Kalian boleh membayangkan aktor/aktris yang kalain sukaaaa, othor hanya menggambarkan saja yaaa. Thanks, selamat membaca.........
_______
Annelis Zevanya, anak perempuan yang nyaris meninggal dalam peristiwa naas.
Mobil itu terbanting dan meluncur ke dalam air laut. Langit seakan memperingati, gelap di dalam laut lebih mengerikan dari gelapnya langit.
Blupbup
blupbup
"To...long"
Kata itu semakin tercekat di tenggorokan, keringat semakin membasahi kening.
"To...long"
suara itu semakin samar, Annelis semakin berlarut dalam mimpi. Kedua alis hampir menaut di saat kening telah mengkerut, ketakutan semakin menjalar ke seluruh tubuh, kedua mata tak kunjung terbuka.
Deru Nafas semakin tercekat, namun Annelis belum tersadar dari tidur nya.
"To....long"
Jeritan di setiap tidur yang sudah dia lalui selama sepuluh tahun tidak kunjung usai. Mimpi itu selalu menjadi ketakutan nya di saat tertidur. Annelis terbangun dalam kegelisahan
'hossh'
'hossh'
"Hikss..hikss ada apa ini? Siapa dia, kenapa masih saja datang ke dalam mimpi?"
"Hiks...Hikss aku lelah"
Air mata itu masih sama, masih sama mengalir karena mimpi yang tak kunjung hilang. Annelis masih terisak, menyembunyikam wajah nya di antara kedua lutut.
Sampai di mana suara ketukan pintu terdengar.
Tok
tok
tok
"Anneee kau sudah bangun? Kakak mu ini sudah menunggu di depan dari tadi hey!"
Teriakan seorang pria membuat Anne buru-buru beranjak dari ranjang dan mengambil tissue untuk menyeka air mata.
kreaat
"Apaan sih kak? Ini masih gelap memang nya mau apa?"
Suara Anne tidak kalah lantang dengan suara laki-laki di depan nya, bahkan teriakan Anne nampak benar-benar menembus tulang wajah milik kakak nya.
Ya, dia Yuji. Kakak laki-laki dari Annelis.
"Astaga Anne. Mana ada masih gelap hah? Tengok sana jendela mu!"
Yuji menunjuk-nunjuk jendela kamar melewati pucuk kepala Anne karena tinggi sang kakak melebihi dirinya.
"Issh"
Anne menepis tangan Yuji. "Aww" Ringis Yuji karena tangannya membentur pinggiran pintu.
"Emang nya Anne buta?!"
"Emang iya!" Timpal sang kaka melebarkan kedua kelopak mata nya dengan kedua tangan di pinggang.
"Yujiiii bisa-bisa nya kau menyebalkan pagi-pagi!"
Suara Anne semakin sarkas dan tinggi, wajah nya perlahan memerah karena tingkah sang Kaka yang selalu saja seperti itu.
Yuji tidak terganggu, dia malah semakin senang melihat ekspresi Anne saat ini.
"Yuji Yuji? Mulut mu tidak pernah manis sayang!"
Senyum senang Yuji terukir, pucuk kepala Anne menjadi sasaran setiap kali mencari masalah.
"Yujiiii" Anne bersiap menarik baju sang kakak karena pantang untuk pucuk kepala nya di acak-acak Yuji.
"Astagaa kalian berisik sekali! Bubar!"
Senyum Yuji luntur saat mendengar suara laki-laki paruh baya itu, dia nampak tidak senang.
Kedua tangan seketika masuk ke dalam saku celana joger kaos nya.
"Papa belum berangkat? Apa ada masalah lagi?" Dua pertanyaan terlontar dari mulut Anne seakan dia tahu semua nya.
Laki-laki paruh baya itu memalingkan wajah nya.
"Pa..." Ucap Anne kembali, wajah yang memerah semakin terlihat namun sekarang nampak bola mata nya berair.
"Biarkan saja. Mandi lah! Kakak sudah nyiapin sarapan. Kau makanlah sebelum berangkat sekolah! Kakak ada pekerjaan"
Yuji memegang lengan Anne sedikit mendorong nya ke dalam kamar dan akhirnya Anne masuk.
Yuji hendak berbalik badan namun ucapan sang ayah membuatnya terhenti.
"Mau sekolah ataupun tidak, dia akan tetap harus menghasilkan uang!"
"Dunia sekarang kejam, dia yang sekolah malah banyak yang menganggur. Yang penting berusaha dan berpikir bagaimana bertahan hidup juga sudah cukup. Buang-buang waktu saja!"
"Dia itu bodoh dan kau masih menyayanginya? Hahahaha Papa tidak menyangka memiliki putra sebodoh kamu!"
"Kalian tidak berguna sama sekali"
Nada bicara Izawa melantur, bahkan bau alkohol masih menyengat dari mulut nya. Kantung mata semakin terlihat dan postur tubuh semakin tak tegap.
"Sana mending cari uang, buat apa sekolah hah? Buang-buang waktu saja!"
Teriakan Izawa memekik. Yuji hanya bisa mengepalkan tangan nya mendengar ucapan sang Ayah.
Izawa pergi ke arah kamar nya, sedangkan Yuji masih mematung di tempat. Perlahan kepalanya menoleh ke arah pintu kamar Annelis lalu pergi.
**
Roti lapis sudah tersedia di atas meja, susu putih satu gelas pun berdiri tegap di samping piring roti
"Yuji" Teriak Annelis seraya meraih roti di atas meja.
Annelis celingak celinguk mencari-cari sang pemilik nama.
"Yuji kau sudah berangkat?" Sekali lagi Anne memanggil, namun tidak ada respon.
Anne pun bersiap ke arah pintu dan mengambil sepatu. Tangan nya terhenti saat hendak menarik sepatu dari rak.
'Untuk Annelis tersayang'
Tulisan itu sangat rapih tersimpan di atas dus sepatu berwarna putih pink.
"Yuji" Gumam nya.
Dia langsung memakai sepatu itu dan ukuran nya selalu pas jika Yuji yang membeli.
Rasa marah langsung mereda, ekspresi Annelis tidak lagi muram seperti tadi. Perlahan senyum terulas dari kedua bibir.
Baju seragam sekolah membalut tubuh Annelis saat ini.
Kebanyak siswa memakai rok di atas lutut sedangkan Annelis memakai rok di bawah lutut, terkadang dirinya memakai celana olah raga untuk menutupi bagian kaki nya.
kring
kring
Sepeda jadul kebanggaan Anne. Kendaraan itu transportasi satu-satu nya selain kendaraan umum.
"Awaas"
Anne berteriak, sepedanya melaju kencang karena keadaan jalan yang menurun.
Rem nya mendadak blong saat ini.
Semua murid yang memakai jalan itu menyingkir, namun naas nya siswi di depan tidak sempat dan
'aaaaaaa'
Grusuk
"Aaaa sakit" Prau nya.
Annelis tanpa meperdulikan tangan nya yang berdarah segera menghampiri siswi yang tertabrak.
"Maaf maaf aku tidak sengaja. Maaf!" Kata maaf terus terlontar dari mulut Anne, seraya membantu siswi itu berdiri.
Brughhh
Anne terjatuh.
Siswi itu malah mendorong Anne dengan begitu keras sampai tersungkur.
Semua murid tidak ada yang ikut campur, mereka hanya menonton adegan itu saat ini.
"Yaaak kau tahu harga gelang ini? Sialan. Semuanya patah!"
Siswi itu berteriak marah, dua gelang di tangan nya benar-benar patah.
Anne terpojok, dia terus meminta maaf sampai akhirnya berdiri kembali di hadapan siswi itu.
"Kau harus bertanggung jawab. Lihat saja aku tidak akan melepaskan mu!"
Siswi itu menarik seragam Anne dan ternyata dia tengah melihat tag name nya.
Dengan penuh amarah siswi itu pergi sambil membersihkan rok dan baju nya sesekali merapihkan rambut.
Hanya gelengan kepala yang Anne tangkap dari murid-murid yang menyaksikan dirinya.
"Haihhh memang nya dia siapa?"
Anne pun sama kesal, padahal dia sudah meminta maaf namun sayang nya pasti malah dirinya yang kena masalah dan hal itu sudah terbiasa bagi Anne.
Baru juga sampai di dalam kelas, tas gendong pun belum sempurna mendarat di atas meja, teman kelas nya malah mengatakan hal yang menyebalkan.
"Sok pintar sekali! Hahaha kasihan sekali anak miskin kita ini"
"Kita galang dana saja kah? Kan sebentar lagi ada study ke luar, aku yakin dia ingin ikut hahahaha"
Seperti biasa, Anne mengabaikan mereka, tapi entah dari mana mereka tahu kalau dirinya giat belajar agar bisa ikut study itu.
Study kali ini akan sangat berpengaruh terhadap masadepan nya, untuk itu dia ingin ikut tapi bukan jalur bayar. Annelis giat meningkatkan prestasinya agar terpilih, namun sekali lagi hanya uang yang bisa mengendalikan semua nya
Mungkin untuk sekarang dan ke depan nya, Anne hanya bisa menunggu keberuntungan saja.
"Mulut kalian bau. Terus saja banggakan harta orang tua kalian!" Decih Anne berdiri dan langsung kembali ke luar kelas.
Kursi yang di duduki oleh teman nya itu di tendang sedikit.
"Yaaak"
"Sialan kau" Pekik nya langsung berdiri karena dirinya hampir terjatuh. Anne si pelaku malah melenggang pergi.
Di sekolah, Anne tidak memiliki teman. Dari pertama masuk sampai sekarang sudah tahun ke dua dirinya sekolah, sama sekali tidak ada yang ingin berteman.
"Anne ini surat terakhir peringatan. Biaya akhir semester harus segera di bayarkan, kalau tidak kau tidak akan bisa mengikuti ujian"
"Setengah biaya sudah di bayar oleh pihak sekolah dari biaya beasiswa mu, jadi ini total sisa yang harus di bayar"
"Jangan terlalu terobsesi dengan acara study nanti, ibu yakin kau bisa mendapatkan nya. Tapi untuk saat ini kau harus menyelesaikan pembayaran yang ini terdahulu"
Ibu wali kelas sangat menyayangi Anne, mungkin hanya dia yang mengerti bagaimana karakter Anne saat di sekolah.
"Tapi bu, Study itu penting buat Anne. Bukankah di sana akan ada banyak orang-orang sukses menjadi pengisi acara? Anne juga ingin mengekspresikan kebolehan Anne di sana"
Ucap Anne perlahan mengambil alih amplop di tangan Ibu Wali kelas.
Ibu Wali kelas hanya mengulas senyum, sorot mata nya tidak lagi terbaca. Anne menunduk, dia ingin sekali menangis.
Baru juga ke luar dari ruang guru.
"Heh bocah"
Tentu saja kaget, tiba-tiba orang itu menonyor kepala Anne.
"Yaak, bisa sopan sedikit?!" Sentak Anne menatap sinis siswi itu.
Ternyata siswi itu yang tertabrak Anne tadi pagi, tidak hanya ada dia tapi juga siswi itu membawa teman nya.
"Bawa dia" Perintah nya.
Sekejap teman-teman nya menyeret Anne ke belakang.
Brughh
"Annelis? hahaha sial, nama yang bagus...."
"Tapi,,,,"
Kim mengamati Anne. "Miskin hahahaha"
Annelis berlutut tapi tidak dengan tatapan nya, tatapan itu tajam seakan hendak memangsa. postur wajah nya sangat mendukung.
"Yaak lihat matamu. Kita congkel baru tahu rasa!" Olok mereka dengan tawa menjengkelkan.
"Orang yang terlahir miskin sangat menjijikan. hahahaha nasib mu buruk sekali..."
"ARghhh"
Anne meringis, Kim menarik rambut nya begitu kuat. "Hanya gelang kau melakukan hal rendah seperti ini? Manusia seperti kalian memang sangat menjijikan!"
"Hahaha apa? Aku miskin? Kata siapa aku miskin? Yang ada kalian yang miskin. Pamer harta orang tua saja bangga!"
Tanpa menepis tangan Kim dari rambut nya. Anne dengan wajah dingin mengolok-olok mereka, seakan memutar balik keadaan.
"Benar-benar minta di hajar!!"
'Plak'
'Plak'
Tangan teman Kim melayang, menampar berukang pipi Anne.
"Masih kurang?" Seringai bibir Kim seakan tidak membuat Anne gentar.
Tatapan Anne tidak berubah, membuat Kim dan teman-teman nya merasa jengkel.
'Brughhh'
"Arghhsss"
Anne kembali meringis, dia ditendang sampai tersungkur lumayan jauh. Masih tidak ada perlawanan dari Anne saat ini.
"Gadis sialan. Kau tidak tahu harga gelang-gelang itu hah? Meskipun kau bayar dengan harga ratusan juta masih tidak akan cukup!!"
Kim berteriak marah sambil melempar potongan gelang yang sudah tidak bisa lagi diperbaiki.
"Lalu kau minta nyawa saya. Begitukah?!" Seru Anne berdiri tegap, merapihkan rambut nya yang terurai. Sesekali merapihkan rok dan baju yang nampak kotor.
Sorot mata yang menyala-nyala terhalang oleh rambut, untuk itu tidak ada yang sadar jika Anne sudah dalam mode serius.
"Bagaiama?"
Tukas Anne, mensejajarkan wajah nya dan ekspresi itu seketika berubah. Ujung bibir nya tersenyum manis dan sorot mata nyalang pun nampak tak terlihat.
Ekspresi Anne membuat Kim dan yang lain nya geram. "Nyawa, atau ganti dengan uang? Saya sama sekali tidak peduli tentang itu!"
"Oh ya saya baru ingat. Ini ambillah!!"
Anne mengeluarkan kater kecil dari sakunya
"Ambil nona.Silahkan!"
Mimik wajah Anne benar-benar membuat susana membeku.
Gestur tubuhnya memaksa Kim untuk mengambil pisau kecil itu.
Mereka semua saling lempar tatap, dan
"Yaaakk"
Kim semakin marah, teman-teman nya pun maju dan menyeret Anne kembali ke hadapan bos nya.
"Kau benar-benar sangat menjijikan"
Kim mencengkram pipi Anne.
'Plak'
'Plak'
Rembesan darah mulai ke luar dari sudut bibir Anne, namun tatapan Anne masih sama. Masih dingin dan tajam tanpa perlawanan.
Kening pun sudah tergores, darah pun ikut ke luar dari sana.
"Dari sekarang, kau akan menjadi mainan kita. Anggap saja kau sedang melunasi hutang yang tidak akan lunas-lunas ini, Anne!"
'Cihhh'
Anne meludah, tatapan nya kian mendingin. Kim dan juga kedua temannya tertegun di tempat.
"Silahkan saja, tapi...."
'Plak'
'Plak'
'plak'
'plak'
Brughhh
Brughhh
"Areghhhhhsss"
"Arghhhhhsss"
Kedua teman Kim tumbang dalam satu pukulan. Darah ke luar dari mulut mereka saking keras nya tamparan dan tendangan dari Anne.
"Kau juga harus tahu. Aku tidak mudah terganggu hanya dengan ancaman konyol mu itu!"
Anne mendekatkan bibir nya di telinga Kim.
"Tentu saja, aku bisa lebih dari ini. Kau boleh mencobanya!"
Smirk mengerikan muncul, seakan ada iblis yang tertidur di dalam diri Anne.
Kim semakin terpaku, wajah nya pucat seketika akan ucapan dari Anne.
"Kim" Panggil kedua teman nya.
Kim masih tertegun di saat Anne sudah melenggang pergi. Ringisan pun masih terdengar dari kedua teman nya, pukulan yang benar-benar dahsyat.
Jam sekolah pun usai, Anne pulang dengan sepeda cacat nya karena peristiwa tadi pagi.
"Yuji?" Gumam Anne menangkap keberadaan Yuji saat ini.
Yang di buat khawatir, Anne melihat Yuji dengan wajah lelah. Handuk kecil menanggal di tengkuk leher dan satu kantong minuman bersoda yang sepertinya baru di beli.
"Yuji" Teriak Anne dari sebrang jalan. "Yuuujii" Anne kembali berteriak namun sayang sepertinya sang kakak tidak mendengar.
'Tin'
'Tin'
'Tin'
Anne melintas tanpa melihat rambu lalu lintas alhasil banyak klakson kendaraan berbunyi.
"Yuuujii" Anne kembali berteriak di tengah gempuran suara klakson. Punggung kakak nya masih terlihat untuk itu dia berteriak.
"Aisshh sial"
Luka di wajah masih pekat namun Anne seperti tidak kesakitan.
'Tiiinnn'
Klakson berbunyi panjang. Kedua bola mata Anne seakan hampir melompat. Satu mobil hitam pekat hampir saja menabrak nya.
"Nona anda baik-baik saja?" Pria sekitar kepala tiga turun dari mobil.
Anne masih tertegun di tempat.
"Aah? Oh saya baik-baik saja paman" Anne bergegas menyingkir dari hadapan pria itu sembari membunguk meminta maaf.
"Lain kali berhati-hati lah" Tutur pria itu. Anne hanya tersenyum dan langsung berbalik ke arah Yuji pergi.
Pria itu kembali masuk ke dalam kemudi sesekali menatap tuan nya dari kaca spion.
"Kita akan terlambat lima menit" Ucap Pria itu.
Mobil pun kembali melaju namun sang tuan menoleh ke arah di mana Anne pergi.
"Perasaan ini tidak asing" Gumam Aarav masih menatap arah kepergian Anne.
**
'Bugh'
'Bugh'
'Bugh'
Tubuh Yuji terkapar, keringat bercucuran dan debu pun mengotori seragam kerja nya.
"Yuji"
Anne benar-benar kaget saat kakinya tiba di sebuah pabrik besi di mana kemungkinan Yuji bekerja.
"Yuji?" Anne kembali berteriak. Kini dirinya tidak lagi memperdulikan Sepeda dan sepatu baru nya.
Semua orang menoleh ke arah teriakan. Anne berlari sekuat tenaga. "Yuuujiii" Teriakan Anne memekik sampai telinga Yuji yang mendengung kembali mendengar normal.
"Arrghhh. Ja...ngan ke si...ni"
Ringisan Yuji mengiris hati Anne. Sang kakak mengkode agar menjauh dari tempat itu
"An..ne" Suara Yuji tercekat. Rekan-rekan kerjanya terus memukul dengan tongkat yang ada.
Suara tarikan besi terdengar. Anne semakin berlari dan
Brughh
Trangg
Yuji kembali tersungkur, kini keningnya semakin banyak mengeluarkan darah.
"Yaakk keparat" Anne memaki mereka. Mendorong badan orang-orang yang menyakiti kakak nya.
"Owwww siapa gadis manis ini?"
"Cantik sekali"
"Boleh nih..."
Mata-mata keranjang, mulut mereka pun bau alkohol. Anne sesaat mengecek jam tangan nya.
"Apa yang kalian lakukan hah?"
"Yuji bangun hikss...Yuujiii"
Anne menyadarkan Yuji yang kini terpejam. Air mata nya tak dapat lagi dibendung.
"Siapa kalian hah? Berani-berani nya memperlakukan dia seperti anjing!!"
Anne semakin marah, kemarahan nya sudah memuncak.
"Hahahaha oh ayolah gadis manis, kami hanya sedang bermain-main!"
"Hahahha Heh brandal, harusnya kau beritahu kami kalau kau punya gadis semanis ini"
Sikap mereka benar-benar membuat Anne murka. Berani-berani nya menggoda dirinya di saat seperti ini.
"Singkirkan tangan kalian!!" Anne benar-benar geram.
Pria itu tidak mendengar dan malah semakin mencengkram pundak Anne.
Dan
'Brughhh'
"Arghhhh"
Badan pria itu terpelenting di hadapan ketiga teman nya.
"Owhhh"
Mereka reflek mengangkat tangan dengan ekspresi menjengkelkan.
"Pergiiiii" Suara Anne terdengar seperti auman.
"Siapa di sana?"
Suara lain terdengar dari arah lain. Aneh nya orang-orang itu langsung kabur, seperti mengenal suara nya.
Anne menetralkan nafas nya dan merogoh ikat rambut di saku.
"Yuujii" Anne menepuk lembut wajah Yuji dan menyimpan kepala nya di pangkuan.
"Yuuji?" Orang itu langsung menghampiri.
Pria berpakaian rapi dan berkacamata terlihat kaget dengan keadaan Yuji.
"Ayo kita ke rumah sakit"
...**...
Anne tidak banyak bertanya saat ini. Mental nya kembali terguncang akan kondisi Yuji.
Sampai di rumah sakit, Anne hanya duduk terdiam, menunduk menatap sepatu pemberian sang kakak.
"Kau Annelis?" Tanya pria berkacamata itu lalu memberikan air minum seraya langsung duduk di samping Anne.
Anne bergeser agar tidak terlalu dekat. Pria berkacamata itu pun hanya mengulas senyum.
"Perkenalkan, saya Nadive Ryuga" Pria itu mengulurkan tangan.
"Anne" Tanpa membalas salam, Anne pun berucap. Nadive kembali mengulas senyum.
"Kau pasti adik Yuji, kan?" Nadive kembali bertanya seolah-olah disengaja agar ada obrolan.
Anne menoleh, menatap curiga ke arah pria di sampingnya.
"Haha, Jangan menatap saya seperti itu Anne. Saya hanya menebak saja karena beberapa kali Yuji menceritakan bagaimana manis adiknya itu!"
"Dengan konyol nya, dia terus menceritakan yang bahkan wajah nya pun tidak pernah rela dia perlihatkan kepada saya"
"Dari bagaimana dia menceritakam adiknya, saya rasa Yuji benar-benar menyayanginya"
Anne hanya diam, dia menangis dalam tunduk nya.
Nadive menatap Anne yang tertunduk. "Dia beruntung memiliki adik seperti kamu!" Seru Nadive kembali.
Anne mengangkat kembali kepala. "Bukan dia, tapi saya yang beruntung memiliki kakak seperti dia"
Walaupun gemetar, namun Anne berhasil menahan air mata nya yang terus mengalir, sampai dimana dokter yang menangani Yuji keluar dari balik pintu.
"Pasien sudah sadar" Ucap sang dokter dengan senyum ramah.
"Terimakasih dokter! " Anne sangat senang, dia pun masuk di ikuti Nadive
"Yuujii"
Teriakan Anne bukan main, dengan masih memakai seragam sekolah lengkap tas gendong masih setia di atas punggung, Anne pun berlari.
"Haiihh"
Reflek Yuuji dan Nadive menutup telinga mereka serempak.
"Anne sayang, ini rumah sakit bukan hutan!" Ucap Yuuji pelan nan lembut.
'Brughh'
"Arrghh"
Yuji meringis serta kaget karena Anne memeluk nya saat ini.
"Anne Anne badan mu bera...t" Keluh Yuji.
"Yaak mati saja sana" Anne semakin mengeratkan pelukan nya.
Ucapan Anne memang sering terdengar sarkas dan menyakitkan, tapi Yuji mengenal siapa Anne untuk itu sikap dirinya nampak biasa dan senang.
"Thank" Ucap Yuji pada Nadive. Nadive merespon dengan kode dagu nya.
Yuji menautkan alis karena Nadive mengkode dengan kening dan ujung bibir dirinya sendiri pada Anne yang masih betah memeluk sang kakak.
Yuji paham akan kode dari Nadive.
"Anne"
"Apa?" Respon Anne malah ketus, dia pun duduk di kursi samping brangkar.
"Astaga, ini kenapa lagi?" Yuji memegang dagu Anne dan memeriksa nya berulang.
"Jatuh"
Alasan yang tidak masuk akal. Mana ada jatuh lebam di ujung bibir.
"Bagaimana bisa? Jatuh nya kaya gimana sampai luka di sini?" Yuji menyentuh pelan luka Anne. Anne reflek menghindar.
"Berisik!"
Ketus nya, namun sambil meraih tangan sang kakak. "Yuji" Bibir Anne kecut seperti anak kecil tengah merengek.
Nadiv peka, dia pun ke luar dan menutup pintu.
"Kakak. Panggil aku Kakak, Anne!"
"Yujii" Kekeh Anne.
"Oke oke, sekarang katakan ini kenapa? Kau berkelahi lagi? Kan kakak udah bilang berkali-kali jangan berkelahi."
"Ini, ini. Lihatlah sendiri lebam nya banyak_"
Yuji dengan lembut mengusap lebam di wajah Anne.
"Yuji, Anne kerja lagi saja ya! Anne juga bisa cari uang. Kemarin Paman An menawari kerja paruh waktu di minimarket. Tempatnya dekat sama rumah"
"Jadi Anne bisa bantu Yuji"
Genggaman tangan Anne begitu erat pada jemari Yuji, wajah nya memang nampak dingin namun di balik itu ada rasa yang sangat begemuruh akan kakak nya.
"Tidak"
"Anne akan baik-baik saja! Anne janji bisa jaga diri. Jam kerja nya juga tidak lama, jam pulang sama dengan Yuji. Bolehkan?! Jadi Yuji bisa jemput, sekalian pulang"
Anne terus berusaha merayu, memberi pengertian agar dirinya bisa kembali bekerja paruh waktu seperti sebelum nya.
Yuji mendengarkan namun jiwa dan raganya tetap tidak akan mengizinkan adik satu-satu nya bekerja paruh waktu.
"Tidak Anne. Kakak bilang tidak! Kau harus dengar itu!"
Tolak Yuji mutlak
Anne mencebik, dia paham jika keputusan Yuji tidak bisa di ganggu gugat.
"Uang sekolah harus di lunasi minggu depan, di tambah utang Papa yang terus menumpuk. Yuji, Anne bisa bantu!"
"Tidak Anne. Kakak bisa cari uang sendiri! Kakak bisa melakukan nya."
Anne menatap selidik. "Sampai seperti ini? Bisa-bisa nanti nyawa kakak melayang kalau terus kerja di sana!"
"Anne tau, bagaimana Yuji kerja. Anne melihatnya! Kenapa Yuji begini? Hikss...hikss..hikss Anne tidak mau jadi beban terus! Anne juga bisa kerja lagi. Yuji!"
Tiba-tiba Anne terisak, kepalanya menunduk tidak berani menatap Yuji.
"Hikss..Hikss ba,,hkan Yuji tidak bisa melanjutkan kulian juga karena An,,ne kan?"
Anna terus menangis, deru nafasnya tercekat-cekat.
Tangan Yuji terulur, mengusap pucuk kepala sang adik seraya menenangkan.
"Kakak baik-baik saja. Anne!"
"Anne cukup sekolah yang rajin, biar kakak urus sisanya!"
Yuji terus menenangkan Anne dengan mengusap kepalanya. Dirinya pun ingin menangis, karena hatinya seperti di iris dengan silet tipis. Jantung nya berdegup tidak karuan.
"Percayalah, Kakak bisa melakukan nya!" Yuji kembali melanjutkan ucapan nya, di sela tangisan Anne.
...**...
Flashback On
Blentrang...
prang...
prang..
rrrrrnggg..
Piring dan gelas dari alumunium, kaca dan almari berpintu kaca habis di lempar dan di banting.
Amukan Izawa membuat seisi rumah hancur. Serpihan kaca berserakan begitupun barang yang lain.
"Hekksss...heksss"
Tangisan Anne semakin kencang, air mata memanas. Anne berjongkok di ujung.
"Anak tidak tahu diuntung kau. Tidak berguna!"
"Cari uang sana, cuman bisa jadi beban keluarga saja. Pergi cari uang! Jangan pulang tanpa membawa uang. Anak sialaan!"
Izawa terus berteriak menggelegar. Keadaan nya tengah mabuk entah kenapa tiba-tiba dia seperti itu.
"Yujii_ Hikss"
Disela tangis nya, Anne terus memanggil Yuji.
"Pergi, cari uang yang banyak-_"
"Arrrghh"
'Hikss'
'Hikss'
"Yuji heuks,, Heukss" Tangis Anne pun semakin keras. Bibir nya bergetar begitupun dengan lutut nya.
"Terus panggil kakak tidak berguna mu itu. Dia tidak akan pulang hanya karena kau memanggil nya. Anak sialan!"
"Aarrgh Yuji hikss...hikss"
Izawa benar-benar seperti orang gila, pergi entah kemana namun saat pulang pasti dalam keadaan mabuk dan berutang.
Anne tidak mengerti kenapa papa nya jadi seperti itu. Dulu papa nya orang yang sangat baik dan menyayangi nya, namun semenjak kepergian sang ibu bisnis papa menurun dan akhirnya bangkrut.
Seiring berjalan nya waktu, papa nya masih sangat baik, tapi semenjak dirinya masuk sekolah menengah sikap sang papa berubah drastis.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!