Hari ini aku pulang kerja lebih awal karna mau ikut kajian di salah satu majlis kajian. Kebetulan teman akrabku semasa SMA dulu mengajakku ikut kajian untuk menambah pengetahuan agama kami.
Nina Saraswati, teman akrabku semasa SMA dulu. Kami berteman akrab sejak kelas 2 SMA, sampai sekarang pun hubungan kami masih tetap baik dan langgeng. Nina gadis manis, baik dan ceria. Dia selalu mengajakku mengikuti kegiatan-kegiatan positif untuk mengisi waktu luang kami.
Hari ini dia mengajakku ikut ke majlis kajian tempat dia mengkaji ilmu agama. Sejak mengikuti kegiatan di majlis itu, Nina sudah mantap berhijab. Lihat saja sekarang, dengan balutan baju gamis bercorak bunga tulip sederhana dan hijab hitam yang menutup kepalanya, Nina terlihat manis dan anggun.
"Kita mau belajar apa sih Nin?" tanyaku pada Nina.
"Tenang aja kita bukan disuruh baca al qur'an satu-satu kok, cuma dengar aja beberapa orang yang baca maulid dan qasidah. Insya Allah lo bakal menemukan ketenangan yang belum pernah lo rasakan sebelumnya," jawab Nina.
"Heummm gitu ya? Oke deh kalau begitu, siapa tahu gue bakal ketularan pakai hijab kaya lo hehehe," jawabku sambil tertawa pelan.
Nina pun menjawabnya dengan semangat sambil mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Aamiin aamiin ya Robbal'alamiin. Udah yuk ah kita berangkat ntar keburu kesorean!"
"Oke, ayo!" jawabku sambil ku tarik lengan Nina dengan pelan.
"Kenapa jadi lo yang semangat gini? Jadi kaya lo yang ajak gue."
" Hahaha ... " jawabku hanya dengan tertawa.
Setibanya di majlis ilmu yang Nina maksud, kami langsung mencari tempat duduk di deretan jama'ah perempuan, karna tempat duduk antara jama'ah laki-laki dan perempuan di pisah tidak di satukan.
Aku lihat di sekelilingku, semua jama'ah perempuan memakai baju gamis dan hijab di kepala. Sedang jama'ah laki-laki memakai baju koko putih, ada juga yang berwarna lain dengan kopiah di kepala mereka.
"Heummm masjlis ini sangat wangi, entah wangi apa ini, seperti aroma therapy," bisikku dalam hati, sambil ku lihat ada salah satu jama'ah laki-laki membawa semacam tungku kecil dengan asap yang mengepul dan mengeluarkan aroma wangi yang terasa enak di penciumanku.
Tiba-tiba Nina sedikit berbisik padaku, "itu namanya gahru!" aku tekejut, Nina seperti tahu apa yang sedang aku pikirkan. Aku pun menganggukan kepala tanda mengerti, padahal baru hari ini aku tahu seperti apa itu gahru.
Tidak beberapa lama muncul lah seorang laki laki tinggi dan gagah. Laki-laki itu terlihat tampan dengan wajahnya yang cerah, dengan balutan baju koko putih bersih panjang hingga sampai ke atas mata kaki.
Aku sempat tertegun melihat laki-laki itu, wajahnya tenang dengan tatapan mata yang teduh. Tiba-tiba Nina menyenggol bahuku dengan bahunya.
"Itu Ustadz Ahmad Subhani, beliau pemilik majlis ini sekaligus pengajar disini," bisik Nina padaku.
"Oh, jadi beliau itu guru lo Nin, yang suka lu ceritain itu?" jawabku sambil berbisik ke telinga Nina.
"Iya!"
Ustadz Ahmad Subhani, beliau adalah orang yang selalu diceritakan Nina padaku. Menurutnya dia menemukan ketenangan sejak ikut kajian di majlis ustadz Ahmad Subhani. Lebih nyaman dan tenang menjalani hari-hari, nggak gampang baper seperti dulu, waktu zaman SMA apalagi kalau habis putus cinta.
Lantunan maulid Nabi Saw pun mulai di perdengarkan berselingan dengan qasidah-qasidah. Sungguh pendengaran yang baru aku dengar setelah bertahun-tahun aku hidup.
Maaf jika penggambarannya sedikit berlebihan, tapi memang benar. Belum pernah aku temukan majlis kajian seperti ini sebelumnya.
Tanpa terasa ada butiran-butiran air hangat yang jatuh ke pipi saat aku dengar lantunan qasidah,
Yaa thoybah, yaa thoybah
yaa dawal 'ayaana
isytaqnaalik
wal hawa nadaana
wal hawa nadaana
"Oh, Tuhan. Perasaan apakah ini? Mengapa aku sesedih ini mendengar lantunan qasidah itu?" tanyaku lirih didalam hati, setelah aku pejamkan mata sambil meresapi tiap lirik qasidah tersebut.
"Sungguh tak pernah aku rasakan sebelumnya, sedih dan dan rindu bercampur jadi satu. Semoga saja, ini adalah awal dari cahaya hidayah-Nya agar aku bisa jadi manusia yang lebih baik lagi." Harapku dalam hati.
Setelah selesai pembacaan maulid dan qasidah. Ustadz Ahmad pun memberi sedikit kajian, salah satu perkataan Beliau yang aku ingat dan aku kutip dalam hati.
ilmu agama yang paling tinggi itu adalah budi pekerti yang baik, maka kita harus berusaha memiliki itu dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan memohon pertolongan Allah ta'ala tentunya.
Setelah Ustadz Ahmad memberikan sedikit tausiyah. Selanjutkan kami disuguhkan nasi uduk dengan ayam goreng sebagai lauknya.
Di nampan, nasi di sajikan lalu kami menyantap makanan itu bersama-sama. Satu nampan cukup untuk empat orang. Aku pun memakannya langsung dengan tangan kanan seperti yang lainnya.
Sambil makan kami disuguhkan dengan alunan qasidah yang merdu menambah nikmat makanan yang kami makan.
Beberapa jama'ah membagikan air mineral gelas secara estapet. Aku menerima air mineral itu dan segera meminumnya.
Selesai makan, jama'ah satu persatu bersalaman dengan ustadz Ahmad untuk pamit pulang, kecuali jama'ah perempuan karna Ustadz Ahmad tidak bersalaman dengan yang bukan mahromnya.
Kami jama'ah perempuan hanya berpamitan dari jauh. Ustadz Ahmad hanya tersenyum.
"Hati-hati di jalan!" jawab Ustadz Ahmad.
Aku dan Nina pun segera bergegas meninggalkan majlis. Tak lupa kami bersalam-salaman dengan jama'ah perempuan yang lain. Semua orang baru bagiku, tidak ada yang aku kenal kecuali Nina.
Sesampainya di depan majlis, kami menepi mencari bajaj yang kosong untuk mengantar kami pulang.
"Alhamdulillah akhirnya dapat bajaj juga!" Seru Nina.
"Iya, alhamdulillah," jawabku sambil melihat jam tangan yang melekat di lengan kiriku, yang sudah menunjukan pukul setengah sepuluh malam.
"Wow sudah hampir jam sepuluh Nin," ucapku pada Nina.
"Ah, masih setengah jam lagi, tenang aja masih rame," jawab Nina.
"Bukan masalah rame atau nggaknya, masalahnya gue udah di kunciin pintu jam segini."
Nina mentapku dalam, "Tinggal minta bukain, gitu aja kok repot. Udah yuk ah, naik bajajnya ntar keburu di rebut orang!"
"Pacar kaliii di rebut," jawabku pada Nina.
" Hehehe ... " Nina hanya tertawa mendengar celotehku.
Kami pun segera masuk ke dalam bajaj.
"Bang, ke jalan swadaya 2 ya!" pintaku pada Abang bajaj.
"Baik Neng!" jawab tukang bajaj dan bajaj pun melaju dengan cepat meninggalkan kerumunan orang-orang yang hendak pulang ke rumah masing-masing.
**Semoga suka ya karna ini cerita pertamaku, jangan lupa like dan comentnya Kakak, Vote apalagi hehehe ....
terimakasih :)
..
.
Hari ini waktu sudah menunjukan pukul empat sore, saat ku lirik jam tangan sport wanita warna putih yang melekat di pergelangan tangan kiriku. Tiba-tiba saja, Radin muncul di hadapanku.
"Assalamu'alaikum Wirda."
"Wa'alaikum salam," jawabku.
Seperti biasa, setelah pulang dari kampus Radin menjemputku.
Kami berteman akrab sejak dia putus dengan Lina. Sampai sekarang pun dia masih sering curhat tentang Lina, sepertinya dia belum sepenuhnya bisa melupakan mantan pacarnya itu, tapi aku selalu setia mendengarkan curhatannya.
Kadang aku berpikir ada ya seorang pria segagah Radin bisa sebegitu hancurnya di tinggal nikah, apa sedalam itu dia mencinta. Apa dia lupa jika jodoh, maut dan rezeki itu di tangan Allah.
Tapi syukurlah dia tidak sampai lari ke minuman keras atau narkoba. Karna aku tahu dia laki-laki yang baik dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri, jadi aku tidak terlalu memikirkan itu, aku hanya bisa bantu dia dengan mendengarkan curhatannya saja, mungkin dia jadi jauh lebih tenang setelah meluapkan segala isi hatinya.
"Hei, kamu sudah pulang kuliah?"
"Iya sudah."
"Ayo ku antar kau pulang!"
Radin mengajakku sambil tetap duduk di atas sepeda motor warna merah miliknya.
"Oke sebentar, aku pamit dulu dengan mba Linda."
Di jawab oleh Radin dengan anggukan kepala, tanda setuju.
Mba Linda itu pemilik butik tempat aku bekerja. Kebetulan rumah dan butik miliknya berdekatan, jadi setelah aku selesai bekerja jaga butik aku bisa langsung menyerahkan kunci butik padanya.
Setelah aku pamit dengan mba Linda, aku langsung duduk di atas motor Radin. Duduk menyamping dengan tangan kiriku memengang besi yang berada di pinggir jok motor.
Sepanjang jalan Radin banyak bercerita, tentang kejadian-kejadian di kampusnya juga tentang salah satu dosennya yang sedikit berbeda pandangan dengan dia soal agama islam.
Walau Radin kuliah mengambil jurusan komputer tapi dia kuliah disalah satu universitas islam di Jakarta, jadi ada juga mata perkuliahan yang berhubungan dengan agama islam.
Sepanjang jalan aku hanya diam mendengar dia bercerita sambil sesekali menguap karna terlalu lelah dan mengantuk.
Tiba-tiba saja Radin mengagetkan aku.
"Hei kamu diam aja, kenapa?"
Aku kaget dan langsung ku jawab, "Eh, nggak kenapa-kenapa kok, cuma lelah aja."
"Lelah apa laperrr?"
tanya Radin sambil tertawa.
" Hahaha ... "
Aku hanya tersenyum sambil tertawa kecil
"Hehee."
"Kita makan dulu yuk, kamu sudah sholat ashar kan?" tanya Radin padaku.
"Iya, alhamdulillah sudah, memangnya mau makan dimana?" Jawabku dengan pertanyaan juga.
"Kita cari warung makan yang dekat-dekat aja, kasihan itu, cacing-cacing di perutmu sudah berteriak minta di suplai makanan." Ledek Radin padaku sambil tetawa.
"Heummmm hehe," ku jawab hanya dengan sekali tertawa.
Akhirnya kita berhenti disalah satu rumah makan padang. Radin segera menghentikan motornya, menunggu aku turun baru kemudian dia turun dan mencari tempat untuk menaruh motornya.
Setelah mengkunci motornya, dia mengajakku masuk ke rumah makan itu. Cukup ramai rumah makan disini, mungkin karna banyak orang yang pulang dari bekerja mampir kesini untuk makan.
Radin mengajakku duduk disalah satu bangku dengan meja makan warna putih di depannya.
"Kamu mau makan apa?" tanya Radin sambil menatapku.
"Apa aja, terserah kamu," jawabku sambil aku tundukkan pandanganku dari tatapannya.
" Oke, kita makan nasi padang rendang aja ya sama es teh manis, gimana?" tanya Radin dengan tetap menatapku.
" Iya!" jawabku dengan pandangan tetap ke depan meja makan.
Radin beranjak ke meja kasir untuk memesan makanan.
"Mas, mau nasi padang rendang dua sama es teh manis nya dua ya, tolong di antar ke meja yang itu (Radin menunjuk meja tempat aku menunggu)."
"Baik mas, total semua jadi tiga puluh empat ribu rupiah," jawab kasir pada Radin.
Radin menyerahkan uang lima puluh ribu rupiah kepada kasir. Kemudian kasir itu pun menyerahkan uang kembalian sebesar enam belas ribu rupiah kepada Radin.
Radin menerima uang itu dengan tangan kanannya. "Oke, terima kasih ya!"
"Sama-sama mas," jawab si Abang kasir.
Radin beranjak ke meja tempat aku menunggu sejak tadi.
"Memang kamu punya uang? Kamu kan belum kerja, sudah traktir aku lagi," tanyaku.
Karna aku tahu Radin masih kuliah. Masih mengandalkan uang jajan dari orangtuanya.
"Ada kok, kadang aku bantu teman sedikit-sedikit betulin software laptop yang rusak." penjelasan Radin padaku.
"Oh, yaa. Wow, senang ya sambil kuliah bisa dapat penghasilan tambahan," jawabku dengan kagum.
"Iya! Alhamdulillah lumayan buat tambah- tambah beli buku."
"Jadi uang yang kamu keluarkan untuk traktir aku selama ini buat beli buku?" tanyaku pada Radin.
"Ya nggak, sudah aku sisihkan kok yang untuk beli buku," jawab Radin mencoba meyakinkan aku, karna dia tahu aku paling tidak enakan kalau orang lain harus merepotkan diri mengeluarkan uang buat aku padahal orang itu butuh.
"Oh, syukurlah kalau begitu. Aku pikir kamu sampai mengorbankan uang buku, hanya untuk kasih makan aku," jawabku dengan hati yang cukup lega.
"Nggak kok, tenang aja." jawab Radin sambil tersenyum, sehingga semakin terlihat jelas lesung pipinya.
"Kalau dilihat-lihat Radin manis juga," gumamku dalam hati yang langsung aku tepis, "Astagfirulloh, apa-apaan sih kamu Wirda, dia sahabat kamu, sempat-sempatnya perhatikan Radin sampai segitunya," omelku pada diri sendiri.
Tiba-tiba Radin mengagetkan aku.
"Hei bengong aja, itu makanannya sudah datang!"
"Eh, iya," jawabku kikuk. Berharap Radin tidak tahu apa yang baru saja terlintas di hatiku.
"Ayo cepetan makan, kamu kan lapar, setelah itu kita langsung pulang. Ini sudah sore takut maghrib di jalan."
" Iya!" jawabku, lalu segera aku makan nasi padang yg di pesan Radin tadi, karna perutku lapar sekali dari sejak di butik menahan lapar sambil menunggu waktu pulang kerja.
Selesai makan, kami menuju parkiran motor, kemudian Radin meyerahkan uang parkir motor kepada tukang parkir di situ.
Radin segera duduk di atas motor, memakai helm dan memberikan helm yang satu lagi padaku. Aku pun segera memakainya, lalu duduk di belakang Radin.
"Sudah siap?" Radin bertanya dan siap menjalankan motornya.
"Iya sudah!" jawabku.
Motor pun melaju dengan tidak terlalu cepat. Radin tidak berani melaju dengan cepat apalagi sampai ngebut kalau bawa motor bonceng perempuan, khawatir kenapa- kenapa bawa anak orang.
Sampailah tepat di depan rumahku, "Makasih ya!" Tak lupa aku ucapkan terimakasih.
"Sama-sama, besok aku jemput ya?" tanya Radin kemudian aku jawab dengan anggukan kepala tanda setuju. Radin pun pergi dari hadapanku.
"Hari ini. Aku, dia dan nasi padang jadi ceritaku di senja hari yang akan berganti malam," ungkapku dalam hati.
Aku bangun dari tempat tidur dengan malasnya, karna masih mengantuk. Sehabis sholat shubuh tadi aku masih mengatuk jadi kuputuskan untuk tidur kembali.
"Uaaahhhmm!"
Aku tepuk perlahan mulutku dengan talapak tangan.
Aku lihat ke arah dinding mataku mencari-cari jam dinding yang menempel di dinding kamarku.
Jam dinding menunjukan pukul Delapan pagi. Kebetulan hari ini aku libur kerja karna setiap hari minggu. Mba linda pemilik butik tempat aku bekerja yang menjaga butik itu.
Tiba-tiba terdengar suara ponselku berdering dengan nada dering lagu Dealova milik Once terdengar sayup-sayup.
Kau seperti nyanyian dalam hatiku
yang memanggil rinduku padamu
oo... seperti udara yang ku hela
kau selalu ada ....
kau selalu ada ....
kau selalu ada....
Aku angkat handphoneku dengan gerak yang sedikit malas karna masih mengantuk.
Aku lihat layar di monitor hp tertera sebuah nama "Radin."
"Assalamu'alaikum. Iya, ada apa Adin pagi-pagi begini telpon?" sapaku pada pemilik nama yang tertera di layar ponselku dan langsung dijawab oleh dia.
"Wa'alaikum salam. Hei... Sudah jam berapa ini kamu bilang masih pagi? Hari libur nih kamu nggak kemana-mana?"
"Nggak! Hari libur atau nggak buat pekerja seperti aku, sama saja buat aku Radin. Nggak ada bedanya, karna hari libur buat istirahat. Tidur!"
Terdengar suara tertawa yang tidak begitu keras dari dalam ponselku.
"Hahaha, sudah buruan mandi sana dandan yang rapih kita jalan yuk! akan ku buat hari ini jadi hari libur buat kamu."
"Mau kemana kita Adin? Awas ya kalau cuma ajak aku muter-muter ga jelas."
Radin tertawa lagi mendengar jawabanku.
"Hehehe! Ya nggak lah, aku mau ajak kamu jalan pagi. Ya walau ini sudah kesiangan untuk kita jalan pagi, tapi nggak apalah daripada kamu tidur seharian ntar pipi nya tambah tembem," ledek Radin padaku.
"Huuhh. Oke sebentar ya aku mandi dulu," gerutuku tapi menyetujui ajakan Radin.
"Oke, lima belas menit lagi aku wa ya?"
"Oke!" jawabku.
"Assalamu'alaikum." Radin mengucapkan salam saat ingin menutup telpon,lalu kujawab salamnya dengan ikhlas.
"Wa'alaikum salam Radin."
Aku bangun dari tempat tidur dan mengambil handuk, lalu segera pergi ke kamar mandi. Kurang lebih lima belas menit dikamar mandi. Begitu tiba didalam kamar, ku dengar suara pesan dari ponselku, ternyata pesan wa dari Radin.
Aku buka wa dari Radin.
Radin : " Udah rapih belum, Wirda?"
Aku : "Cepet banget, udah wa aja."
Radin : "Kan tadi sudah aku bilang 15 menit lagi aku wa. "
aku : "O, iya hehehe bentar aku rapih-rapih dulu sebentar."
Radin : "Oke, ini aku udh di ldepan rumah ya."
aku : "Siaap.. 10 menit lagi aku keluar ."
Radin : "Asiaaaap aku akan selalu setia menunggumu Nona [Emoticon senyum]"
aku : "Maksudnya...?? [Emoticon tertawa]"
Radin : "Nggak ada maksud [Emoticon menjulurkan lidah dan mata tertutup sebelah] udh cepetan kelamaan nunggu kamu, aku keburu di lalerin nih."
aku : "Hahahaha jadi kamu belum mandi sampe dilalerin begitu [Emoticon tertawa terbahak-bahak]"
Radin : "E**nak ajaa [Emoticon menjulurkan lidah sambil menutup mata]"
Segera kututup ponselku setelah kubaca balasan wa dari Radin. Aku ambil kaos lengan panjang yang sedikit longgar dan celana kulot warna hitam dari dalam lemariku.
Setelah selesai berpakaian lengkap tak lupa kusisir rapih rambutku yang panjang sebahu lalu ku ikat dengan ikat rambut warna hitam favoritku. Tak lupa pakai sedikit bedak dan semprot minyak wangi aroma bunga sweet alyssum ke bajuku.
"Maaf, nunggu lama ya?" tanyaku pada Radin.
"Ah nggak kok. Udah yuk jalan. Ini pakai helmnya!" jawab Radin sambil menyodorkan helm bogo merk Cargloss semi kulit warna coklat mocca kepadaku.
Aku ambil helm itu setelah ku pakai segera aku duduk di motor Radin. Kebetulan aku pakai celana panjang, jadi bisa duduk dengan posisi menghadap punggung Radin. Tapi tetap berpegangan pada besi dipinggiran jok belakang motor.
"Kita mau kemana sih Adin?"
Radin menjawab pertanyaanku sambil bercanda, "Kemana aja boleeeh Hahaha!"
"Iiihhh sebeeel, ditanya serius juga."
Kucubit pinggang Radin, lalu terdengar ringisan kecil dari mulutnya. Mungkin kesakitan saat ku cubit pinggangnya.
"Adowww. Sakit Wirda!"
"Habisnya sebel! Ditanya serius malah jawab bercanda," jawabku dengan ekspresi muka yang cemberut.
"Iya, iya. maaf, abis kamu banyak tanya sih. Sudah ikut aja. Pokoknya hari ini harus refreshing. Kamu pasti capek banget kerja satu minggu penuh dengan libur hanya sehari, besok mulai kerja lagi. Ya aku juga nggak bisa ajak kamu ke tempat mahal, paling cuma bisa ajak ke taman. Maklum deh cuma anak kuliahan belum punya gaji tetap, hehehe!" Radin coba menjelaskan mengajakku diminggu pagi ini.
"Oh, begitu lagian ngapain sih pake repot-repot. Aku kan juga nggak minta diajak kemana-mana, tidur seharian dirumah saat libur itu udah merupakan refreshing buat aku," aku jawab penjelasan Radin barusan.
"Huuhhh! Dasar jomblo, maunya tidur terus."
Ledek Radin padaku yang langsung saja aku ingatkan statusnya yang juga sama dengan aku.
"Heehh! Nggak sadar apa? Kamu juga jomblo bucin yang nggak bisa move on dari sang mantan Hehehe," balasku sambil tertawa.
"Uppss!"
Langsung kututup mulutku dengan telapak tangan kananku. Kemudian aku minta maaf pada Radin karna keceplosan mengucapkan kata-kata seperti itu.
"Maaf Radin, aku nggak bermaksud menyinggung perasaanmu."
Radin menjawab permohonan maafku
"Sudahlah tidak apa. Kamu bebas berkomentar apapun tentang aku dan dia. Insya Allah aku nggak akan marah, tapi suatu saat aku akan membuktikan padamu bahwa aku bisa move on dari dia. Aku pasti akan menemukan wanita yang lebih baik dari dia."
"Aamiin!" jawabku dalam hati, aku takut jika keluar dari mulutku, Radin akan salah paham. Nanti disangkanya aku ada rasa suka sama dia.
Tibalah kami di sebuah taman yang Radin maksud, segera aku turun dari motor kemudian Radin memarkir motornya di area parkir taman. Kemudian Radin menunjuk sebuah bangku dekat pohon cemara. Ada beberapa pohon bunga matahari juga disitu sehingga taman ini jadi terlihat begitu cerah dan indah.
"Kita duduk disana ya!" Seru Radin, kujawab hanya dengan satu kata "Oke!"
Kami pun berjalan menuju bangku yang di maksud Radin kemudian duduk disitu.
"Wow Ini indah sekali Radin!
Aku seperti baru bangun tidur kemudian langsung melihat surga," ucapku dengan mata berbinar seperti orang yang baru dapat doorprize sepeda motor.
Radin tertawa, "Hahaha lebayy kamu."
"Biarin, weeeee!" balasku sambil menjulurkan lidah seperti anak kecil, lalu kami pun tertawa bersama.
"Hei lihat itu. Sepertinya seru main itu, kita main yuk?!" seru Radin sambil menunjuk ke arah beberapa anak kecil yang sedang bermain layang-layang.
"Iiihh Kaya anak kecil main layang-layang. Kita kan sudah 22 tahun Radin!" jawabku seperti tak rela diajak bermain layang-layang.
"Kamu yang 22 tahun, aku kan baru 21 tahun. Satu tahun lebih muda dari kamu" jawab Radin sambil tersenyu.
"Akh, lagi-lagi lesung pipi itu kelihatan jelas di wajah Radin. Apalagi di tempat terang begini, makin terlihat manis wajahnya, bahkan lebih manis dari teh kotak yang barusan aku minum.
Setelah menyadari kalau daritadi aku memandangi wajah Radin. Langsung saja aku palingkan tatapanku ke arah layang-layang yang sedang diterbangkan anak-anak itu, kemudian aku jawab sindiran Radin tadi yang sedikit membuatku tersinggung.
"Maksud kamu aku lebih tua begitu, dan kamu masih muda (sambil pasang muka cemberut)."
Radin tertawa bahagia mendengar jawabanku."
"Hahahaha, ayo lah teman jangan tersinggung begitu, aku kan hanya bercanda. Eh, tapi kamu kelihatan manis loh kalau lagi ngambek! (Sambil tersenyum)."
"Siapa yang ngambek?!" Jawabku sambil berlalu dari hadapan Radin. Padahal aku hanya ingin menyelamatkan jantungku yang deg degan saat Radin bilang kalau aku manis.
"Kenapa sih kita harus main layang-layang? Malah jadi kaya anak kecil tahu!"
Radin menatapku kemudian menjawab pertanyaanku.
"Heummm siapa bilang layang-layang hanya bisa di mainkan anak kecil. Orang dewasa banyak juga yang senang bermain layang-layang. Terkadang, kita juga harus bersikap seperti anak kecil agar bisa sedikit melupakan lelah dan masalah kita. Karna hati anak kecil selalu senang. Dia hanya memikirkan masa sekarang tidak memikir masa lalu, apalagi masa mendatang. Yang ada hanya masa sekarang!"
"Hemmm begitu ya. Iya juga sih. Ya sudah ayo kita main layang-layang!" jawabku dengan semangat seperti anak kecil yang baru di belikan mainan baru.
"Ayo. Kita kesana dulu beli layang-layangnya!" jawab Radin yang tak kalah semangatnya dari aku, sambil menunjuk pedagang layang-layang dekat anak-anak kecil yang sedang bermain.
Setelah Radin membeli dua buah layang-layang, kemudian dia memberikan satu untukku dan satunya lagi untuk dia. Kami pun berusaha menerbangkan layang-layang itu. Ternyata tidak mudah bermain layang-layang bagiku, sedangkan Radin sudah berhasil menerbangkan layang-layangnya.
Aku masih saja terus berusaha menerbangkan layang-layangku. Radin tertawa melihat aku kesulitan menerbangkan layang-layang, kemudian memanggilku.
"Wirda, Kesini. Pegang layang-layangku mainkan ini saja, biar layang-layangmu aku yang terbangkan!"
Aku menuruti perkataan Radin. Aku pegang tali layang-layang Radin dan menyerahkan layang-layangku kepadanya.
Tak terasa hari semakin siang, setelah puas bermain layang-layang kami pun beranjak meninggalkan taman. Hari ini aku cukup senang dan sedikit melupakan lelahku karna pekerjaan.
"Terimakasih Radin, kau memang sahabatku, selalu ada disaat aku butuh teman untuk berbagi lelah dan kepenatan," gumamku dalam hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!