NovelToon NovelToon

Taklik Talak: Hanya Istri Kedua

Menikah Lagi

Seorang laki-laki turun dengan terburu-buru dari mobil yang baru saja di parkir olehnya. Kaki panjangnya dia gunakan untuk berlari, tak butuh waktu lama hingga sampai di sebuah kamar VIP sebuah rumah sakit ternama di Jakarta.

Tanpa mengetuk pintu, laki-laki itu menerobos masuk ke dalam ruangan. Di lihatnya seorang perempuan cantik tengah terbaring lemah di atas tempat tidur, dengan tangan sebelah kirinya terpasang infus.

“Gimana keadaan Salsa?” Tanya nya pada Nila, manajer Salsa yang saat ini tengah duduk di sofa.

“Untuk sekarang aman, mas. Tadi dokter Fauzan berpesan, agar mas Adnan menemuinya di ruangannya. Kak Salsa baru saja tidur setelah minum obat.” Terangnya.

“Baiklah, kamu boleh pulang. Biar saya yang menjaga Salsa.” Titahnya.

“Saya permisi mas.” Pamit Nila.

Hari ini bertepatan dengan annyversary pernikahan Adnan dan juga Salsa yang ke dua tahun. Mereka menikah setelah menjalin hubungan satu tahun lamanya. Jadi ini adalah tahun ke tiga mereka bersama.

Belum ada anak di antara mereka, karena Salsa merasa belum siap untuk memiliki anak. Mungkin karena saking cintanya, Adnan tidak mempermasalahkan hal itu. Meskipun keluarga mereka terus mendesak Andan, terlebih Salsa agar cepat punya anak.

Akhir-akhir ini Adnan merasa ada yang berbeda dari Salsa. Istrinya itu lebih banyak murung, jarang berinteraksi dengan Andan jika mereka sudah di rumah. Berbeda dengan sikapnya jika di depan kamera. Karena Salsa selalu menjaga imagenya sebagai artis terkenal, tidak ingin publik melihat sisi sebenarnya dari dirinya.

Menyadari pergerakan dari istrinya, sontak Adnan mendekatkan dirinya. Dilihatnya, Salsa mulai mengerjapkan matanya.

“Sa...” Panggil Adnan.

“Mas Adnan?”

“Iya, ini aku. Gimana keadaan kamu, apa udah mendingan?” Tanya Adnan dengan khawatir.

Salsa hanya diam, dia berusaha untuk bangun dari tidurnya. Adnan mencoba membantu, tapi perempuan itu menepis tangan Adnan.

“Aku nggak apa-apa, aku bisa sendiri mas.” Ketus Salsa.

Untuk sekejap Adnan terhenyak dengan perlakuan istrinya, dia sendiri merasa tidak ada yang salah dengannya. Adnan mencoba memahami kondisi istrinya, dia mengatur napasnya untuk meredakan emosinya.

Hening. Tidak ada lagi percakapan di antara mereka. Salsa sibuk sendiri dengan ponselnya, sedangkan Adnan mengupaskan buah untuk istrinya. Sejak awal, bisa di bilang Maudy yang paling menginginkan hubungan ini.

Mereka bisa sejauh ini berkat Maudy, sepupunya Adnan. Maudy beralasan, tidak ingin kedua orang itu terus-terusan gagal move on dari mantan pacarnya.

“Makanlah, aku keluar dulu sebentar buat nemuin Fauzan. Kalau ada apa-apa...”

“Kamu ngedoain aku ada apa-apa mas?” Pekik Salsa memotong omongan Adnan.

“Bukan begitu maksud aku, Sa.” Adnan berusaha membela dirinya.

“Sudahlah, aku mau sendiri mas. Kamu boleh keluar, mau lama pun nggak apa-apa.”

Adnan keluar dengan perasaan yang entah. Sampai saat ini, dia selalu mengalah jika terjadi pertengkaran, meskipun Adnan tidak melakukan kesalahan.

......................

Mendengar penjelasan dari Fauzan, dokter yang menangani Salsa sekaligus sahabatnya, Adnan sama sekali tidak percaya. Salsa yang selama ini selalu menjaga pola makannya juga kesehatannya karena dia seorang artis, bisa menderita penyakit yang seserius ini.

“Jadi beneran kamu baru tahu sekarang? Salsa nggak nagsih tahu kamu?” Tanya Fauzan heran.

Adnan mengangguk lemah.

“Syukurnya, penyakitnya belum terlalu parah. Saat ini, aku saranin kalian untuk menunda punya anak dulu. Biar Salsa fokus dulu pada kesehatannya.” Jelas Fauzan.

“Soal itu, aku nggak masalah Zan. Dari awal nikah aku sama Salsa sepakat menunda punya anak dulu. Salsa selalu bilang belum siap dan juga dia masih ingin bebas berkarier.” Jelas Adnan.

“Aku percayakan Salsa sama kamu.” Imbuh Adnan sambil meninggalkan ruangan Fauzan.

Langkah kakinya terasa berat, dia berjalan dengan lesu. Jika dilihat dari belakang, jelas sekali terlihat aura murung yang keluar dari tubuh Adnan.

Brugh.

Tanpa sadar Adnan menyenggol bahu seseorang di depannya.

“Maaf.” Lirihnya.

“Mas Adnan?”

“Nazwa? Kamu ada si sini?” Tanya Adnan

“Iya mas, tadi kak Salsa telepon aku. Dia bilang ada yang mau di omongin. Mas Adnan sendiri kenapa murung, sampe nggak merhatiin jalannya?”

“Ayo masuk dulu.” Adnan membuka pintu kamar Salsa.

Nazwa adalah adik tirinya Salsa, mamanya menikah lagi dengan ayahnya Nazwa. Saat itu orang tua mereka menikah dengan membawa masing-masing satu anak perempuan.

Atmosfer kamar yang di tempati Salsa berubah menjadi canggung. Terlihat sangat jelas, Salsa menatap Nazwa dengan tatapan yang entah, apalagi perempuan itu masuk bersamaan dengan suaminya.

Nazwa merasakan sakitnya menerima kenyataan bahwa Salsa sakit seperti ini, meskipun Salsa bukanlah kakak kandungnya, dia sangat menyayanginya.

Tidak berhenti di situ, kini giliran Adnan yang terkejut atas ucapan  Salsa. Bagaimana bisa, dalam keadaan seperti ini, Salsa menyuruhnya untuk menikah lagi. Terlebih dia memilih Nazwa adiknya, untuk menjadi istrinya.

Menikah sekali dalam seumur hidup adalah impian setiap orang. karena menikah adalah ibadah terlama yang harus kita jalani, yaitu seumur hidup dan seumur hidup itu terlalu lama. Tapi bagaimana caranya menyikapi permintaan seorang istri pada suaminya untuk menikah lagi.

“Apa yang kamu pikirkan, Salsa. Kamu jangan berpikiran terlalu jauh, kamu pasti sembuh. Aku nggak bisa... Aku...” Adnan tampak kebingungan, harus bagaimana menanggapi permintaan aneh Salsa.

“Aku minta kamu untuk menikah lagi mas, bukan menceraikan aku.” Lelehan air mata mulai membasahi kedua pipinya.

“Kamu sendiri tahu mas, mama kamu terus merengek minta cucu dari anak semata wayangnya. Lihatlah sekarang, dengan keadaanku yang seperti ini, aku sendiri nggak yakin apa aku bisa ngasih kamu keturunan.” Emosi Salsa meluap-luap, dengan terus terisak.

“Aku nggak pernah mempermasalahkan itu, Sa. Hei, dengarkan aku, kamu pasti sembuh. Kita lewatin ini sama-sama.” Adnan mencoba menenangkan istrinya.

“Sampai kapan mas? Sampai aku mati lebih dulu?”

“Astaghfirullah, kak. Istighfar.”

“Husnudzan sama Allah, aku yakin dibalik semua ini pasti ada hikmahnya. Mintalah kesembuhan pada-Nya, karena Allah Maha Penyembuh. Pasrahkan semuanya pada Allah. Bertawakal atau berpasrah diri kepada Allah harus disertai dengan hati yang ikhlas. Tanamkan dalam diri bahwa setiap rencana yang Allah takdirkan adalah yang terbaik untuk hidup kita.” Nazwa mengingatkan Salsa, kata-kata yang diucapkan Nazwa sukses membuat Salsa semakin terisak.

“Aku yakin, kakak pasti sembuh. Maaf, permintaan kak Salsa kali ini aku nggak bisa turutin. Tenangin diri kakak terlebih dahulu, aku pamit pulang.”

Hilangnya Nazwa dari balik pintu kamar, membuat Adnan lebih leluasa memeluk Salsa. Perempuan itu menangis sesenggukan dalam pelukan suaminya.

“Tidurlah, aku akan tetap disini. Berjanjilah, kamu nggak akan membahas soal ini lagi. Aku nggak mau dengar lagi hal seperti ini. Mengerti?”

Ucapan Adnan hanya di balas anggukan lemah dari Salsa.

Bujuk Mas Adnan

Dua hari mendapatkan perawatan di rumah sakit, membuat jadwal pekerjaannya semakin padat. Meskipun dokter atau Adnan sekalipun melarangnya untuk beraktivitas terlalu berat, Salsa tetap kekeh pada keputusannya.

Begitu juga dengan Adnan, dua hari tidak ke kantor membuatnya kewalahan jika harus tetap mengerjakan pekerjaannya di rumah. Jadi pagi ini, mereka kembali di sibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Namun hal itu, tidak mengurangi perhatiannya pada Salsa.

Laki-laki itu mengantarkan Salsa lebih dulu ke tempat shootingnya,  barulah dia pergi ke kantor.

“Kalau sudah selesai, hubungi aku.” Ucapnya sambil mengusap pelan puncak kepala istrinya.

“Hati-hati mas.” Salsa melambaikan tangannya.

Rupanya, hari ini tidak ada jadwal shooting untuk Salsa. Perempuan itu berbohong pada suaminya. Setelah kepergian Adnan, Salsa menaiki taksi menuju ke kediaman orang tua Adnan. Kebetulan mama dan papanya Adnan masih ada di rumah.

Elsy menatap Salsa dengan tatapan tidak suka, dia selalu memikirkan segala cara agar Adnan membuka mata dan hatinya, bahwa Salsa bukanlah perempuan baik-baik.

“Aku dateng kesini, untuk minta tolong sama mama dan papa.” Ucap Salsa.

“Tolong apa?” Tanya Hendra dengan nada yang lebih lembut daripada Elsy.

“Tolong bujuk mas Adnan untuk menikah lagi.”

Deg.

Elsy dan Hedra menatap tidak percaya pada menantunya yang saat ini di hadapan mereka.

“Bagaimana bisa kamu berpikir seperti itu, Salsa? Apa kamu pikir pernikahan itu main-main? Kamu tahu sendiri, seperti apa Adnan jika sudah berkomitmen.” Hendra menatap tajam ke arah menantunya.

“Harusnya, dari awal kamu nggak nikah sama Adnan.” Pekik Elsy.

“Ma...” Hendra mencoba menahan istrinya, agar tidak terbawa emosi.

“Aku minta maaf ma, pa. Aku harap papa sama mama bisa ngebujuk mas Adnan untuk menikah lagi dengan Nazwa.”

“Bukankah dia adikmu?” Tanya Hendra.

“Iya pa, kalau bukan Nazwa. Aku nggak akan sanggup berbagi suami dengan perempuan lain.” Lirih Salsa, sambil menahan air matanya.

“Kenapa nggak sekalian kamu minta cerai dari Adnan? Ya ampun, mimpi apa aku semalam?” Elsy memijit keningnya.

Sejak Adnan mempunyai hubungan dengan Salsa, Elsy selalu menentang hubungan mereka. Bahkan sebelum menikahpun Elsy tidak memberikan restunya, susah payah Adnan membujuk orang tuanya agar memberikan restu untuk mereka.

Tidak ingin anak semata wayangnya terus melajang, karena gagal move on dari mantan pacarnya, Elsy dan juga Hendra akhirnya mengizinkan Adnan untuk menikah dengan Salsa. Elsy bersikap seperti itu bukan tanpa sebab, karena dari sudut pandangnya seorang artis seperti Salsa ini pasti pernah ada main dengan laki-laki lain.

.

.

.

Adnan memasuki rumah orang tuanya dengan tergesa-gesa, setelah mendapat telepon dari mamanya. Bukankah Salsa sudah berjanji tidak akan membahas masalah ini lagi, tapi kenapa Salsa meminta orang tuanya untuk membujuknya agar mau menikah lagi dengan Nazwa?

Laki-laki itu berjalan menuju ke ruang tengah, dia mengedarkan pandangannya mencari sosok perempuan yang telah dua tahun hidup satu atap bersamanya. Nihil. Adnan tidak mendapati istrinya ada di sana.

Elsy yang tahu Adnan pulang, dia menghampiri anaknya yang saat ini tengah memanggil-manggil nama Salsa dan juga dirinya.

“Perempuan yang kamu cari sudah pergi dari tadi.” Ketus Elsy.

“Ma... Perempuan yang mama maksud itu istri aku, ma. Menantu mama juga.” Adnan lelah sekali menghadapi sikap mamanya terhadap Salsa.

“Setelah semua sikapnya ini, kamu masih membelanya?” Kesal Elsy.

“Ma... please. Salsa sakit ma, dia sakit ma. Jadi tolong, jangan bersikap seperti ini terus.”

Bahkan mendengar Adnan menyebut Salsa tengah sakit, Elsy tetap tidak bisa menaruh simpati padanya. Tidak ingin berdebat lagi dengan Elsy, Adnan bergegas pergi untuk mencari Salsa. Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, menyalip setiap kendaraan yang ada di depannya menuju ke rumah mertuanya. Sebelumnya Adnan menelepon ke rumah, tempatnya dan Salsa tinggak. Menurut bi Asih, Salsa belum pulang. Adnan berharap bisa menemukan Salsa, di rumah orang tuanya.

Bel rumah berbunyi setelah Adnan menekannya berulang kali, beberapa saat belum juga ada yang membukakan pintu untuknya. Sebelum benar-benar Adnan membunyikan bel kembali, pintu rumah terbuka.

Keluarlah seorang perempuan cantik yang mengenakan pakaian santai dan jilbabnya. Setelah pertemuan mereka di rumah sakit kemarin, kini suasana diantara mereka mendadak canggung.

“Apa Salsa pulang ke sini?” Tanya Adnan

“Assalamualaikum, mas.” Nazwa mengucapkan salam yang seharusnya di ucapkan oleh Adnan lebih dulu.

“I...iya waalaikumsalam.”

“Masuk mas, kak Salsa ada di kamarnya.”

Tanpa permisi lagi, Adnan nyelonong masuk ke dalam rumah dengan sedikit berlari kecil menuju kamar Salsa yang berada di lantai atas. Adnan mencoba membuka pintu kamar Salsa, namun terkunci dari dalam.

Tok. Tok. Tok.

“Salsa ini aku, buka pintunya.”

“Sa...”

Salsa membuka pintu kamarnya, Adnan pun masuk menyusul istrinya yang kembali meringkuk di atas tempat tidur.

Berapa kali Adnan berusaha mengajak istrinya untuk berbicara, tapi perempuan itu masih tetap bergeming di balik selimut.

Adnan memutuskan untuk membiarkan istrinya tenang lebih dulu, dia membaringkan tubuhnya dekat Salsa yang memunggunginya. Hingga matanya merasakan kantuk.

Adnan terbangun saat hari menjelang sore. Dia meraba sisi pembaringan, dimana istrinya berada sebelumnya. Tangannya tidak mendapati Salsa berada di sana. Mungkin istrinya itu ada di bawah, pikirnya.

Sebelum turun, Adnan membasuh mukanya terlebih dahulu. Terdengar suara obrolan ringan, antara Nazwa dengan pelayan yang sedang sibuk di dapur untuk menyiapkan makan siang. Sedangkan Salsa tengah berada di ruang keluarga bersama, ayah dan mamanya.

“Makanan udah siap, ayo makan dulu.” Ajak Nazwa pada semuanya.

“Mari nak Adnan, kita makan dulu.” Ajak Imran.

Makanan tertata rapi di atas meja, mereka sibuk mengambil lauk sesuai keinginan.

“Mama, ayah. Salsa mau bicara.” Salsa membuka pembicaraan.

Deg.

Jantung Adnan dan juga Nazwa berdetak tidak karuan, mereka gelisah bersamaan. Khawatir, Salsa akan mengungkit tentang dirinya yang menginginkan Adnan untuk menikah lagi.

“Makanlah dulu, baru kita bicara.” Ucap Imran dengan lembut.

Acara makan selesai tanpa adanya obrolan yang terjadi di antara mereka. Kini keluarga itu tengah berkumpul di ruang tengah.

“Jadi apa yang mau kamu bicarakan, sayang?” Tanya Farah, mamanya.

Adnan meraih tangan istrinya, menggelengkan kepalanya ketika Salsa menengok ke arahnya. Tapi yang baru saja dilakukan Adnan tidak mengurungkan niat Salsa untuk tetap bicara.

“Aku... Aku mau mas Adnan menikah lagi.”

Astaghfirullah. Astaghfirullah. Astaghfirullah. Batin Nazwa.

Padahal ini bukan pertama kalinya dia mendengar kakaknya mengatakan hal ini.

“Salsa, kamu bercanda? Maksud kamu apa? Kenapa kamu nyuruh Adnan menikah lagi?” Tanya Farah pada anaknya.

Salsa menundukkan pandangannya, menahan air matanya agar tidak luruh begitu saja.

Adnan Bersedia Menikahi Nazwa

Salsa menjelaskan keadaannya pada orang tuanya, termasuk keinginannya agar Nazwa mau menjadi istri kedua bagi suaminya.

“Maaf ma, ayah. Tapi aku nggak setuju sama keputusan Salsa. Aku yakin, Salsa bisa sembuh. Soal anak, aku nggak pernah mempermasalahkan itu. Yang penting sekarang adalah kesembuhan Salsa.” Ucap Adnan

“Sa, aku akan bawa kamu berobat ke Singapura atau ke Jerman. Atau kemanapun, supaya kamu sembuh.” Bujuk Adnan pada istrinya.

“Keputusan aku tetep sama mas, menikah dengan Nazwa atau aku ngajuin gugatan cerai.” Tegas Salsa.

“Astaghfirullah, kak. Jangan kayak gini. Tolong pikirkan lagi, aku nggak mungkin jadi madu untuk kakakku sendiri.”

Nazwa meraih tangan Salsa, menggenggamnya erat. Memberikan sebuah keyakinan bahwa Allah pasti memberikan kesembuhan untuknya.

“Nazwa.”

“Iya kak.”

“Apa kamu bener-bener menganggapku sebagai kakak?” Tanya Salsa.

“Tentu, kak. Aku sayang sama kak Salsa.”

“Kalau begitu menikahlah dengan mas Adnan.”

Nazwa melepaskan tangan Salsa tanpa menjawab pernyataan darinya.

Adnan berdiri dari posisi duduknya, melangkahkan kakinya untuk pergi dari rumah itu. Sebelum dia benar-benar keluar, Adnan meminta Salsa untuk mengurungkan niatnya. Karena dia tidak ingin mempermainkan pernikahan.

.

.

.

Di sepertiga malam, Nazwa tengah duduk di atas sajadah miliknya. Perempuan itu tengah mengadukan keluh kesah pada Tuhannya. Meminta kesembuhan untuk kakaknya, juga jalan terbaik untuk keluarganya. Nazwa berdoa dengan sungguh-sungguh, hingga pipinya telah basah oleh buliran air matanya.

Sudah beberapa hari, Salsa tidak pulang ke rumahnya. Setiap harinya perempuan berstatus istrinya Adnan itu pergi ke tempat shooting dan pulang ke rumah orang tuanya.

Begitupun dengan Adnan, sejak kejadian beberapa hari lalu, laki-laki itu belum menunjukkan batang hidungnya lagi di rumah ini. Kecewa, jelas. Siapa yang menyangka, istrinya yang telihat baik-baik saja menyuruhnya untuk menikah lagi.

“Apa kak Salsa belum bangun?” Gumam Nazwa, saat selesai menghidangkan masakannya di atas meja.

“Coba kamu lihat dulu, kakakmu.” Titah Farah.

“Iya ma.”

Nazwa menaiki anak tangga menuju ke lantai atas. Sesampainya di depan pintu kamar Salsa, Nazwa mengetuk berulang kali, namun tidak ada jawaban. Kemudian dia membuka pintu, beruntungnya tidak terkunci.

“Kak Salsa? Kak Salsa, ayo sarapan.” Nazwa mengguncang tubuh Salsa yang masih bergelung dengan selimut.

Tangannya terulur menyentuh pipi Salsa, betapa terkejutnya dia mendapati suhu tubuh Salsa yang sangat panas.

Makanan yang tersaji sejak tadi, kini terabaikan. Seisi rumah panik, lantaran Nazwa yang berteriak memanggil orang tuanya dari kamar Salsa.

Imran mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, tergurat raut kepanikan yang terlihat dari wajahnya.

“Pelan-pelan aja mas, Salsa pasti baik-baik aja.” Ucap Farah menenangkan suaminya yang tengah kalap.

Nazwa yang duduk di kursi belakang sambil memangku Salsa, hanya terus menangis dengan sesenggukan.

Setibanya di rumah sakit, Salsa mendapatkan penanganan di IGD. Dokter Fauzan, selaku dokter yang menangani Salsa berlari kecil menuju ruang IGD.

Di tengah kesedihannya, Nazwa menyuruh orang tuanya untuk menghubungi Adnan. Bagaimanapun, Adnan adalah suaminya Salsa.

Adnan tiba di rumah sakit setelah Salsa di pindahkan ke kamar. Melihat istrinya yang terbaring lemah, merasa bersalah sebagai suami. Dia sendiri malah menghindari Salsa beberapa hari ini.

“Sa... aku minta maaf. Maaf karna udah bersikap dingin sama kamu beberapa hari ini. Andai rasa sakit kamu bisa aku tanggung semuanya.” Lirih Adnan dengan bola matanya yang tampak memerah.

Engh.

Salsa melenguh kecil, merasakan sekujur tubuhnya sangat lemah. Bagaimana tidak, beberapa hari ini dia menyibukkan diri dengan pekerjaannya sebagai artis, tanpa memikirkan kondisi tubuhnya.

Perlahan dia membuka matanya, hingga terbuka sepenuhnya, Salsa menyadari kehadiran suaminya yang berada di sampingnya.

“Mas...”

“Iya Sa?”

“Nazwa mana?”

“Nazwa di luar, sama mama juga ayah.” Jawab Adnan.

“Aku mau bicara sama mas juga Nazwa.” Lirihnya.

Salsa tetap kukuh pada keputusannya, dia tetap ingin suami dan adiknya menikah. Perempuan itu sampai memohon, dengan berbagai alasan. Tangisnya pecah saat Adnan juga Nazwa hanya berdiam diri.

“Kalau begitu, aku nggak mau melakukan pengobatan ataupun berobat ke luar negeri.” Putus Salsa.

Farah menghela napas panjang begitu mendengar ucapan Salsa, dia tahu bahwa putrinya sangat keras kepala. Apapun yang diinginkannya harus terpenuhi, kalau tidak, ya seperti saat ini. Dia akan merajuk, mogok melakukan sesuatu ataupun melakukan hal nekat lainnya.

“Baiklah kalau itu mau kamu, aku akan menikahi Nazwa.” Tegas Adnan.

“Mas.” Pekik Nazwa.

“Kamu tahu sendiri sifat Salsa seperti apa, yang terpenting saat ini adalah kesembuhannya.” Jelas Adnan.

“Pernikahan itu bukanlah permainan mas, apalagi berpoligami. Itu tidaklah mudah.” Tentang Nazwa.

“Bukankah dengan istri pertama mengizinkan, seorang suami boleh menikah lagi. Apalagi alasanku menginginkan kalian menikah karena aku sakit dan juga belum bisa memberikan keturunan untuk mas Adnan.” Salsa pernah membaca di sebuah situs tentang syarat suami berpoligami.

“Kak istighfar, jangan mendahului Allah. Kak Salsa sama mas Adnan belum lama menikah, diluaran sana banyak pasangan suami istri yang lama dalam menanti buah hati mereka. Bahkan belasan tahun menikah baru di karuniai anak.”

“Bukankah di zaman modern sekarang, rumah sakit yang bisa melakukan pengobatan terbaik udah banyak...”

“Tidak ada lagi alasan, Na. Mas Adnan sudah setuju. Aku ingin pernikahan kalian di adakan secepatnya.”

Nazwa ingin memberikan alasan lain lagi agar bisa menentang keinginan Salsa, namun Salsa lebih dulu memotong pembicaraannya.

“Aku mau istirahat, tolong tinggalin aku sendiri.”

Demi menghindari penolakan lagi dari Nazwa, Salsa memiringkan tubuhnya membelakangi semua orang.

Pikirannya terus menolak, namun hatinya yang selembut kapas, Nazwa tidak akan tega kakaknya tidak melakukan apapun demi kesembuhannya.

Kenapa mas Adnan menuruti keinginan kak Salsa, begitu aja. Apa dia nggak berpikir panjang kedepannya gimana, apa dia nggak tahu seperti apa rasanya seorang istri yang rela mengizinkan suaminya menikah lagi. Batin Nazwa.

Dia berjalan menyusuri lorong rumah sakit sambil melamun, memikirkan tindakan apa yang harus diambilnya. Dia hanya tahu Allah-lah Sang Maha Segalanya. Termasuk membolak balikkan isi hati manusia.

Karena pagi belum sempat sarapan, perutnya kini terasa sangat lapar. Mungkin untuk saat ini mengisi perutnya terlebih dahulu yang harus dia lakukan.

Saat menuju ke kantin, Nazwa tidak sengaja berpapasan dengan Guntur. Laki-laki yang selama ini terang-terangan menyukainya, bahkan dalam waktu dekat dia ingin melamar Nazwa. Tidak ada ikatan di antara mereka, bagi Nazwa jika memang dia mencintainya, maka temuilah kedua orang tuanya. Dan hal itu di sanggupi oleh Guntur, meskipun diantara keduanya belum ada yang berani untuk mengatakan pada orang tua masing-masing.

“Nazwa?” Guntur memasang senyum termanisnya.

Laki-laki itu tidak kalah tampan di bandingkan dengan Adnan, apalagi saat tersenyum seperti sekarang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!