NovelToon NovelToon

Us

Us

Celine mengelus lengan atasnya yang tergores, sambil memperhatikan gerakan seorang lelaki yang sedang mecari obat-obatan di depannya.Entah yang keberapa kalinya Celine menyelinap keluar dari rumah dan berakhir di kos-kosan di lingkungan yang terlalu ia kenal.

Celine mengulurkan sebelah tangannya menggapai tasnya yang berada di atas tempat tidur. Mencari-cari letak ponselnya berada, Celine mengernyitkan kening saat tak mendapati benda elektronik itu disana.

"Sini lengannya," Suara Eiden mengintrupsi gerakan Celine.

"Ngerepotin lo ya?,"pertanyaan Celine membuat Eiden mendengus.

Gadis itu mungkin tak sadar, jam sebelas malam bukanlah waktu yang tepat untuk bertamu. Siapapun juga akan menyangka Celine bukan manusia karena mengetuk pintu tanpa suara di jam sebelas malam, tapi berbeda dengan Eiden yang terlanjur tahu kebiasaan Celine yang satu ini.

"Lo kabur?,"Dengan kedua tangan yang sedang bekerja ditengah Celine, Eiden melontarkan pertanyaan yang ia yakini akan mendapat jawaban yang sama seperti sebelumnya.

"Gimana uangnya cukup?,"alih-alih menjawab Celine lebih memilih melontarkan pertanyaan lain.

"Jangan kabur lagi, bukan sekali luka gini"Eiden memasukkan kembali obat-obatan yang ia gunakan kedalam kotak P3K, tatapannya naik tepat ke wajah cantik Celine"Uangnya cukup, harusnya lo transfer lagi setelah ini, "ucapnya.

Celine mendorong bahu Eiden dengan jari telunjuknya"Nggak usah main-main sama gue"sinisnya.

Eiden mengangkat bahunya acuh kemudian berdiri untuk mengembalikan kotak P3K kedalam lemari pakaiannya.

"Okey Princess. Lo mau gimana, ini udah jam setengah dua belas"Eiden menaiki tempat tidurnya,tatapannya mengarah pada Celine yang duduk bersimpuh dilantai dengan kepala yang bersandar pada tempat tidur.

"Gue mau tidur disini"

Eiden mendengus"Kos-kosan gue kecil, banyak nyamuk," katanya.

Mendengar ucapan Eiden, Celine jadi mengedarkan pandangannya menilai. Memang Kos-kosan ini kecil, bahkan tidak sampai setengah kamarnya.Celine memutar duduknya hingga bisa menatap Eiden yang berada di atas tempat tidur"Masa pulang, gue belum cerita"ucapnya dengan melas.

"Jadi lo mau tidur disini atau pulang?."

Celine menghela nafas kasar"Disini.gue nggak mau pulang sebelum Mama berhenti cari guru les Matematika buat gue"katanya.

"Les nggak bakal bikin lo mati. "

"Ya tapi gue nggak mau. Guru les gue galak,tuli,sok paling genius matematika, nggak sadar apa Eisten ketawa lihat dia"Celine bahkan masih ingat betul bagaimana guru lesnya satu itu yang salah dengar ucapannya dan berakhir dia yang kena marah Mama. Celine menghela nafas lelah"Coba aja Mama nggak suruh gue les, gue nggak bakal kabur-kaburan gini."

"Lo tahu? Kakek gue juga ikut-ikutan Mama sekarang. Dia bilang gue satu-satunya yang bisa nerusin perusahaan, padahal masih ada Jonan yang pastinya bakal jadi penerus Papa."

Eiden diam menyimak cerita gadis di hadapannya, setiap keluhan yang Celine sampaikan bahkan masih tercatat rapi didalam otaknya. Bagaimana gadis itu tidak ingin les matematika, meneruskan perusahaan, dan memenuhi semua ekspektasi Mamanya.

"Oke, waktunya tidur.Ada ulangan dikelas gue besok"Eiden memposisikan dirinya diatas tempat tidur, bersiap menarik selimut untuk menutupi tubuhnya tapi tiba-tiba selimutnya terangkat naik.Bisa ditebak siapa pelakunya, Celine.

"Gue"Celine menunjuk dirinya sendiri lalu mengedarkan pandangannya kepenjuru ruangan"Masa lo tega ngebiarin gue tidur dibawah" rengeknya.

"Nyusahin lo"Tapi tak ayal Eiden bangkit dari tempat tidurnya, mengambil kasur yang berada diatas lemari"Tidur diatas,jangan ngerengek kayak bayi"ucapnya sambil menggelar kasur untuknya sendiri.

Celine naik keatas tempat tidur dengan senyum lebar. Sekalipun merasa kesal atau marah Eiden tidak pernah membentak dan selalu mengalah dengannya.

"Ei, sini"Panggilnya.

Eiden mendekat kearah Celine, bisa-bisa gadis itu akan merengek lagi jika tidak dituruti maunya.Eiden berdiri dipinggir tempat tidur"Mau apa, kasurnya kurang besar?."

"Gue mau peluk lo. "

Eiden membelak tak percaya "Lo gila"katanya.

Celine tak mendegar penolakan dari Eiden, ia mendekat lalu memeluk pinggang Eiden"Makasih karena udah mau gue repotin"ungkapnya.

"Udah lepas"Eiden melepas paksa tangan Celine yang melingkar dipinggangnya "Gue nggak lakuin secara gratis, kalau lo nggak bayar mana mau gue"katanya sambil membaringkan diri ke kasur tipis yang terbentang di lantai.

"Ei, menurut lo kita temanan nggak?."

"Nggak ada teman dalam hidup gue

Lin"balas Eiden.

Dengan gerakan pelan Celine bergeser ke pinggir tempat tidur,memperhatikan Eiden yang tidur berbantalkan lengan. Celine menghela nafas sejenak sebelum kembali membenarkan posisi tidurnya.

Simbiosis mutualisme,seperti itu kiranya hubungan mereka. Celine butuh orang untuk melindungi dan selalu mendengarkan ceritanya, sahabatnya yang lain punya masalah jadi Celine tidak tega jika harus bercerita dan menambah masalah mereka.Disisi lain Eiden butuh uang untuk biaya hidup dan uang sekolahnya, dan Celine bersedia memberi uang dengan syarat Eiden bisa memberi apa yang ia mau.

Yang Celine tahu Eiden itu salah satu dari siswa yang memiliki nilai baik diantara teman-teman seangkatannya dan termasuk salah satu siswa penerima beasiswa.Tapi setengah tahun yang lalu beasiswa Eiden dicabut karena ikut serta dalam tauran antar sekolah. Benar kata orang, hidup tidak selalu adil pada setiap orang.

Melihat bagaimana kehidupan Eiden beberapa bulan terakhir membuat Celine khawatir. Bagaimana jika lelaki itu sakit dan tidak ada yang tahu,orang-orang dilingkungan tempat tinggal Eiden semuanya hampir tidak punya rasa empati.

Memikirkannya membuat Celine merasa pusing sendiri, harusnya dia tidak sejauh ini memperhatikan Eiden. Celine memejamkan matanya tak bisa melawan kantuk yang menyerang. Celine membelakkan matanya mendengar bisikan-bisikan halus ditelinganya.

"Ei,Nyamuknya genit sama gue!."

Dan malam itu Eiden rela keluar dari rumahnya tepat pukul satu malam untuk membeli obat nyamuk.

...◎◎◎...

Us One

Pukul lima pagi Eiden dengan segala rasa tanggung jawab yang masih dimilikinya,mengantar Celine dengan motornya.Menghiraukan udara dingin yang menusuk hingga tulang. Sesekali Eiden memantau pergerakan Celin dari spion,terlihat gadis itu memejamkan kedua matanya.Spontan Eiden menatap kebawah, tepat kearah pinggangnya saat pelukan dari kedua tangan Celine mengerat disana. Tangan gadis itu bahkan masuk kedalam saku hoodienya.

Eiden memperlambat laju motornya agar gadis dibelakangnya tidak perlu memejamkan mata ketakutan. Lima belas menit perjalanan keduanya berhenti tepat di gerbang timur rumah Celine. Setahu Eiden ada tiga gerbang rumah Celine tapi gerbang timur selalu digunakan gadis itu untuk masuk dalam keadaan seperti sekarang.

Celine turun dari motor dengan cengiran khasnya,diberikannya helm abu yang tadi ia pakai kepada Eiden “Sweater lo bagus, besok-besok gue kabur lagi biar bisa pinjam sweater lo lagi”katanya.

“Pulang sendiri lain kali,lo berani kabur berarti berani pulang sendiri”tegas Eiden.

“Jahat lo”Celine menatap netra gelap milik Eiden”Gue bisa minta sweater lo yang satu ini nggak,nanti gue bayar”pintanya.

Entah apa yang sangat spesial dari Sweater satu itu hingga Celine sangat menginginkannya bahkan rela membayar. Gadis itu bahkan bisa membeli puluhan sweater yang lebih mahal,tapi moment ini justru menguntungkan bagi Eiden. Segala sesuatu butuh uang dan kesempatan emas kini berada di depan mata, Eiden tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada.

“Satu juta cukup buat sweater itu”harusnya gadis itu menolak jika berpikir rasional, orang gila mana yang akan membayar sweater bekas yang barunya sekalipun tidak sampai menyentuh angka dua ratus ribu. Eiden pikir begitu.

“Oke”Eiden nyaris melepaskan tawanya, antara polos atau bego. Semudah itu Celine mengeluarkan uang untuk barang yang ia inginkan.

“Yaudah.lo bisa transfer nanti, gue pulang”setelahnya motor Eiden kembali membelah jalanan kota yang mulai ramai.

 

Semuanya tak lepas dari pandangan Eiden, bagaimana tokoh-tokoh yang bersiap buka dipukul lima lewat delapan belas menit. Sulit untuk menghasilkan uang di era sekarang, kadang Eiden menertawakan orang-orang berada yang dengan mudahnya menghamburkan uang mereka. Membeli barang mewah tanpa memikirkan berapa digit angka yang akan mereka keluarkan.

Cara pandang Eiden perlahan berubah ketika mengenal Celine hampir setengah tahun ini, bagaimana kehidupan mereka yang diatur sedemikian rupa. Contohnya Celine yang punya mimpi mengunjungi negara-negara besar didunia,tapi terhalang karena harus meneruskan bisnis keluarga.

Eiden merasa bersyukur setidaknya, karena bisa menjalani hidupnya sesuai keinginannya tanpa tekanan dari orang lain.

◎◎◎

 

Tiga hari berlalu keduanya menjadi orang asing kembali, begitulah seharusnya karena keduanya hanya akan bertemu jika Celine yang meminta. Lagipula keduanya punya tempat yang berbeda meski berada dikawasan yang sama.

Dalam sebuah cerita remaja,sosok seperti Eiden pastinya digambarkan sebagai seorang berandal yang dapat menarik banyak perempuan kedalam pesonanya. Tapi kisah itu tidak berlaku untuk Eiden,wajahnya jelas mendukung tapi sikapnya membuat semua orang berpaling. Lelaki itu tidak memandang siapa yang bermasalah padanya, bahkan lelaki itu tidak segan berlaku kasar pada perempuan sekali pun.

Eiden tidak dapat bersikap kasar hanya pada Celine, tentunya ia tidak akan bisa menyakiti sedikitpun gadis satu itu. Celine sumber uangnya jelas Eiden tidak bisa memperlakukan gadis itu sama dengan yang lainnya. Katakanlah hidupnya sekarang bergantung pada uang Celine, jika bukan karena uang Eiden pasti akan memperlakukan Celine sama seperti yang lain.

Penjilat, katakanlah Eiden seperti itu karena memanfaat apa yang Celine miliki,tapi mencari kerja tidak semudah itu. Berada di kota besar dengan identitas pelajar jelas tidak akan mudah mencari pekerjaan. Sekalipun ada, pekerjaan yang pastinya akan berhubungan dengan dunia gelap yang tidak akan pernah Eiden masuki karena terlalu berisiko.

“Aderal Eiden”suara guru yang mengajar dikelasnya memecah konsentrasi Eiden pada lamunannya.

“Maaf”setidaknya Eiden masih bisa mengatakan kalimat satu itu.

“Saya juga mohon maaf karena sepertinya kamu harus keluar dari kelas. ”

Eiden bangkit dari tempat duduknya tanpa menghiraukan tatapan satu kelas yang mengarah padanya. Lagipula tidak akan ada yang mau membicarakan Eiden secara terang-terangan.

 

Disisi lain,keadaan di kelas XII MIPA tiga sedang tidak terkendali karena keributan yang tercipta. Celine salah satu orang yang  tergolong tidak suka keributan jelas lebih memilih menjauh dari tempat duduknya. Terlalu ribut tidak baik untuk kesehatan telinganya menurut Celine.

“Kay,gue izin UKS kalau ada guru yang tanya”pamit Celine pada gadis berambut tergerai bernama Kaylana.

Langkah kaki Celine menggema disepanjang koridor yang sepi, jam pelajaran tengah berlangsung sekarang. Celine bisa melihat bagaimana sibuknya orang-orang didalam sana mendengar setiap penyampaian yang guru mereka sampaikan.

Celine menyipitkan matanya mendapati seseorang yang ia kenal berada dijarak sekitar sepuluh meter darinya. Meski seseorang itu memunggunginya jelas Celine mengenal sosok itu. Celine buru-buru mengeluarkan ponsel dari saku roknya.

Ei👀

‘Udah gue transfer, lo bisa datang ke UKS sekarang’

Langkah kaki Celine membelok memasuki UKS setelah mengetik beberapa kalimat untuk seseorang. Celine merebahkan dirinya di salah satu tempat tidur disana, entahlah ia sangat ingin menumui orang itu hari ini. Rindu? Ah, Celine bahkan ragu dirinya bisa merindukan seseorang.

Terdengar suara pintu terbuka membuat Celine buru-buru menutup tubuhnya menggunakan selimut. Hanya cara satu ini yang terpikir didalam otaknya.

“Lo nggak tidur”suara khas milik Eiden mengalun ditelinganya Celine.

“Gue tidur.“

Decakan kecil terdengar disusul dengan selimut Celine yang terlepas hingga hanya menutupi sebagian tubuhnya. Sosok Eiden berdiri dengan satu tangan yang masih menggenggam ujung selimut “Bodoh”desisnya.

 

“Hellow Mr. Aderal”kosakata formal dengan nada yang sedikit dilebihkan jelas sangat tidak cocok dengan kepribadian Celine.

Eiden menarik kursi yang berada didekat tempat tidur lalu menudukan dirinya disana, tatapan tajamnya senantiasa mengawasi pergerakan Celine yang kini merubah posisinya menjadi duduk diatas tempat tidur. Bukan sekali dua Eiden melihat Celine yang berada diatas tempat tidur, meski berdua sekalipun tidak pernah ada pikiran yang tiba-tiba muncul diotaknya.

“Apa?”sebelah alis Eiden terangkat tak suka mendapati tatapan yang diberikan Celine.

“Kenapa nggak masuk kelas?.”

Melihat tidak akan ada tanda jawaban yang akan diberikan Eiden, kali ini Celine memikirkan hal lain”Gimana kalau gue tidur ditempat lo lagi nanti malam?”usulnya.

 

Dengusan tipis terdengar dari Eiden”Terus aja kabur, lo bisa habisin uang lo buat gue”katanya.

“Oke juga ide lo. Kalau lo udah kaya boleh juga jadi suami gue”goda Celine dengan tatapan jahilnya.

 

“Bawah jembatan cocok buat lo."

 

“Sumpah ya,nggak bisa banget diajak bercanda”Celine jadi kesal sendiri. Sebenarnya Eiden ini orang seperti apa, lelaki itu bisa jadi orang yang sangat bawel dan berubah mengesalkan seperti sekarang.

“Dunia nggak sesempit itu. Gue bisa cari orang yang lebih dari lo kalau punya uang,nggak akan ada yang mau sama orang yang suka kabur kayak lo”satu pukulan mendarat dibahunya, Eiden menaikan sebelah alisnya”Gue nggak salah”katanya.

Keduanya dilanda hening setelah Eiden selesai berucap. Celine sibuk memuat pembicaraan apa lagi yang akan cocok menjadi pokok bahasan mereka. Diam-diam Celine melirik Eiden yang memejamkan mata.

 

“Ei gue laper.”

Eiden spontan membuka matanya mendengar rengek dari gadis yang duduk di atas tempat tidur.

“Kaki tangan lo masih berfungsi dan lo punya uang. Cari makan sendiri.”

◎◎◎

Us Two

Hukum I Kirchhoff menyatakan “Besar arus yang masuk pada sebuah titik cabang sama dengan jumlah arus yang keluar dari titik cabang tersebut “.Eiden bisa diibaratkan sebagai titik cabang yang menerima dan mengeluarkan arus seperti hukum yang dinyatakan oleh seorang ahli fisika Jerman,Gustav Kirchhoff.

Eiden akan memberi waktu sebanyak Celine memberinya uang,karena setiap detik yang terlewat memiliki nilai tersendiri. Celine bisa meminta waktu sebanyak mungkin dengan bayaran yang setimpal. Gila memang, sudah pernah Eiden katakan bahwa anak-anak yang terlahir dengan sendok emas ditangannya tidak akan mengerti bagaimana susahnya mencari hal yang mereka hambur-hamburkan begitu saja.

Pakaian, sepatu dan tas-tas bermerek yang dibawa Celine belum seberapa dari yang gadis itu punya dari kesemua barang itu akan diletakkan sedikit-sedikit di kos-kosan Eiden. Gadis gila itu rupanya merencanakan hal besar yang Eiden yakini tidak akan berhasil, bukan meremehkan cara kerja Celine tapi melihat bagaimana kepribadian gadis itu, Eiden yakin Celine akan segera bangkrut jika hidup diluar sendiri.

“Masih ada beberapa yang ada di mobil, gue nggak bisa bawa masuk semuanya “ Celine menjatuhkan dirinya diatas karpet yang selalu terbentang di kos-kosan kecil milik Eiden.

“Lebih dari 1000% gue yakin, lo nggak akan bisa hidup lebih dari satu bulan diluar”ungkap Eiden.

Sama halnya dengan dengan bom waktu, Celine seperti sumbu yang terbakar dan siap untuk meledak dalam beberapa waktu yang tersisa. Gadis itu bisa bersemangat diawal seperti sekarang, tapi dalam beberapa waktu kedepan tidak ada yang tahu akan seberantakan apa masalah yang gadis itu ciptakan.

“Lo pernah dengan seleksi alam?”pertanyaan yang Eiden yakini gadis itu akan tahu apa yang ia coba sampaikan.

Celine belajar banyak hal sejak kecil, ia cukup dekat dengan buku-buku pelajaran dan tahu cukup banyak. Bukannya Celine tidak menangkap apa yang Eiden coba sampaikan tapi mengapa lelaki itu mengatakan hal demikian.

Eiden menyalakan rokok yang sejak tadi ada di sela jarinya”Mereka yang bisa menyesuaikan diri akan bertahan, sedangkan mereka yang tidak dapat menyesuaikan diri”beberapa saat lelaki itu menggantung ucapannya,netra tajamnya menatap tepat pada netra coklat gadis yang berada diatas karpet miliknya ”Dan lo bisa aja jadi salah satunya”.

“Lo khawatir?”cetus Celine.

“Mereka sebut gue monster nggak punya hati dan artinya gue nggak kenal sama apa yang lo sebut”Eiden menghisap lama rokoknya lalu menghembuskannya keatas, dengan kepala mendongak bibirnya kembali berucap”Kenapa lo pilih gue?”.

Tidak ada yang benar-benar tahu bagaimana awalnya mereka bisa saling terikat seperti sekarang, baik Celine maupun Eiden tidak tahu. Terlalu klise jika mengatakan sebuah kebetulan atau takdir yang sudah diatur,Eiden jelas tidak akan percaya dengan hal semacam itu.

“Gue bisa jujur tapi sekarang gue mau bohong”setiap orang punya cara yang berbeda dalam setiap penyampaian yang akan mereka berikan, begitu pula Celine yang punya cara sendiri. Maka gadis itu menarik nafas panjang sebelum berucap “Gue nggak punya kenalan atau seseorang yang tahu tentang lo”bukan hal itu yang harusnya menjadi jawaban dari pertanyaan Eiden.

“Seseorang itu jelas ada tapi gue nggak perlu tahu dia.Yang gue tanya, Kenapa lo pilih gue?”tekannya.

Celine bangkit dari duduknya tanpa menghiraukan pertanyaan Eiden, gadis itu berjalan menuju pintu”Masih banyak barang dimobil,gue nggak mau ngabisin waktu”elaknya.

Eiden menggigit bagian dalam mulutnya, jujur ia merasa bahwa gadis itu tengah melibatkannya dalam sesuatu yang berbahaya.Tidak mau menebak-nebak apa yang ada dipikiran gadis itu maka dengan segera Eiden ikut beranjak.

Jangan tanyakan seperti apa perasaan Eiden saat melihat lebih dari sepuluh paperbag berisi barang-barang bermerek yang tadi ada dibagasi mobil kini pindah ke pojok kamarnya.Eiden menjatuhkan dirinya diatas tempat tidur kecil miliknya, sementara tatapannya mengikuti pergerakan Celine dipojok kamarnya.

“Penuh banget”Samar suara Celine masih bisa didengar oleh Eiden.

“Sebelah kamar gue kosong, kalau lo mau sewa biar gue kenalin sama pemiliknya”Perlu diketahui bahwa Eiden tidak suka ruangan yang berantakan.Kepribadian seseorang bisa dilihat dari bagaimana tempat tinggal menurutnya.

“Lo keberatan kalau barang gue disini?”Celine mengangkat sebelah alisnya bertanya.

“Barang lo terlalu banyak. “

“Nanti barang gue hilang kalau diletakin disana”gumam Celine yang sejujurnya masih mampu didengar oleh Eiden.

Eiden mengernyit heran"Mereka bahkan nggak saling peduli, nggak akan ada yang tahu kalau barang lo disana"katanya.

Lingkungan tempat tinggal Eiden dipenuhi oleh orang yang tidak saling peduli. Lingkungan yang kejam dengan orang-orang yang tidak memiliki rasa empati, jika sakit maka jangan berharap ada yang membantu. Bahkan pernah ada yang meninggal dan ditemukan dengan keadaan membusuk.

“Ya tapi tetap aja. ”

“Terserah.lo bisa sewa kos-kosan sebelah atau barang lo bakal dibagi cuma-cuma disini”dari nadanya saja Celine bisa mendengar banyak ancaman disana.

“Yaudah.”

....

Celine berada didalam kamarnya setelah selesai Les Matematika bersama mentor yang menurutnya sok paling genius itu. Bahkan setelah lebih dari tiga puluh lima menit, rumus-rumus dasar Trigonometri masih melekat dikepala Celine dan cukup membuat pusing.

Bagi orang-orang yang punya kegemaran terhadap matematika Trigonometri bukan hal yang sulit, tapi bagi Celine tidak ada hal yang lebih sulit dari matematika yang bermacam bentuk. Celine tidak suka matematika, Kimia, Fisika ataupun beberapa pelajaran yang menggunakan banyak hitung-hitungan.

“Celine!”suara ketukan pintu dan panggilan dari Mama membuat Celine bertambah-tambah pusing.

Bisa Celine tebak bahwa mentornya itu pasti mengadu lagi pada Mama.Dengan kepala yang terasa berputar-putar Celine membuka pintu kamar, mendapati wajah Mama yang tak pernah bersahabat setiap kali menatapnya.

“Kenapa kamu nggak bisa diatur Celine,dua kali Mama dapat komplain dari mentor kamu”suara tegas dengan nada rendah khas Mama, Celine lebih dari tahu bahwa Mamanya sedang dalam emosi yang hampir meledak sekarang.

Celine tidak tahu bagaimana harusnya hubungan seorang anak dan orangtuanya, karena Celine tidak pernah tahu bagaimana Mama memperlakukannya. Mama selalu mendominasi, membuat Celine tunduk yang sewaktu-waktu memupuk perasaan tak tahan akan wanita itu. Jujur saja kadang Celine membayangkan bagaimana jika Mamanya lebih baik pergi saja dari dunia ini. Mungkin Celine akan merasa lebih baik, atau bisa lebih hancur sari sekarang. Tapi semuanya kembali lagi keawal, Celine tidak pernah bisa membenci Mama sebagaimana pun Mama memperlakukannya.

"Celine capek" Keluhan dari bibir tipis Celine cukup untuk membuat Mama melempar barang apa saja yang ada didepannya. Tak terkecuali piala kaca yang sangat Celine sayangi.

"Mama nggak suka kegagalan Celine. Cukup kamu, cukup kamu yang membuat Mama ngerasa gagal" Geram wanita itu tanpa sadar meremas hati putringa sendiri.

Celine menjatuhkan tubuhnya tepat setelah Mama membanting pintu kamarnya. Meski begitu Celine tetap tidak bisa menyalahkan Mama. Celine adalah sebuah kegagalan, dan hal itu tidak akan pernah bisa Celine ubah. Karena gagal satu kali adalah cacat bagi Mama.

Perlaha Celine merangkak menuju pecahan kaca yang berserakan. Piala itu adalah satu-satunya hal yang sangat Celine sayang, karena saat itu Mama bisa menerima semuanya. Mama tersenyum manis dan mengatakan bahwa Celine adalah anak paling hebat didunia. Kilasan itu membuat sakit, bahkan lebih sakit dari goresan ditangannya.

Celine tidak peduli meski darahnya habis atau dia akan mati disini. Celine hanya perlu mengambil semua pecahanan pialanya, Eiden pasti bisa memperbaikinya. Lelaki itu pandai memperbaiki, pasti tidak mustahil untuk memperbaiki pialanya.

...●●●...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!