Malam hujan terus mengguyur kota X membuat banyak genangan air. Disebuah jalan yang sepi, jalan begitu mencekam dan dingin malam menusuk hingga ke tulang, terlihat seorang wanita berjalan dengan tergesa sambil memeluk tubuhnya sendiri yang menggigil kedinginan.
Semakin cepat dia berjalan bahkan setengah berlari, cepat dan semakin cepat berlari dari jalanan yang sepi dan mencekam. Perasaan was-was mulai menghampiri, dan dia tetap terus berlari berusaha secepat mungkin tapi sayang kaki yang kecil tak mampu membuatnya berlari kencang sampai akhirnya seseorang mampu mengejarnya.
"Sendirian gadis cantik, kenapa harus terburu-buru ayo bermain dulu denganku sebelum pulang, rasanya tubuhmu yang menggigil kedinginan perlu dihangatkan." ucap pria menatap tajam padanya dengan menggoda sambil tangannya sudah memegang erat tangan Diana.
"Lepaskan tanganku, siapa kau, jangan ganggu biarkan aku berjalan pulang, aku mohon tuan, lepaskan tanganmu." teriak wanita tersebut mengiba, memohon dilepaskan dan air mata menetes dipipinya.
"Ayolah jangan jual mahal, kau akan ku bawa ke surga dunia. Hahahaha." tertawa dengan keras sambil memikirkan sesuatu dengan senyuman licik.
"Ampun tuan. Maafkan saya. Lepaskan tanganmu tuan, jangan tuan saya mohon jangan lakukan ini pada saya tuan. Tuan tolong jangan."
Teriak wanita tersebut memecah kesunyian malam membuat bulu kuduk merinding mendengarnya, tapi pria tersebut terus mengerayangi tubuhnya.
Pria tersebut seakan tidak mendengar permintaannya dan akhirnya kesucian itu terenggut dengan terpaksa dan harus ditanggung seumur hidup oleh wanita.
"Tuan ampun tuan, lepaskan saya. Saya mohon tuan jangan lakukan ini." ucap wanita sambil terus menangis dan berusaha melindungi dirinya dengan batin yang terkoyak, menangisi nasibnya dari penghinaan yang sungguh tak mampu dia tahan.
"Hahahaha."
Pria itu tertawa dengan sangat keras membuat semakin tersayat wanita yang jadi santapannya.
Dengan beralaskan kardus disebuah lantai ruko kosong menjadi saksi bisu penderitaan gadis itu. Sialnya tidak ada satupun manusia yang lewat dan menolong gadis tersebut. Takdir yang membuat dia menderita seumur hidup dengan batin yang terkoyak, trauma yang begitu dalam.
Setelah puas melakukan aksinya, pria tersebut pergi tanpa ada rasa iba pada gadis yang telah direnggut kesuciannya dengan paksa.
Menangis dan terus menangis meratapi nasib, takdir yang tidak berpihak padanya. Sambil memunguti baju yang telah berserak dilantai, memakainya kembali dengan kenyataan pakaian yang sudah tidak layak banyak robekan karena dibuka paksa oleh pria yang menggagahinya.
Sambil menangis berjalan berusaha secepatnya sampai kekontrakannya, tapi semakin dia berusaha melangkahkan kaki secepatnya sakit itu semakin menusuk dadanya. Rasa sakit fisik akibat perkosaan tadi tak sesakit hatinya yang tercabik.
Dengan penuh perjuangan, akhirnya sampai ke kontrakan kecil yang hanya memiliki satu ruangan dan satu kamar mandi. Hanya ruangan sempit yang mampu dia sewa sebagai tempat pelindungnya, dengan segera membuka pakaiannya dengan paksa kemudian merobek baju tersebut menggunting sampai halus. Hanya itu yang ada dipikiran gadis tersebut, setelah puas menggunting bajunya berjalan menuju kamar mandi sambil terus meratapi yang telah dialaminya.
Malam ini telah merubah nasib dan menghancurkan impian kecilnya, siapa yang mau menerimanya, sanggupkah dia bertahan.
Menangis dan terus menangis, sambil membiarkan air terus menyirami tubuhnya, dengan menggunakan sabun menggosok tubuhnya dengan kasar.
"Aku jijik dengan tubuh ini, tubuh yang telah ternoda, aku mengutukmu pria biadab. Aku mengutukmu." ucapnya sambil terus menangis.
Tangis kembali pecah dan lebih memilukan di kamar mandi. Setelah lelah menggosok badannya dengan sabun, gadis itu masih merasa kotor, sangat kotor. Meringkuk dengan menekuk kedua lututnya yang hanya memakai pakaian dalam terus meratapi nasibnya.
Tanpa dia sadari malam terus berlalu dan memasuki pagi, gadis itu masih meringkuk dikamar mandi tanpa berpakaian. Dengan tertatih dia meraih handuk dan keluar dari kamar mandi, tatapan yang kosong dengan pikiran yang bercampur membuat gadis tersebut lunglai jatuh dan pingsan. Entah berapa lama dia pingsan, dan berharap ketika bangun yang dialaminya adalah mimpi buruk.
"Tubuhku lelah dan kedinginan." gumam gadis itu setelah bangun dari pingsannya.
Gadis yang mengalami perkosaan membuat hidupnya tergoncang, orang memanggilnya Lily. Lily, gadis berumur 18 tahun sangat periang dan lincah harus mengalami perlakuan yang biadab menghancurkan masa depannya.
Lily, yang susah payah berjuang dengan hidupnya yang keras harus ditambah lagi dengan penderitaan. Dunia ini kejam dan tidak adil untuknya.
Lily merasa dunia tidak adil baginya. Semakin hari mimpi buruk itu terus menghantuinya dan waktu terasa lambat bagi Lily.
"Sudah pagi, saatnya aku bersiap untuk bekerja. Terlalu lama aku izin, yang ada aku akan dipecat." gumam Lily.
Lily bekerja di sebuah restoran cepat saji sebagai pelayan dan ini sudah cukup baginya untuk menjalani hidup.
Satu bulan telah berlalu sejak kejadian malam yang memilukan itu, dan Lily merasakan ada sedikit aneh pada tubuhnya. Tanpa sadar Lily mengingat-ingat jadwal datang bulannya.
"Rasanya minggu kemaren harusnya datang kenapa sekarang telat, apa ada yang salah dengan tubuhku? Oh tidak, apa mungkin kejadian malam itu membuat ku hamil!
Oh Tuhan apa lagi ini, cobaan apalagi yang kau berikan padaku, tak cukupkah penderitaanku bagimu."
Sambil terisak Lily terus menangis mengenang nasib yang akan dijalaninya. Bagaimana dia hidup dengan kondisi hamil tanpa suami? Setelah puas menangis, Lily mencoba bangkit dari keterpurukannya.
"Baiklah aku harus tetap hidup apapun yang terjadi." tekad Lily begitu kuat untuk tetap hidup.
"Nanti, sepulang bekerja aku mampir dulu ke apotik, aku harus pastikan apa dugaan ku benar." gumam Lily sambil tetap berkemas.
Jarak tempat bekerja dengan kontrakannya lumayan jauh, Lily harus naik angkot selama satu jam perjalanan dan itu cukup melelahkan baginya dan juga menyenangkan karena dia bisa tiduran di atas angkot.
Lily sampai di restoran cepat saji dan segera menuju ruang karyawan untuk memakai seragamnya, dan topi ala karyawan menutupi kepalanya.
"Aku siap dan harus kuat, senyum Lily dan ayo semangat." teriak Lily menyemangati dirinya.
"Hei pelayan bodoh cepat bersiap-siap apa kau mau dipecat, kau pikir ini rumahmu berteriak seenak perutmu." manejer restoran berucap kesal melihat tingkah Lily.
"Baik pak, maafkan saya." dasar tua seenaknya saja memaki orang, ucap Lily dalam hatinya tak terima dimarahi.
Satu jam, dua jam, tiga jam sampai tujuh jam Lily bekerja dan waktu jam pergantian shift datang.
"Akhirnya, aku bisa pulang. Hari ini sungguh melelahkan. Aku harus cepat pulang, badanku rasanya semakin hari semakin tak menentu. Oh iya aku harus mampir dulu ke apotik, ya harus mampir. Aku harus memastikan keadaan tubuhku."
Sambil berjalan Lily menuju ke apotik tak jauh dari tempat dia bekerja.
"Mbak alat tes kehamilannya ada?"
"O ada mbak, mbak mau berapa?"
"Satu saja mbak."
"Tunggu sebentar ya mbak, ini mbak alatnya dan apa mbak tahu cara kerjanya?"
"O, iya saya tahu. Berapa mbak?"
"Tiga ribu mbak." ucap pelayan apotik dengan cepat sambil memasukan pesanannya ke dalam plastik.
"Ini mbak uangnya dan terimakasih." Lily menyodorkan uang sambil tersenyum.
Lily berdiri di pinggir jalan menunggu angkot yang akan membawanya pulang.
"Itu dia angkotnya. Akhirnya, kaki ku sudah lelah berdiri seharian dan mata ku mulai mengantuk jika melihat angkot pulang." gumam Lily sambil tersenyum.
Lily naik angkot dan duduk dibelakang sopir.
"Ah mata ini mulai berat, aku mengantuk sekali." Lily menutup mulutnya dan mulai tertidur mengarungi mimpinya.
Ini kebiasaan Lily setiap pulang kerja.
Angkot pun terus melaju membawanya sampai pak sopir membangunkannya.
"Non bangun sudah sampai, apa non mau terus naik angkot ini." gerutu pak sopir yang melihat Lily tidur dari tadi.
"Oh tidak pak saya turun disini, terimakasih pak."
Lily bergegas menuju kontrakan dan ingin mencoba alat yang dibelinya tadi. Sampai dirumah, Lily mencampakkan tasnya begitu saja di lantai dan langsung menuju kamar mandi.
"Aku harus menggunakan alat ini untuk mengetahui kepastiannya."
Tak lama muncul satu garis, dua garis.
Lily membaca keterangan di bungkus tersebut.
"Oh Tuhan, tidak ini tidak mungkin. Jangan cobaan ini Tuhan ini terlalu berat untukku".
Lily melempar apa yang dapat diraihnya dan terus menangis meratapi nasibnya.
Semua barang didekat Lily berhamburan, dibanting begitu saja melampiaskan sakit hati yang mulai membuat dia kehilangan kesadarannya.
"Laki-laki jahanam kau. Kau telah hancurkan hidupku, masa depanku. Aku benci laki-laki."
Lily menangis terisak-isak sambil memukul perutnya. Dia berpikir dengan memukul perutnya berharap yang ada diperutnya keluar.
"Apalagi yang harus ku pertahankan, apa.
Semuanya telah direnggut, aku mengutukmu pria *******. Aku mengutukmu. Terkutuklah kau, tinggallah kau didasar neraka laki-laki jahanam."
Lily terus saja mengumpat, menyumpahi, kata-kata kotor terus saja keluar dari mulutnya seakan-akan dia sering mengucapkan. Puas berteriak, menangis, mencaci akhirnya Lily tertidur dengan penuh air mata.
"Ibu, dimana kamu ibu, aku merindukanmu."
Lily menggigau dalam tidurnya seakan dia bermimpi melihat ibunya.
Hari demi hari terus berlalu, berganti bulan dan perut Lily semakin terlihat membuncit, karena usia kandungannya memasuki 5 bulan dan kondisi ini membuat Lily harus berjuang menahan hinaan dan cacian dari orang-orang yang melihat miring padanya.
"Wah-wah gadis penggoda sudah datang, tempat ini lama-lama serasa panas sejak ada dia." salah satu karyawan restoran mengejek Lily dengan ucapan yang sinis.
"Hei, apa salahku padamu? Apa mulutmu bisa sopan bicara dengan orang atau mau ku lakban mulutmu!" ucap Lily tak kalah keras membuat orang sekeliling memperhatikan mereka.
"Sudah-sudah. Apa-apaan kalian ini, ini masih jam kerja. Jika ingin bertengkar silahkan diluar restoran ini. Kalian mengerti!" bentak manejer pada mereka berdua.
"Baik pak." keduanya serempak menjawab sambil tertunduk lesu.
"Akhir-akhir ini aku sering kelelahan, apa karena kandungan ku mulai membesar. Apa yang akan kulakukan nanti setelah anak ini lahir?" pertanyaan demi pertanyaan bermunculan di benak Lily.
"Woi, ngelamun lihat tempat dong nek, jangan sembarangan ntar ada yang nyulik susah abang nyariin eneng kemana." gurau teman pria Lily sambil cekikikan.
"Kamu Ben, ngagetin aja. Emang siapa yang mau culik saya?"
"Klo kamu ngelamun terus, maka aku sangat bersedia menculikmu." cap Beni sambil tersenyum menggoda.
Beni adalah salah satu karyawan di restoran tempat Lily bekerja dan hanya Beni yang memperlakukan Lily dengan baik. Diam-diam Beni menyimpan perasaan terhadap Lily dan itu sudah lama dipendamnya. Beni berusaha menutup rapat-rapat hatinya, apalagi sekarang Lily tengah mengandung, entah anak siapa, namun sikap Beni tak berubah pada Lily.
"Ben apa kau mau menemani ku nanti pulang kerja?"
"Mau kemana?"
"Aku mau cek kandungan, ini sudah jadwal aku cek Ben. Aku takut periksa sendirian."
"Baiklah, nanti aku akan menemanimu, tapi ada syaratnya nggak gratis ya." ucap Beni sambil tersenyum jahil
Entah rencana apa yang ada di kepala Beni hingga dia tersenyum sendiri.
"Apa syaratmu Ben, aku akan penuhi asal jangan yang aneh ya." pinta Lily.
"Ngak aneh kok, cuma sedikit memalukan." Beni tertawa dengan ide jahil yang ada dikepalanya.
"Iya, iya apa syaratmu tapi janji ya temani aku ke dokter, aku mohon." pinta Lily dengan penuh harap.
"Baik, nanti pulang kerja kita pergi." jawab Beni.
"Tapi jangan lupa lho syaratnya kamu harus penuhi." Beni kembali tersenyum jahil.
"Iya, iya Beni. Udah sana kerja lagi." usir Lily menjauh dari Beni.
Tanpa mereka sadari sepasang mata memperhatikan mereka dari kejauhan, mata itu menyiratkan kecemburuan dan kekesalan melihat mereka berdekatan.
"Beni apa yang kamu lihat dari perempuan penggoda itu, tak cukup menarikkah aku Beni hingga harus bersaing dengan wanita murahan itu." umpat perempuan itu kesal melihat Beni dengan Lily.
"Awas kau Lily, aku akan buat perhitungan denganmu. Kau tunggu saja." ancam perempuan itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!