Seorang gadis menggunakan seragam sekolah berjalan dengan sedikit berlari menuju gerbang sekolah, karena sebentar lagi pintu gerbang akan di tutup. Setelah melewati gerbang ia menghentikan langkahnya untuk mengatur nafas, nyaris saja dia terlambat.
Gadis berambut panjang sedikit bergelombang, bermata sipit, kulit putih dan alis cukup tebal itu, ia adalah Almaira Alvania panggil saja Maira gadis berumur 16 belas tahun, murid kelas 10 di SMA Nusa Bangsa.
Hari ini adalah minggu ke dua bagi dirinya menjadi bagian dari SMA Nusa Bangsa. Setelah memalui berbagai macam kegiatan penerimaan murid baru Maira di tetapkan berada di kelas 10 IPA 1. Awalnya ia tidak ingin berada di kelas IPA dan ingin pindah ke IPS, tapi setelah di pikir-pikir berada di kelas IPA juga bagus. Jadi Maira tidak jadi pindah, itung-itung biar terlihat seperti anak pintar pikirnya. Padahal IPA dan IPS sama-sama bagus.
"Huu Alhamdulillah untung aja masih ada waktu, kalau gak udah di hukum gue," ucap Maira sembari menyeka keringat yang membasahi keningnya.
Setelah mengatur nafasnya Maira mulai melangkah menuju kelasnya, ia harus buru-buru karena sebentar lagi jam pelajaran akan di mulai.
Sesampai di kelas Maira berjalan menuju meja paling belakang, di sebelahnya sudah ada siswi dengan rambut di kuncir dua tersenyum manis ke arahnya.
"Kemana aja lo, tumben telat?" Tanya siswi bernama Dewi, ketika Maira sudah duduk di kursinya tepat di samping Dewi.
"Semalam gue begadang, jadi bangunnya kesiangan deh," jawab Maira lemah.
Dewi menggeleng-gelengkan kepalanya, "Makanya jangan begadang, ingat lagu pak haji Roma irama," ucap Dewi menggulung buku dan mendekatkan ke bibirnya, "Bergadang jangan begadang kalau tiada artinya ~ begadang boleh saja aaa kalau ada gunanya ~,"
Maira tertawa pelan melihat gadis yang baru menjadi temannya beberapa hari itu bernyanyi. Menurut Maira beberapa hari ini menjadi teman Dewi sangat menyenangkan, karena Dewi anak yang ceria dan baik di tambah lagi Dewi juga pintar.
"Ya gimana lagi, gue ngerjain pr Fisika yang di beri bapak kemarin. Kan katanya wajib ngumpulin hari ini, mana susah lagi. Ngerti aja belom udah di kasih pr," keluh Maira bagaimana tidak baru pertama kali ia belajar Fisika dan langsung di kasih pr kan pusing jadinya.
"Makanya ngerjain pr itu siang hari jangan malam hari, kan jadi begadang," omel Dewi.
"Iya iya,"
Dewi mengedarkan ke seluruh kelas mencari seseorang, "Oh iya kembaran lo mana? lo gak dateng bareng dia?" Ucap Dewi menanyakan saudara kembar laki-laki Maira.
Maira memiliki saudara kembar laki-laki yang bernama Angkasa Alvano, Angkasa hanya tua dua menit dari Maira dan mereka berdua juga sekelas.
Maira memutar bola matanya malas, "Kalau dia gak ninggalin gue, gak bakalan telat gue," kesal Maira.
"Lah sekarang tuh bocah kemana? Dari tadi gue belum ada ngeliat dia,"
"Gak tau, nongkrong palingan sama temennya di MDC," ucap Maira.
MDC adalah singkatan dari kata Mama Diwa Crew yaitu rumah salah satu kakak kelas yang bernama Diwa, yang selalu di jadikan tempat Diwa dan teman-temannya berkumpul. Letak MDC juga sangat dekat yaitu di samping SMA Nusa Bangsa. Mereka tidak memandang kakak kelas ataupun adik kelas, jika sudah berkumpul dan bersenda gurau bersama mereka di situ sudah pasti menjadi teman mereka.
Melihat banyak siswa berkumpul di rumahnya mama Diwa memutuskan untuk sekalian berjualan makanan, jadi mereka yang bersantai bisa memesan makanannya dengannya jika lapar.
Setelah beberapa saat akhirnya bel tanda masuk sekolah berbunyi, para murid SMA Nusa Bangsa memasuki kelas masing-masing, menanti sang guru tercinta untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
___
"Ra kantin kuy!" Ajak Dewi ketika guru sudah keluar dari kelas, beberapa menit yang lalu bel istirahat sudah berbunyi.
"Kuy gue juga udah laper nih, gak sempet sarapan tadi pagi," balas Maira sambil merapikan bukunya.
"Dek gue nitip ya," ucap Angkasa yang sedang duduk di kursinya, ia duduk tepat di depan Maira.
Maira menatap kembarannya itu sinis, is masih kesal karena Angkasa meninggalkannya tadi pagi.
"Cih beli aja sendiri enak aja nyuruh-nyuruh," ucap Maira dan berlalu meninggalkan Angkasa.
"Dasar adik durhaka, bantuin kakaknya aja gak mau," kesal Angkasa.
Maira menjulurkan lidahnya dari jauh, "Bodoh amaaat,"
"Udah udah weh malah berantem lo berdua," ucap Dewi dan menarik Maira ke luar.
Mereka berdua berjalan melewati lorong sekolah sembari berbincang-bincang. Setiap melalui kelas lain apalagi kelas sebelas dan dua belas yang di depannya pasti selalu ada kakak kelas yang bersantai. Mereka selalu menggoda dan merayu Dewi berusaha untuk mendapatkan nomor WhatsApp nya, tidak heran karena Dewi bukan hanya pintar tapi juga memiliki wajah yang cantik.
Maira jadi merasa insecure berada di sebelah Dewi, karena ia tidak secantik Dewi. Tapi Maira harus selalu bersyukur atas semua yang telah di berikan oleh Allah SWT. Bahkan sampai di kantin pun semua mata tertuju pada Dewi, Maira merasa beruntung bisa berteman dengan Dewi.
"Duduk di situ aja ya kita," ucap Maira menunjuk salah satu kursi di kantin.
Dewi yang sedang memperhatikan papan menu menoleh kearah yang di tunjuk Maira, "Okay, ya udah lo pesen apa nih?" Tanya Dewi.
"Hhm apa ya, bakso aja dah," jawab Maira setelah beberapa saat berpikir.
"Ya udah gue juga bakso deh,"
Setelah pesanan mereka siap, Maira dan Dewi langsung membawa bakso mereka menuju meja yang akan mereka tempati, namun saat beberapa langkah lagi mereka akan sampai tiba-tiba ada dua orang murid laki-laki yang langsung menempati meja yang akan mereka pakai. Untuk beberapa saat mereka berdua tercengang menatap kedua orang laki-laki itu, padahal sudah tidak ada meja yang kosong lagi tapi mereka malah mengambil meja terakhir itu.
Salah mereka sih tidak cepat-cepat duduk di situ:(
"Lah malah di ambil tempatnya, ini gimana ceritanya dah. Duduk di mana nih kita?" Tanya Maira bingung.
"Duduk di depan mereka aja kan masih ada dua bangku kosong tuh," ucap Dewi sembari menunjuk dua kursi di depan murid laki-laki yang sudah mengambil meja mereka.
Maira menatap kursi itu dan Dewi bergantian, "Ya malu lah, ya kali tiba-tiba kita langsung duduk aja. Lagian mereka kan kakak kelas kita, kak Bara dan kak Kevin,"
"Ya mau gimana lagi, duduk aja dah lagian kita juga gak minta bayarin mereka kan?" Ucap Dewi yang akhirnya di setujui oleh Maira.
"Ngomong-ngomong hapal juga lo nama mereka?" Tanya Dewi.
"Ya tahu aja," jawab Maira sedikit salah tingkah, bagaimana tidak itu semua karena Maira menyukai kakak kelasnya yang bernama Kevin itu. Tapi Maira tidak pernah memberi tahukan nya kepada siapa pun.
Dengan malu Maira mengikuti Dewi duduk di kursi depan dua orang laki-laki itu. Hal itu membuat dua orang murid laki-laki itu menatap mereka heran.
Dewi menatap mereka dan mengeluarkan senyum manisnya, "Kak kita berdua duduk di sini ya, masalahnya udah gak ada tempat yang kosong," ucap Dewi meminta ijin.
Mereka yang melihat senyum Dewi yang manis terdiam beberapa saat bagaikan tersihir mereka terpesona dengan kecantikan Dewi. Sedangkan Maira hanya mengeluarkan senyum canggung berharap mereka tidak marah. Di tambah lagi ia menjadi gugup karena berada sedekat ini dengan Kevin.
"Iya gapapa kok, duduk aja santai santai," ucap Kevin yang duduk di depan Dewi.
"Iya duduk aja jangan sungkan jangan ragu hehe," sambung Bara terkekeh.
"Makasih kak," ucap Dewi dengan senyuman manisnya lagi.
Untuk beberapa saat mereka berempat hanya diam, sembari melahap makanan mereka masing-masing. Sebenarnya Maira merasa tidak nyaman, ia sangat malu dan gugup sekarang. Ia melirik Dewi yang sedang santai memakan baksonya.
"Oh iya kita lupa kenalan. Kenalin nama gu.." belum selesai Kevin berbicara sudah di potong oleh Dewi.
"Kevin gue tau kak, kan ada tuh di nametag nya," potong Dewi yang membuat Kevin dan Bara tercengang. Maira yang melihatnya hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah temannya itu.
Kevin tersenyum yang membuat dada Maira berdebar-debar karena melihat ketampanannya. Tidak bisa berada di sini lama-lama bisa membuat Maira jantungan.
"Okey tapi lo gak tau kan gue kelas berapa? Kalau gitu gue ngasih tau kelas gue aja. Gue kelas 11 IPA 2," Dewi hanya mengangguk-angguk kan kepalanya dan tetap fokus menghabiskan bakso miliknya.
"Gue juga sama," tambah Bara.
"Kalian kelas berapa?" Tanya Kevin.
Dewi setelah menghabiskan baksonya Dewi meneguk habis air minumnya dan menatap Kevin dan Bara bergantian.
"Kita berdua kelas 10 IPA 1," Dewi menoleh ke arah Maira, "Ra lo udah selesai?" Tanya Dewi.
Maira mengangguk kecil, "Udah,"
"Ya udah yuk balik ke kelas! Kakak-kakak makasih ya udah ngijinin duduk di sini," tanpa menunggu jawaban dari mereka berdua Dewi langsung menarik Maira untuk meninggalkan kantin.
Sedangkan Kevin terus menatap kepergian Dewi dan Maira dengan bibir yang tersenyum, membuat Bara menatapnya heran.
"Kenapa lo senyum-senyum begitu? Suka lo dengan mereka?" Tanya Bara.
"Bukan Mereka tapi dia."
Maira sedang berjalan sendirian, ia baru saja keluar dari toilet sampai tiba-tiba Kevin dan Bara yang sedang duduk di depan mereka memanggil Maira. Maira benar-benar tidak menyangka bisa berbicara dengan Kevin, ia sangat senang.
"Iya kenapa kak?" Tanya Maira dengan mengulas senyum manis di bibirnya.
Bara menunjuk kevin dengan telunjuknya, "Dia mau minta nomor wa," ucapnya.
Maira tidak salah dengarkan Kevin meminta nomor WhatsApp nya, oh Tuhan kalau ini mimpi tolong jangan bangunkan Maira dari mimpi ini.
"No nomor wa kak?" Tanya Maira gugup.
Kevin menganggukkan kepalanya, "Iya, lo punya kan nomor wa Dewi?"
Pertanyaan Kevin seketika membuat Maira membeku, ia kira Kevin meminta nomor WhatsApp nya tapi ternyata Kevin meminta nomor WhatsApp Dewi. Maira sudah sangat percaya diri, ini benar-benar sangat memalukan. Rasanya ada benda tajam yang menusuk dadanya sangat sakit.
Maira berusaha menenangkan dirinya, ia tidak boleh terlihat sedih, "Ada kok kak, tapi aku tanyain ke Dewi dulu ya. Soalnya dia gak suka nomor wa nya sembarangan di kasih ke orang,"
"Oke, nanti kalau dia mau bilang ke gue ya," ujar Kevin dengan senyuman di bibirnya, membuat jantung Maira berdegup kencang walaupun ia tahu Kevin tidak suka padanya.
"Ya udah kalau gitu saya ke kelas dulu ya kak,"
"Iya makasih banyak ya Maira,"
Tanpa menjawab Maira langsung meninggalkan Kevin dan Bara yang sedang tersenyum senang
karena akan mendapatkan nomor WhatsApp Dewi. Sedangkan Maira hatinya sekarang sangat sedih, padahal ini pertama kalinya ia menyukai seseorang tapi malah bertepuk sebelah tangan. Ha sangat menyedihkan ಥ‿ಥ.
Hari ini bukan hanya Kevin yang memanggil Maira, hanya untuk meminta nomor WhatsApp milik Dewi tapi ada beberapa kakak kelas bahkan yang seangkatan pun ada. Maira menjadi pusing menghadapi mereka, kenapa mereka tidak langsung memintanya saja dengan Dewi. Masa iya suka dengan perempuan tapi minta nomor WhatsApp nya saja tidak berani.
Jam pelajaran telah berakhir, Angkasa sudah duduk di atas motor Vario 125 berwarna merah miliknya. Menunggu sang adik tercinta, tadi Maira kebelet buang air jadi ia pergi ke toilet sebentar.
"Udah?" Tanya Angkasa ketika Maira berlari ke arahnya dengan air muka yang murung.
"Udah yuk pulang!" Ajak Maira yang langsung mendudukkan dirinya di atas motor.
"Lo kenapa?" Tanya Angkasa khawatir, ia rasa ada sesuatu yang terjadi dengan adiknya.
"Gapapa, ya udah yuk buruan pulang gue capek pengen rebahan," ucap Maira mengelak.
"Pakai helm dulu atuh neng," ucap Angkasa menyodorkan helm bogo berwarna hitam kepada Maira.
Cepat-cepat Maira memasang helm dan langsung melingkarkan tangannya di perut Angkasa, "Udah nih yuk jalan,"
Tanpa menjawab Angkasa langsung memutar kunci dan menjalankan motornya meninggalkan SMA Nusa Bangsa yang di penuhi murid-murid yang bersiap-siap untuk pulang ke rumah masing-masing.
Tanpa mereka berdua sadari, banyak pasang mata yang menatap mereka. Banyak yang mengira Angkasa dan Maira adalah sepasang kekasih, kebanyakan dari kakak kelas karena mereka tidak tahu kalau Angkasa dan Maira adalah saudara mana kembar lagi.
"Idih mesrah banget tuh, gak tau malu mesra mesraan di sekolah," sinis salah satu murid, dia tidak tahu mereka berdua adalah kakak beradik.
___
Sesampainya di rumah Maira masuk ke dalam kamarnya, tanpa melepas seragam ia merebahkan tubuhnya di kasur. Saat ini ia merasa galau, tadi saat ingin ke toilet Maira melihat Kevin meminta secara langsung nomor WhatsApp Dewi. Dan yang membuat Maira makin sedih Dewi memberikan nomor WhatsApp nya. Maira menutup wajahnya dengan bantal, ternyata jatuh cinta seribet ini ya.
Setelah beberapa lama rebahan barulah Maira berniat mengganti bajunya, ia tidak memungkin lemah terus seperti ini. Lebih baik ia mandi agar pikiran dan hatinya menjadi dingin, setelah tadi terasa panas saat melihat Kevin dan Dewi. Setelah selesai mandi dan memakai pakaian Maira ke luar kamarnya sekarang ia merasa lapar sekali.
Tapi saat akan pergi ke dapur Maira mendapati Angkasa yang sudah berdandan rapi keluar dari kamarnya, sepertinya ia akan pergi.
Maira mengernyitkan dahinya, "Mau ke mana lo?" Tanya Maira.
Angkasa menoleh kearah Maira, "Mau keluar bentar. Kenapa? Mau ikut?"
"Emang boleh?"
"Boleh lah, emang pernah gue ngelarang ikut kalau gue mau pergi," balas Angkasa.
"Hehe gak pernah sih," ucap Maira cengengesan.
"Lagian Ayah kan lagi kerja. Walaupun kita cuma beda dua menit gue tetep kakak lo dan gue laki-laki. Jadi harus jagain lo," jelas Angkasa yang membuat Maira terharu mendengarnya. Saudaranya ini benar-benar perhatian.
"Ya udah deh gue ikut. Begini aja gapapa kan?" Tanya Maira melihat pakaian yang di kenakan nya. Ia hanya memakai baju kaus hitam dengan gambar kucing di depannya dan celana kulot berwarna navy.
"Gapapa yok jalan!" ucap Angkasa.
"Tapi gue belom makan,"
"Makan di luar aja ntar,"
"Oke brother."
___
Motor Angkasa berhenti tepat di depan kafe, setelah memarkirkan motornya ia dan Maira berjalan masuk dan menghampiri teman-temannya yang sudah ramai berkumpul. Di mana hanya ada dua orang perempuan dan sisanya laki-laki semua. Mereka semua adalah murid SMA Nusa Bangsa.
"Owalah ketemu temen-temennya ternyata," batin Maira.
"Angkasa dateng juga lo, sini duduk!" ucap Diwa sambil menepuk-nepuk kursi kosong di sebelahnya.
Angkasa menarik tangan Maira dan membawanya agar di duduk di sampingnya. Mereka yang melihat Angkasa membawa seorang gadis menatap Angkasa bertanya-tanya.
"Pacar lo Ang?" Tanya salah seorang temannya yang bernama Wahyu, mewakili mereka yang ada di situ. Karena mereka semua penasaran siapa kah gerangan gadis yang selalu bersama dengan Angkasa ini.
Angkasa melihat teman-temannya yang menunggu jawaban darinya, "Kenalin dia Maira adik sekaligus kembaran gue. Jadi lo pada jangan mikirin yang macem-macem,"
Setelah mendengar jawaban Angkasa mereka hanya ber oh ria, ternyata selama ini mereka semua sudah salah paham.
"Owalah gue kira pacar lo, sorry sorry gue salah paham," ucap Wahyu.
"Oh iya kenalin nama gue Wahyu," ucap Wahyu menjulurkan tangannya ke arah Maira.
Maira tersenyum canggung dan belum juga ia menjabat tangan Wahyu, sudah di dahului oleh Angkasa.
"Iya salam kenal ya," ucap Angkasa menjabat tangan Wahyu.
Maira menatap kakaknya datar, ia tahu kakaknya itu memang selalu seperti itu. Jika melihat laki-laki mendekati Maira.
Wahyu yang di perlakukan seperti itu hanya menatap Angkasa heran, ia melepaskan jabatan tangannya dari Angkasa dan berniat bersalaman dengan Maira. Namun dengan cepat Angkasa menepis tangan Wahyu pelan agar menjauh dari adiknya.
"Maaf a'a Wahyu, bukan mahram," ucap Angkasa yang membuat teman-temannya ya lain tertawa.
"Iya iya ah elah lu," ucap Wahyu kesal.
Seminggu setelah kejadian Kevin yang meminta nomor WhatsApp Dewi. Maira sudah tidak terlalu memikirkan hal itu lagi, pelan-pelan ia berusaha untuk move on dari cinta pertamanya itu. Ia tidak boleh terlalu lama berlarut-larut dalam kesedihan kan. Lebih baik sekarang Maira fokus belajar ia tidak boleh mendapatkan peringkat terakhir hanya gara-gara galau.
Maira berjalan gontai di lorong sekolah, pagi ini ia datang lumayan awal. Tenang saja Angkasa tidak meninggalkannya lagi, ia tidak ingin Maira merajuk lagi dengannya. Sedang santai berjalan tiba-tiba ada seorang yang menabrak tubuh Maira yang membuatnya hampir terjatuh.
"Auw."
"Eh Maira, sorry ya gue gak sengaja sorry banget. Lo Gapapa kan?"
Maira menggelengkan kepalanya cepat menatap lelaki yang baru saja menabraknya dan orang itu adalah Bara teman Kevin.
"Gapapa kok kak tenang aja."
Bara memegang bahu Maira memerhatikan gadis itu dari atas sampai bawah, "Beneran kan gapapa?"
Di perhatikan oleh Bara dengan jarak yang cukup dekat seperti ini membuat Maira memundurkan langkahnya. Maira belum pernah sedekat ini dengan lelaki lain selain kakak dan ayahnya.
"Bener kok kak gue gapapa."
Bara menarik napasnya legah, "Ya udah kalau gitu gue mau ke kelas dulu. Sekali lagi sorry ya."
Maira mengangguk dan tersenyum ramah, "Iya kak."
Setelah kepergian Bara, Maira memegang dada sebelah kirinya, "Huh bisa-bisanya gue grogi dan degdegan di tatap dengan kak Bara begitu."
Gimana gak grogi Bara kan tak kalah tampannya dari sih Kevin. Bedanya Bara sedikit pendek dari pada Kevin. Ah sudahlah kenapa Maira memikirkan Kevin terus, kan katanya mau move on.
_
"Ra nanti kita daftar jadi anggota osis yuk!"
"Kapan?" Maira menoleh ke arah Dewi yang sedang menatapnya, "Tapi gue males sih rasanya mau ikut begituan. Waktu SMP gue udah pernah jadi osis, sibuk."
"Jangan males-males ah. Nah lo kan udah pernah jadi osis berarti udah terbiasa dong, " Dewi menggoyang-goyangkan tangan Maira seperti anak kecil, "Ya ya mau ya?"
Maira memutar bola matanya pasrah, "Ya udah iya. Jadi kapan mau daftarnya?"
Dewi tersenyum senang, "Nanti jam istirahat kedua kita kumpul di aula."
"Di kelas kita. Kita berdua doang nih?"
"Gak. Leri dengan Melly juga ikut kok."
"Oh okay."
"Lagian kan jadi osis enak, gak banyak belajar," ucap Dewi menaik turunkan alisnya.
Maira menggeleng-gelengkan kepalanya, "Bisa aja lo tuyul."
"Tuyul tuyul," Dewi menunjuk orang yang duduk di depannya, "Noh tuyul."
Khoirul yang merasa di bilang tuyul memutar tubuhnya ke belakang, "Gue tau lo ngatain gue."
Dewi terkekeh pelan, "Ya sorry salahin kepala lo kenapa botak licin kek tuyul."
"Ya kan kata ibu kan model rambut gak boleh yang macem-macem, gak boleh panjang juga kalau cowok. Ya udah gue botakin aja sekalian biar puas," ucap Khoirul dengan membara.
Ya alasannya membotakkan kepalanya adalah karena beberapa hari yang lalu ia di omeli oleh guru, karena rambutnya lumayan panjang. Setelah besoknya ia sudah memotong rambutnya tapi malah di marahkan lagi oleh guru, katanya potong rambut jangan model yang macam-macam. Jadi karena kesal ia botakkan saja kepalanya.
"Ya udah mulai sekarang gue manggil lo botak aja ya. Anggap aja panggilan sayang dari gue haha," ucap Maira sambil tertawa.
Dewi mengangguk setuju, "Gue juga deh."
Khoirul menatap mereka sinis, "Cih bapak lu botak."
Maira makin terbahak, "Lah bapak gue kagak botak."
"Bapak gue gondrong," ucap Dewi memegangi perutnya yang mulai sakit karena kebanyakan tertawa.
Khoirul menatap dua gadis yang masih mentertawakan kebotakannya itu datar, ia menghela nafas kasar, mungkin ini sudah takdir pikirnya.
"Ya udah deh ya terserah lo berdua. Ra, Angkasa mana?"
Maira menghentikan tawanya, "Byasalah."
"Mdc?"
"Ho'oh."
Belum berapa lama oknum yang di bicarakan tiba-tiba memasuki kelas dengan sedikit berlari.
Maira menatap kembarannya yang sudah terduduk di depannya dengan nafas yang tersengal-sengal, "Kenapa lo? Kek di kejar setan aja lo."
Angkasa menyandarkan tubuhnya ke tubuh Khoirul, "Woo ini lebih seram dari pada setan."
"Bisa kagak nyender ke gue kagak lu," ucap Khoirul menjauhkan tubuh Angkasa darinya.
"Numpang nyender doang elah."
"Omongan lo kayak gak pernah dengar yang namanya senderan kursi."
"Memang apa yang lebih seram dari setan Ang?" tanya Dewi penasaran.
Angkasa sedikit mendekatkan tubuhnya ke Maira dan Dewi, "Kalian mau tau yang lebih seram dari setan itu apa?"
"Iya apa? Buruan?" ucap Maira tak sabar.
Khoirul juga ikut-ikutan mendekatkan dirinya untuk mendengar jawaban Angkasa.
"ANGKASA!"
"NAH ITU DIA yang lebih serem dari setan," ucap Angkasa ketika beberapa orang kakak kelasnya masuk ke dalam kelasnya dan mendatanginya dengan hoboh.
"Angkasa minta nomor wa nya dong please!" ucap kakak kelas berbando ping dengan dadanan sedikit menor.
Salah seorang lagi dengan kipas di tangannya duduk di atas meja Angkasa, "Pelit banget sih, buat nambah temen aja kok ya."
"Temen gue udah banyak."
"Iya kalau gak ada wa nomor hp biasa juga gapapa," ucap yang satu lagi, menggoyang-goyangkan tangan Angkasa.
Cepat-cepat Angkasa menarik tangannya, ia bergidik ngeri, "Gue gak punya hp kak."
"Halah bohong, masa jaman sekarang masih ada yang gak punya hp."
"Serius dah kagak punya gue," ucap Angkasa sesekali melirik Maira mengirimkan sinyal untuk minta tolong dengan kembarannya itu.
Maira berdiri kemudian menghadang kakak kelasnya itu dari hadapan Angkasa, "Maaf ya kakak-kakak Angkasa memang gak punya hp. Jadi gak bisa ngasih kakak nomor hpnya."
Kakak kelasnya yang bebando ping mengernyit menatap Maira sinis, "Lo siapa? Pacarnya? Kalau bukan pergi deh."
"Bukan, saya adiknya. Jadi kakak bisakan berhenti gangguin kakak saya?" ucap Maira dengan tatapan tajam yang membuat nyali mereka menciut.
"Ya udah deh Angkasa lain kali aja gue minta nomor wa nya, yuk gaes keluar," ucapnya setelah mengintip Angkasa yang ada di belakang Maira.
"Dah Angkasa muach," ucap yang satu lagi membuat Angkasa bergidik ngeri di tambah lagi yang lainnya mengedipkan mata ke arahnya.
Akhirnya mereka pun keluar yang membuat Angkasa bernafas legah. Hah di kejar-kejar seperti ini sangat melelahkan, Angkasa tahu dia memang tampan tapi jangan di kejar-kejar terus dong kan capek.
"Alhamdulillah pergi juga tuh para nek lampir," ucap Angkasa.
"Susah ya jadi orang ganteng," lanjutnya percaya diri yang mendapatkan tatapan geli dari adik dan teman-temannya.
"Kenapa?" tanya Angkasa menaikkan alisnya.
"Pede gilak lo," ucap Dewi.
"Emang kenyataan gimana dong."
Dewi dan Maira bahkan Khoirul saling bertatapan, "Dih najis lo tuyul."
Angkasa menunjuk kepala Khoirul, "Noh tuyul."
"Mata lo tuyul."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!