NovelToon NovelToon

Mencinta Suami Cacat

Part.01

***

"Alin awas,,,"

"Aaaawwwww,,,"

Braaakkkk

Braaakkkk

"Ka_Ka_Kak,,," lirih seorang gadis di penghujung kesadaran nya.

Seketika penglihatan gadis itu pun mulai mengabur lalu detik kemudian semua nya tampak menggelap dan gadis itu pun kehilangan kesadaran nya.

.

***

Di rumah sakit...

Sepasang mata itu mulai mengerjapkan lemah dan perlahan mulai membuka. Pemandangan pertama yang dia lihat adalah langit langit ruangan dengan cat warna putih dan juga bau desinfektan yang begitu menyengat memasuki indra penciuman nya.

"Eeuuuggghhhh,,,"

Suara lenguhan nya menjadi pusat perhatian dari tiga orang yang kebetulan ada di ruangan itu, yang tengah menunggui nya.

"Sayang, kamu sudah bangun Nak?" suara lembut dari sang Mama mengembalikan kesadaran gadis itu sepenuhnya.

"I_ini dimana Ma? Kenapa kepalaku pusing sekali?" tanya nya dengan suara yang sangat lirih.

"Kamu di rumah sakit sayang, apa ada yang sakit? Mama panggilkan dokter ya,"

Gadis itu pun hanya mampu mengangguk lemah karena memang kepalanya yang berdenyut nyeri saat terbangun tadi.

Dan tidak lama, dokter pun datang bersama dengan satu orang suster yang mungkin akan membantunya dalam melakukan pemeriksaan.

"Bagaimana dokter? Bagaimana keadaan putri saya?"

"Pusing yang terjadi itu adalah efek benturan yang terjadi pada saat kecelakaan. Namun, semua sudah baik baik saja dan keadaan Nona Alin juga sudah mulai stabil. Kini kita hanya tinggal menunggu sampai kondisi nona Alin benar benar pulih,"

"Syukurlah kalau begitu. Terima kasih dokter,"

"Kalau begitu, saya permisi ya Bu. Semoga nona Alin segera pulih dan bisa segera pulang ke rumah."

"Aamiin dok, terima kasih,"

Dokter yang menangani gadis yang baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas bernama Alina Dwi Putri Hartono itu pun meninggalkan ruangan rawat inap dimana Alina dirawat.

"Kecelakaan? Aku kecelakaan ya Ma?" tanya Alina yang masih bingung dan masih belum mengingat kejadian naas yang menimpa mobil yang dia bawa malam tadi.

"Iya sayang, mobil yang kamu bawa tergelincir hingga menabrak pembatas jalan lalu terguling Nak. Apa kamu tidak mengingatnya, sayang?"

Alina pun termenung sejenak, mencoba mengingat apa yang terjadi tadi malam pada dirinya hingga berakhir di rumah sakit.

Dan seketika mata Alina pun membulat sempurna kala ingatan itu kembali dan Alina mengingat apa yang terjadi pada dirinya semalam.

"Kakak, Ma, Kakak Ma. Tolongin Kakak, kakak berdarah Ma, Kak Pras juga semua nya berdarah Ma," mama Tari langsung memeluk Alina yang langsung menangis histeris saat mengingat kejadian tadi malam

Dimana mobil yang dia bawa tergelincir ke bahu jalan dan menabrak pembatas jalan hingga membuat mobilnya terperosok masuk kedalam tebing yan cukup curam dan tinggi.

Beruntung saat itu mobil itu nyangkut di ranting ranting pohon yang tumbuh liar di sana. Hingga mobil yang Alina bawa tidak sampai masuk kedalam jurang.

Evakuasi korban kecelakaan itu pun sedikit mengalami kesulitan karena medan yang memang sulit dijangkau oleh manusia. Namun beruntung, mereka dibantu oleh tim sar yang terus bekerja keras dan berusaha menyelamatkan korban.

Meski hasilnya, satu orang dari tiga korban tidak bisa diselamatkan karena mengalami pendarahan hebat saat tiba di rumah sakit. Namun tiga yang lain nya bisa diselamatkan termasuk bayi yang ada didalam kandungan sang ibu yang saat itu mengalami pendarahan.

Setelah mengingat kejadian yang membuat nya masuk ke rumah sakit, Alina pun terus saja menangis histeris dan susah untuk ditenangkan, hingga membuat Mama Tari akhirnya memanggil kembali dokter untuk menenangkan sang anak.

*

*

Sementara di ruangan lain, tampak seorang ibu masih terus saja menangisi putra tunggalnya yang masih terbaring tidak sadarkan diri pasca mengalami kecelakaan saat akan mengantarkan istrinya yang akan melahirkan.

"Bagaimana ini Pa? Kenapa Pras masih belum sadarkan diri?" tanya mama Widia pada sang suami yang selalu setia menemani nya menunggui sang anak yang masih belum juga sadarkan diri.

"Tenanglah, semua pasti akan baik baik saja. Kamu harus kuat, sekarang ini,bukan hanya Pras yang membutuhkan perhatian kita. Tapi juga cucu kita Ma, jadi kamu harus kuat dan tegas demi mereka berdua," bujuk sang suami yang sebenarnya merasakan hal yang sama dengan sang istri.

Namun dia mencoba bersikap tenang dan tegar. Toh dengan menangis tidak akan merubah apa yang sudah terjadi saat ini.

"Lalu, bagaimana keadaan Alina Pa? Mama belum sempat melihat gadis itu. Dia pasti shock banget saat tahu jika Alisa sudah tiada,"

"Alina mengalami depresi ringan dan saat ini tengah ditangani oleh dokter dan juga psikolog. Gadis itu terus saja menangis menyalahkan dirinya sendiri atas insiden ini. Melihat Alina yang seperti itu, Papa jadi kepikiran dengan Pras. Tidak bisa Papa bayangkan, akan bagaimana nantinya dengan Pras saat dia tahu jika istri yang sangat dia cintai sudah tidak ada lagi di dunia ini."

"Mama juga masih memikirkan bagaimana cara kita menyampaikan berita duka ini, Pa,"

Kedua orang tua dari pria bernama Prasetyo Hadi Wiratama itu tampak menghela nafas panjang mereka. Entah akan semarah apa nanti Pras saat tahu jika sang istri tidak bisa di selamat kan dari kecelakaan yang menimpa mereka.

*

*

"Sayang, makan dulu yuk. Kamu harus makan agar bisa minum obat Nak," bujuk mama Tari yang lagi lagi dijawab sebuah gelengan kepala oleh putri bungsu mereka, Alina.

"Adek mau ikut Kakak Ma, Kakak pasti kesepian dan ketakutan di sana sendiri." lirih Alina yang mulai meracau aneh lagi.

Hubungan kakak beradik itu memang sangat baik dan sangat dekat. Keduanya saling bergantung pada masing masing. Bahkan, setelah Alisa menikah pun Alina dan Alisa tetap terlihat kompak dan masih selalu bersama sama disaat mereka bepergian. Itulah yang membuat Alina begitu shock saat mendapati kabar jika sang Kakak yang lebih tua dua tahun darinya itu sudah meninggal dunia, hingga membuat gadis itu sedikit depresi.

Part.02

***

Braaakkkk

Semua barang yang ada diatas nakas, samping brangkar yang ditempati oleh Pras berhamburan kelantai setelah dihempaskan oleh pria itu yang saat ini tengah diselimuti oleh rasa amarahnya.

Akhirnya, setelah satu minggu terbaring koma. Pras siuman juga, dan setelah kondisinya mulai stabil akhirnya pertanyaan yang ditakutkan oleh kedua orang tuanya Pras akhirnya keluar dari mulut sang anak.

"Dimana Alisa Ma, Pa? Kenapa aku belum melihatnya?"

Itulah hal pertama yang ditanyakan oleh Pras setelah kembali membuka matanya. Meski berat dan tidak tega, namun mama Widia dan juga papa Hadi sepakat untuk memberi tahukan Pras hal yang sebenarnya terjadi.

"Dimana Alina Ma, Pa? Dia harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi pada keluarga ku," ucap Pras lagi penuh dengan penekanan karena telah diselimuti oleh rasa marah pada gadis itu.

"Tapi Alina tidak bersalah Pras, ini murni kecelakaan. Kondisi Alina juga tidak baik baik saja saat ini, kamu tahu sendiri bagaimana kedekatan mereka berdua. Alina juga pasti sama merasa kehilangan nya denganmu Pras. Mama mohon, tegar lah Nak, ini semua sudah jalan takdir kalian."

"Tidak Ma, jika saja malam itu dia bisa lebih hati hati. Hal ini tidak akan pernah terjadi dan aku tidak akan mungkin kehilangan istriku. Belum lagi dengan kakiku Ma, karena Alina aku kehilangan kemampuanku untuk berjalan. Tidak Ma, aku tidak akan pernah memaafkan nya,"

Mama Widia pun hanya bisa menghela nafas panjang dan berat saat menghadapi sikap keras kepala anak tunggalnya itu.

Meski tidak bisa dipungkiri, memang akan sangat berat saat kita dipaksa untuk menerima hal yang sama sekali tidak kita inginkan.

Namun, ini semua sudah jalan takdirnya seperti ini. Kita sebagai manusia biasa hanya bisa mengikuti alur yang sudah diciptakan oleh sang maha pencipta kita.

*

*

Sementara Alina sendiri kini tengah menemani seorang bayi mungil yang membuat Alina, akhirnya bangkit dari keterpurukan.

Bayi mungil yang dilahirkan oleh sang kakak itu, mampu membuat Alina tersadar jika dia harus bangkit dan harus kuat untuk membantu almarhumah kakaknya dalam menjaga dan merawat sang keponakan.

"Alina, makan dulu sayang. Kamu masih harus minum obat,"

Suara dari mama Tari yang keluar dari dalam rumah dengan membawa nampan berisikan sarapan untuk Alina mengalihkan perhatian gadis itu.

"Iya Ma, aku titip Alesya dulu ya?"

"Iya, kamu makan saja dulu. Alesya biar sama Mama," nenek dari satu orang cucu itu pun akhirnya mengangkat tubuh mungil yang tengah dijemur di stroller bayi.

Itulah kegiatan Alina setiap harinya setelah keluar dari rumah sakit. Menemani si kecil Alesya berjemur, lalu setelah itu akan menemani bermain setelah bayi kecil itu dimandikan oleh sang nenek.

Berhubung Alesa masih sangat kecil, maka Alina pun belum berani memandikan bayi kecil itu. Hingga urusan memandikan dan mengganti pakaian Alina masih dibantu oleh sang Mama.

Namun meski begitu, perlahan Alina pun mulai belajar untuk memandikan dan memakaikan baju pada keponakan kecilnya itu. Hingga akhirnya, Alina pun bisa sedikit melupakan rasa bersalah nya pada sang kakak yang sempat membuatnya terpuruk.

"Kamu habiskan makanan nya ya, lalu setelah itu minum obatnya. Mama mau mandiin dulu Alesya, setelah selesai kamu menyusul ke kamar."

"Iya Ma, aku habiskan dulu makanan nya ya. Nanti aku nyusul ke kamar,"

Mama Tari pun langsung membawa cucu nya masuk untuk segera dimandikan setelah dijemur selama hampir 30 menit di bawah sinar matahari pagi.

Sementara Alina sendiri kini tengah fokus menghabiskan sarapan nya. Lalu setelah menghabiskan isi piring itu, Alina pun meraih beberapa obat yang harus dia minum yang sebelumnya sudah disiapkan oleh mama Tari.

Usai menyelesaikan sarapan juga meminum obatnya, Alina pun kemudian menyusul sang mama yang sudah lebih dulu masuk kedalam kamar untuk memandikan sang cucu.

*

*

1 bulan kemudian...

"Bagaimana ini Pa? Pras sudah satu bulan ini mengurung terus didalam kamar, apa yang harus kita lakukan?"

"Papa juga tidak tahu Ma. Atau, apa lebih baik kita bawa Alesya kemari? Siapa tahu dengan kehadiran Alesya Pras bisa kembali bersemangat, setidak nya dia mau untuk menjalani pengobatannya."

"Tapi, bagaimana dengan Alina? Papa tahu sendiri kalau Pras begitu membencinya, sedangkan Alesya begitu bergantung pada gadis itu. Jika kita membawa Alesya kemari, otomatis Alina juga harus berada disini,"

"Bawa mereka berdua kemari Ma, Pa. Aku ingin bertemu dengan putriku,"

Deg...

Kesetika mama Widia dan juga Papa Hadi dikejutkan oleh suara bariton milik Pras yang meminta dipertemukan dengan putrinya setelah hampir dua bulan mereka berpisah karena Alesya dibawa oleh keluarga mendiang Alisa.

"Tapi pras, apa kamu yakin kamu bisa bertemu dengan Alina. Alesya saat ini begitu bergantung padanya, jika kamu ingin Alesya disini kamu juga harus siap untuk bertemu dengan Alina,"

"Tapi aku sangat ingin bertemu dengan putriku Ma, aku sangat merindukannya,"

"Baiklah, besok Mama akan menjemput mereka berdua. Persiapkan dirimu dan Mama harap, kamu tidak melakukan hal hal yang akan melukai Alina. Ingat Pras, Alina tidak bersalah dalam hal ini,"

"Kita lihat saja besok, aku harap, dia juga tidak bertingkah,"

Pras pun akhirnya memutar kursi roda yang sudah satu bulan ini dia gunakan sebagai pengganti kakinya yang untuk sementara ini tidak bisa dia gunakan.

Pras kembali masuk kedalam kamar tamu yang ada dilantai bawah. Kamar yang digunakan sejak kakinya dinyatakan lumpuh dan mengharuskan untuk menggunakan kursi roda sebagai pengganti kakinya untuk sementara waktu.

*

***

Part.3

***

Sepanjang perjalanan menuju ke rumah utama keluarga Wiratama, tidak henti henti nya Alina meremas kedua tangan nya yang saling bertautan.

Kemarahan sang kakak ipar satu bulan yang lalu masih saja menghantui Alina setiap kali dirinya mendengar nama Pras disebut.

Satu bulan lalu, lebih tepatnya sesaat sebelum Pras dibawa pulang ke rumah utama keluarga Wiratama, Alina mencoba memberanikan diri untuk menemui pria itu dan mencoba meminta maaf padanya.

Namun, alih alih memaafkan. Pras malah mengamuk sejadi jadinya pada Alina. Bahkan Alina harus menahan sakit dan perih saat Pras yang sudah gelap mata karena emosi melempar gelas hingga mengenai pelipis Alina, yang membuat dahi gadis itu mengalami luka robek dan harus dijahit.

Sejak saat itulah, keduanya tidak pernah lagi dipertemukan. Bahkan Mama Widia dan Papa Hadi lebih memilih pergi kekediaman keluarga Hartono saat mereka merindukan cucu mereka, Alesya.

Dan tidak lagi mempertemukan Pras dan juga Alina dalam konteks apapun. Kedua orang tua Pras sangat takut, jika sang anak akan kembali gelap mata lalu melukai Alina lagi.

Jantung Alina berdetak kian kencang saat mobil yang membawanya dan juga membawa Alesya mulai memasuki halaman rumah yang begitu luas dan indah karena dipenuhi oleh bunga bunga yang indah.

"Mari silahkan nona,"

Sapaan dari sang supir pun akhirnya membangunkan Alina dari lamunan nya. Dan dengan berat hati, Alina pun mulai turun dari mobil dan berjalan menuju ke arah pintu utama dengan Alesya yang ada didalam gendongan nya.

"Permisi, assalamu'alaikum," sapa Alina saat tiba didepan pintu yang memang sudah terbuka sedari tadi.

"Waalaikumsalam,"jawab seseorang dari dalam rumah.

Seorang wanita paruh baya nampak keluar dari arah dalam rumah itu dan wanita paruh baya itu tersenyum sumringah saat melihat Alina datang dengan membawa Alesya dalam gendongannya.

"Kamu sudah datang Sayang? ayo sini masuk," sambut Mama Widia.

Mama Widia pun menarik tangan Alina agar masuk ke dalam rumah bagian dalam lagi. Mama Widia lalu membawa Alina ke ruang keluarga. Tempat biasa yang mereka tempati untuk berkumpul bersama keluarga.

Deg...

Jantung Alina berdetak dengan kencang, tubuhnya tiba tiba meremang dan gemetar ketakutan, saat memasuki ruangan itu.

Netranya langsung saja bertemu dengan sepasang mata yang tengah menatap tajam ke arahnya, namun seketika tatapan itu berubah melembut saat melihat bayi mungil yang ada didalam gendongan Alina.

"Bawa kemari putriku, aku ingin menggendongnya," titah Pras dengan nada dingin dan datarnya.

Tanpa menjawab, Alina pun langsung berjalan maju mendekati Pras yang duduk di kursi roda tepat disamping sofa ruangan itu.

Dengan tangan yang sedikit bergetar, Alina meletakkan tubuh Alesya yang masih tertidur lelap ke atas pangkuan Pras.

Pria itu menatap sendu wajah putri kecilnya yang memiliki kemiripan dengan mendiang sang istri. Bahkan, ujung mata Pras sampai basah kembali saat menatap wajah putrinya itu untuk pertama kalinya setelah dua bulan bayi kecil itu dilahirkan ke dunia.

"Hai, sayang. Assalamu'alaikum Nak, ini Ayah sayang, ini Ayah Nak," lirih Pras sambil membelai lembut wajah sang anak yang masih lelap dalam tidur nya itu.

Alina sendiri hanya bisa terdiam membisu, menatap haru pertemuan antara ayah dan anak untuk pertama kalinya itu.

*

*

"Maaf Tante, aku pamit dulu ya. Hari sudah larut dan aku harus pulang," pamit Alina pada mama Widia, setelah hampir seharian penuh dia habiskan waktunya di rumah keluarga Wiratama, untuk menemani Alesya yang tengah temu kangen dengan Ayahnya.

"Baiklah, kalau ada waktu, sering seringlah main kemari untuk membawa Alesya bertemu dengan kami. Kami selalu merindukan nya."

"Iya Tante, besok saat pulang kuliah, akan aku usahakan untuk main kesini bersama dengan Alesya,"

"Tidak, Alesya tidak akan ikut pulang bersama dengannya Ma. Malam ini Alicia dan juga malam-malam selanjutnya Alesya akan tidur bersama denganku,"

Seketika obrolan antara Mama Widia dan juga Alina terpotong oleh suara Bariton milik Pras yang menggema di seluruh sudut ruangan. Yang menyatakan jika dia tidak mengizinkan Alesya untuk dibawa pulang oleh Alina.

Dan tentu saja hal itu membuat Mama Widya dan Alina kaget.

"Tapi Alesya tidak bisa tidur jika tidak bersama dengan Alina, Pras," Bujuk mama Widia agar Pras mau mengijinkan Alesya kembali bersama Alina.

"Aku ini Ayahnya Ma dan aku jauh lebih berhak atas Alicia daripada dia. Biarkan dia pulang dan Alesya akan tetap di sini ini. Dan ini sudah keputusanku,"

Mama Widya dan Alina hanya bisa saling melempar tatapan saat Pras bersikeras untuk merawat Alesya. Meski merasa keberatan Alina pun tidak bisa berbuat apa-apa, karena apa yang dikatakan oleh Pras benar adanya.

Pras jauh lebih berhak atas Alessia karena Pras adalah ayah kandung dari Alesya. Dan dengan berat hati, Alina pun akhirnya pulang seorang diri tanpa membawa Alesya bersamanya.

Alina pun tak bisa lagi menahan air matanya saat mobil yang membawanya pulang mulai melaju meninggalkan halaman rumah keluarga Wiratama.

Sepanjang perjalanan pulang Alina terus saja tidak bisa menghentikan tangisnya. Rasa bersalahnya terhadap almarhumah kakaknya kembali hadir dalam hati Alina dan hal itu kembali membuat Alina tidak bisa menghentikan tangis nya.

"Maafkan Alina Kak kalau saja malam itu Alina tidak keras kepala untuk membawa mobil itu mungkin Kakak masih ada sampai sekarang, Kenapa Tuhan malah mengambil kakak? Kenapa Tuhan tidak memanggilku saja?" gumam Alina disela Isak tangisnya.

"Loh, Alesya mana Sayang? Kok pulang sendiri?" tanya mama Tari saat melihat Alina pulang seorang diri dengan wajah yang ditekuk dan tentu saja tanpa Alesya bersama dengannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!