluknya. Harum bedak bayi juga minyak telon yang khas, dapat Izam tangkap di indra penciumannya.

Izam menghela nafas panjang. Bersiap untuk berbicara.

"Izam gak mau kehilangan lagi," lirihnya, sambil mengeratkan pelukannya pada gadis kecil itu. Ia pun melanjutkan, "Izam gak mau kehilangan apa yang udah jadi milik Izam," ia semakin lirih. "Dan sekarang.... Mayka jadi milik Izam!" Putusnya tegas.

"Izam gak akan pernah biarin Mayka pergi."

Anak perempuan yang kurang mengerti dengan maksud ucapan itu hanya menjawab, "Mayka disini, Mayka gak pergi."

"Mayka memang gak boleh pergi. Izam akan selalu jagain Mayka. Izam akan selalu jaga apa yang udah jadi milik Izam. Apapun yang terjadi, Izam gak akan pernah kehilangan lagi."

Good or bad?

**Bugh**

Lelaki itu tersungkur di atas kramik berdebu. Sudut bibirnya sudah berdarah. Ia memegangi perutnya, merasakan ngilu disana. Sungguh, ia sudah berusaha untuk melawan. Tapi semuanya sia-sia. Bahkan satu pukulan pun tak bisa ia daratkan meski tadi sempat menarik kerah seragam lawannya yang dipenuhi amarah itu.

"Tcih," sang pemukul –Izam– dia meludah, matanya menatap sengit ke arah lelaki yang sudah terkapar di atas lantai gudang yang kotor itu. "Sekali lagi gue liat lo lirik cewek gue, gue bakal buat lo angkat kaki dari sekolah ini."

Lelaki itu kini mencoba bangkit dengan susah payah. Belum sempat Izam melontarkan ancamannya lagi, ponselnya berbunyi. Setelah melihat nama yang tertera disana, ia pun buru-buru mengangkatnya. Raut wajah penuh emosinya sudah berubah hanya karena nama yang tertera di layar ponselnya itu.

"Izam, kamu dimana? Kenapa gak ada di kelas? Di kantin juga gak ada."

Izam menggaruk tengkuknya. "Aku di toilet, Sayang. Bentar lagi kelar."

"Iihh, kamu jorok. Kamu angkat telfon aku di toilet?"

Izam menyengir lebar, seakan beberapa saat lalu, ia tidak memukuli seseorang. "Hehe, ini udah selesai, kok."

"Aku tunggu di kantin yah?"

"Kamu sama siapa?"

"Aku sama Ivi."

"Oh, oke. Aku otw."

Setelah Mayka mengiyakan dan memutus sambungan telfonnya, Izam meletakan kembali ponselnya ke dalam saku. Tatapan Izam kini jatuh pada sosok di depannya. "Jangan sampe gue berurusan sama lo lagi, Gafan!" tukasnya tajam.

Lalu ia menatap pantulan dirinya di cermin dalam ruangan itu. Ia juga memutar tubuhnya dan menatap seluruh tubuhnya dengan detil dari atas sampai bawah. Ia bukan mencari bekas luka. Yang ia cari adalah bekas darah dari lawannya. Izam hanya tak ingin diintrogasi oleh Mayka.

Setelah dirasa tak ada apapun di seragamnya, lelaki itu pun berbalik. Ia melangkah keluar gudang itu sambil memasukan pakaiannya yang urakan. Ia juga mengambil dasinya dari dalam saku dan memakainya sambil berjalan.

Saat melewati kaca di tengah perjalanan, ia menyempatkan diri untuk bercermin dan merapihkan rambutnya yang berantakan. Kerah bajunya yang agak kusut membuatnya memisuh tanpa suara. Ya, karena perkelahian tadi, kerah bajunya sekarang kusut akibat sempat terkena tarikan dari lelaki yang ia dapati beberapa kali memandangi gadisnya.

Izam berusaha merapihkan pakaiannya yang kusut itu. Tapi tetap saja nampak terlihat. Ia merapalkan doa, semoga Mayka tidak curiga dan tidak bertanya macam-macam padanya.

Izam tidak ingin berbohong terlalu banyak pada gadisnya itu.

Padahal nyatanya, hidupnya penuh dengan kebohongan.

***

"Izam, ih, dari mana aja, sih? Lama banget," Mayka bersungut kesal pada sosok yang kini tersenyum miris dan melangkah ke arahnya.

"Aku dari toilet, manisku. Ada panggilan alam," balas Izam yang kini terduduk di samping Mayka dan menyapa Ivi yang duduk di hadapan mereka. "Ivi?"

"Wet," Ivi mengangkat wajahnya untuk menatap Izam. Sedari tadi ia memang menunduk karena tengah berbalas chat dengan gebetannya.

"Mau makan apa?"

Ivi tersenyum lebar. Meski ia tau kalau Izam tengah mengusirnya. Tapi ia sangat suka dengan usiran Izam yang berupa traktir makan sesukanya.

"Aduh, suka deh gue kalo udah diusir gini. Kaya biasa yah, gue pesen atas nama lo," ujarnya seraya berdiri.

Izam memutar bola matanya. Tapi ia juga bersyukur karena Ivi begitu peka. "Gue doain lo gendut."

Ivi yang baru mengambil satu langkah malah tertawa dan menoleh ke arah Izam, "Gak papa biar pelukable," katanya centil sambil memeluk dirinya sendiri. Mayka berdecih, tak habis pikir dengan sahabat anehnya itu.

"Pacar gue nih, pelukable. Kalo lo usirable!"

"Ish..." Ivi berdesis kesal, tapi kemudian ia berujar. "Tapi bener juga sih, hahaha," dan Ivi pun melangkah lebar dari sana.

Mayka geleng-geleng kepala bersama dengan Izam. "Aneh temen kamu."

"Emang iyah. Untung aku gak ketularan," ujar gadis itu sambil membuka bekal makannya yang dibuatkan oleh Izam.

"Kamu kaya gitu juga aku tetep cinta."

Mayka terkekeh. Matanya tak lepas memandang makanan sehat di atas mejanya. Keningnya berkerut tak suka, "Ini apasih?"

"Ini namanya sayuran, Sayang," Izam menunjuk-nunjuk sayuran di dalam tempat bekal itu.

"Aku tau. Aku kan maunya nasi goreng kaya kemarin."

"Ini hukuman karena kamu gak makan sayurnya kemarin. Sekarang kamu makan sayur."

"Tapi Izam, aku gak suka."

"Besok aku masakin nasi goreng sama ayam goreng, dikasih sosis sama bakso, sama telor mata sapi juga. Gak ada sayur."

Mata bulat itu berbinar senang mendengarnya. Izam memang tau sekali apa kelemahannya. "Okedeh, aku makan dengan senang hati," Mayka pun mulai menyendokan berbagai macam sayuran itu ke dalam mulutnya.

"Ngomong-ngomong, kenapa kerah baju kamu kusut?"

"Oh, ini," Izam sudah menyiapkan jawaban, "Tadi aku pake dasi gagal terus. Aku kesel. Jadi aku acak-acak. Eh, jadi kusut gini."

"His, makannya dasi itu gak usah dilepas-lepas!"

"Kecekik, Yang. Aku gak betah. Ini juga karena kamu aku pake."

Mayka memutar bola matanya. Jengah dengan kekasihnya yang tidak mengikuti aturan sekolah. "Aku mau minum."

"Eh, kamu belum beli air minum? Yaudah, tunggu sini aja! Biar aku ambilin."

Izam berdiri cepat. Ia pun melangkah dengan lebar menuju salah satu penjual di kantin itu. Percayalah, tidak ada satu pun yang berani untuk menatap wajah lelaki itu terang-terangan, semua menundukkan wajah saat Izam melewatinya, mereka yang sadar menghalangi langkah Izam pun buru-buru menyingkir dari hadapannya dan membiarkan lelaki itu lewat.

"Bu, air mineral nya dua," ujarnya dengan suara yang terdengar biasa saja. Iyah, biasa saja namun tetap mampu membuat beberapa lelaki yang ada di dekatnya menunduk karena mendengar suara lelaki tersebut.

Setelah merima dan membayar pesanannya, Izam berbalik membawa dua botol mineral itu di tangan kanan dan kirinya. Yang kanan untuk Mayka, dan yang kiri untuk dirinya.

Brukk

Rasanya, setiap orang yang melihat kejadian itu, ingin memekik keras-keras.

Izam sendiri kini melototkan matanya, menatap air mineral yang tadi berada di tangan kanannya kini sudah menggelinding menjauh karena ia mendapat tabrakan dari seseorang. Tabrakannya cukup kuat karena ia yakin lelaki itu tadi berlari sehingga mampu membuat pegangan pada botol itu terlepas meski tubuhnya masih berdiri dengan kokoh.

"Ma-maaf, Zam. Gu-gue gak sengaja."

Mata lelaki itu menatap setajam elang. "Gak sengaja kata lo?" suaranya rendah, tapi menyiratkan begitu banyak emosi.

Bugh

"Gue gak sengaja." dan ia pun pergi begitu saja usai melayangkan pukulan dan ucapan tanpa dosanya.

Sedari tadi matanya melirik-lirik ke arah Mayka. Beruntung gadis itu tak melihat saat dirinya memukul perut siswa yang menabraknya itu dan menghasilkan beberapa pekikan dari sekitarnya. Namun meski begitu, Mayka nampak tak perduli dan tetap menunduk memakan makanannya.

Izam tersenyum kecil, ia menyentuh pundak Mayka dan kembali duduk di samping gadisnya. Setelah membuka segel minuman itu, Izam meletakannya ke atas meja, membiarkan Mayka meminumnya.

"Maaf yah, lama."

"Gak papa. Ngantri, yah?"

Tadi memang mengantri. Tapi meskipun begitu, Izam tetap diutamakan. "Iyah," Izam terpaksa berbohong lagi.

Izam mengambil botol yang sudah Mayka letakan ke atas meja. Ia pun meminumnya seperti Mayka meminumnya tadi. Dan seperti biasa, semburat merah di wajah Mayka muncul ketika menyadari mereka berciuman tidak langsung dari sebuah botol mineral.

Sudah dekat sejak dari kelas enam SD dan menjalani status pacaran sejak satu SMP, tidak membuat Izam atau pun Mayka berhubungan fisik lebih jauh seperti kiss lips by lips. Mereka tak melakukan itu. Izam tak pernah mencari kesempatan, dan Mayka juga tak memberi kesempatan.

Mereka masih merasa kalau itu tindakan terlalu jauh dari status yang masih berpacaran. Meski Izam sudah pernah melihatnya, atau bahkan, melihat lebih dari itu. Pikiran Izam memang sudah ternodai, tapi dia tidak akan pernah mempraktekannya sebelum menikah. Izam berjanji permisah. Baiklah, terserah Izam saja!

"Kamu kenapa gak beli dua kalo haus?"

"Hemat."

Mayka terkekeh. Mana ada hemat di kamus Izam? Tapi biarlah Izam berkata apa.

"Yang, pulang sekolah anter aku yah?!"

"Kemana?"

"Beli sneakers. Ada keluaran terbaru."

Kan! Benar kata Mayka. Mana ada hemat di kamus Izam.

Mayka mencibikan bibirnya. "Beli air doang bilangnya hemat. Giliran beli sepatu yang harganya jutaan lupa berhemat."

Izam meringis sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Namanya juga hobi, Yang." Ya, Izam memang hobi mengoleksi sneakers.

Lelaki yang duduk di sebelah gadis itu menyengir tanpa beban. Padahal beberapa detik lalu, ia baru saja meninju perut seorang siswa hanya karena menabraknya dan menjatuhkan botol air mineral yang ditujukan untuk Mayka. Sialnya saat mengingat itu, Izam ingin kembali memukul siswa tadi.

Izam memaki dalam hati karena tidak melihat jelas wajah siswa yang menunduk begitu dalam di hadapannya tadi. Padahal, ia merasa belum puas memberikannya pelajaran.

Ia sangat kesal bukan karena tubuhnya ditabrak.

Izam sangat kesal seperti ini, hanya karena air mineral yang ditujukan untuk Mayka-nya terjatuh.

Ya, hanya itu.

#Flashback KAZAM - Milik Izam

#Flashback

"Kamu kenapa sering dirawat di rumah sakit?"

"Aku sakit."

Lelaki itu menghela nafas. "Kalo kamu sehat, kamu pasti ada di rumah sehat, bukan rumah sakit."

Gadis berusia tujuh tahun yang kini berbaring di atas ranjangnya itu mengerjap beberapa kali. "Emang ada rumah sehat?" Tanyanya kemudian dengan raut wajah bingung yang lucu, membuat sang lelaki terkekeh melihatnya.

"Sekarang kamu lagi di rumah sehat."

"Ini rumah aku, bukan rumah sehat, Izam."

Lelaki yang dipanggil Izam itu menggaruk keningnya. Lantas bangkit dari kursi di samping ranjang tersebut dan duduk di pinggir ranjang dimana seorang anak perempuan berbaring.

"Kamu pinter yah," ujarnya dengan telunjuk yang mencolek hidung mungil gadis yang kini terkekeh karenanya.

"Iyah dong, keluarga aku kan dokter. Masa aku nya gak pinter."

Izam terkekeh lagi karenanya. Sudah tiga tahun sejak perkenalan mereka di taman rumah sakit itu. Tapi sampai sekarang, Izam belum juga mengetahui mengapa gadis ini selalu bulak-balik rumah sakit dan dirawat di tempat yang sungguh tidak Izam sukai itu.

Saat ditanya, Mayka selalu menjawab kalau dia sakit. Izam pun tidak mendapat jawaban pasti dari keluarga Mayka, mereka memberi jawaban yang sama. Mayka sakit. Dan demi Tuhan, kalau Izam sudah besar, ia akan mencari tau sendiri penyakit sebenarnya dari gadis yang selalu bisa membuatnya tersenyum ini.

Sekarang pun Mayka baru pulang dari rumah sakit. Izam sempat mencuri dengar percakapan dokter Mayka dengan Ayah Mayka saat dirinya ikut menjemput Mayka untuk pulang, dokter bilang kondisi Mayka sudah membaik. Dan besar kemungkinannya kalau Mayka tidak perlu dirawat lagi. Mayka sudah hampir sembuh total. Tapi ia tetap tidak boleh begitu kelelahan.

Izam menghela nafas lega mendengar hal tersebut. Meski ia tidak tau apa penyakitnya, tapi ia juga bahagia kalau Mayka tidak perlu kembali ke rumah sakit. Ia tidak suka melihat jarum suntik terus menusuk kulit gadisnya itu. Izam sangat tidak tega melihat infus yang selalu terpasang di pergelangan tangan Mayka.

Tok tok tok

"Zam, ayo pulang. Biar Mayka istirahat."

Kedua orang itu menoleh bersamaan ke arah pintu kamar yang terbuka. Disana terdapat Lucas yang nampak gagah dibalik setelan kerjanya dan berdiri tegak dengan senyuman hangatnya pada Mayka, lalu kembali menatap Izam dan mengangguk, mengajaknya untuk pulang.

"Tapi--"

"Iyah, Izam pulang aja. Mayka gak papa, kok. Izam kan dari pagi nemenin Mayka. Sekarang udah sore. Izam pasti belum makan."

Izam mengulum bibirnya. Ia menatap lekat ke arah Mayka yang kini tersenyum hangat padanya. Izam senang melihat wajah Mayka yang tidak lagi sepucat biasanya.

"Hm, iyadeh," Izam menoleh ke arah Lucas, "Kak, duluan aja! Nanti Izam nyusul," ujarnya yang diberi anggukan oleh Lucas dan Lucas pun pergi dari sana.

"Kamu makan yang teratur yah. Obatnya diminum."

"Iyah, Izam. Mayka kan selalu makan terus minum obat tepat waktu. Yang ada Izam yang harus makan!"

Izam tersenyum simpul. Ia mengusap lembut rambut Mayka. "Mayka gak boleh sakit lagi. Izam sedih liat Mayka sakit terus."

Gadis itu mengambil tangan Izam yang ada di puncak kepalanya. Digenggamnya tangan itu dengan kedua tangan mungilnya dan tersesenyum manis ke arah lelaki yang selalu menemani harinya. "Mayka gak akan sakit lagi. Mayka sembuh karena ada Izam disini. Izam adalah alasan Mayka untuk selalu minum obat dan berdoa sama Tuhan biar cepet sembuh."

Izam tersenyum haru. Satu tangannya yang tak digenggam mengusap kepala Mayka lagi. "Makasih, yah. Izam akan selalu ada buat Mayka. Izam akan selalu jagain Mayka dan akan selalu jagain apa yang udah jadi milik Izam. Gak akan ada satu orang pun yang boleh ambil milik Izam. Izam bakal lakuin apapun, buat pertahanin Mayka cuma buat Izam seorang."

Ada jeda, sampai akhirnya, lelaki itu kembali melanjutkan.

"Mayka cuma milik Izam, untuk kemarin, sekarang, esok dan seterusnya."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!