NovelToon NovelToon

Kontrak Jiwa

-PROLOG-

Kau dan Aku

Seperti Langit dan Bumi

Seperti Cahaya dan Kegelapan

Seperti Sinar dan Bayangan

Seperti Siang dan Malam

Seperti Bintang dan Bulan

Seperti Bunga dan Ilalang

Kita Berbeda

Namun...

Yang Maha Kuasa Punya Rencana

Mengikat Kau dan Aku dengan Cinta

Agar Dapat Memperbaiki Cerita Kita di Kehidupan Masa Lalu

Yang Penuh Nestapa dan Angkara

“Hosh…, hosh…, hosh…”

Terdengar napas memburu dan menderu dari langkah kaki indah dengan gemericik gelang yang melingkar di kedua pergelangannya. Kibasan selendangnya tak menyurutkan kecepatan jejakan kakinya. Gadis itu tampak begitu takut dan berlari sekuat tenaga untuk menghindari kejaran pemuda yang telah dicuranginya dalam perjanjian yang ia ajukan sendiri. Lari dan lari adalah satu-satunya jalan untuknya saat ini. Ia tahu pasti bahwa dirinya bersalah, namun dendam dan kekecewaan karena martabatnya yang terinjak oleh ego sang pujaan hati telah menyelimuti hatinya hingga mati dan membuatnya melakukan segala cara agar pemuda itu menyadari kesombongannya bahwa tak semua apa yang diinginkannya dapat terpenuhi.

“Berhenti kau Jonggrang!!!” Teriak pemuda gagah berani namun angkuh itu. Harga dirinya terluka, impiannya hancur berkeping-keping oleh tipu daya dari gadis yang begitu ia puja dan cintai sepenuh hati demi sebuah hasrat tak bertepi untuk menjadikannya permaisuri hati. Padahal ia dengan sekuat tenaga dan kemampuannya berusaha memenuhi permintaan yang sungguh di luar akal sehatnya meskipun sosoknya adalah ksatria sakti mandraguna dengan segala macam ajian yang dikuasainya.

Langkah kaki gadis bernama Roro Jonggrang itu terhenti. Ia sadar bahwa dirinya tidak dapat terus melarikan diri dari sosok Bandung Bondowoso yang dengan mudahnya membunuh ayah tercintanya, Prabu Boko Balaputradewa. Dengan sekuat tenaga dan mengepalkan kesepuluh jarinya demi meredam rasa takutnya, Roro Jonggrang memutar balik tubuhnya menghadap kearah Bandung Bondowoso yang telah dilingkupi amarah.

“Mengapa? Mengapa kau lakukan hal ini Jonggrang? Mengapa?!” Nada suara Bandung Bondowoso semakin melengking tinggi hingga kepalan tangan Roro Jonggrang semakin menguat agar ia tak gentar terhadap murka sang Putra Mahkota Kerajaan Pengging. “Padahal aku sangat tulus mencintaimu! Bahkan rela memenuhi permintaanmu yang tak masuk akal itu!”

“Karena aku ingin melihat keruntuhan dari kesombonganmu Bandung Bondowoso,” Senyuman sinis tergurat lugas dibalik rasa takut Roro Jonggrang. “Kebesaran mulutmu seperti angin lalu. Jangan kau pikir karena kau lebih kuat dariku sehingga dapat seenaknya menaklukkan diriku dengan cara dan sikapmu. Kini kau laksana manusia tak berharga di hadapanku. Aku ingin agar kau dapat merasakan kekecewaan dan dendamku karena telah dengan seenaknya membunuh ayahandaku demi memenuhi ambisi keluargamu!”

“Aku…,” Bandung Bondowoso menundukan kepalanya sejenak untuk mengingat kembali atas apa yang telah dilakukannya kepada Roro Jonggrang. Betapa arogan dirinya hingga membunuh ayah dari sang gadis tepat di depan matanya demi memuaskan ambisi ayahnya, Raja Damar Maya dalam memperluas wilayah Kerajaan Pengging hingga mengusik Kerajaan Prambanan. Namun rasa bersalahnya ia tutupi dengan egonya yang terluka karena merasa dikhianati oleh cara Roro Jonggrang menggagalkan dirinya dalam membuat seribu candi sebagai mas kawin yang akan digunakannya untuk meminang sang putri.

“Bumi Kerajaan Boko ini merasa tidak terima dipijak oleh dirimu yang telah berani menumpahkan darah rajanya dengan kerismu itu. Kau telah kalah siasat denganku Bandung, dan dendamku atas kematian ayahku telah terbayarkan.” Sepasang mata indah Roro Jonggrang menggenang. Hatinya sebenarnya sakit bagai ditusuk sembilu karena harus mengucapkan kata-kata sekejam itu kepada Bandung Bondowoso. “Sebaiknya kau kembali ke kerajaanmu dan melupakan aku.”

Mengapa? Mengapa semuanya jadi seperti ini? Tangis Roro Jonggrang dalam hati. Padahal awalnya semuanya baik-baik saja. Ia dan Bandung Bondowoso hanyalah sepasang kekasih yang saling mencinta tanpa mengetahui bahwa mereka berasal dari kubu yang berseberangan dalam berebut kuasa. Jika tidak ada insiden pemuda itu membunuh sang ayah tercinta, mungkin ia dengan senang hati memenuhi pinangan darinya. Namun kenyataan berkata lain, takdir membawa mereka menuju ke jurang dendam dan nestapa hingga rasa cinta yang semula tersulut menyala berubah padam tak bersisa.

“Hanya tinggal satu candi,” Desis Bandung Bondowoso. Hawa membunuh yang sempat teredam oleh diamnya pemuda itu atas semua cacian yang terlontar dari bibir indah Roro Jonggrang kembali bergolak, dan kali ini telah mencapai titik maksimalnya. Ditatapnya lekat Roro Jonggrang seolah gadis itu adalah mangsa yang tak akan bisa melarikan diri darinya. “Hanya tinggal satu candi lagi Jonggrang…”

Roro Jonggrang yang merasakan hawa tak mengenakan itu pun perlahan melangkahkan kakinya ke belakang. Tubuhnya bergetar hebat Ketika Bandung Bondowoso mengeluarkan keris kebanggaannya dan menyedekapkan benda sakti itu di dada sambil merapal ajian mantra.

“Jonggrangggggg!!!!” Bandung Bondowoso mengangkat keris yang digenggam oleh tangan kanannya ke atas sementara tangan kirinya menunjuk tepat kearah Roro Jonggrang. “Sebagai imbalan atas kecuranganmu, biarlah rasa cintaku yang kusalurkan pada seluruh ajian di tangan kananku ini mengutukmu sebagai penggenap candi permintaanmu dengan menjadikan engkau candi pelengkap dan termegah diantara segalanya serta kekal tak lekang oleh waktu!”

Roro Jonggrang terdiam. Perlahan bagian bawah tubuhnya tak dapat digerakkan karena telah berubah menjadi batu. Ia telah pasrah akan nasib tragis akhir cintanya. Disatukannya kesepuluh jari lentik miliknya dan ditempelkannya ke dada untuk mempercepat proses pembatuan dirinya menjadi sebuah batu stupa.

Bandung Bondowoso tak menyangka bahwa Roro Jonggrang lebih memilih untuk mati menjadi batu daripada memohon maaf kepadanya.

Sebelum dirinya menjadi batu seutuhnya, Roro Jonggrang tersenyum dalam tangisan yang tak dapat ditahannya lagi. Gerakan mulutnya menyadarkan tindakan Bandung Bondowoso yang lebih mementingkan angkara. Namun semuanya sudah terlambat…

Di hadapannya kini telah lengkap seribu candi dengan arca sang dewi di dalamnya sesuai permintaan cinta sejatinya. Tubuhnya terjatuh lemah tak berdaya dalam tangisan tiada hentinya memanggil-manggil nama Roro Jonggrang hingga menggerogoti sukmanya untuk menyusul sang belahan jiwa yang telah dengan tega dikutuknya.

Seandainya…

Seandainya mereka diberi kesempatan untuk hidup kembali, mungkin akan berbeda jalan ceritanya…

Berharap mereka dapat bersatu dengan jiwa yang sama meskipun dalam tubuh yang berbeda.

***

-DANASTRI CANDRAMAYA-

“Kita putus saja.”

Danastri Candramaya atau biasa dipanggil Danas hanya dapat menepuk dahinya dengan kedua tangannya sambil menghela napas panjang ketika mendengarkan kalimat putus dari Arya. Padahal hubungan mereka baru berjalan seumur jagung. Ini sudah kesekian kali dirinya gagal dalam percintaan. Harapan dapat ke jenjang pernikahan yang menjadi impian banyak orang berstatus single sepertinya pada akhirnya kembali pupus.

“Apa alasanmu meminta kita putus, Arya?” Tanya Danas setelah berhasil mengendalikan perasaannya saat ini. Sedih? Pasti, kecewa? Pasti, patah hati? Apa lagi. Bagaimana tidak, ia merasa hubungannya dengan lelaki yang dikenalkan oleh salah satu temannya adalah sosok partner kerja yang baik dan orang yang baik pula ternyata tidak jauh berbeda dengan mantan-mantannya, hambar dan bubar di bulan ketiga. “Kalau kau katakan aku terlalu baik untukmu rasanya terlalu klise.”

Arya sempat tersentak mendengar pernyataan dari Danas, perempuan yang selama tiga bulan dikencaninya. Ia sendiri pun bingung, perasaan cinta yang menggebu di awal pertemuan dengan Danas tiba-tiba lenyap tak berbekas ketika hubungan mereka menginjak bulan ketiga. Danas adalah sosok gadis yang cantik, baik hati, apa adanya, dan cemerlang dengan karir yang begitu membanggakan namun tetap rendah hati di hadapannya. Ia pun sejak awal mengenal Danas sudah tahu kehidupan seperti apa yang dimiliki gadis itu dan tidak mempermasalahkannya.

“Kau tak perlu khawatir kejujuran alasanmu meminta putus dariku akan menyakitiku dan membuat air mataku tumpah,” Danas menyeruput kopi susu pandan favoritnya di Four Leaves Café, sebuah tempat nongkrong berkonsep minimalis berbalut naturalis dengan tanaman-tanaman hijau merambatnya yang akan membawa para pengunjung seakan berada di dalam hutan tropis, penuh kedamaian di tengah-tengah Kota Jakarta yang penuh himpitan dinamika lalu lalang kesibukan berjibaku dengan kerasnya ibukota seolah tak memberikan sejenak napas kelegaan. Ia tersenyum miris dalam hati, sungguh berkebalikan dengan suasana hatinya yang bak genderang perang dan dengan apik ia kendalikan dibalik topeng wajah ‘aku baik-baik saja’.

Tempat yang merupakan saksi sejarah ia memulai awal hubungan dengan lelaki penggila IT di hadapannya ini kini menjadi saksi sejarah pula sebagai tempat berakhirnya hubungan mereka berdua. Ah, dirinya hampir lupa, tempat yang selalu menjadi saksi sejarah tepatnya, di setiap kandas hubungan asmaranya, karena café tersebut adalah tempat favoritnya sejak ia masih menjadi mahasiswa berjaket kuning sebagai almamaternya.

“Ma-maafkan aku Danas,” Arya menundukkan kepalanya dalam di hadapan Danas. “Entah mengapa perasaanku padamu mendadak hilang tak berbekas ketika hubungan kita menginjak tiga bulan.”

Sudahku duga itu adalah alasan yang sebenarnya!

Danas, Danas, ada apa denganmu? Mengapa semua hubunganmu dengan setiap lelaki yang kau kencani hanya bertahan hingga tiga bulan dengan alasan yang sama? Rasanya angka tiga seperti angka kutukan bagimu untuk urusan percintaan. Padahal selama ini angka itu merupakan angka keberuntunganmu jika berhubungan dengan karier pekerjaan bukan? Apa yang salah dengan dirimu Danastri Candramaya? Apa yang telah kau lakukan di masa lalumu sehingga hubungan percintaanmu selalu berakhir tidak bahagia?

“Putus lagi Mbak Danas?” Tanya Putri, manager operasional café tersebut dan juga merupakan saksi bernyawa setiap hubungan Danas yang kandas sejak ia bekerja sebagai barista hingga menduduki jabatannya saat ini. “Ini ada obat patah hati gratis dari saya untuk Mbak Danas.” Putri menyodorkan cappuccino panas dan chocolate cheesy toast untuk salah satu pelanggan setianya itu setelah lelaki yang sejak tadi bersama Danas pergi meninggalkan gadis itu sendirian sambil tertunduk lesu. “Untuk kesekian kalinya,” Ucapnya meringis antara sedih dan kasihan pada gadis cantik itu.

“Iya Mbak Putri,” Jawab Danas frustasi sambil menelungkupkan wajahnya dengan kesepuluh jarinya. “Terima kasih atas perhatianmu yang untuk kesekian kalinya juga.”

“Kalau dipikir-pikir ini sudah kedua puluh kalinya Mbak Danas putus dari pacar Mbak,” Putri ikut bergabung ke meja Danas sambil menikmati menu yang sama dengan Danas.

“Mbak Putri sungguh luar biasa dalam menghitungnya!” Danas takjub mendengar ucapan Putri. “Saya saja sudah lupa karena terlalu seringnya. Sungguh gila ya Mbak? Sebanyak itu dan tidak ada satupun yang berhasil menuju jenjang pernikahan hingga tahu-tahu usia saya sudah menginjak kepala tiga saja. Ckckck, ampun deh, alamat dapat cap playgirl nih dari orang-orang terdekat saya!”

Sebenarnya Putri pun heran, perempuan secantik dan sebaik Danas bisa bernasib malang seperti ini. Ia saja yang berwajah biasa-biasa saja sudah menikah dan memiliki satu anak. Apakah mungkin…

“Mbak Danas,”

“Ya?” Sahut Danas dengan mulut penuh makanan. Persetan dengan diet sehat yang selama ini dijalaninya. Yang ia butuhkan saat ini adalah banyak memakan makanan manis untuk segera menyembuhkan rasa kecewa patah hatinya karena besok ia harus kembali ceria dan profesional seperti sedia kala, mengingat pekerjaannya sebagai Corporate Secretary di salah satu BUMN terkemuka yang selalu mendapat sorotan dari banyak media tentang bisnisnya.

“Apakah Mbak Danas percaya dengan adanya kehidupan masa lalu dan reinkarnasi?” Sebenarnya Putri ragu untuk menanyakan pertanyaan yang cukup sensitif itu. Pertanyaan penuh pro dan kontra bagi sebagian orang antara percaya dan tidak.

“Maksud Mbak Putri?”

“Jika Mbak Danas percaya, mungkin seluruh kejadian yang Mbak Danas alami saat ini ada hubungannya dengan perbuatan Mbak Danas di kehidupan sebelumnya.”

Danas tersentak dalam diam. Pikirannya berubah kalut. Tak pernah sekalipun terbesit dalam benaknya tentang hal tersebut. Apakah benar yang diucapkan Mbak Putri? Mungkinkah di kehidupan sebelumnya aku banyak mematahkan hati para lelaki sehingga harus mengunduh hasilnya saat ini? Apakah adil ketika aku yang selalu dididik oleh ibuku untuk menjadi pribadi yang baik dan tak pernah menyakiti orang lain di setiap kata dan perbuatannya harus menerima semua ini?

Putri yang melihat Danas terdiam menjadi tidak enak hati atas ucapannya tadi. “Ah, eh, maksud saya…”

“Tidak apa-apa Mbak Putri,” Danas menggelengkan kepalanya untuk menepis hantaman pertanyaan yang terus bergulir di dalam otak cerdasnya.

“Bu Putri, mohon maaf mengganggu pembicaraan Bu Putri dan teman Bu Putri ini,” Adam, salah satu pegawai di café menghampiri Putri dan membisikkan sesuatu di telinga kiri Putri. “Ada hal penting yang harus saya sampaikan.”

“Kau serius Adam? Tumben sekali?” Tanya Putri. Diam-diam Danas memperhatikan perubahan raut wajah Putri yang nampak terkejut dengan kabar yang disampaikan Adam. Sepertinya ada hal serius yang akan terjadi dan itu bukanlah urusannya. Untunglah pembicaraan tadi tak berlanjut karena hal itu justru akan membuat dirinya semakin diombang-ambingkan oleh sebait kalimat retorika yang entah dimana ia harus mencari jawabannya.

“Iya Bu, beliau sebentar lagi sampai ke tempat ini,” Jawab Adam.

“Baiklah,” Putri mencondongkan tubuhnya kearah Danas. “Mbak Danas, mohon maaf, saya tidak dapat menemani Mbak Danas lama-lama di sini karena sebentar lagi pemilik café ini datang berkunjung.”

“Tidak apa-apa Mbak Putri, pergilah,” Danas tersenyum mempersilahkan Putri pergi untuk melanjutkan tugas dan pekerjaannya kembali. “Terima kasih sudah menemani sejenak perempuan yang sedang patah hati ini. Nampaknya ia sudah harus kembali menikmati waktu secangkir kopinya bersama kesendiriannya lagi.”

“Saya permisi,” Putri undur diri untuk kembali bekerja sementara Danas kembali tenggelam dalam perenungannya tanpa perduli keramaian yang terjadi di sekelilingnya ketika sosok lelaki masuk ke dalam café bersama lima pengawalnya dan dengan mudah merebut hampir seluruh atensi para pengunjung di café tersebut.

Langkah lelaki itu terhenti sejenak. Entah mengapa ia begitu ingin menoleh kearah kiri. Didapatinya sosok Danas yang sedang bertopang dagu dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya sibuk memainkan pinggiran cangkir kopi sambil menikmati pemandangan lalu-lalang kendaraan di luar café.

“Ada apa Pak Ganendra?” Tanya Putri yang baru saja menyambutnya.

“Tidak, bukan apa-apa,” Ganendra menggelengkan kepalanya meskipun di dalam hatinya penuh tanya sambil melanjutkan langkah kakinya kembali menuju ruang kantor milik Putri. Ada apa dengan dirinya yang begitu tertarik kearah perempuan itu? Kenal saja tidak. Sungguh aneh dirasa.

***

-GANENDRA ADIWILAGA-

BRUK!

Danas yang sedang asyik mengecek draft notulen rapat gabungan antara Dewan Komisaris dan Direksi perihal Pencapaian bulan Maret yang telah selesai dibuat oleh salah satu staf khusus dibidang catat-mencatat notulen, dikejutkan dengan tumpukan dokumen yang dibawa Ayu, salah satu bawahan lainnya yang khusus ditugaskan pada Hubungan Antar Lembaga atau bahasa trend-nya sebagai Humas di Divisi Corporate Secretary.

"Ini apa?" Tanya Danas menunjuk dengan pulpen yang sedari tadi dipegang olehnya. Hal yang menjadi kebiasaan tak sadarnya ketika konsentrasi pekerjaan menyedot sumbangsih sel-sel otaknya. "Tidak paper less sekali Yu? Tumben?"

"Mbak Danas lupa ya? Seminggu yang lalu Mbak Danas meminta data-data mengenai Ganendra Adiwilaga, calon partner bisnis penting perusahaan kita ini," Ayu duduk bersandarkan punggung kursi yang ada tepat di depan meja kerja Danas. Ia mengibas-ngibaskan wajahnya yang cukup berkeringat karena membawa dokumen tadi dengan kesepuluh jarinya seolah ia baru saja berhasil menyelesaikan misi berat yang diembannya sebagai bagian Tim Humas, yaitu menjadi telik sandi dalam mengumpulkan data-data calon partner bisnis yang akan ditemui oleh Direktur Utama mereka selengkap-lengkapnya agar proses negoisasi dapat berhasil dan berjalan lancar.

Terkesan seperti pekerjaan marketing, namun percayalah, menjadi bagian dari Corporate Secretary suatu perusahaan itu adalah pekerjaan 'never ending story' yang menuntut seluruh anggotanya harus terus belajar menimba pelbagai ilmu dan rajin mencari tahu akan orang-orang yang terkoneksi dengan pimpinan tertinggi perusahaan tempat mereka bekerja serta tak melupakan kemampuan ilmu komunikasi yang mumpuni sebagai senjata ampuhnya. Hal yang tidak banyak diketahui oleh kebanyakan orang karena hanya melihat dari sisi luarnya saja yaitu sebagai asisten pribadi seorang Direktur yang penuh kontra seakan menggoda para pimpinannya untuk berbuat hina. Jika demikian, sudilah kiranya mereka yang memiliki pikiran nan picik untuk diberi pelatihan khusus menjadi seorang sekretaris perusahaan profesional. Meskipun tak dipungkiri oleh Danas bahwa godaan-godaan itu nyata adanya namun berusaha dibentenginya dengan integritas tinggi sebagai pegangannya untuk menjaga harga dirinya.

"O iya, hampir lupa," Danas mengetuk dahinya dengan pulpen menyadari kealpaannya. "Maklum, banyak yang harus dikerjakan," Ringisan rasa bersalah ditunjukkan gadis itu pada Ayu yang telah bersusah payah mendapatkan informasi mengenai seorang Ganendra Adiwilaga. Sosok public figure dengan jumlah pengikut di media sosial yang di luar nalar kepalanya namun penuh kemisteriusan dimana ia dan timnya mencoba sekuat tenaga untuk menelisiknya. Ia membuka lembar demi lembar kertas berisi profil sang pewaris tahta kerajaan bisnis Adiwilaga Group yang tidak hanya dikagumi oleh kaum hawa karena 'kesempurnaan' yang dimiliki olehnya namun juga dikagumi oleh kaum pria atas segala tindak tanduknya dalam kegiatan maskulinitas yang selalu disampaikan tidak hanya di akun pribadinya namun juga di kolom berita media lainnya.

"Ganendra Adiwilaga...," Gumam Danas sambil mengusap-usap dagunya dengan kelima jari tangan kirinya. Apa yang istimewa darimu sehingga atasan tertinggiku begitu menginginkan untuk menjalin kerja sama denganmu? Bahkan tim humas andalanku saja yang paling haus info untuk urusan mengetahui seluk-beluk orang penting di dalam dunia bisnis merasakan frustasi mencari informasi tentangmu.

"Keren ya Mbak dia," Rasa takjub Ayu tak henti-hentinya disampaikan kepada sosok tercetak nyata di kertas seakan memuja tiada tara. "Muda, tampan, berprestasi dan baik budi. Jika diibaratkan, ia seperti pangeran dari negeri mimpi yang terwujud nyata di hadapan mata kita para kaum jomblo ini untuk berfantasi hingga lupa diri. Bagaimana tidak, dengan kualitas yang luar biasa itu lelaki nan gagah perkasa bak ksatria tersebut masih berstatus single di usianya yang menginjak ke tiga puluh lima tahun. Padahal dengan jentikan jari tangannya yang seperti Thanos sang villain The Avengers, ia mampu mendapatkan perempuan manapun. Dan lebih gilanya, selain banyak pengikutnya, lelaki ini pun banyak pembencinya. Mungkin iri dengan apa yang dicapai dan dimilikinya."

"Kau sedang menyindirku Yu?" Entah mengapa ada sengatan kecil menusuk di dada Danas seakan ia yang merasa terhina dengan ucapan tersilat Ayu.

"Maksud Mbak Danas?" Tanya Ayu bingung.

"Lupakan saja," Gelengan kepala Danas menghentikan laju bibirnya. Hampir saja ia menceritakan kisah dirinya sendiri. Tak tahu mengapa ia merasa Ganendra ini agar mirip seperti dirinya entah dari sudut pandang mana yang jika dilihat secara kasat mata mereka adalah dua sosok yang sangat berbeda dunia. Jika tidak mirip, tidak mungkin ia merasa tersinggung dengan ucapan Ayu tentang lelaki itu. Hal yang tidak akan pernah ia tunjukkan karena merasa malu atas kelemahan diri yang banyak tertusuk duri dan membiarkan kelambu menutupi dengan sosok tegar nan sempurnanya saat ini demi citra baik yang telah dibangunnya sejak dini oleh sang ibu seorang diri tanpa sosok ayah yang melengkapi. "Thank you atas PR-nya ini."

"Sami-sami," Ayu beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu keluar ruangan Danas. sehubungan tugasku sudah selesai, kutunggu traktirannya ya

"Sip, pesan saja yang kau dan anak-anak mau seperti biasa," Danas mengacungkan jari jempolnya.

"Siap Bos!"

***

"Aku tak habis pikir denganmu Ganendra," Dharma menghampiri lelaki tersebut sambil berkacak pinggang dengan napas terengah-engah setelah menyelesaikan aktifitas olahraga berlari di treadmill. Saat ini mereka berada di ruangan khusus untuk berolahraga yang dimiliki oleh Ganendra. Sebuah ruangan yang di desain menjadi bagian dari kantor miliknya dan hanya orang-orang khusus serta pilihan saja yang bisa menjejakkan kakinya untuk masuk ke salah satu area pribadi lelaki tersebut.

"Tentang?" Ganendra tidak menolehkan wajahnya kearah Dharma dan masih sibuk pada aktifitas latihan otot dengan barbel berada di tangan kirinya.

"Sejak kapan kau tertarik dengan bisnis kepelabuhanan?"

"Entahlah, intuisiku mengatakan bahwa aku harus memasuki dunia itu untuk melebarkan sayap kerajaan bisnisku," Jawab Ganendra santai. "Kau saat ini sedang tidak meragukan instingku kan?"

"Hanya terheran-heran," Dharma mengangkat kedua pundaknya dan berjalan mengambil barbel berukuran sama dengan yang digunakan Ganendra.

"Tidak perlu heran Dharma, tidak selamanya dunia bisnis bergantung pada hitungan matematika dengan seluruh logikanya. Terkadang hal-hal di luar tersebut bisa membantu kita untuk melakukannya," Ganendra tersenyum penuh percaya diri.

"Kemampuan dan keberuntunganmu dalam hal bisnis dan pertemanan memang tidak perlu diragukan, namun untuk urusan percintaan sungguh 180 derajat bertolak belakang."

"Ck, ayolah, hidup itu tidak harus mendengar stigma orang, kau akan cepat tua dibuatnya," Ganendra selalu kesal jika topik tersebut diangkat di hadapannya. "Standar bahagia itu berbeda-beda setiap orang, janganlah kau memaksa untuk menyamakannya. Aku sudah Bahagia dengan hidupku sekarang. Jadi lebih baik kau carilah bahagiamu sendiri Dharma."

"Ya...ya...ya..., terserahlah..."

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!