NovelToon NovelToon

Selepas Kau Pergi

1. Hati Yang Retak

"Maafkan aku Al. Aku nggak bisa lagi bersama dengan kamu. Aku nggak bisa lagi meneruskan hubungan kita," jelas seorang pria pada seorang gadis yang berdiri di depannya.

Gadis itu menangis tersedu-sedu di depan sang pria. Dia memohon agar sang pria tak pergi meninggalkannya. Namun sepertinya keputusan sang pria sudah bulat dan tak bisa diganggu gugat lagi.

"Maafkan aku Al. Aku nggak bisa sama kamu lagi. Aku harap kamu bisa menemukan lelaki yang lebih baik dari aku," ucap lelaki itu.

"Enggak! Aku nggak mau pisah sama kamu. Aku cinta banget sama kamu." Gadis itu berkata di sela isak tangisnya.

Pria itu tetap kekeuh pada pendiriannya. Dia berulang kali meminta agar sang wanita mau melepaskannya dan mengikhlaskan semuanya.

"Maafkan aku," ucapnya lagi.

"Aku nggak bisa Al. Aku nggak bisa terus sama kamu. Karena... karena aku merasa... aku merasa... aku merasa kita udah nggak cocok lagi," lanjutnya.

Gadis bernama Alma itu menggeleng-gelengkan kepalanya kuat-kuat. Dia masih berusaha mempertahankan lelaki itu. Dia berusaha menahan agar lelaki itu tak pergi meninggalkan dirinya.

"Maaf Al. Aku harus pergi. Selamat tinggal dan semoga kamu bahagia," ucapnya lalu berlalu pergi dari hadapan Alma.

Alma berteriak memanggil nama lelaki pujaan hatinya itu. Gadis itu berteriak hingga suaranya serak dan hilang.

"Ikhlaskan yang bukan menjadi milikmu. Lepaskan hati yang ingin pergi dari hidupmu," ucap seseorang tiba-tiba.

Alma menoleh ke asal suara. Dia memicingkan matanya guna melihat sosok itu. Sosok yang dengan mudahnya menyuruhnya melupakan kenangannya bersama dengan Bara, kekasihnya.

"Belajarlah untuk ikhlaskan yang bukan menjadi hak milikmu. Lepaskan ikatan yang hanya membuatmu sesak dan tak mampu bernapas," lanjutnya.

Alma mengacuhkan kehadiran sosok itu. Dia memilih beranjak pergi dari sana daripada harus mendengarkan ocehan tak jelas dari orang yang selalu mengganggunya.

Pemuda itu hanya menghela napas panjang. Dia menatap punggung Alma yang semakin menjauh dan menjauh. Dalam hati dia hanya bisa berdoa untuk kebaikan gadis yang selalu ia sebut dalam doanya itu.

"Suatu saat nanti, kamu pasti akan mengerti dan menganggap aku ada, Al." Pemuda gagah itu menggumam seorang diri. Setelah itu, dia beranjak pergi dari tempat itu.

...****************...

Matahari pagi mulai menyorotkan sinarnya yang hangat. Menghangatkan semua makhluk bumi. Suara burung berkicau terdengar sangat merdu di telinga.

Alma tampak sedang menatap keluar jendela dengan tatapan kosong. Matanya sembab dan kantung matanya tampak menghitam.

Gadis itu menghela napas panjang. Dia masih tak percaya akan kejadian semalam. Kejadian yang membuat hidupnya menjadi berantakan. Mimpi-mimpi yang tersusun rapi, pecah berkeping-keping.

"Kamu kenapa setega ini sih? Padahal sebentar lagi kita mau menikah?" gumamnya.

Air matanya kembali meleleh di pipinya. Hatinya berdenyut nyeri saat teringat kejadian semalam. Rasa sakit yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Rasa sakit yang sama sekali tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Dunianya seolah runtuh seketika saat kata-kata itu keluar dari mulut Bara.

Dering suara ponsel membuyarkan lamunan Alma. Gadis itu melirik ponsel yang tergeletak manis di sampingnya. Sebuah nama muncul di layar ponselnya.

Alma memilih mengabaikan panggilan itu. Dia kembali sibuk dengan lamunannya. Semua kenangan manisnya dengan Bara seolah di putar kembali dalam benaknya.

Ponselnya kembali berdering. Alma melirik benda pipih itu. Sebuah nama yang sama tampak terpampang di layar ponselnya. Alma lagi-lagi mengabaikan panggilan telepon itu.

"Ck! Kenapa nggak diangkat sih?" gerutu seorang pemuda yang mencoba menghubungi ponsel Alma.

Pemuda itu menghubungi Alam sekali lagi. Tapi tetap saja tak diangkatnya. Berulang kali pemuda itu mencoba menghubungi Alma. Namun berulang kali juga telponnya tak mendapatkan respon dari Alma.

"S****n! Kemana sih nih anak?" gerutunya.

"Gimana Lan? Alma udah bisa dihubungi?" tanya seorang bapak-bapak pada pemuda itu.

Pemuda bernama Garland itu hanya menggelengkan kepalanya. Pemuda itu merasa tak enak pada atasannya karena ulah Alma.

"Maaf Pak. Saya belum bisa menghubungi Alma. Sepertinya dia memang benar-benar sakit deh Pak," ucap Garland berbohong.

Pria yang ternyata atasan Garland itu menghela napas panjang. Pria itu tampaknya merasa kecewa dengan sikap Alma yang seenaknya sendiri itu.

"Ya sudah. Kamu cari yang lain aja buat gantiin Alma. Saya nggak mau event ini gagal hanya karena satu orang saja. Karena kita nggak bergantung pada satu karyawan saja," tegas pria berperawakan tinggi itu.

"Baik Pak. Saya akan segera siapkan orangnya," jawab Garland.

Setelah berkata demikian, pria itu beranjak pergi meninggalkan Garland. Sepeninggal atasannya, Garland kembali mencoba menghubungi Alma. Namun ponsel gadis itu mati. Akhirnya Garland memutuskan untuk mencari pengganti Alma untuk sementara waktu.

Tak terasa hari sudah beranjak siang. Alma keluar dari kamarnya dan berjalan menuju dapur. Mencari keberadaan sang ibu di sana. Tapi dia tak menemukan siapa-siapa di sana. Kemudian dia berjalan ke teras belakang rumahnya. Di sana dia juga tak menemukan siapapun juga. Akhirnya Alma kembali ke kamarnya.

Alma kembali melamunkan sesuatu yang telah lalu. Gadis itu menghela napas panjang saat kembali teringat kenangan indah bersama dengan Bara. Kenangan yang tak akan pernah bisa ia lupakan begitu saja.

Suara pintu terbuka membuat Alma menoleh ke belakang. Tampak seorang wanita paruh baya datang menghampirinya.

"Kamu sudah makan?" tanyanya.

Alma tak menjawab pertanyaan wanita itu. Dia memalingkan wajahnya saat kedua mata penuh kelembutan itu menatap matanya.

"Makan ya! Ibu masak makanan kesukaan kamu," ucap wanita yang ternyata adalah Ibu Alma.

Alma tak menanggapi ucapan sang ibu. Dia tetap diam dan sama sekali tak melihat ke arah sang ibu. Matanya hanya menatap kosong ke satu arah.

"Ibu tahu kamu sedang patah hati. Ibu juga tahu bagaimana rasanya patah hati. Tapi jangan sampai perasaan sakit hati itu membuat kita melupakan segalanya. Melupakan kewajiban kita," ucap wanita itu lagi.

Alma tersenyum miring mendengar ucapan sang ibu. Wajahnya berubah saat mendengar ucapan sang ibu barusan.

"Al!" Wanita itu menyentuh bahu sang anak dengan lembut.

Alma menepis tangan sang ibu yang menyentuh pundaknya dengan kasar.

"Enggak usah sok peduli!" ketus Alma tanpa menoleh ke arah sang ibu.

"Enggak usah sok menjadi malaikat kalau sebenarnya kamu hanyalah seorang iblis betina," lanjutnya.

Wanita itu menghela napas panjang. Dia sudah terbiasa mendengar kata-kata kasar dari Alma. Dia selalu berusaha untuk bisa dekat dengan Alma walaupun gadis itu selalu menolak kehadirannya.

"Maaf kalau Ibu terlalu ikut campur urusan kamu. Ibu hanya nggak mau kamu ngerasa sendiri menghadapi masalah ini," ucap wanita itu.

Alma menatap sang ibu dan menyunggingkan senyuman sinis. Matanya menyorot tajam.

"Aku nggak butuh nasihat kamu. Aku nggak butuh nasihat seorang j****g seperti kamu."

Setelah berkata demikian, Alma keluar dari kamarnya meninggalkan sang ibu yang masih berdiri di sana.

2. Berharap Kembali

Alma masih berdiri di dekat jendela kamarnya. Dia menatap pintu gerbang rumahnya yang tertutup rapat. Dia berharap seseorang yang dia nanti-nantikan datang kepadanya.

Bunyi pintu terbuka membuat Alma menoleh. Namun sedetik kemudian dia kembali menatap ke arah pintu gerbang.

Sesosok wanita paruh baya tampak memasuki kamar Alma. Wanita itu berjalan mendekat ke arah gadis yang tengah patah hati itu.

"Al," panggil wanita itu dengan lembut.

Alma tak menghiraukan panggilannya. Dia masih fokus menatap pintu gerbang yang tak kunjung terbuka itu.

"Makan ya, Nak!" ucap wanita itu. Di tangannya ada sebuah piring lengkap dengan nasi dan lauknya.

Alma masih diam tak bergerak sedikitpun. Dia sama sekali tak peduli pada perkataan wanita itu.

"Dari kemarin kamu kan belum makan. Sekarang makan ya. Ibu suapi kamu ya?" bujuk wanita itu.

Wanita yang masih terlihat cantik itu menyendokkan nasi dan mengulurkan tangannya untuk menyuapi Alma. Namun Alma tak sedikitpun mau membuka mulutnya.

"Makan dulu ya Nak. Jangan sampai kamu sakit," ucapnya lagi.

Alma masih saja terdiam. Dia sama sekali tak menggubris perkataan wanita yang ternyata adalah ibunya itu. Matanya masih saja menatap pintu gerbang yang tak sedikitpun terbuka.

Wanita itu terus membujuk Alma agar gadis itu mau makan. Namun Alma tak sedikitpun mau membuka mulutnya. Dia terus menutup rapat mulutnya. Hingga....

PRAAAAANG!!!

Piring yang dibawa oleh wanita itu terjatuh dan menghantam lantai sehingga pecah berkeping-keping.

Bu Tiwi terkejut saat piring yang dia pegang jatuh dan menghantam lantai dengan kerasnya. Wanita itu menatap Alma dengan pandangan sedih.

"Maaf kalau Ibu terlalu ikut campur urusan kamu. Tapi jujur, Ibu sedih lihat kamu seperti ini," ucap Bu Tiwi.

"Enggak usah sok baik. Enggak sok peduli sama aku." Alma berkata dengan nada tinggi dan mata melotot tajam.

"Alma!" Bu Tiwi berusaha menyentuh pundak Alma. Namun gadis itu dengan kasarnya menepis tangan perempuan itu.

"Ibu paham apa yang kamu rasakan. Ibu mengerti sekali rasanya sakit hati kamu. Tapi tolong Nak. Jangan karena sakit hati, kita melupakan segalanya," ucapnya lagi.

Alma tersenyum miring mendengar ucapan dari Bu Tiwi. Gadis itu lantas berjalan mendekat ke arah sang ibu dan membisikkan sesuatu.

"Jangan pernah sok jadi malaikat jika sebenarnya kamu hanyalah seorang iblis betina," katanya penuh penekanan. Kemudian dia berjalan meninggalkan kamarnya.

Melihat itu, Bu Tiwi hanya bisa mengelus dadanya saja. Dia berusaha menenangkan emosi yang hampir saja meledak karena perkataan Alma. Kemudian dia membereskan pecahan piring yang berserakan di lantai kamar Alma.

Di tempat lain, Garland tampak sedang memainkan ponselnya. Dia tampak memainkan sebuah game yang biasa ia mainkan bersama dengan Alma.

"****!" Tiba-tiba pemuda gagah itu mengumpat. Dia meletakkan ponselnya dan mematikan game-nya.

"Kenapa lo Land?" tanya seorang gadis yang duduk di depannya.

Garland menatap gadis itu dan memaksakan senyumnya.

"Enggak.Gue nggak apa-apa. Cuman lagi...."

"Lagi kangen sama Alma," sahut seseorang yang duduk di sebelah Garland.

Sontak Garland menoleh ke arah samping kirinya. Matanya melotot tajam saat mendengar suara itu.

"Ngarang aja lo. Siapa juga yang kangen sama trouble maker itu," ucap Garland.

"Beneran juga nggak apa-apa kali Land. Alma kan cewek. Normal lah kalau elo kangen sama dia," sahut gadis yang duduk di depan Garland.

"Yup betul sekali. Yang nggak normal tuh kalau elo kangen sama..." Seorang gadis berambut sebahu menimpali ucapan temannya sambil melirik ke arah samping kiri Garland.

Melihat lirikan mata gadis berambut sebahu itu, pemuda yang duduk di sebelah Garland mulai bereaksi.

"S****n lo. Emang lo pikir gue mau gitu sama manusia AC ini?" kata pemuda yang duduk di samping kiri Garland.

"Manusia AC? Manusia kulkas kali?" ujar gadis berambut sebahu.

"Manusia kulkas udah umum kali Mi. Kalau manusia AC kan baru kali ini dengar," sahut pemuda itu.

Garland hanya bisa geleng-geleng kepala saat mendengar ucapan rekan kerjanya itu. Kemudian dia menyeruput minumannya dan segera bangkit dari tempat duduknya.

"Mau ke mana lo Land?" tanya gadis berambut sebahu yang belakangan diketahui bernama Mia itu.

"Mau balik lah. Jam istirahat udah kelar. Sekarang waktunya cari cuan," jawab Garland.

"Bahasa lo cari cuan. Kejar setoran lo?" ujar Gerry, pemuda yang duduk di samping Garland tadi.

Garland hanya mengulas senyum tipis saat mendengar ucapan Gerry. Kemudian dia segera menuju kasir untuk membayar makanan dan minuman yang mereka pesan.

Setelah selesai membayar, Garland segera berlalu dari tempat itu. Dia berjalan cepat menuju kantor agar tak terlambat masuk setelah jam makan siang.

...****************...

Hari sudah menjelang sore. Para karyawan tampak membereskan meja kerja masing-masing dan bersiap untuk pulang. Tak terkecuali Garland. Pemuda itu juga tampak membereskan beberapa berkas dan proposal yang harus ia pelajari segera.

"Gue harus ke rumahnya Alma deh. Gue harus cari tahu kenapa tuh trouble maker nggak masuk hari ini," ucapnya dalam hati. Tangannya dengan cepat membereskan meja kerjanya yang berantakan.

Selesai membereskan meja kerjanya, Garland bergegas keluar dari ruangannya. Dia berjalan menuju mesin absensi yang ada di sebelah ruangannya. Setelah itu dia berjalan keluar dari dalam gedung itu.

"Buru-buru banget Land," sapa sebuah suara.

Garland menoleh dan mendapati Dania berjalan ke arahnya. Gadis bertubuh langsing itu berjalan dengan. gaya bak peragawati menghampiri Garland.

Garland memutar bola matanya dengan malas. Tanpa menjawab pertanyaan Dania, Garland segera naik ke motornya dan bergegas pergi dari sana. Dia tak peduli pada teriakan kesal Dania. Dia tak peduli gadis itu meneriakkan namanya.

"Huh! Nyebelin banget sih. Sok cool banget jadi cowok," kesal Dania.

"Tapi gitu-gitu dia cakep sih. Sikap cool-nya itu yang bikin hati aku kepincut sama dia," gumam Dania. Seulas senyum malu-malu terukir di wajahnya.

"Aaarrrggghhh! Jadi deg-degan kan aku. Duh Garland, candu banget sih lihat wajah kamu," ucapnya sebelum pergi meninggalkan parkiran.

Garland memacu kendaraannya dengan kecepatan sedang. Dia melajukan motornya menuju kediaman Alma. Saat melewati minimarket, Garland membelokkan stang motornya menuju minimarket itu. Dia kemudian melepas helmet dan segera turun dari minimarket.

Garland berjalan menyusuri rak yang memanjang berbagai aneka mie instan. Dia kemudian mengambil mie cup dengan gambar cabai merah.

"Alma pasti suka deh. Dia kan hobi banget makan pedas," gumamnya.

Garland kemudian berjalan menuju rak yang memanjang aneka camilan. Dia mengambil beberapa camilan dan meletakkannya ke dalam keranjang. Tak lupa ia mengambil kopi susu, minuman favorit Alma. Setalah dirasanya cukup, pemuda itu segera berjalan ke kasir dan membayar belanjaannya.

Garland kemudian keluar dari minimarket dan segera memacu motornya lagi menuju rumah Alma. Seulas senyum terukir di wajahnya. Dia membayangkan wajah Alma yang berseri-seri saat melihat apa yang dia bawakan untuknya.

3. Tak Sesuai Harapan

Garland memacu kendaraannya menuju sebuah kompleks perumahan sederhana. Dia terus melajukan motornya hingga sampai di sebuah rumah sederhana dengan taman kecil di depannya.

Garland menepikan motornya dan segera turun dari motornya. Dia segera berjalan menuju pintu depan rumah yang tertutup rapat itu.

"Assalamu'alaikum," ucap Garland.

Tak ada sahutan dari dalam. Garland tak menyerah. Dia kembali mengucapkan salam sembari mengetuk pintu rumah itu.

"Assalamu'alaikum," ucapnya lagi.

"Wa'alaikumusalam."

Sayup-sayup terdengar suara seseorang menjawab salam. Tak lama kemudian terdengar suara anak kunci diputar dari dalam.

"Wa'alaikumusalam." Jawab Bu Tiwi sembari membuka pintu rumahnya.

"Eh Nak Garland. Mari masuk Nak. Mari silahkan masuk," kata perempuan berwajah kalem itu.

Garland tersenyum sembari menganggukkan kepalanya dengan sopan.

"Mau ketemu sama Alma ya?" tanyanya lagi.

"Iya Tante. Alma-nya ada?" ujar Garland.

"Ada Nak. Tunggu sebentar ya. Tante panggilkan Alma dulu."

Perempuan kalem itu lantas berlalu dari hadapan Garland. Dia berjalan menuju sebuah kamar yang ada di dalam rumah itu.

"Al... Alma! Di luar ada Garland tuh!" Bu Tiwi memanggil Alma sembari mengetuk pintu kamarnya.

"Al... Ada Garland tuh di depan," ucapnya sekali lagi.

Di dalam kamarnya Alma berteriak kesal. Dia kemudian membuka pintu kamarnya dengan kasar.

"Apaan sih? Berisik banget. Gangguin orang aja dari tadi," kesal Alma.

Bu Tiwi tersenyum saat Alma mau membuka pintu kamarnya.

"Ada Garland di depan. Kamu temuin gih," ujarnya.

"Ogah. Aku lagi nggak mood terima tamu. Suruh pulang aja lah," ucap Alma.

"Eh nggak boleh gitu. Kasihan Garland. Temuin sebentar aja ya Nak. Siapa tahu ada gak penting yang diomongin sama dia," bujuk Bu Tiwi.

"Kalau kamu mau, temuin aja sendiri. Aku mah ogah." Alma berkata sambil berusaha menutup pintu kamarnya.

"Alma nggak boleh gitu Nak. Tamu yang datang baik-baik harus kita sambut dengan baik juga." Bu Tiwi masih berusaha membujuk Alma.

Alma hendak menjawab perkataan Bu Tiwi saat sebuah suara membuatnya menutup mulutnya kembali.

"Eh ada tamu rupanya," sapa Pak Handi yang baru saja pulang dari kantor.

Garland berdiri dari tempat duduknya. Dia tersenyum membalas sapaan Pak Handi. Keluarga Alma memang telah mengenal Garland dengan baik.

"Sudah lama Land?" Tanya Pak Handi sambil menempatkan tubuhnya di sofa kosong di dekat Garland.

"Baru aja Om," jawab Garland.

"Alma mana?" tanya Pak Handi lagi.

"Masih dipanggil sama Tante Tiwi Om," jawab Garland.

Pak Handi manggut-manggut mendengar jawaban Garland.

"Ya sudah Om masuk dulu ya. Mau mandi. Kamu tunggu aja. Sebentar lagi pasti Alma keluar," ucap Pak Handi.

Garland mengulas senyum disertai anggukan kepala saat mendengar perkataan Pak Handi.

Setelah itu, Pak Handi masuk ke dalam rumahnya. Lelaki itu berjalan menuju kamar sang putri. Bermaksud untuk memanggil Alma agar segera keluar menemui tamunya.

Baru saja lelaki itu akan sampai di kamar sang putri, Alma tampak berjalan keluar dari kamar.

"Baru aja Ayah mau manggil kamu. Mau ngasih tahu ada Garland. Eh udah keluar aja," ucap Pak Handi.

Alma melirik sekilas ke arah sang ayah. Kemudian tanpa berkata apa-apa lagi, Alma berjalan menuju ruang tamu.

Alma terus berjalan tanpa menoleh lagi. "Sorry lama nunggunya," ucap Alma.

Garland tersenyum. "Enggak apa-apa. Gue juga baru

aja sampai," jawab Garland.

Alma lantas duduk di dekat Garland. Namun wajahnya tak menampilkan senyuman sama sekali. Sorot matanya menampakkan kekecewaan yang mendalam.

Garland menghela napas panjang melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Alma. Pemuda itu merasa iba sekaligus prihatin dengan apa yang menimpa Alma.

"Gue ke sini cuman mau nanya kenapa elo nggak masuk kerja?"

Alma melirik sekilas. Kemudian dia mengalihkan pandangannya lagi ke arah lain. Wajahnya masih menampilkan ekspresi yang sama.

"Gue udah nanya sama anak-anak yang lain. Tapi mereka nggak ada yang tahu kenapa elo nggak masuk," lanjutnya.

Alma masih tak membuka suaranya. Dia masih tetap terdiam mematung di tempatnya.

Garland semakin kasihan melihat Alma. Dia sebenarnya sudah tahu apa yang terjadi pada Alma. Dia hanya ingin Alma mengatakannya sendiri padanya. Dia ingin Alma yang menceritakan itu padanya.

"Apa absennya elo ada hubungannya sama Bara?" tebak Garland. Matanya menatap Alma dengan sorot menyelidik.

Mendengar nama Bara disebut, Alma lantas menatap tajam ke arah Garland. Kemudian dia berdiri dari kursinya dan menarik lengan pemuda itu agar mengikutinya keluar dari rumah.

"Eh elo mau bawa gue ke mana?" Garland bertanya dengan panik saat Alma menariknya dengan kuat.

"Kita bicarakan soal ini di luar," ucap Alma singkat.

Garland tak bertanya lagi. Pemuda itu hanya menurut saja apa kata Alma.

Alma terus menarik lengan Garland hingga mereka kini berada di jalan.

"Elo mau bawa gue ke mana sih sebenarnya?" tanya Garland lagi.

Alma hanya melirik sekilas tanpa berkata apapun juga. Dia tetap menarik lengan Garland hingga mereka berada di sebuah taman kecil. Ternyata Alma membawa Garland ke taman yang tak jauh dari rumah Alma.

"Kita duduk di sana aja yuk!" Alma menunjuk sebuah bangku beton yang ada di taman itu.

Garland mengangguk saja. Dia kemudian berjalan mengikuti langkah Alma mendekat ke arah bangku itu.

"Sebenarnya ada apa sih Al?" Garland kembali bertanya saat dirinya dan Alma tengah duduk di bangku beton itu.

Alma menarik napas panjang. Kemudian dia menghembuskannya perlahan. Dadanya terasa sesak saat ada yang bertanya tentang hubungannya dan Bara.

"Al." Garland menarik jemari Alma ke dalam genggamannya.

"Gue tahu elo mungkin nggak percaya sama gue. Elo mungkin menganggap gue terlalu ikut campur urusan elo. Tapi yang harus elo tahu. Gue ngelakuin ini karena gue peduli sama elo. Terlepas dari sikap elo ke gue selama ini," ucap Garland.

Alma menatap mata Garland yang memancarkan sinar ketulusan. Tak ada rasa selain ketulusan yang terpancar di sana.

"Elo boleh cerita apa saja sama gue. Gue akan dengan senang hati dengerin semuanya," ucap Garland.

"Sorry gue narik-narik elo tadi," kata Alma.

Garland tersenyum. "Iya enggak apa-apa. Gue ngerti kok. Elo nggak mau bokap sama nyokap lo tahu kan soal ini?" ujar Garland.

Alma mengangguk. "Bukan cuman itu aja sebenarnya Land," sahutnya.

"Lalu?"

Alma menghela napas panjang. Seolah ada beban ribuan kilo yang menghantam dadanya saat ini.

Garland tak menuntut Alma untuk segera menjawabnya. Pemuda itu justru mengelus lembut punggung tangan Alma. Seolah memberikan aliran semangat dan juga menunjukkan empatinya pada gadis itu.

"Ada hal lain yang membuat gue ngajak lo ke sini."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!