NovelToon NovelToon

Mempelai Pengganti Ketua Mafia Buta Yang Kejam

1 : Helios Dan Mempelai Bercadar

[Merupakan bagian dari novel : Muslimah Tangguh Untuk Sang Mafia]

🌟🌟🌟🌟

Senandung luka mengungkung seorang Helios dengan banyak kepedihan hanya karena pria bertubuh sangat tegap itu menatap wajahnya sendiri. Alasan yang juga selalu membuat Helios mendadak tidak bisa membedakan antara kenyataan dan halusinasi. Karena jika itu sudah terjadi, suara tanpa penampakan dan tak hentinya menghakimi akan terdengar hingga membuat Helios ketakutan.

Helios terus mundur, susah payah meninggalkan cermin wastafel di hadapannya. Helios benci jika situasi sudah begitu. Karena jangankan pergi, menguasai diri saja, ia benar-benar tidak sanggup.

“Kamu punya mata enggak sih, asal tabrak begitu? Kamu cari gara-gara, atau kamu memang buta!”

“Astaga! Bahkan ternyata wajahmu buruk rupa!”

“Mirip monster! Menjijikkan! Cuuiiih!”

Braaaaaaaak! Helios refleks meninju cermin wastafel di hadapannya sekuat tenaga menggunakan tangan kanannya. Detik itu juga, suara tanpa penampakan yang menghakimi Helios tak lagi terdengar. Menyisakan deru napas tak beraturan dari seorang Helios yang menjadi satu-satunya suara di tengah kesunyian. Kendati demikian, Helios tetap tidak berani melihat wajahnya lagi.

Darah segar menjadi bagian dari luka di punggung tangan kanan Helios akibat ulahnya, dan sampai detik ini masih menempel di cermin wastafel. Harusnya Helios memang merasakan sakit, tapi rasa sakit akibat luka di tangan kanannya tak sebanding dengan luka tak berdarah yang telanjur membuat mental pria itu babak belur akibat keadaan wajahnya.

Belasan tahun terakhir, Helios memang menjalani hidupnya tak ubahnya mimpi buruk akibat kekejian seseorang di masa lalunya. Wajahnya yang dulu tampan dibuat menjadi bur*uk rupa, termasuk juga dengan mata kanannya yang sampai buta. Kenyataan yang juga menjadi alasan Helios tidak pernah berani melihat wajahnya sendiri, bahkan walau itu tidak sengaja. Karena jika Helios tetap memaksa, kejadiannya akan seperti tadi.

Sementara itu, di luar kamar mandi mewah Helios berada, kedua wanita yang sedang saling paksa bertukar pakaian langsung terkejut akibat suara benturan Helios ketika meninju cermin wastafel. Keduanya menatap takut ke arah lorong sebelah dan itu merupakan lorong keberadaan kamar mandi di kamar hotel berbintang lima mereka berada.

“Kakak mohon jangan lakukan ini, Chole!” lirih Cinta yang sudah menangis dan tak hentinya menatap berat Chole sang adik.

“Cepat lepas pakaian Kakak. Kita benar-benar enggak punya banyak waktu!” balas Chole, gadis cantik yang beberapa senti meter lebih pendek dari Cinta.

“Jika kamu tetap nekat melakukan ini, seumur hidupmu akan kamu habiskan bersama Helios yang sekadar suaranya saja sudah bikin kamu ketakutan! Bahkan kamu beberapa kali pingsan hanya karena melihat wajah sekaligus mata kanannya yang buta!” isak Cinta berat.

Keadaan Cinta yang tetap berat melepasnya, membuat Chole tidak memiliki pilihan lain selain melepas paksa gamis pengantin warna putih dari tubuh Cinta. Mereka bertukar pakaian dengan sangat cepat sambil sesekali menatap takut ke lorong sebelah yang masih sepi.

“Bawa ini, dan tolong serahkan ke Papah. Aku sudah mendaftarkan persiapan pernikahanku dan Helios, jadi pernikahan kami benar-benar akan sah di mata agama sekaligus hukum!” bisik Chole sembari memberikan sebuah map berwarna pink kepada Cinta yang sudah memakai gamis pink miliknya lengkap dengan jilbab, masker, dan juga kacamata yang warnanya masih pink.

“Berarti saat ijab kabul nanti, yang akan disebut juga nama kamu?” sergah Cinta memastikan dan detik itu juga, jantungnya yang berdegup kacau menjadi makin kacau. Sebab tak bisa ia pungkiri, melepas Chole menikah dengan Helios sama saja memasukkan gadis itu ke kandang singa yang sedang kelaparan.

Setelah sempat menahan napas, akhirnya Chole berkata, “Jujur, itu yang masih aku khawatirkan. Namun aku harap mas Helios enggak paham nama Kakak, terlebih selama ini mas Helios memang enggak peduli. Yang mas Helios pedulikan hanya asal bisa nikah dengan Kakak, kan?!” tiba-tiba Chole menjadi pesimis. Harapan yang sempat terbentang luas melebihi luasnya samudra menjadi tidak lebih dari satu garis sangat tipis.

Chole takut rencananya gagal dan itu bisa berakibat fatal. Nyawanya sekeluarga bisa melayang. Sebab selain buru*k rupa dan mata kanannya buta, Helios yang berprofesi sebagai ketua mafia berpengaruh di negara mereka, terkenal sangat kejam.

“Tolong bantu doa, Kak. Semoga Helios enggak curiga karena saat mengurus keperluan pernikahan kalian pun, dia hanya terima beres dan yang urus semuanya pihak kita!” ucap Chole masih serba cepat.

“Kakak benar-benar berhutang budi ke kamu, Chole!” Cinta hendak merangkul kepala maupun punggung Chole sebagai salam perpisahan mereka, tapi sang adik langsung mundur sambil menggeleng.

“Kita enggak punya banyak waktu. Cepat pergi dan perjuangkan cinta Kakak! Cukup aku yang kehilangan kesempatan memperjuangkan cinta karena dia telanjur menikah dengan wanita lain, Kakak jangan sampai mengalaminya!”

“Kita akan bertemu setelah semuanya baik-baik saja. Aku sayang kakak! Sayang banget!” Kali ini, Chole tidak bisa untuk tidak menangis. Hatinya benar-benar teriris, tak hanya pedih, tapi juga sangat menyakitkan.

“Kakak juga sayang banget ke kamu, Chole. Doa terbaik Kakak selalu buat kamu!” Cinta makin tidak bisa menyudahi tangis sekaligus kesedihannya. Namun demi kesuksesan rencana sang adik yang rela menggantikannya menikah dengan Helios agar ia bisa mengejar cintanya, Cinta buru-buru kabur dari sana.

Cinta melangkah cepat sambil tetap menunduk sekaligus menenteng berkas pemberian Chole. Ia menirukan gaya Chole kala adiknya itu tiba-tiba datang kemudian memberinya kejutan yang langsung mengubah jalan hidup mereka.

Dua orang pria berpakaian serba hitam berjaga di kedua sisi pintu kamar hotel Chole dan Helios berada. Keduanya langsung menatap Cinta dengan saksama cenderung curiga.

Cinta berusaha tenang walau jantungnya sudah berdetak tak karuan. Buru-buru wanita itu mempercepat langkah lantaran dari dalam, suara bariton seorang Helios terdengar berseru, benar-benar menyeramkan. Mirip suara Tyrannosaurus rex, ketika dinosaurus terkenal kejam itu hendak mengamuk lawan.

Helios berseru bertepatan dengan Chole nyaris selesai memakai cadar pengantin warna putih yang memang sengaja Chole siapkan. Pria itu bertanya dengan suara bariton lantang cenderung membentak galak.

“Jangan pingsan, jangan pingsan, pokoknya enggak boleh pingsan! Pingsannya nanti saja kalau kami sudah resmi menikah dan aku berhasil bikin mas Helios enggak bisa menceraikan aku!” batin Chole meyakinkan dirinya sendiri meski ulah Helios sudah nyaris membuatnya jantungan. Sampai detik ini saja, ia masih gemetaran hebat, dan memang refleks berdiri saking takutnya.

“Pakai cadar begitu, dia jadi makin cantik. Cantik banget. Matanya juga indah banget!” batin Helios sudah langsung terpesona meski ia hanya mengawasi dari jarak sekitar lima meter. Helios merasa sangat beruntung lantaran ia akan menikah dengan Cinta, wanita pemberani yang ternyata bisa jauh lebih cantik dari Chole sang adik.

Di depan cermin rias, wanita yang Helios yakini sebagai Cinta hanya sesekali menatap pantulan bayangan Helios melalui cermin rias di hadapan mereka. Benar-benar tatapan kilat hingga Helios tak menyadari bahwa wanita di hadapannya, bukan mempelai pilihannya.

Andai, Helios si ketua mafia buta buruk rupa yang juga terkenal kejam, tak menyokong banyak dana ke perusahaan orang tua Chole. Andai, kecacatan Helios juga bukan karena ulah keji Cikho kakak laki-laki Chole. Tentu Chole tidak akan terjebak di labirin gelap layaknya sekarang.

Tak pernah terbayang sebelumnya oleh Chole, dirinya akan senekat sekarang. Diam-diam bersembunyi di balik cadar pengantin, menjadi mempelai pengganti, menggantikan Cinta sang kakak menikah dengan laki-laki yang sangat Chole takuti.

“Bismillah ... bismilah!” batin Chole terus menguatkan diri. Ia sudah kebelet pipis, kedinginan sekaligus berkeringat tidak jelas karena efek rasa takutnya kepada seorang Helios memang sedahsyat itu. Tak kalah parah dari efek kontraksi menuju pembukaan ketika wanita hamil akan menjalani persalinan.

***

Perjalanan menuju tempat ijab kabul sekaligus resepsi dan masih di hotel yang sama, dipimpin oleh Helios. Chole mengikuti sambil terus menunduk sekaligus bungkam. Karena selain wajib menyembunyikan wajah, Chole juga wajib bungkam agar suaranya tidak dikenali orang khususnya Helios.

Di urutan paling belakang, kedua pria berpakaian serba hitam yang tadi berjaga di depan kamar hotel mereka bersiap, mengikuti. Keduanya kembali berjaga, mengawal pernikahan sang ketua yang walau akan menjalani sesi pernikahan, tetap saja memakai semua pakaian maupun aksesori serba hitam.

Ketika Helios dan Chole berjalan menuju tempat ijab kabul sekaligus resepsi, tepat di depan pintu masuk hotel, Cinta sudah masuk ke sebuah taksi diantar oleh Chalvin sang adik. Pemuda itu menitikkan air mata dan tampak sangat berat melepas kepergian taksi yang membawa Cinta.

2 : Cholira Berliana Maheza

Dalam diamnya, jantung Chole tak hentinya berdegup kencang. Kedua telapak tangannya sudah basah dan terasa sangat dingin bahkan untuk Chole sendiri. Terlebih ketika akhirnya gadis itu harus duduk bersebelahan dengan Helios yang penampilannya langsung mencuri perhatian.

Tak semata karena Helios nyaris menutup rapat wajah berikut kedua matanya menggunakan masker dan kacamata hitam. Namun karena pria itu benar-benar memakai warna serba hitam di hari pernikahan mereka. Paling mencolok, Helios sampai memakai sarung tangan warna hitam, mirip pakaian untuk acara kematian. Orang-orang termasuk pihak keluarga Chole menjadi makin takut kepada Helios.

Tak kalah mencuri perhatian, kenyataan Chole yang bercadar juga langsung mendapatkan banyak pujian. Semuanya kompak mengatakan bahwa Chole yang mereka sebut Cinta, menjadi makin cantik karena cadar yang dikenakan.

Kemudian, disaksikan oleh keluarga sekaligus kolega terdekat, ijab kabul akhirnya digelar. Hanya saja, kenyataan nama pengantin yaitu Cholira Berliana Maheza dan bintinya juga masih binti Maheza, membuat Helios ragu melafalkan ijab kabul meski sang penghulu sudah beberapa kali menegur.

“Nama pengantin, dan juga nama orang tuanya kok beda jauh? Papahnya Cinta namanya Tomi dan itu pun sudah almarhum. Namun ini, kok Tuan Maheza sampai jadi wali?” batin Helios benar-benar ragu. “Jangan-jangan yang di sebelahku, ... malah Chol?”

“Bismillah, bismillah, bismillah ya Alloh! Tolong lancarkan! Niat hamba baik dan hamba bersumpah akan setia! Hamba akan menjadi istri baik, mengabdikan hidup hamba ke mas Helios! Hamba juga akan membuat mas Helios jauh lebih bahagia! Hamba akan membuat mas Helios belajar mencintai dirinya sendiri!” batin Chole sibuk berdoa.

Jantung Chole sudah nyaris copot lantaran Helios tak kunjung memulai ijab kabul hingga penghulu menanyakan keseriusan pria itu. Kegaduhan mulai terjadi dan itu masih karena Helios tak kunjung memulai ijab kabul.

“Jangan menunda dan cukup ikuti saja jika kamu memang ingin menikah dengan Cinta. Terlebih adanya pernikahan ini karena kamu yang meminta. Nama baik Cinta dan Tuan Maheza sekeluarga dipertaruhkan. Apa kata orang jika mereka tahu, sebenarnya Cinta hanya anak adopsi?” bisik Excel Lucas yang kebetulan duduk di belakang Helios.

Detik itu juga Helios langsung merenung serius lebih dari sebelumnya. Selain merupakan sahabat sekaligus orang kepercayaannya, Excel Lucas juga sudah menikah dengan Azzura yang memiliki hubungan sangat baik dengan keluarga Cinta. Helios merasa tak perlu meragukan dukungan dari Excel.

“Berarti setelah ini, aku dan Cinta akan menjalani ijab kabul ulang tanpa disaksikan banyak orang, untuk merahasiakan status Cinta yang hanya anak adopsi?” pikir Helios yang jujur saja masih sangat ragu terlebih jika ia menelaah nama mempelainya. Cholira Berliana Maheza, baginya itu lebih cocok menjadi Chole yang sangat ia benci.

“Ayo kita ulangi sekali lagi! Jika kali ini sampai gagal, pernikahan ini dianggap tidak sah!” ucap pak penghulu terbilang galak.

Di tengah ketegangan yang menyelimuti setiap wajah di sana, Helios segera mengangguk. Baginya penegasan sang penghulu tak beda dengan cambuk.

Helios langsung mendapatkan kata sah dari para saksi di ijab kabul yang Helios lakukan dalam satu kali tarikan napas. Kenyataan tersebut membuat Chole berpikir, Alloh selalu berpihak kepada orang baik karena alasannya menggantikan Cinta, meski awalnya harus menipu Helios, masih untuk niat yang sangat baik.

“Alhamdullilah,” batin Chole merasa sangat lega. Satu tahap dari rencananya benar-benar sukses.

“Inalillahi!” batin Chole lagi, tapi kali ini sampai menjerit. Chole gemetaran hebat dan tak kunjung bisa mengulurkan tangan kanannya untuk menyalami tangan kanan Helios, saking takutnya. “Ih, cepat ih harus salaman. Pucuk jari saja buat lengkap-lengkap!” omel Chole pada dirinya sendiri dan sampai detik ini masih bicara dalam hati.

Helios menatap aneh Chole. Karena selain terus menunduk dan tak berani menatapnya, ketakutan wanita yang ia yakini sebagai Cinta justru mengingatkannya kepada Chole. Setiap Chole berhadapan dengannya, gadis itu akan sibuk menunduk ketakutan layaknya Cinta sekarang. Tingkah yang bagi Helios sangat tidak jelas.

“Kok firasatku jadi enggak enak, ya?” batin Helios waswas.

Helios berangsur mengedarkan pandangannya, mencari gadis cantik tapi sangat ceroboh dan sangat ia benci. Namun, dari semua undangan dan memang sengaja terbatas, Helios tidak menemukan Chole.

“Dia enggak mungkin berani ke sini karena dia saja sering pingsan di setiap lihat wajahku,” pikir Helios dengan segera menyalami tangan Chole. Ia menjabat kuat tangan kanan Chole menggunakan tangan kanannya yang sebenarnya masih terluka. Hanya saja, ia sengaja menyembunyikan lukanya menggunakan sarung tangan hitamnya.

Ulah Helios yang benar-benar menyalami tangan kanan Chole dengan spontan tanpa aba-aba apalagi izin walau untuk basa-basi, membuat Chole refleks menatap wajah pria itu. Bersamaan dengan itu, jantung Chole seolah loncat ke dada Helios yang sangat bidang.

Namun, sadar mata kiri Helios sudah langsung mengawasinya, Chole buru-buru menciu*m punggung tangan Helios dengan sangat takzim. Ulah yang diam-diam membuat seorang Helios tersenyum.

Setelah sekian lama, dada seorang Helios akhirnya diselimuti rasa hangat dan itu gara-gara Chole yang Helios kira Cinta. “Makasih banyak, Ta! Aku bahagia dengan pernikahan kita! Ayo kita langsung pulang saja karena aku sudah menyiapkan rumah mewah untukmu! Biarkan mereka berpesta tanpa kita apalagi adanya aku di sini hanya akan membuat mereka merasa tak leluasa.”

“Jangan langsung pergi, tidak sopan. Tinggal di sini dulu walau hanya sebentar. Biarkan para tamu undangan memberikan selamat kepada kalian,” ucap Tuan Maheza benar-benar sabar.

Excel yang masih di sana, sudah langsung turun tangan. Terlebih dari semuanya, ia menjadi satu-satunya orang yang tidak merasa sungkan apalagi takut kepada Helios. Excel mengambil kotak perhiasan dari meja dan tadi sempat disebutkan sebagai emas kawin.

“Kalian belum tukar cincin!” tegas Excel.

Dengan enggan, Helios membuka sarung tangannya. Membuat yang menyaksikan terlebih Chole terkejut ketika mendapati banyak darah di punggung sekaligus jemari tangan Helios.

Segera Chole bertindak, menjalankan perannya sebagai istri yang baik untuk Helios. Tanpa bersuara, Chole langsung mencuci punggung jemari tangan Helios dengan hati-hati. Dan sepanjang itu, Helios yang Chole paksa duduk, tak hentinya mengamati.

Menggunakan mata kirinya yang masih berlindung di balik kacamata hitam, Helios menatap istrinya penuh cinta tanpa merasakan sedikit pun rasa sakit, bahkan sekadar rasa perih. Cintanya kepada Cinta, menjadi alasan kenapa semua itu terjadi.

Dibantu sang mamah yang mendapatkan obat merah dari Azzura, Chole melapisi setiap luka di punggung tangan kanan Helios dengan sangat hati-hati. Sesekali, Chole juga meniupnya, meski ia masih berlindung di balik cadar. Hingga yang ada, sebagian cadar Chole juga terkena obat merah.

“Biarkan aku memasangkan cincin pernikahan kita untukmu dulu,” ucap Helios yang langsung meraih cincin emas polos terbilang besar ke jari manis tangan kanan Chole. “Kok tangan Cinta jadi jauh lebih putih dan, ... pendek agak gendut gini, ya?” pikir Helios. Herannya, cincin emas yang ia pasangkan sangat pas. Setiap kecurigaan masih saja terbantahkan oleh kenyataan yang ia hadapi.

“Karena aku juga sudah mengganti cincin pernikahannya dengan cincin ukuranku, walau modelnya masih sama!” batin Chole yang bisa merasakan rasa heran seorang Helios. Kali ini gilirannya yang memasangkan cincin untuk Helios. Mereka yang masih menjadi pusat perhatian, sudah langsung mendapatkan tepuk tangan dari para saksi sekaligus tamu undangan.

“Kebencianku kepada Chole sudah sangat tidak beralasan, hingga semua hal yang ada di diri Cinta, membuatku selalu teringat kepadanya!” batin Helios.

“Aku harus melupakan Chole agar dia yang belum mati, berhenti menghantui pikiranku!” yakin Helios dalam hatinya. Kenyataan Cinta yang terus diam memang membuatnya sibuk berbicara dalam hati, guna mengimbangi sang istri. Agar Helios tidak berisik sendiri.

3 : Kejujuran Chole dan KDRT

Sepanjang perjalanan pulang, Helios tetap diam lantaran hal yang sama juga masih dilakukan sang istri. Helios duduk di tempat duduk penumpang bersama Chole yang tangan kanannya terus ia genggam menggunakan tangan kiri.

Sementara di depan mereka ada pak Mul—orang kepercayaan Helios yang duduk di sebelah sopir. Suasana benar-benar sunyi lantaran kedua pria di hadapan Helios juga kompak diam.

“Ya Alloh, ... mungkin ini detik-detik terakhir, dan aku harus siap!” batin Chole. Membayangkan dirinya akan diamuk sampai mati oleh Helios setelah misinya ketahuan, sudah sangat membuatnya takut.

Chole mencoba mengalihkan ketakutannya dengan mengawasi suasana luar dari kaca jendela di sebelahnya. Suasana yang gelap karena kini sudah malam, tengah diguyur hujan ringan. Chole berpikir, semesta ikut menangis karena orang tua dan juga keluarga Chole sedang sangat bersedih mengkhawatirkan Chole. Malahan Chalvin berdalih, membiarkan Chole bersama Helios sama saja membiarkan Chole mati lebih dini.

Setelah satu jam lebih menjalani perjalanan, akhirnya mobil mewah yang membawa mereka berhenti di depan sebuah rumah dan ada di kawasan perumahan elite.

Rumah mewah yang Helios maksud benar-benar mewah. Bentengnya saja setinggi sepuluh meter lebih dan temboknya tampak sangat tebal sekaligus kokoh.

“Jadi mafia duitnya banyak, ya? Kenapa mas Helios enggak operasi plastik saja biar wajahnya enggak bikin aku ketakutan sampai panas dingin bahkan pingsan?” pikir Chole langsung terkejut ketika pintu di sebelahnya dibuka dan di sana sudah ada pak Mul yang menyambutnya.

Jujur, Chole tidak suka kepada pak Mul apalagi cara pria itu menatapnya. “Tatapannya messum banget mirip pria hidung bel4ng meski tampangnya kelihatan alim! Dikiranya dari tadi aku enggak tahu apa, pas di pesta, dia sering curi-curi perhatian ke aku?” kesal Chole dalam hatinya.

Chole memilih menyusul Helios yang detik itu juga langsung menoleh sekaligus balik badan, hingga pria itu menghadapnya sepenuhnya. Chole lebih memilih panas dingin menahan takut karena harus dekat-dekat dengan Helios dan bisa ia pastikan tak akan berani menyentuhnya sembarangan. Ketimbang bersama manusia bertampang alim layaknya pak Mul, tapi justru sebelas dua belas dengan preda*tor se*ks.

“Sepertinya mas Helios memang sudah mencintai kak Cinta. Dia sampai rangkul aku begini. Alasannya merangkulku kan karena yang dia tahu, aku ini kak Cinta!” pikir Chole merasa bersalah telah membuat Helios patah hati terlalu dini. Namun, ia memilih tetap dalam dekapan Helios yang membawanya masuk ke rumah mewah tujuan mereka, ketimbang berurusan dengan pak Mul yang terus saja mengabarkan banyak hal kepada Helios. Pak Mul sampai menyampaikan semua jadwal Helios untuk hari besok.

“Benar-benar kurang kerjaan. Padahal harusnya dia tahu, tuannya mau malam pertama. Sama sekali enggak kasih jeda buat mas Helios bernapas,” batin Chole yang memang belum berani bersuara. Chole baru akan melakukannya setelah nanti mereka ada di dalam kamar tanpa orang lain terlebih pak Mul.

“Pak Mul, ... kita lanjut besok saja. Saya lelah dan saya ingin istirahat.” Dengan keji, Helios memotong penjelasan pak Mul.

Pak Mul sudah langsung bengong. Walau ia lebih tua dari Helios, statusnya yang hanya bawahan Helios tak mungkin membuatnya membantah. Dan ia tidak memiliki pilihan lain selain langsung diam.

“Pak Mul tidak perlu mengantar kami. Kami akan langsung ke kamar kami sendiri.” Helios terus melangkah sambil menggandeng Chole, walau tadi ia sempat berbicara kepada pak Mul.

Pak Mul yang awalnya sudah sampai melangkah hingga anak tangga kedua tepat di belakang Chole, langsung berhenti melangkah dan wajahnya tampak kecewa. Kendati demikian, pak Mul tetap berdiri di sana, mengawasi punggung Chole sampai benar-benar tak lagi terlihat.

“Wanita bercadar memang jauh lebih menarik. Kita lihat saja apa yang nanti terjadi. Mampukah dia menolak pesonaku, sementara yang harus dia hadapi tak lebih baik dari monster keji yang juga bikin jij*ik ...?” lirih pak Mul yang kemudian tersenyum keji. Senyum keji yang membuatnya mengalahkan kekejian seorang Helios. Karena jika sedang tersenyum layaknya kini, ia akan mirip psikopat.

Melalui lirikannya, Chole mengawasi suasana rumah Helios. Rumah mewah Helios tak kalah mewah dari kediaman orang tua Chole. Di sana juga dilengkapi lift layaknya di kediaman orang tua Chole. Bedanya, suasana di kediaman Helios seolah sengaja dibuat temaram. Horor, mirip rumah yang dipenuhi arwah halus dan biasanya Chole temukan di acara layar kaca.

“Aku benci terang. Jangan pernah menyalakan lampu berlebihan meski semua lampu di rumah ini sengaja dibuat temaram,” ucap Helios yang sudah melihat gelagat heran dari sang istri. Helios yakin, Chole tengah mempermasalahkan penerangan di rumah mereka.

Chole menghela napas pelan beberapa kali sambil terus menunduk tanpa tanggapan berarti. “Ya Alloh, ini beneran detik-detik terakhir mas Helios memperlakukanku dengan manusiawi!” batinnya menjerit ketakutan jauh di lubuk hatinya yang paling dalam.

“Ada dua belas pekerja di sini dan itu bukan termasuk pak Mul maupun sopir tadi. Ada sembilan Mbak, dua tukang kebun, dan satu sopir pribadi untuk kamu.” Helios sengaja berbicara walau suara yang ia hasilkan terdengar kaku bahkan di telinganya sendiri.

Helios terus menjelaskan keadaan rumah guna meredam ketegangan yang membuatnya tidak baik-baik saja. Tubuhnya sudah panas dingin hanya karena dirinya tak sabar ingin menyentuh sang istri.

Kini, tangan kanan Helios yang diperban, berangsur membuka pintu dua sisi di hadapan mereka. Selanjutnya bukan hanya Helios yang panas dingin. Karena hal yang sama juga langsung Chole rasakan setelah kedua tangan Helios sudah langsung mendekapnya dari belakang.

Padahal, harusnya Helios masih menutup sekaligus mengunci pintu ruangan yang dikata Helios sebagai kamar mereka. Namun dengan sangat cekatan, Helios membuat Chole balik badan bahkan menatapnya. Ia mengungkung tubuh Chole di pintu, kemudian dengan segera melepas cadar tanpa permisi.

Helios langsung kebas, kemudian menjatuhkan cadar di tangan kanannya begitu saja. Lain dengan wanita di hadapannya yang sudah langsung tidak berani menatapnya.

“Di saat seperti ini saja, yang aku lihat tetap Chole! Kenapa mata kiriku seolah sudah dibutakan oleh Chole?!” kesal Helios dalam hatinya.

Helios berpikir, memang dirinya yang salah. Hingga ia yang yakin wanita di hadapannya memang Cinta, tetap saja menikmati bibir wanita itu. Bibir Chole yang terasa sangat kenyal dan terus Helios luma*t kasar, benar-benar membuat seorang Helios ketagi*han.

Helios tak kuasa mengontrol diri apalagi mengakhirinya. Apalagi pada kenyataannya, Helios memang sudah menunggu masa-masa sekarang ini cukup lama.

Namun, selama itu juga air mata Chole berlinang. Helios tak memberinya kesempatan untuk menjelaskan, bahkan sekadar untuk bernapas dengan benar. Sementara yang membuat Chole merasa aneh, kenapa Helios tetap menyentuhnya? Helios tak segan menurunkan tuntas ritsleting di punggung Chole kemudian meraba setiap bagian tubuh Chole, termasuk bagian paling sensi*tif dengan agresif.

“Jangan pingsan! Jangan pingsan! Kamu baru boleh pingsan bahkan mati, jika kamu sudah menjelaskan sekaligus meminta maaf kepada mas Helios, Chole!” batin Chole menyemangati dirinya sendiri. Sebab apa yang Helios lakukan tak hanya membuat Chole kewalahan terlebih gamis pengantin yang dipakai, nyaris lepas.

Bagi Chole, melakukan kontak fisik dengan orang yang tidak ia cintai, juga melakukan hubungan fisik dengan pria yang sangat ia takuti sementara pria itu juga sangat membencinya, membuatnya merasa menjadi korban pelec*ehan. “Mas Helios suami kamu, Chole! Kamu yang memulai karena semua ini murni keputusan kamu! Jangan lupa, kamu sudah berjanji akan mengabdi, menjadi istri baik untuknya!” jerit Chole dalam hatinya.

“Aaah!” refleks Chole yang juga kesakitan karena ci*uman Helios makin lama makin bar-bar. Bibir bawah Chole sampai berdarah tergigi*t Helios.

“Suara Chole?” pikir Helios mulai merasa frustrasi. Detik itu juga ia berhenti, menarik bibirnya menjauh dari bibir wanita di hadapannya.

Sekali lagi, yang Helios lihat masih Chole. “Ini kenapa masih Chole? Rupa, ... suara ... kenapa aku tidak bisa menyingkirkannya dari pikiran apalagi kehidupanku?!” pikir Helios merasa sangat muak kepada dirinya sendiri.

Helios bahkan menjadi tidak bisa membedakan antara kenyataan dan halusinasi. Mirip ketika dirinya harus melihat wajahnya sendiri.

“M-mas ....” Terengah-engah Chole menghadapi Helios. Antara sadar dan nyaris sekarat, setelah apa yang mereka lakukan. Ci*uman, sekaligus sentuhan demi sentuhan.

“Maaf ....’’ Kata itu akhirnya terucap dari bibir Chole yang masih gemetaran hebat. Bukan karena efek ciuman mereka, melainkan karena ia terlalu takut.

Muak dengan kenyataannya yang merasa terus dibayang-bayangi Chole, Helios sengaja menekan semua sakelar lampu di sebelah pintu dan kebetulan ada di sebelah tangan kirinya.

Ulah Helios sudah langsung membuat suasana menjadi agak terang dan wajah Chole terlihat makin jelas.

Murka, tak ada lagi yang Helios rasakan selain itu di tengah dadanya yang bergemuruh.

“I-iya, Mas. Ini benar-benar aku. Aku ... aku terpaksa melakukan ini karena, ... aku minta maaf, Mas!” Chole kacau apalagi menggunakan kedua matanya sendiri, ia memergoki Helios yang sudah langsung menjelma menjadi malaikat maut untuknya.

Tanpa pikir panjang, Helios sudah langsung mendekat, mencengkeram kuat-kuat kedua lengan Chole, kemudian membanti*ngnya. Helios melakukannya sekuat tenaga. Tak peduli walau Chole sudah menangis dan tak hentinya minta maaf. Helios yang telanjur muak sekaligus kecewa, tak bisa menghentikan kedua kakinya yang menendang tubuh Chole di lantai sana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!