NovelToon NovelToon

Our Beloved Story

The beginning of the end

Suasana sekolah yang masih sepi. Sekolah elit ibukota ini, memiliki sistem pembelajaran yang tak memberatkan siswa maupun siswi disana. Mereka mempunyai ketentuan masing-masing untuk muridnya. Sekolah Menengah Atas Bima Jaya ini, merupakan salah satu sekolah dambaan banyak murid. Selain itu, sekolah ini juga sellau membawa nama Indonesia dikancah internasional. Yayasan sekolah juga sering memberi beasiswa untuk siswa yang berprestasi.

Pagi itu, seorang gadis yang datang. Berjalan dari Parkiran motor menuju kelasnya. Ia berjalan pelan hingga sampai di lantai 3, lorong panjang diantara kelas itu nampak masih kosong, beberapa ruang kelas yang masih tertutup rapat namun tak terkunci masih terlihat. Gadis itu berjalan pelan di sepanjang lorong dan mencoba mencapai ujung lorong dimana kelasnya berada.

Gadis itu berpenampilan sederhana, rambut yang di jepit agar ringkas. serta seragam rapi yang tak begitu kentara bentuk tubuhnya. Sembari berjalan, ia menatap jam tangannya. menelaah jam berapa sekarang ini.

Jam di tanganya menunjukkan pukul 6 kurang 15, masih ada sisa 1jam hingga nek masuk berbunyi. setelah memperhatikan jam, tak terasa sampai juga di kelas. ia membuka pintu perlahan, memberi salam dan menjawabnya sendiri.

Anara, gadis yang tak pernah sekalipun datang terlambat. Merupakan ketua kelas 11 IPA 4, sosok yang tak banyak bicara, pintar, dan memiliki kharisma tersendiri. Begitulah deskripsi orang tentangnya. Walau begitu, Anara sendiri merupakan gadis yang tak memiliki banyak teman. Ia hanya akrab dengan temannya yang bernama Sein, cowok voli yang sudah di kenalnya sejak lama.

Sosok keduanya merupakan sahabat sejak Sekolah menengah, Sein yang waktu itu murid baru harus duduk dengan Nara. Karena hanya bangku disebelah Nara saja yang kosong.Waktu itu Nara harus berbagi buku paket dengan Sein karena harus butuh waktu hingga Sein mendapat buku paketnya sendiri. Sein yang tak gampang beradaptasi harus mengikuti Nara, atau meminta Nara untuk mengantarnya kemanapun Sein tuju. Namun tetap harus berdasarkan kepentingan sekolah, selain itu Nara enggan untuk mengiyakan permintaan Sein.

Meskipun di awal Nara sedikit menjaga jarak, tapi lama kelamaan. Nara mulai bisa terbuka dan mempercayakan Sein atas hal yang menguntungkannya.

Nara masuk ke dalam kelas, lalu ia mendapati Sein yang sudah tertidur di atas mejanya dengan terlentang. Nara menepuk jidatnya, tak lama menggelengkan kepalanya pelan.

"Sengaja banget ditutup lagi pintunya" ujar Nara, Sein yang entah bagaimana langsung terbangun. Ia duduk dengan mata terpejam, menekuk salah satu kakinya, tangannya bertumpu di meja.

"yahh, gue duluan An..hoaaammm"

"gue udah duga, motor lu udh ada di parkiran ya, kutu kuda" Nara berjalan mendekati meja, dan menaruh tasnya di kursi. "Hari ini gue naik motor Abang, jadi otomatis gue parkir dan liat motor lu dipojokan" Nara tertawa lirih.

Sein membuka matanya, Nara yang semula berdiri sudah duduk dan memangku tasnya tadi. Sein menoleh ke arah Nara, menatapnya dengan wajahnya yang terlihat seperti kurang tidur.

"Lo semalem pulang jam berapa Sein? pertandingan Lo selesai jam berapa?" Tanya Nara yang peka akan kondisi Sein saat ini. Sekali lagi, Sein menguap. Salah satu tangannya menutup mulutnya yang terbuka lebar.

"jam 12 malem, baru sampe rumah jam setengah 1. Biasa makan dulu" ujar Sein

Nara menghela nafasnya, "ngapain masuk pagi! lu bisa ijin kali masuk agak siangan. Lagian kena-"

"gue gamau traktir lu es teh Nar"

Nara tertawa kencang. Nara memegangi perutnya, bahkan sampai matanya berlinang air mata. "es teh berapa sih Sein? ya elah 3rebu"

Nara yang masih tak sanggup dengan jawaban Sein, masih tertawa dan tak berhenti. Hingga salah seorang teman sekelas mereka datang. Nara tetap dengan posisi tertawa, walaupun tertahan karena kehadiran orang lain disana.

"Tidur lu bego! Kalo engga gue guyur es teh lu!!" seru Nara, Sein yang tak menjawab apapun langsung duduk dan tertidur lagi seperti posisi awal Nara melihatnya.

...****************...

Bel pulang sekolah berbunyi, selama seharian tadi. Sein masih saja banyak tertidur dan berakhir di suruh numpang tidur di UKS oleh Bu Inay, beliau memang yang memiliki koneksi dengan penjaga UKS memohon untuk menitipkan salah satu putra tidurnya disana. Sekolah mengerti dan toleran dengan siswa atau siswi yang memiliki jadwal padat di luar sekolah. Karena menurut mereka, siswa maupun siswi disini tidak memiliki kewajiban untuk 100% mengikuti pelajaran. Tapi hal itu khusus untuk mereka yang memang mengikuti lomba, atau punya kegiatan aktif di luar sekolah.

Nara yang sudah memebereskan segala barang-barangnya, sudah mau berjalan keluar kelas dan pulang.

"An, temenin ke kalepso dong!" Seru Sein yang masih berada di ambang pintu kelas, Ia tertahan oleh beberapa teman sekelasnya yang hendak keluar kelas. "mager"

Jawaban singkat itu, nampak tak diindahkan oleh Sein. "Dih, esteh mau gak!" Sein mencoba membujuk Nara yang masih kekeuh dengan pendiriannya. "Haduh iya-iya beli boba jugak, gimana?"

Nara yang semula cemberut, langsung sumringah. ia merapikan bajunya dan bersiap untuk tujuan setelahnya.

"Bonyok dikabarin ya jangan lupa!" Sein mengingatkannya, Nara mengangguk paham dan segera meraih ponselnya untuk mengabari kedua orang tuanya.

"udah, gas!" Nara menarik tangan Sein, keduanya melakukannya tanpa mempedulikan sekitar sama sekali. Bahkan banyak orang yang merasa keduanya memiliki hubungan spesial. Tapi, bukan seperti yang mereka pikirkan. Keduanya memangs sedekat itu sejak dulu

Keduanya berjalan menyusuri lorong lantai 3 dengan santai, Sein yang memperhatikan sekitar mulai agak tak nyaman. Berbeda dengan Nara yang berusaha sekuat tenaga untuk tak mengindahkan pandangan dari berbagai orang disana.

sesampainya di tempat parkir, Sein meraih kunci motor beat biru Nara.

"motorku, hei!" seru Nara

"motor Abang lu! lu liat ga sih, ada motor gue disini?" tanya Sein, spontan Nara mengedarkan pandangannya. Seingatnya ia, melihat motor Sein di sebelah sama. Namun sekarang betul² kosong dan tidak ada motor lain selain yang ada di luar.

"lah ko ga ada?"

Sein tersenyum tipis, "Kusuruh ambil Pak bejo hihi"

Nara bernafas jengah, lagi-lagi anak ini membuatnya tak habis pikir. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini, namun untuk sekarang Sein yang memboncengnya seperti biasa.

perjalan ke tempat tujuan tak begitu jauh. Sein yang membawa motor hampir sekelas pembalap pun dapat, menempuh jarak dan waktu dengan lebih cepat. memang tak lama, mereka sampai. Kalepso.

Kalepso, salah satu caffe langganan mereka, sekaligus tempat Sein kerja part time. Sein menjadi salah satu barista disana, kecintaan Sein dengan kopi membuatnya belajar dan mulai bisa meracik kopinya sendiri.

" pesenin yang biasanya extra boba, sama es teh manis, trus matcha cream cheese yaakk"

"Dengan senang hati, ndoro putri"

Sein berjalan ke arah meja kerjanya, mendapati pemilik caffe yang langsung mengenali Sein dari jauh.

Nara, membuka ponselnya. seperti biasa, kedua orang tuanya jelas mengiyakan ijin putrinya ini. Selain itu abangnya mengirim pesan singkat ke Nara yang berisi agar Nara tak pulang larut malam.

Mengingat ia sedang di tempat Sein, jadi tak memungkinkan untuk mengantar Nara pulang terlebih dahulu.

"baik silahkan ndoro" ujar Sein, sembari menyediakan segala pesanan Nara. Nara mulai menyomot satu-satu yang ada di mejanya saat itu, " gimana? enakan?" Nara menjawab dengan anggukan antusias. matanya berbinar dengan riang.

tujuan Sein mengajak Nara kesini bukan tanpa sebab sebetulnya. Sein ingin menyampaikan banyak hal. Banyak hal yang membuatnya ragu untuk itu, tapi tak ada waktu lagi selain saat ini.

" An, aku mau ngomong" Nara yang mendengar ucapan Sein barusan langsung mengehentikan aktivitasnya.

"Pertama, makasih banyak atas segala hal yang udah lu lakuin ke gue baik dan buruknya. makasih banyak ya. Aku mau ngomong soal kepindahanku ke Belanda di waktu yang mendatang. Ak-"

"APA?!!"

Sein meraih tangan Nara, "Dengerin sebentar ya, keluargaku lagi collapse. Dan sebentar bukan, apa tapi gue diminta untuk tinggal sama kakek gue disana semua biaya jelas di tanggung mereka. lantas? kenapa harus kesana bukan yang mau Lo tanyakan, bokap dan nyokap lagi crash. Keduanya diambang perpisahan, aku dan Seifa dipaksa ikut kakek. Entah sampai kapan, tapi aku harap kita tetep sering berhubungan ya."

Nara berlinang air mata, ia tak sanggup. "Seeiinnn...."

"Nar, ada lagi selain itu yang mau gue sampein. Gue eh engga, aku sayang banget sama kamu! Anara Driana, ini emang ga masuk akal dan aku gatau juga kenapa baru sekarang bilangnya, maaf untuk itu."

"huhuhu....Sein bauk."

Sein tertawa pelan, meilhat Nara yang sangat cengeng tak begitu sering pikirnya. Sein sudah suka dengan Nara sejak awal mereka bertemu, Sein yang awalnya akan membuat Nara menurutinya, lambat laun. Ia lah yang jatuh ke dekapan hangat Nara, ia tergiur akan kebaikan Nara selama ini. Nara? sebetulnya iapun sama. Ia begitu suka dan tenang jika di dekat Sein.

"baik-baik disana ya Sein, jaga Seifa baik-baik. Jangan jadi Abang yang ga peduli sama adeknya ya. Gue bakal nungguin Lo disini yaa bauk, sampai kapanpun. gue bales rasa sayang lu boleh?"

Keduanya tersenyum pelan, Sein mengusap air mata Nara yang masih berada di pipinya. Hari itu, Sein menyatakan perasaannya. Serta memberitahunya berapa hari lagi hingga Sein harus berangkat ke Belanda.

Keberangkatan

Sudah seminggu sejak pernyataan Sein ke Anara. Hari-hari Nara lalui dengan seperti biasa, Sein masih tetap masuk sekolah sembari mengurus surat-surat kepindahannya. Masih dengan Nara yang terus membantu Sein dalam segala urusannya.

Sesekali Nara mengunjungi rumah Sein dan membantunya menyiapkan barang apa saja yang harus dibawa dan barang mana yang harus di sumbangkan. Karena membawa banyak barang akan menambah biaya untuk itu. Hari ini, Sein masuk agak siang, ia ijin untuk melakukan pertandingan terakhirnya. Hampir setengah hari ia baru masuk kelas. Nara dingin kepada orang lain, menatap cuek teman sekelasnya.

Walaupun ia seorang ketua kelas, ia membagi tugas anggota lain dengan baik. Ia masih berkontribusi di kelas, walaupun tak mau tau dengan urusan orang lain kecuali berhubungan dengan kelas.

"Sein bawa apaan?"ujar Nara yang mendapati Sein datang dengan membawa sebuah kresek berisi sesuatu.

"Es teh sama mie ayam, mau ga?" ujar Sein sembari menaruh kresek tadi di atas meja. "ga usah nawarin, kamu beli masing-masing dua kan Sein. gas mabar"

Keduanya menyantap makanan bersama-sama, saling fokus dengan makanan masing-masing dan tak menoleh satu sama lain. Keduanya saling beradu argumen dengan pikiran masing-masing, memang sedikit agak menjaga jarak sebetulnya. Namun baik Nara maupun Sein, keduanya saling memikirkan bagaimana harus menyikapi perasaan yang saling berbalas itu tadi.

"Alhamdulillah" seru keduanya berbarengan, Sein memebereskan sisa makanan Nara dan memasukannya kedalam kresek tadi. Nara menyeruput es tehnya dengan pelan. Tak lama menoleh ke arah Sein, "Sein!" seru Nara

"Pacaran yuk?!"Keduanya dengan spontan melontarkan kata itu, entah sekeras apa mereka berbicara yang jelas semua orang yang ada di kelas langsung menatap mereka berbinar-binar. Apa ini?

jelas, mereka semua dengan senang mendukung keduanya agar memiliki hubungan berstatus. Karena sudah lama, mereka semua mendambakan couple goals yang hampir menang di ajang hari Kartini tahun lalu.

"gas?" Sein menambahi dengan antusias. Anggukan pelan dari Nara menjelaskan status mereka sekarang. Ragu, tapi Nara sangat tak ingi kehilangan satu-satunya teman dekatnya sekaligus orang yang dia kagumi selama ini.

"sipp dehh, Horee kalian jadiaan yuhuuuu. pajaknya Bu ketu!" ujar salah satu teman sekelasnya Lesya.

...****************...

Keduanya berada di rooftop sekolah, kursi duduk menghadap ke arah kolam renang itu menjadi pemandangan mereka saat ini. rooftop sekolah memang berisi kolam renang disana, jadi tempat itu masih bisa dikunjungi walaupun tak banyak yang datang ke lantai 5 sekolah ini.

"Sein...aku ragu" Keduanya mulai memanggil sedikit lembut dengan sebutan aku dan kamu. Entah dari mana keduanya sangat memiliki perlakuan lebih tenang satu sama lain. Tapi ini salah satu, yang menunjukkan keseriusan keduanya atas hal ini.

"Jujur, Aku juga An. Tapi aku percaya sama kamu, begitupun sama diri sendiri. Memang aku gatau kapan aku balik lagi kesini, tapi aku yakin kita berdua bakal terus sama-sama" ujar Sein meyakinkan Nara.

Desiran air yang terkena angin itu, melatari pendengaran mereka kali ini. Tak begitu hening, tapi keduanya banyak diam dan saling melamun.

Sein meraih tangan mungil Nara, setelah itu keduanya saling bertukar pandangan. Seakan kedua mata yang saling menatap itu berbicara dan saling memahami satu sama lain.

Sebenarnya Sein sangat keberatan untuk memenuhi permintaan kakeknya, ia tak memiliki pilihan lain selain mengikuti permintaan kakeknya. Karena permasalahan keluarga yang menimpanya, ini jalan terbaik untuk masa depan kedua kakak beradik itu.

*kringg....*

Sein merogoh sakunya, mencari keberadaan ponselnya. Keduanya masih berpegangan tangan, Nara mengalihkan pandangannya. memikirkan banyak kemungkinan yang akan terjadi padanya kelak, jika seorang Sein pergi dari kehidupannya.

"Iya kek."

"Iya sudah siap, abang tinggal berangkat aja sesuai jadwal yang kakek sampein waktu itu"

Sein dihubungi kakeknya, beliau memastikan kesiapan kedua cucunya itu. Ia hanya khawatir jika cucunya akan menolak, permintaannya. Jadi tak heran jika, beliau sering menghubungi cucunya untuk terus memastikan keberangkatan mereka.

Sein menggenggam tangan Nara dengan erat, hangatnya tangan Sein dirasakan oleh Nara. Selain itu, tangan yang menggenggam tanganya itu seakan berkeringat seiring berjalannya waktu.

"Wa'alaikumsalam kek"

Sein menatap sayu ke arah Nara, senyuman tipis itu terlihat sesaat setelahnya. Nara menelaah mengenai eskpresi cowok disampingnya itu, namun tak menemukan jawaban yang pasti di otaknya.

Nara menunduk, "Aku bakal nunggu kamu Sein, selama apapun itu." Nara meyakinkan dirinya sendiri, mengatakan hal tersebut dengan sangat lantangg. suaranya yang biasanya lirih, seperti memenuhi ruangan terbuka itu. Tak lama setelah mengatakannya, Nara beranjak dari duduknya. Menatap Sein yang mulai tak bersemangat lagi.

"Sein?!!"

Sein mendongak, mendapati Nara yang menatap tajam ke arahnya. Tekad gadis itu sudah bulat, ia akan menunggu selama apapun waktu yang dibutuhkan. Nara, menarik kedua tangan Sein yang dimintanya untuk berdiri. Sein berdiri dan mendapati Nara yang masih pendek seperti biasanya.

"Nara? Anaaraa? lah Dimana nih bocah?" ejek Sein sembari berpura-pura mencari Anara dengan cara mengedarkan pandangannya ke sekitar.

"Sein bauk! Jang-"

Bibir Sein mendarat dengan cepat, kedua bibir itu bertemu. Rangsangan kejut itupun membuat seorang Nara terkejut, matanya membelak lebar. Ciuman itu cukup cepat dan tak begitu intens. Sein sadar jika mereka masih di sekolah dan berbuat hal berlebihan seperti barusan akan menimbulkan banyak hal yang tak diinginkan.

"shttt!!" telunjuk Sein mengisyaratkan untuk diam, hanya ada sein dan Nara disana. Meskipun begitu, keduanya tak mau seorangpun melihat mereka barusan, karena akan menimbulkan hal yang tak mereka inginkan.

...****************...

14 Mei 2020

Sein sudah sampai di bandara, dan ia akan boarding sebentar lagi. Namun ia tak melihat sesosok Nara, sedari awal dia sampai di bandara. Sein menanti kehadiran cewek itu untuk sekarang, setidaknya ia ingin melihatnya untuk terakhir sebelum tinggal di negeri orang. Sein berkali-kali mencari-cari keberadaan Nara di tengah kerumunan orang di bandara.

Tak lama ia melihat sosok mungil di tengah keramaian, berlari tunggang langgang mencari celah untuk menuju sein. Ia tak sendiri, Nara bersama abangnya dan Bundanya.

"Hosh..hoshh...Kam-u Hat-i-Hati Sein...hosh..hosh”

Sein menepuk pundak Nara, "thanks, kamu baik-baik ya An disini." ujar Sein, "kamu juga"

Mereka berpamitan, Seifa pun memeluk Nara dengan erat. Tak banyak yang mereka bicarakan, hanya pelukan kepergian yang lama mereka lakukan. sein melambaikan tangannya, seifa juga.

Tanpa sadar, Nara meneteskan air mata. "Dih nangis..."Abangnya mengejek pelan, Nara yang tak sanggup berbicara makin menjadi-jadi tangisannya. ia menepak pundak abangnya beberapa kali. Bunda mereka yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya pelan, lalu menyeret keduanya untuk segera pulang. Karena sein sudah menghilang dari pandangan mereka.

Nara, ia harus bersiap untuk esok. Menghadapi ketakutannya untuk berteman dengan orang selain Sein. Ia harus bisa menlakukan aktivitasnya tanpa adanya Sein disana. Walau tak begitu menginginkan ini, tapi ia harus tabah dan ikhlas atas segala sesuatu yang terjadi padanya.

Bimbang

21 Mei 2020

Sudah seminggu sejak kepergian Sein ke Belanda, dan hari-hari disekolah terasa sangat hambar dan monoton. Yang aku lakukan hanya sekedar formalitas saja. Hari ini aku berangkat sekolah diantar Abang-- Bang Rijal--Karena ia harus memakai motornya untuk keperluan pekerjaannya. Abang bekerja di rumah, tak terikat kontrak dan memiliki banyak waktu di rumah. Hari ini ia harus mendatangi salah seorang supplier kain yang akan ia gunakan untuk produk terbarunya, Bang Rijal menjual pakaian secara online dan Alhamdulillah laku keras di 2 tahun terakhir ini.

Aku memasuki ruangan kelas yang sepi itu, seingatku. Dikala pagi, aku sering bercekcok dengan Sein. Mendebatkan hal random yang bahkan akar masalahnya tak ada sangkut pautnya dengan kita. Ahh--lagi-lagi aku mengingat Sein, jelas-jelas aku harus bisa mandiri tanpa adanya Sein disini. Untuk soal berkomunikasi kita biasa melakukan Videocall ataupun call sebentar. karena tak berada di garis waktu yang sama, kita harus saling menyesuaikan kegiatan masing-masing.

"Nar.." Suara lirih itu sedikit membuatku merinding sebentar, sebetulnya dengan jelas aku mengetahui siapa pemilik suara ini. Hanya saja, respon tubuhku yang tak bisa aku tebak sama sekali.

Maya. Gadis pendiam, dengan sosok yang murah senyum dan salah satu anak yang tidak memilih teman. Ia menganggap semua orang di kelasnya adalah temannya, ia baik dan tidak pelit.

"Astaghfirullah Maya..." jantungku berdegup kencang, spontan tanganku menarik salah satu tangan Maya, menggapainya sedikit memaksa dan menaruhnya tepat di sekitar tempat yang bisa merasakan deguban jantungku. "Lo rasain, kaget anjir"

Maya tersenyum, senyumnya merekah - rekah. Tanpa berontak sedikitpun, Maya masih membiarkan tangannya kugenggam erat. Aku tersadar perlahan, "sorry spontan" sembari melepaskan genggamanku.

Ia menuju ke bangkunya, begitupun dengan aku. Hari ini, sepertinya aku tidak bisa diam duduk dan terus mengindahkan kepergian Sein. Aku membuka jendela kelas, mengelap rak buku yang tertutup debu tipis, serta mencoba menyapu sudut-sudut ruangan yang jarang terjangkau yang lainya. Aku mencari sebuah kesibukan, melakukan ini itu hingga aku mencoba terbiasa akan hal itu.

"kubantu ya..." suara Maya membuatku tersadar dari lamunan singkatku, ia meraih sapu yang lain- sapu tersebut tergantung di belakang pintu kelas- semua peralatan berjajar rapi dibalik pintu tak hanya sapu yang kami pegang.

"Hari ini bukan piketmu kan Nar?"Tanyaa Maya dengan sedikit meninggikan suaranya, ini salah satu caranya agar terdengar oleh yang lainnya termasuk aku. aku membalasnya dengan anggukan kecil, "Betul, tapi pengen aja gt" lanjutku.

Maya mengangguk paham-lalu mulai meneruskan kegiatan kita masing-masing.

"Nar? May? piket hari ini? bukanya gue ya?" suara lantang bermadah rendah itu menghilangkan fokusku dan Maya. Kami berdua mencari sumber suaranya. Ternyata suara itu milik Wakil ketua kelas kita -- Bian -- salah seorang penggila bola, memiliki tubuh tinggi dan rambut yang sedikit gondrong -- namun tak panjang (?) euhm lebih tepatnya sudah termasuk gondrong untuk anak sekolahan.

"Ian, Lo kalo piket ya piket aja. Seneng harusnya gue bantu nyapu sama ngelap debu," Ketusku sembari menunjuknya dengan sapu. Ia mengangguk paham, lalu meraih penghapus papan tulis dan menghapus sisa tulisan pelajaran kemarin. "Nar, Lo nyari kerjaan gasi?" Ujar Bian sembari terus menghapus papan tulis. Aku menghentikan kegiatanku. Bian menoleh ke arahku, dan entah kenapa Maya pun ikut menoleh.

"Kal-"

"Udahlah yang penting kita beberes ini sebelum bel masuk ya, mau apapun alasan hari ini aku, Nara, maupun Bian beberes itu ga penting yaa. udah ih lanjut" Maya memotongku, sebelum menjelaskan apapun. Bian masih ingin mengetahui jawabanku, namun dengan ucapan Maya barusan. Ia nampaknya mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih lanjut.

Kami bertiga lanjut membersihkan kelas hingga Bel masuk mau berbunyi, sudah banyak yang datang juga. Aku menyudahinya terlebih dahulu, lalu Maya, Bian masih melanjutkannya dengan membereskan meja guru dan beberapa kertas-kertas yang berada di lemari samping meja guru.

Bangku kosong di sampingku hanya terisi tas ku dan beberapa barangku yang dengan sengaja aku taruh di sana. Entah bagaimana tidak seorangpun berani mendudukinya, meminta ijinku ataupun langsung tak ada yang berani mendekatinya. Aku melipat kedua tanganku di atas meja, lalu dengan spontan kepalaku bersandar disana. Aku menutup mataku perlahan, aku memikirkan banyak cara agar bisa lebih akrab dengan yang lainya. Tapi aku ragu akan semua opsi yang muncul di otakku.

Ngomong-ngomong soal ini, berkali-kali Sein-- mengatakan hal yang sama, memintaku agar bisa berteman baik dengan teman sekelasku. terlepas siapapun itu, tak ada pengecualian. Ia juga berkata jika sampai mereka memilihku sebagai ketua kelas karena mempercayaiku atas hal itu. Mereka menganggap ku mampu bertanggung jawab dan mengayomi kelas dengan baik, sudah mau di penghujung semester tapi aku masih kurang dekat dengan yang lainnya.

" Anara pinjem tempat duduknya ya, mau tidur gue"ujar seseorang, aku yang masih terpejam, mencoba membuka mataku perlahan. mencari tau siapa yang mengajakku berbicara.

Aksara, "iya" jawabku singkat, sembari memindahkan barangku ke tempat yang lain. Aksara-- ia tertidur setelahnya dengan menutupi kepalanya dengan tudung switernya. Aku melanjutkan tidurku juga.

Tak lama, bel masuk berbunyi. Aku yang masih di posisi semula, langsung duduk rapi membenarkan tatanan rambutku. Menyiapkan buku pelajaran jam pertama dan bersiap berdoa bersama. Selepas doa, kami menyanyikan lagu Indonesia Raya dan satu lagu daerah.

...****************...

selama pelajaran berlangsung, Aksara masih tertidur pulas dan tak seorangpun membangunkannya termasuk aku. Ya karena aku tak punya hak untuk menganggu waktu tidur seseorang. sebenernya ia sudah ditawari untuk tidur di UKS namun, ia menolak dan memilih untuk tidur di kelas seperti biasa.

Sebuah pengumuman membuat semuanya terfokus untuk mendengarkannya, aku juga dengan seksama mendengarkan suara yang keluar dari speaker yang terpasang tepat di pinggir kanan kelas yang bersebrangan dengan cctv yang berada di kiri atas kelas.

"Dimohon untuk masing-masing ketua kelas 11 untuk berkumpul di aula setelah pergantian pembelajaran ke-4, Di ulangi...." Aku beranjak dari bangku, meraih ponselku di laci dan membawa sebuah note kecil yang sudah sering kupakai khusus untuk ini.

Walaupun pergantian pembelajaran masih setengah jam lagi, aku berlenggang pergi dan berpamitan kepada guru yang sedang mengajar untuk pergi ke toilet terlebih dahulu.

Sesampainya di sana, aku mencuci mukaku. Meraih tisu yang sudah aku kantongi sebelumnya. aku membuka ponselku dan mendapati sebuah email dengan sebuah foto di dalamnya.

'Seifa kecapean karena harus menata kamarnya, jadi aku turun tangan dan bantuin dia An'

Foto tersebut menggambarkan jika Seifa tertidur di atas tumpukan kardusnya, dan Sein memfotonya dengan sengaja. Aku tersenyum kecil, hingga tersadar akan seseorang yang datang. Pintu yang agak usang itu berderit hingga membuatku tersadar.

Aku senang, masih mendapat kabar darinya. Entah bagaimana, ketika ia sibuk. Aku tak mengharap hal lebih selain kabar darinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!