Khansa berlari menuju ke rumahnya di letakkan nya sepeda motor matic yang ia bawa untuk menemani harinya. Rasanya hari itu adalah hari terbahagia dalam hidup nya.
" umi,,, umi,,, bik di mana umi bik". tanya Khansa tetap mencari uminya.
" ada di belakang bersama ustadz non". Khansa lalu terus mencari.
Hujan gerimis membasahi bumi seakan ikut menyambut kebahagiaan yang Khansa rasakan. Khansa aurelia Al Rasyid anak tertua dari pasangan barra dan alira memiliki adik bernama Khalid.
" umi..." Khansa langsung memeluk umi nya. Abi yang sedang ikut merawat tanaman umi nya menggelengkan kepala melihat anaknya yang sudah dewasa kini masih saja bertingkah seperti anak-anak terhadap ibunya.
" ada apa nak." tanya alira melihat anak gadisnya pulang dengan sungguh bahagia.
" Khansa di terima umi" Khansa kembali memeluk ibunya erat.
" di terima" Khansa mengangguk.
" Alhamdulillah umi ikut bahagia nak semoga cita-cita mu terkabul sayang".
" Hanya umi saja nih yang di bagi kebahagiaan nya". Khansa lalu memeluk abinya yang kini sudah mempunyai ciri khas yaitu berkaca mata.
" Abi terima kasih doanya, Khansa sudah di izinkan memilih bidang yang Khansa mau." ucap Khansa karena awalnya menjadi gejolak untuk abinya. barra berharap anak gadisnya bisa mewarisi ilmu istrinya atau menjadi seorang guru saja namun Khansa memilih bidang yang lain ia ingin menjadi seorang apoteker.
" Alhamdulillah nak seperti pilihanmu sendiri kamu harus bertanggung jawab untuk sungguh-sungguh menekuni nya".
" iya Abi insyaallah Khansa akan belajar dengan baik". barra lalu mengusap kepala Khansa.
" kenapa mbak seneng amat". ucap Khalid melihat kakaknya yang girang.
" mau tau apa mau tau banget ". kata Khansa ia masih berdiri di samping abinya.
" apa mbak dapet undian "
" isshh... tak boleh ikut begituan dek, kamu tumben sudah pulang ngga ke pesantren ".
" ngga mbak kan habis ujian ."
" belajar yang bener dek biar bisa gantiin Abi ". ucap Khansa .
" beres mbak cuma bicara di depan saja aku bisa."
" iisss... sombongnya, liat tuh umi Abi anak laki-laki mu sombong sekali." barra dan alira terkekeh jika bersama selalu saja kedua anaknya itu beradu mulut.
" jangan ngomong saja Khalid buktikan jika kamu memang bisa."
" siap Abi, Khalid pasti bisa liat ya besok Khalid akan berbicara sebagai ketua OSIS di depan saat perpisahan kakak kelas."
" hebat bener anak Abi." Khalid menyugar rambutnya menampakkan ketampanan nya, di madrasah memang ia menjadi buah bibir untuk yang lain karena tampan dan anak dari ustadz Barra.
alira tak bisa melahirkan lagi karena setelah melahirkan Khalid ia di diagnosa dokter dengan sakit kista yang mengharuskan ia harus mengangkat rahimnya.
Cukup dengan dua anak saja bagi barra sudah cukup mungkin memang Allah mengamanahi cukup punya dua saja. sebenarnya Alira sudah memberi izin kepada barra agar ia menikah lagi jika ingin punya anak lagi. tapi tidak barra cukup dua ia sangat menyayangi Alira.
flashback on
" mas maaf alira tak bisa memberikan anak lagi seperti yang mas mau, alira mengizinkan jika mas barra menikah lagi". ucap Alira setelah ia operasi saat itu Khansa berumur dua tahun dan Khalid masih bayi.
" terima kasih banyak sayang, dua anak sudah cukup Allah sudah memberi kita sepasang anak. tak akan aku menikah lagi Ra cukup kamu seorang yang mendampingi mas hingga habis masa mas di dunia ini."
tes
Aira mata alira luruh, Suaminya Barra selalu saja menempatkan alira sebagai wanita satu-satunya di hatinya.
" mas alira benar-benar ikhlas."
" mas juga ikhlas sayang hanya kamu seorang, kita besarkan kedua anak kita menjadi anak yang Sholeh ya ". barra mengusap kepala alira lalu mengecupnya.
" tapi mas laki-laki boleh mempunyai istri lebih dari satu." ..
" aku tau Ra, dan akan sangat mudah sekali bagiku untuk itu. kamu tau kan suamimu ini masih mempesona ". alira terkekeh.
" tapi aku tak bisa membagi hatiku dengan yang lain, aku tak bisa bersikap adil seperti Rasulullah dan tak ada alasan lagi untuk mas menikah lagi karena kamulah bidadari hatiku". alira tersenyum ia tersipu malu.
flashback off
Makan malam berlangsung hanya berempat saja meja makan itu terisi. tapi sudah cukup ramai karena Khansa dan Khalid selalu membuat suasana menjadi ramai.
" Abi boleh Khalid minta motor". ucap Khalid.
" mau motor apa nak madrasah dengan rumah tak begitu jauh".
" Khalid sudah SMA Abi masa tak boleh pakai motor, meski Deket bi." Khalid merajuk ia ingin sekali punya motor gede.
" naik sepeda saja biar sehat nak tak sampai satu jam juga kamu sampai madrasah."
" tolong lah bi Khalid cuma pengen punya motor."
alira memegang lengan barra, barra tau itu adalah kode permohonan sangat istrinya dan Barra tak akan bisa menolaknya.
" ya sudah abi belikan tapi tidak untuk ke sekolah nak, boleh kamu pakai saat di luar sekolah. Abi kepala sekolah di sana Abi harus memberikan contoh kepada yang lainnya." ucap barra. alira menghembus nafas lega selalu saja ia tak bisa menolak alira apapun itu.
" makasih ya Abi, Abi makin ganteng saja." rayu Khalid, Khansa mencebik adiknya itu memang sedikit absurd mirip ibunya dulu.
" terus Abi Khalid kapan pakainya ". tanya Khalid.
" bisa buat antar mbakmu atau umi nanti."
" padahal mau Khalid pakai buat gonceng cewek." ucap Khalid tanpa dosa ia hanya bercanda sebenarnya.
Mata barra melotot seakan ingin menelan Khalid sekarang juga.
" apa Khalid coba katakan sama Abi sekali lagi". kata barra masih dalam posisi melotot.
" eh ngga Abi, tak mungkin itu pasti Abi akan mencincang Khalid jika itu terjadi ".
" baguslah jika kamu masih mengerti ". Khalid meringis abinya memang penyayang tapi jika ada sesuatu yang melanggar ia akan tetap mengadili meski itu anaknya sendiri.
" jangan kamu memberi leluasa untuk selain muhrim nak, kalian juga harus liat siapa Abi. Abi mengemban amanah yang berat, menjadi kepala sekolah dan ustadz itu tak mudah. semua orang menyoroti kehidupan Abi keluarga abi, secara tidak langsung kita ini sebagai contoh. jadi Abi mohon satu permintaan Abi sama kalian berdua, jagalah diri kalian dari api neraka. jadilah contoh yang baik untuk yang lain ya, seperti umimu ini selalu setia sama Abi". ucap Barra ia memuji istrinya.
" Abi dan umi memang the best." ucap Khalid mengacungkan jempolnya meski usia orang tuanya yang sudah tak muda lagi tapi mereka selalu mesra. tak pernah Khalid melihat sekalipun abinya menyakiti umi.
" Abi, Khansa boleh minta laptop punya Khansa sudah lemot bi."
" ya insyaallah Abi belikan ".
" tuh kan kalau mbak Khansa yang meminta langsung Abi kabulkan." ucap Khalid cemberut.
" bukan Abi membedakan kalian nak, tapi kalau laptop memang butuh untuk mbakmu sekolah. Mbak mu minta memang jika di butuhkan bukan seperti permintaan mu". ucap Barra.
" iya ya Khalid ngerti, lagian mbak Khansa mba Khalid satu-satunya ". Khansa terkekeh begitulah Khalid tetap saja luluh dengan kedua wanita di rumahnya apalagi sama uminya tak bisa ia melihat uminya menangis.
__..
. bersambung
Khansa sudah siap dengan pakaiannya yang tertutup, gamis longgar dengan jilbab menutupi dada. itulah yang Barra ajarkan kepada anak perempuan nya dengan pakaian syar'i.
" yang sudah jadi anak kampus". ucap Khalid mengejek kakaknya.
" iya dong dek, mbak sudah dewasa sekarang".
" iya deh mbak ku yang cantik ini sekarang jadi mahasiswa ". Khansa terkekeh.
" sudah mau berangkat nak". tanya barra ia juga sudah bersiap untuk ke madrasah sedangkan alira mau ke butik.
" iya Abi nanti bareng sama Mahya ". ucap Khansa.
" hati-hati di jalan ya sering kabari Abi, kalau sudah selesai di kampus langsung pulang ".
" siap Abi itu pasti". ucap Khansa mengacungkan jempolnya.
" ya sudah umi juga mau ke butik ". Khansa mengangguk.
Barra dan alira bergandengan tangan keluar rumah, di sana sudah ada Fauzan dan Ratih. Fauzan menikah dengan Ratih dan mempunyai dua anak, Ratih membantu alira di butik merangkap sebagai pengawas di supermarket barra. sedangkan Fauzan tetap sebagai sopir Barra dan mengajar di pesantren.
meski sudah di makan usia Barra dan alira tetap harmonis, karena juga memberi contoh untuk anak-anaknya. sejak dulu barra tak pernah berubah terhadap istrinya, kasih sayang nya makin bertambah saja.
Khansa itu memang berbeda saat di luar rumah dan di rumah. jika di luar Khansa lebih menjadi wanita pendiam, karena itu pesan abinya. khansa mengeluarkan motor maticnya menuju kampus ini hari pertama dirinya ke sana. ada teman satu sekolah nya yaitu Mahya ia juga di terima di universitas Harapan Bangsa dengan beasiswa. kampus ternama melahirkan banyak sekali anak-anak harapan bangsa sesuai nama kampusnya.
Motor Khansa berhenti di depan rumah Mahya ia menghampiri karena Khansa melewati rumah Mahya saat pergi ke kampus. Mahya pun sudah siap menunggu di depan, ia juga berpakaian sama dengan Khansa. Mahya adalah anak dari sahabat Barra ustadz Azril dulu ia mengabdi di pesantren Yogya tapi sekarang ikut mengajar di pesantren barra.
" aku deg degan Lo Khansa kamu gimana." tanya Mahya saat ia akan naik motor.
" kenapa deg degan aku ngga tuh".
" hari pertama masuk ke kampus Lo kita ini Khansa".
" tarik napas Mahya ucapkan bismillah niatkan jika kita akan menuntut ilmu. pesan abiku begitu tadi jangan lupa berdoa saat keluar rumah." kata Khansa ia mulai menstarter motornya. Mahya pun menuruti ucapan Khansa.
Sampai di kampus seperti biasa Khansa berjalan sembari menunduk kan pandangan nya ia akan tersenyum kepada mahasiswa sesama wanita saja. Khansa lalu mencari kelas di mana ia akan belajar. Setelah ketemu Khansa langsung masuk saja ke dalam, kebanyakan adalah wanita laki-laki hanya beberapa saja. Khansa duduk berdampingan dengan Mahya, mereka mengobrol sejenak sebelum dosen masuk.
__
Alira sibuk sekali di butik pesanan nya sungguh banyak, amel hanya sebagai kasir saja sekarang ia juga sudah menikah dengan kennu. alira membantu pegawai di sana sedangkan Ratih ia ke supermarket. berbeda dengan Nita ia tidak di perbolehkan lagi bekerja sama Marvin tapi sesekali Nita sering main ke butik.
" Berapa banyak yang di minta butik taqwa ." tanya alira ia selalu teliti mengecek barang yang akan di kirim.
" tiga ratus pcs Bu". alira mengangguk.
" sortir semua barangnya ya jangan sampai terlewat jika memang ada cacatnya jangan di paksakan di kirim". ucap Alira ia tegas sebagai owner di butik.
" Baik Bu"
" lir toko Zahra meminta desain baru". ucap Amel .
" Katakan saja aku tak bisa terburu-buru mengerjakan desainku, sudah tua Mel aku tak ingin masa bersama dengan anak-anak akan hilang".
" tua tapi masih cantik, kamu masih energik". ucap Amel sembari terkekeh.
" Alhamdulillah Allah memberi ku kesehatan kembali, tapi aku tak mau terlalu lelah memikirkan banyak desain. Aku akan kerjakan tapi tolong katakan pada toko Zahra jika aku tak bisa cepat".
" baik Bu bos ". ucap Amel, alira langsung mencubit pinggang Amel ia tak suka di panggil Bu bos sama sahabat nya sendiri meski memang benar Alira pemilik nya.
Hari ini tak ada jadwal kajian, barra hanya menjadwalkan empat kali saja dalam satu minggu selainnya waktu ia habiskan di pesantren. bukan tak mau berdakwah tapi ia juga harus lihat kondisi tubuhnya, ia sudah tak bisa di forsir karena umur memang sudah menjadi faktor.
Selesai dari madrasah Barra ke butik terlebih dahulu sebelum ke pesantren. ia akan makan siang bersama istrinya, itulah barra ia selalu menyempatkan kebersamaan bersama Alira. alira langsung Salim ketika suaminya masuk ke butik.
" sudah pulang mas". tanya alira ia meletakkan desain yang ia kerjakan.
" iya siang ini tak ada jam lagi ". barra mencium kening alira, menjadi pemandangan biasa di butik itu. pegawai pun tak berani berkomentar, alira dan barra lalu masuk ke ruangan nya. di butik ada ruangan khusus untuk alira, sengaja memang Barra buat agar ia bisa leluasa bersama alira di butik itu tanpa mengganggu yang lain.
" mau makan sekarang". tanya alira, barra pun mengangguk.
alira sengaja membawa bekal ia tak biasa jajan di luar, barra terdiam memandangi istrinya. alira pun merasa salah tingkah saat Barra tetap memandangi nya.
" kamu tetap cantik sayang meski sudah di makan usia". ucap Barra.
" sudah tua mas, anak-anak juga sudah dewasa". ucap Alira mulai menuangkan nasinya ke piring Barra.
" tua orangnya tapi bagi mas kamu tetap sama, alira ku yang dulu."
" ayo makan jangan ngegombal terus". barra terkekeh istrinya malu ketika di puji.
___
Hati pertama para dosen masih pada pengenalan belum pada inti pembelajaran. hari ini usai Khansa menjalani hari pertama nya di kampus, ia lalu merapikan bukunya di masukkan ke dalam tas.
" Langsung pulang Khansa." tanya Mahya.
" iya itu pesan abiku jika selesai langsung pulang tak boleh kemana-mana."
" sama Abi ku pun begitu, tapi kadang rasanya ingin seperti mereka yang bisa nongkrong di kafe".
Khansa tersenyum itu juga ada pada dirinya tapi semua ia kembalikan mengingat pesan Abi dan umi nya.
" jika tak ada yang penting lebih baik kita pulang Mahya, untuk apa nongkrong kayak gitu. Abi kita memberi nasehat ke kita itu demi kebaikan kita tak lebih. kita itu wanita dan kehormatan orang tua ada pada anak gadisnya". terang Khansa .
" astaghfirullah hal adzim seharusnya kita bersyukur punya orang tua yang paham agama". ucap Mahya ia langsung teringat.
" nah gitu dong Mahya, orang tua kita selalu mengajarkan jika di dunia ini semua fana, tak ada yang abadi. jangan sampai kita terjerumus dari hal yang tak baik, ".
"iya Khansa terima kasih ya kamu sahabat terbaik ku, kamu selalu mengingat kan ku di saat aku lalai. "
" kita harus saling mengingatkan Mahya". mereka lalu berjalan menuju parkiran untuk pulang.
__
bersambung
Panas cukup terik setelah Khansa mengantar Mahya pulang ia bergegas pulang juga, seperti yang abinya katakan jangan keluyuran. Khansa memang patuh kepada orang tuanya karena Barra dan alira mendidik nya dengan kasih sayang.
Motor matic yang di kendarai Khansa langsung saja ia parkirkan di garasi ia lalu masuk langsung ke kamar. Berganti pakaian wudhu lalu merebahkan tubuhnya di ranjang.
" lelahnya hari pertama meski belum belajar masih pengenalan cukup lelah". gumam Khansa ia lalu memejamkan mata ingin tidur.
" mba bantu aku." Khalid langsung nyelonong masuk.
" astaghfirullah Khalid mba capek ingin tidur". ucap Khansa menutup wajahnya dengan bantal.
" Mbak aku tak bisa, tolong mba nanti aku traktir". jengah rasanya Khalid selalu mengganggu Khansa.
" apa nya yang ngga bisa sih." tanya Khansa ia lalu duduk rambutnya acak-acakan.
" ini mbak matematika aku kesulitan".
" makanya belajar Khalid".
" mbak Allah itu adil membagi kepintaran, mbak Khansa pintar itu untuk membantu Khalid". mulai ngerayu.
" ya Allah punya adik satu saja sudah begini repot nya ". gumam Khansa jengah saja dengan Khalid.
" sini coba kamu perhatikan selesai kan dulu soal yang ini jika sudah baru kamu kerjakan yang ini." tunjuk Khansa pada bukunya.
" terus mba ini hasilnya berapa ". tanya Khalid. Khansa tak sadar jika Khalid sudha mengelabuhi nya akhirnya Khansa sendiri yang mengerjakan.
" nah begini Khalid hasilnya 1325". ucap Khansa setelah ia selesai menghitung.
" terima kasih mbakku yang cantik dan pintar". ucap Khalid mencubit pipi Khansa, Khansa baru sadar jika dua soal dia yang menyelesaikan nya.
" ya Allah Khalid kamu menipu mbak lagi". Khalid langsung berlari ketika bantal melayang ke wajahnya.
" nanti aku belikan es krim vanila mix durian". Khansa merasa kesal selalu saja Khalid pintar untuk mengelabuhi Khansa.
" polosnya mbakku itu.". Khalid terkekeh.
" assalamu'alaikum umi, Khalid bisa minta tolong".
" wa'alaikumsalam ada apa Khalid".
" mbak Khansa tadi katanya kepingin es krim seperti biasa umi, Khalid kasihan seperti nya ia ngiler sejak tadi". ucap Khalid manis terhadap uminya.
" ya suruh beli saja." ucap Alira menjawab lembut...
" Khalid sedang belajar umi, bisakah minta tolong nanti umi belikan kasihan mba Khansa ". ucap Khalid mulai merayu uminya.
" ya sudah belajar yang rajin ya kamu sekarang sudah SMA, nanti sepulang dari butik insyaallah umi belikan ". ucap Alira.
" terima kasih umi ku yang cantik ". Khalid lalu menutup teleponnya. alira geleng-geleng kepala anaknya itu memang pandai merayu entah turunan dari siapa yang jelas bukan abinya Barra. Lalu siapa, mungkin kakeknya Ilyas atau Abah. Tak tau juga alira malas memikirkan nya.
" ada apa sayang". tanya Barra yang sejak tadi menunggu alira menyelesaikan pesanan butik lain.
" Khalid mas minta belikan es krim untuk Khansa ".
" kenapa Khansa tak beli sendiri ".
" mungkin lelah pulang dari kampus ". barra manggut-manggut saja.
__
Suara adzan ashar berkumandang Khansa bangun ia mengusap wajahnya lalu ke kamar mandi untuk berwudhu mau shalat. Biasanya sehabis ashar Khansa akan pergi ke pesantren mengajar anak-anak kecil mengaji. Barra selalu mengatakan kepada anaknya jika antara dunia dan akhirat harus seimbang seberapapun ilmu kita harus di sampaikan. jangan sampai lebih berat dunia, meski belum berat untuk akhirat setidaknya seimbang.
pesantren tak jauh dari kediamannya hanya sepuluh menit saja sampai, namun kepala Khansa rasanya pening mungkin karena Khalid tadi yang mengganggu Khansa saat tidur siang.
" kenapa mba". tanya Khalid melihat mbaknya yang memijit pelipisnya.
" kepala mba pusing". ..
" istirahat saja tak usah ke pesantren hari ini kan anak-anak libur ". ucap Khalid.
" kenapa libur". tanya Khansa
" nanti malam ada pengajian di pesantren jadi semua murid di liburkan". ucap Khalid masih asyik menonton TV.
" oh iya ya mbak lupa, kamu sudah sholat belum". Khalid nyengir.
" astaghfirullah Khalid nanti ku bilang Abi".
" eh jangan mbak ya Khalid shalat dulu". Khalid berjalan untuk shalat ashar.
Pukul setengah lima Barra dan Alira pulang dari butik mereka masuk dengan bergandengan tangan. alira sebenarnya malu dengan anak-anak nya yang sudah besar namun Barra selalu memaksa. kemesraan antara pasangan itu harus setiap saat yang penting tidak melampaui batas saat di tempat umum, bukan untuk pamer kemesraan tapi supaya pelakor tau jika alira adalah istri yang sangat ia cintai...
Ngeles ya Barra yang jelas takut saja ada yang melirik alira, secara alira masih kelihatan begitu muda sedangkan Barra sudah berkacamata terlihat sedikit tua. tapi hanya sedikit kok. wkwkwk...
" Abi salam tak di Jawab". ucap Barra melihat anaknya yang sedang duduk membaca buku.
" wa'alaikumsalam maaf Abi Khansa tak dengar".
" lagi baca apa sayang serius amat".
" buku punya Abi". Khansa memperlihatkan buku yang berjudul menjadi pribadi yang baik.
" mana Khalid nak." tanya umi sedang membuka paper bag pesanan Khalid.
" lagi sholat ashar umi".
" memang dari mana dia ." tanya Barra yang tak suka anaknya shalat di rumah apalagi sampai di tunda.
" di rumah Abi tak kemana-mana".
" anak itu kebiasaan". ucap Barra namun alira mengusap lengan Barra pertanda ia tak ingin Barra memarahi Khalid.
Khalid keluar dengan santainya ia Salim kepada umi dan Abi nya.
" sudah shalat anak Abi". barra mengusap kepala Khalid lalu duduk mengikuti abinya karena abinya mendesak ia dengan pelan agar duduk. Khalid tau ia pasti akan dapat wejangan dari abinya, Barra sedikit keras memang sama anak-anak nya.
" Tak dengar adzan". tanya Barra.
" dengar Abi". ucap Khalid.
" terus..."
" maaf Abi iya Khalid tadi khilaf". Alira dan Khansa menahan tawa.
" khilaf atau malas".
." malas Abi". Khalid menunduk kan wajahnya ia takut dengan abinya kalau abinya sudah bicara lembut.
" masih punya kaki."
" masih Abi". jawab Khalid lagi.
" untuk apa."
" jalan"
" terus..." Khalid diam tak berani menjawab lagi.
" Allah menciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepada Nya Khalid. kamu ingat ayat Al Qur'an yang mana itu".
" az zariyat ayat ke 56 Abi".
" ingat ya". Khalid mengangguk.
" Allah sayang padamu, Allah masih memberimu kaki yang lengkap anggota tubuh yang lengkap. Coba kamu lihat orang yang sudah tak punya kaki ia pasti akan susah kemana-mana apalagi untuk datang ke masjid harus dengan bantuan alat lain agar ia bisa sampai ke tempat tujuan. Tak lebih satu jam kamu berjalan ke masjid Khalid, lalu kenapa kamu memilih shalat di rumah. laki-laki Soleh itu shalat nya berjamaah di masjid, kalau di rumah itu namanya laki-laki salihah. kamu mau jadi laki-laki salihah hemm...". jelas Barra, alira dan Khansa masih menahan tawa.
" ngga Abi maaf iya Khalid tak akan lupa, Khalid mau jadi Soleh ".
" nah itu baru anak Abi peringatan untuk mu ya ini ".
" iya Abi terima kasih sudah mengingatkan Khalid, Khalid minta maaf".
" minta maaf sama Allah bukan Abi nak, Abi hanya mengingatkan mu agar kamu tak lalai Abi juga mau nanti ke surga bersama keluarga Abi anak-anak Abi". ucap Barra lagi.
" ya sudah ingat pesan Abi ya, jika waktunya tiba bersegeralah nak sebelum malaikat maut lebih dulu menjemput kita. jika itu tiba sudah tak ada lagi yang bisa menolong ". Khalid begidik ketika abinya mengatakan malaikat maut.
" iya Abi Khalid akan shalat tepat waktu dan berjamaah ke masjid ". Barra mengusap kepalanya meski kadang absurd dan tengil Khalid masih mau mendengar nasehat abinya.
__
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!