NovelToon NovelToon

Terpaksa Menjadi Madu

Bab 1 Bahagia

...Happy reading...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Mikaela, gadis yatim-piatu yang tinggal bersama dengan paman dan bibinya. Sejak masih kecil, umur setahun, kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan. Tinggallah Mikaela sendiri. Sampai sepasang suami istri dan putrinya datang menjemputnya, untuk tinggal bersama dengannya.

Mikaela Harman, gadis yatim-piatu. Yang hidup dibawah asuhan keluarga sang paman.

Ayahnya, Arif Harman dan ibunya Aisya. Keduanya meninggal akibat kecelakaan. Mikaela Pada saat itu baru berumur satu tahun.

Sekarang Mikaela berusia 18 tahun. Dia baru memasuki jenjang universitas. Walaupun Mikaela tinggal dengan keluarga pamannya. Tetapi keluarga sang paman sangat sayang pada Mikaela. Paman dan bibinya tidak membeda-bedakan dalam menyayangi Mikaela dengan putrinya sendiri, Annisa.

Mikaela tahu, dirinya bukan putri kandung mereka. Karena sejak kecil paman dan bibinya selalu membawanya untuk dua mengunjungi makam kedua orang tuanya. Agar Mikaela tahu makam kedua orangtuanya.

Inilah kisah kehidupan Mikaela Harman.

***

"Danish... !" Terdengar suara wanita memanggil seorang anak yang berusia sekitar tiga tahunan yang sedang berlarian di atas pasir pantai putih.

Anak tersebut menoleh kearah asal suara yang memanggil namanya. Bibir mungilnya tersenyum memandang ke arah dua wanita yang duduk mengawasinya bermain air. Mata keduanya terus melihat pergerakan bocah kecil yang berusia tiga tahun, yang dalam masa aktif-aktifnya bergerak kesana-kemari.

"Jangan lari-lari!"

"Nanti jatuh.. !" Sambung wanita yang duduk di samping wanita yang menyebut nama sang putra.

"Danish sudah tiga tahun, apa mereka tidak memiliki Keinginan untuk mencari keberadaanmu ?" tanya Aira.

"Mereka tidak tahu mengenai keberadaan Danish," kata Mikaela.

"Masa mereka tidak tahu?"

"Sudahlah! mereka tidak membutuhkan anak lagi. Aku pergi kan karena mereka akan mendapatkan anak, mereka tidak membutuhkan aku lagi."

Tiba-tiba...

"Mikaela... !" Suara pria yang menyebut namanya, membuat Mikaela memutar kepalanya. Matanya menatap sosok laki-laki yang sudah lama tidak dilihatnya dan sosok pria yang ingin dihindarinya.

"Mas.. !" Mikaela kaget melihat pria yang berdiri tidak jauh dari tempat dia duduk.

"Ela ," ujar Aira juga terkejut melihat keberadaan laki-laki yang pernah menjadi suami mikaela.

"Ela... ayo kita pergi," ujar Aira.

Mikaela masih duduk diatas pasir, dia juga cukup terkejut. Dia tidak mengira laki-laki yang sudah ditinggalkannya selama empat tahun yang lalu, kini berdiri gagah didepan matanya.

Aira meraih tangan mikaela dan menariknya untuk berdiri.

"Ayo... ," Ujar Aira.

"Ela, kita harus bicara," kata Damar.

"Tidak ada yang harus kita bicarakan, Mas. Pulanglah, tinggalkan kami. Biarkan aku bahagia di sini," kata Mikaela.

"Ayolah El, jangan kekanak-kanakan begitu," kata pria tersebut..

"Kekanak-kanakan ? aku kekanak-kanakan ? kalian itu yang kekanak-kanakan !" sinis Mikaela membalas tatapan mata pria yang berdiri menjulang dihadapannya.

"Aku mas bilang kekanak-kanakan. Mas dan Mbak itu apa ?" tanya balik Mikaela.

"Kembalilah Mas... biarkan aku hidup tenang di sini," kata Mikaela.

"Kau masih istriku Mikaela !" seru pria tersebut dengan nada suara yang sedikit meninggi.

"Ceraikan aku ! talaq aku.... !" pinta Mikaela.

Pria itu terkejut mendengar permintaan Mikaela.

"El... " Aira memegang lengan Mikaela dan mengusap punggung temannya tersebut.

"Ceraikan aku mas....!"

"Jika aku memang masih menjadi istrimu... ," kata Mikaela.

"Tidak ! aku tidak akan menceraikanmu !" kata pria itu dengan tegas.

"Apa maumu, Mas ? kau menyuruh aku pergi ! tapi kau tidak ingin menceraikanku... melepaskan aku dari ikatan pernikahan ini."

"Siapa yang menyuruhmu pergi ? aku tidak pernah menyuruhmu pergi... ! kau yang pergi dengan diam-diam, tanpa memikirkan perasaan orang yang menyayangimu."

"Menyayangi aku ?" Mikaela tertawa. Wajahnya getir melihat pria yang konon masih menjadi suaminya, menurut pria tersebut.

Apa yang terjadi empat tahun yang lalu, sehingga Mikaela menuduh pria itu juga menghendaki kepergiannya ? siapa yang salah ? apakah Mikaela yang posisinya sebagai madu yang terpaksa.

..........

"Ela, nanti kamu ke kampus?" tanya Annisa.

"Iya mbak," sahut Mikaela dengan mulut yang masih penuh dengan mie goreng.

"Ela, telan dulu mie dalam mulutnya. Baru bicara" tegur bunda Aini. Aini melihat makanan yang baru di suapnya masuk kedalam mulut. Kedua pipinya menggembung, sehingga wajah Mikaela lucu terlihat.

"Maaf bunda" ucap Mikaela, dengan menampilkan senyum lebar menghiasi bibirnya, lesung pipit di pipinya dan kedua mata yang bulat menambah cantik wajahnya.

"Ada apa mbak? Apa ada yang bisa Ela bantu?" tanya Ela, setelah mulutnya kosong.

"Mbak mau minta ditemani ke butik, mbak hari ini mau fitting baju. Ela tidak ada acara hari ini kan?" Tanya Annisa.

"Mas Damar kemana mbak? Apa tidak fitting baju juga?" tanya Ela mengenai calon Abang iparnya tersebut. Calon suami Annisa.

"Mas Damar lagi keluar kota."

"Hih... suami mbak itu, ya.. ! beritahukan padanya mbak. Jangan keluar kota terus. Urus tuh... pernikahan. Masa mau tinggal terima siap saja, semua di urus Mbak sendiri. Jangan sampai menikah nanti, saat akad juga di wakilkan mbak" ledek Mikaela.

"Mikaela... ! hih... kamu ini ya..!" Annisa membulatkan matanya menatap Mikaela yang tertawa mengejeknya.

"Hehehe...maaf ya Mbak.." Mikaela mengatupkan kedua tangannya didepan dadanya, memohon maaf kepada Annisa.

"Apa yang aku katakan benar, mbak. Mau nikah, tapi tidak ikut capek mengurus ini itu. Mau terima beres saja," kata Mikaela.

Annisa mencebikkan bibirnya, dan menjulurkan lidahnya ke pada Mikaela. Dan Mikaela membalas apa yang dilakukan oleh Annisa. Dia menjulurkan lidahnya ke pada Annisa juga. Keduanya saling membalas, keduanya berhenti saat sang kepala keluarga ikut bergabung di meja makan.

"Ada apa ini, pagi-pagi sudah ribut?" seorang pria setengah baya keluar dari dalam kamar, berjalan menuju ketempat dua anak gadisnya sedang sarapan pagi.

"Biasa mas, kalau tidak ribut. Keduanya tidak akan bisa mengawali hari dengan gembira,"  ucap isterinya. Aini.

Ayah hanya tertawa mendengar ucapan istrinya. Matanya menatap putrinya Annisa dan sang keponakan Mikaela.

"Sudah, jangan ada yang bicara lagi. Kita nikmati sarapan pagi, setelah itu baru lanjutkan siapa yang mau bicara ," ucap sang Ayah. Aiman Harman.

Suasana meja makan hening. Yang terdengar suara sendok makan yang beradu dengan piring sesekali terdengar suara bunda Aini.

***

Mikaela berangkat ke kampus dengan naik ojol. Karena motor yang di gunakannya setiap hari masih diperbaiki. Motor bekas sang paman yang masih layak untuk dipakai kemana-mana. Usia motor itu lebih tua dari usia Mikaela, tapi Mikaela tidak malu memakainya untuk ke kampus.

"Ela, tumben naik ojol. Mana motor butut mu?" tanya Aira, teman kuliahnya.

"Motorku lagi ngambek, motorku ingin bermalas-malasan dulu ditempat peristirahatan. Motorku ingin disentuh Abang-abang yang hitam kena oli ," kata Mikaela.

"Motormu itu sudah bisa masuk musium El, kalau diibaratkan dengan manusia. Motormu itu sudah menopause," ucap Aira meledek motor butut Mikaela.

"Buset, kau samakan motorku dengan nenek-nenek. Motorku itu masih ABG. Kau saja kalah dengan motorku saat lomba lari," ucap Mikaela membalas ledekan Aira.

"Jelas kalah aku, motor koq di samakan dengan gadis imut seperti aku ini," kata Aira.

Next

Bab 2 BESTie

Happy reading guys.

...****************...

"Buset, kau samakan motorku dengan nenek-nenek. Motorku itu masih ABG. Kau saja kalah dengan motorku saat lomba lari," ucap Mikaela membalas ledekan Aira.

"Jelas kalah aku, motor koq di samakan dengan gadis imut seperti aku ini," kata Aira.

"Imut ? imut dari mana ? amit-amit iya ," balas Mikaela mengejek Aira.

Seorang gadis melambaikan tangan menyapa Mikaela dan Aira. "Hai girls..!" sapa Inara dengan gaya khas centil Inara, menyapa kedua temannya tersebut. Senyum lebar diberikannya pada Mikaela dan Aira.

"Aku tebak, dia pasti belum menyelesaikan tugas yang diberikan Pak Yanuar," kata Aira.

"Betul seratus persen, tidak di ragukan lagi," sahut Mikaela.

"Ela, Aira. Kita ke kantin yok... Perutku minta di isi ini. Aku belum sarapan pagi tadi, telat bangun," kata Inara kepada kedua temannya tersebut.

"Kenapa kau selalu sarapan di kantin?" tanya Aira, karena sejak mengenal Inara masih memakai seragam putih abu-abu, sampai masuk kesatu universitas dan jurusan yang sama, Inara selalu ke kantin begitu tiba ke kampus.

"Maklum girls, makku itu wanita karier. Tidak pernah menginjakkan kakinya di dapur. Begitu pembantu berhenti dan belum mendapatkan pembantu yang sesuai. Kami sekeluarga itu sarapan pagi hanya dengan roti, perutku ini perut Indonesia. Tidak bisa sarapan roti," kata Inara.

"Perutku hanya kenyang jika diisi dengan nasi dan tempe goreng. Dan satu lagi, jangan lupa sambel hijau " tambah Inara.

"Tunggu dulu, jam pertama ini jam Pak Yanuar. Apa tugas yang diberikannya Minggu kemarin sudah kau kerjakan?" tanya Aira pada Inara.

"Apa..!?" Inara kaget, matanya bulat sempurna melotot melihat Mikaela dan Aira.

"OMG... !" Aira menirukan gaya Inara terkejut. Dengan kesepuluh jari tangan berada di wajahnya dengan mata terbelalak.

"Tugas..! Aku belum selesai..!" seru Inara langsung berlari meninggalkan kedua temannya.

"Hei..! Bagaimana ke kantinnya?" tanya Aira dengan berteriak, karena posisi Inara yang sudah melesat jauh dari tempat mereka berada. Tidak ada jawaban dari Inara, karena Inara sudah masuk kedalam ruang perkuliahan.

"Tugas mengalahkan rasa laparnya," kata Mikaela.

"Sebenarnya aku sudah membuat tugas lebih untuknya. Tapi biar saja dia pusing dulu," sambung Mikaela.

"Hahahaha..kau mengerjainya El..?" Aira tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh Mikaela.

Biar dia tidak lalai dengan tugas-tugas kuliah... he...he... he," kata Mikaela diakhiri dengan suara tawa khas Mikaela.

"Dan kau teman terbaik yang selalu membantunya," kata Aira memuji Mikaela.

"Karena dia teman yang selalu ada di saat aku sedih," kata kata Mikaela.

"Dia... ? Aku tidak termasuk teman yang ada disaat kau sedih?" tanya Aira.

"Kalian berdua adalah teman yang selalu ada di saat aku kesepian dan di saat aku merasa sedih," kata Mikaela.

Senyum lebar terukir di bibir Aira. Dia dan Inara yang sudah sangat lama mengenal Mikaela, keduanya tahu mengenai kehidupan Mikaela. Walaupun Paman dan bibinya tidak membedakan Mikaela dengan putrinya sendiri. Tapi Mikaela ada satu waktu merasa sedih mengenang kedua orangtuanya yang tidak pernah dikenalnya secara langsung. Dia hanya mengenal keduanya orang tuanya dalam cerita-cerita saudara-saudara dari kedua pihak keluarga orangtuanya.

"Ela, pulang kuliah kita jalan-jalan mau... ?" Ajak Aira.

"Aku tidak bisa, aku mau menemani Mbak Annisa fitting baju dan aku mau wawancara kerja," ucap Mikaela.

"Mbak mu mau menikah?" tanya Aira.

"Iya, dua bulan lagi," jawab Mikaela.

"Bukannya Mbak Annisa baru putus dengan pacarnya ?" tanya Aira.

"Tidak baru juga sih... sudah lima bulan yang lalu," kata Mikaela.

"Cepat sekali Mbak Annisa dapat pengganti ya? dan memutuskan untuk menikah. Padahal baru kenal lima bulan," kata Aira.

"Sudah jodoh," kata Mikaela.

"Kau jadi mau kerja? Apa kau diizinkan ayah dan bunda?"

"Mereka izinkan, asal tidak menganggu kuliah. Kerjanya juga hanya setengah hari. Pulang kuliah aku kerja, itung-itung mencari pengalaman."

"Bagaimana jika besok?" tanya Aira.

"Bolehlah, kalau besok" Mikaela menyanggupi permintaan Aira untuk besok pergi refreshing ke mall.

Percakapan keduanya berhenti, saat mereka tiba didepan ruang perkuliahan. Mahasiswa yang belum menyelesaikan tugasnya, sibuk menyalin tugas temannya yang sudah selesai. Begitulah dunia perkuliahan, tidak jauh dengan dunia sekolah menengah atas. Tugas kuliah tidak selesai di rumah. Akan diselesaikan diruang perkuliahan. Padahal sang dosen mewajibkan setiap mahasiswa untuk mengerjakannya di rumah. Tapi mahasiswa dan mahasiswi selalu melanggar aturan sang dosen. Karena para mahasiswa sering berkata, peraturan ada itu untuk dilanggar. Kalau tidak untuk dilanggar, untuk apa dibuat peraturan. (Jangan ditiru ya)

Mikaela dan Aira tiba di depan pintu ruang perkuliahan. Suasana terasa sepi. Tidak seperti biasanya yang terdengar suara para mahasiswa bergosip ria dengan teman-temannya.

Mikaela dan Inara berdiri di pintu masuk. Keduanya menatap teman-temannya yang belum menyelesaikan tugas kuliah, mata keduanya terarah pada Inara yang sedang menyalin tugas dari teman yang sudah selesai.

"Aduh... !" Mikaela terdorong kesamping, sehingga tubuhnya terbentur samping pintu.

"Wow.. ! lihat-lihat jalan... ! Nggak lihat badan besar ini... apa aku perlu menambah berat badanku, biar matamu bisa melihat keberadaanku !" Seru Aira yang ikut kena imbas dari sesosok tubuh yang berjalan masuk kedalam ruang kuliah dengan terburu-buru.

"Maaf ... Aku terburu-buru," ujar pria yang menabrak Mikaela dan Aira.

Pria tersebut mengucapkan kata maaf tanpa melihat orang yang telah ditabraknya.

"Gila..!" umpat Aira.

"Sudahlah!" kata Mikaela pada Aira yang kesal.

"Menyebalkan orang itu!"

"Ayo...."

Mikaela melangkah menuju meja Inara, diikuti oleh Aira. Begitu tiba di dekat meja Inara, Mikaela mengeluarkan kertas dari dalam tas sandang yang selalu dibawanya.

"Ini....." Mikaela meletakkan tugas yang telah disiapkannya kehadapan Inara yang sedang sibuk menyalin tugas temannya.

"Apa ini?" Inara mendongak melihat Mikaela.

"Lihat sendiri," kata Mikaela.

Inara meraih kertas yang diletakkan Mikaela di atas mejanya dan membacanya.

"Tugas kuliah... ? untuk ku?" tanya Inara dengan raut wajah yang bengong.

"Kalau tidak untukmu, untuk siapa lagi?"  sahut Aira sembari meletakkan bokongnya disamping Inara.

"Terima kasih girls.... !" Inara memeluk Aira yang duduk didekatnya.

"Hih... Jangan peluk-peluk .. !" Aira mendorong tubuh Inara yang ingin memeluknya.

"No muhrim.. !" kata Mikaela yang duduk di kursi belakang Aira dan Inara dengan tertawa.

Aira dan Inara turut tertawa.

"Akhirnya.... !" Inara mencium kertas tugas yang diberikan oleh Mikaela.

"Kau harus berubah, Inara! Sampai kapan kau harus dibantu untuk membuat tugas," kata Inara .

"Sampai tamat kuliah. Kenapa kau tanya Ai ? Apa kau keberatan? Ela saja tidak keberatan membantu. Ya kan Ela? Ela itu my best friend!" Kata Inara.

"Kau itu bukan my best friend ."Sambung Inara, lalu memonyongkan bibirnya kepada Aira.

Aira membalas Inara, dengan menjulurkan lidahnya dan memutarkan bola matanya.

"Sudah... sudah ! Jangan ribut!" Mikaela melerai keduanya.

"Dia sangat menyebalkan, El.. !" Kata Inara.

"Kau yang menyebalkan..!" balas Aira.

"Kau... !" balas Inara tidak mau kalah, membalas Aira.

"Kau..kau .kau... !" kata Aira sembari melototkan kedua bola matanya.

"Teruskan ributnya. Aku pindah duduk. Kalian memecahkan konsentrasiku saja." Mikaela mengangkat bokongnya dan melangkah menuju bangku di paling depan.

"El.... !" panggil Aira.

"Tuh... Ela marah padamu .... !" Kata Inara.

"Nggak salah bicara tuh...? Ela tu... marah padamu Nona..!" balas Aira.

Keduanya diam, karena mendengar suara salam dari dosen yang masuk kedalam ruang perkuliahan.

Satu jam setengah kemudian, perkuliahan berakhir.

Bab 3 Pengagum rahasia.

"Mikaela." suara seorang pria memanggil Mikaela yang berjalan menuju perpustakaan. Di mana tempat paling nyaman menurut Mikaela saat dia menunggu kedua temannya yang sedang berada di klas mengikuti ujian.

Mikaela mengangkat kepalanya dan melihat seorang pria yang tidak dikenalnya sedang menatapnya. Baru pertama ini Mikaela melihat sosok pria yang berkacamata itu.

"Ada perlu denganku?" tanya Mikaela pada pria yang diketahuinya, siapa nama pria tersebut.

"Aku ingin memberikan ini." pria tersebut mengeluarkan buku berwarna biru dan menyodorkan buku tersebut pada Mikaela.

Melihat buku yang diberikan oleh pria tersebut, Mikaela sontak gembira.

"Bukuku.... !" Mikaela mengambilnya dan mendekapnya erat didepan dadanya. Sepertinya buku yang didekapnya itu barang yang sangat berharga.

"Terimakasih... terimakasih.... !" seru Mikaela.

"Aku kira tidak akan bisa menemukan buku ini lagi ," kata Mikaela dengan gembira.

"Aku menemukan buku ini dua hari yang lalu dibawah situ," pria itu menunjuk bawah meja tempat Mikaela duduk.

"Aku tanya pada penjaga perpustakaan, dia tidak tahu siapa pemiliknya. Di buku itu hanya ada satu goresan huruf, M saja," kata pria tersebut.

"Koq tahu milikku? Dan nama juga," kata Mikaela.

"Tuhan baik padaku," ujar pria tersebut.

"Tuh... " pria tersebut menunjuk pada cctv yang ada di dalam perpustakaan.

"Oh.... " bibir Mikaela membulat.

"Penjaga perpustakaan cukup mengenalmu, ternyata."

"Oh... ya, kita belum berkenalan. Kenalkan, namaku Dito Nalendra," ucap pria yang bernama Dito sembari mengulurkan tangannya.

Mikaela menyambut uluran tangan Dito dan menyebut namanya. "Mikaela," ujar Mikaela menyebutkan namanya.

"Aku tahu," ujar Dito.

"Oh iya... " Mikaela nyengir, menunjukkan barusan giginya.

"Apa kau jurusan desain ?" tanya Dito.

"Bukan, aku manajemen. Pasti kau mengira aku calon desainer, karena buku ini penuh dengan gambar desain baju," kata Mikaela.

Dito mengangguk.

"Ini hanya hobbiku," kata Mikaela.

"Kau jurusan apa?" tanya Mikaela dengan suara yang pelan, karena sudah banyak yang belajar didalam perpustakaan. Tadi baru beberapa orang yang mencari-cari buku untuk dibaca.

"Aku desain gratis," kata Dito.

"Tahun terakhir." tambah Dito.

"Oh... Senior.. aku harus manggil kak Dito. Maafkan junior yang tidak sopan ini kak," kata Mikaela dengan meluncur.

Dito tertawa melihat raut wajah Mikaela yang terlihat menggemaskan dari pandangan matanya.

Karena perpustakaan sudah penuh dengan orang yang ingin belajar. Mikaela dan Dito keluar dan melanjutkan perpindahan keduanya di kantin.

"Ada yang kau tunggu El?" tanya Dito.

"Kedua temanku masih ada mata kuliah, kak," jawab Mikaela.

"Kak Dito?' tanya balik Mikaela.

"Aku mau bertemu dengan dosen pembimbing," kata Dito.

"Apa tahun ini ikut wisuda, kak ?" tanya Mikaela.

"Semoga. Jika tidak ada perbaikan," sahut Dito.

"Senangnya," kata Mikaela.

"Senang ! Sudah pasti. Takut juga," kata Dito.

"Kenapa takut?" tanya Mikaela.

"Takut tidak bisa mendapatkan pekerjaan. Tidak mendapatkan pekerjaan begitu selesai kuliah, menjadi momok yang sangat menakutkan bagi mahasiswa yang baru tamat," kata Dito.

"Buka usaha saja, kak. Bisa membuka pintu pekerjaan untuk mahasiswa yang baru tamat."

"Modal dari mana Nona," ujar Dito dengan tertawa.

"He... he... he... " Mikaela tertawa juga.

"Kecil-kecilan dulu kak," kata Mikaela.

Keduanya asik bertukar cerita, seolah-olah keduanya sudah kenal lama. Sampai Mikaela tidak sadar, kedua temannya, Aira dan Inara melihatnya dengan kening mengeryit. Karena mereka tidak mengenal pria yang yang berbicara dengan Mikaela.

"Eem... " Aira mendehem.

Mikaela menoleh ke arah belakang dan melihat kedua temannya menatapnya dengan tatapan mata yang sedikit memicing.

"Kalian sudah keluar?"

"Sudah setengah jam yang lalu. Karena kau asik sekali ngobrol, sehingga tidak tahu kami sudah berdiri di sini seperti patung Pancoran," kata Inara.

"Siapa tuh.... ?" Aira memonyongkan bibirnya, menunjuk Dito.

"Hai.... !" Dito menggoyangkan tangannya menyapa Aira dan Inara.

"Hai ganteng.... !" balas Inara.

"Hai tampan.... !" ujar Aira.

"Ganjen.... !" kata Mikaela yang melihat kedua temannya menyapa Dito dengan gaya yang centil yang dibuat-buat.

Dito hanya bisa nyengir melihat kedua teman Mikaela.

"Kenalkan. Aku Aira Sarifah, temen Mikaela," kata Aira sembari mengulurkan tangannya pada Dito.

"Dito Nalendra," balas Dito.

Inara tidak mau kalah. " Aku Inara Astuti, bestienya Mikaela," kata Inara.

"Sudah... sudah ! cukup berkenalannya, maaf ya kak Dito, keduanya emang begini. Ada sedikit.... " Mikaela mengedikkan kedua bahunya.

Dito tertawa.

"Ayo kita pulang.... !" Mikaela menarik tangan kedua temannya, setelah berpamitan pada Dito.

"Bye... bye kak Dito," ujar Aira. Begitu juga dengan Inara, dia memberikan kiss bye pada Dito.

Sampai di depan universitas, Mikaela dipanggil oleh seorang gadis. Dan gadis tersebut memberikan sekuntum bunga mawar putih pada Mikaela.

"Hei... apa ini ?" Mikaela bingung, karena gadis itu pergi meninggalkannya tanpa mengatakan apapun padanya.

"Dari siapa El, ada suratnya itu," kata Aira.

Mikaela mengambil secarik kertas yang menempel di tangkai bunga mawar putih tersebut.

"Pengagum rahasia," ucap Mikaela.

""Wow... siapa pengagum rahasiamu, El?" tanya Aira.

"Ada yang kau rahasiakan pada kami, El? ayo... siapa laki-laki yang menjadi pengagum rahasia itu? katakan!" Inara melipat kedua tangannya didepan dadanya. Begitu juga dengan Aira, sama seperti Inara.

Matanya memicing tajam menelisik wajah Mikaela. Apa yang dilakukan oleh kedua temannya membuat Mikaela jengah. Dia juga bingung dengan bunga yang diberikan oleh gadis tersebut.

""Katakan El.... !" kata Aira.

""Apa yang harus aku katakan ! aku tidak tahu siapa yang memberikan aku bunga ? orang aneh pasti ini, yang tidak punya kerjaan. Untuk apa aku dikasih bunga ? ulang tahun tidak ! aneh kan? lebih bagus tadi aku dikasih bunga deposito. Bisa dipakai untuk membiayai uang kuliah," kata Mikaela.

Mikaela membuang bunga yang diterimanya kedalam tong sampah.

"Jangan dibuang !" seru Inara, saat melihat Mikaela membuang bunga mawar putih tersebut kedalam tong sampah.

Tapi sayang, teriakan Inara terlambat. Bunga mawar putih tersebut sudah mendiami tong sampah bercampur dengan sampah-sampah dedaunan dan plastik botol minuman.

"Koq dibuang, El ? kan sayang," kata Inara.

"Kau ambil saja," kata Mikaela.

"Ogah ! kau kira aku pemulung," ujar Inara.

"El, hargai pemberian orang. Dia pasti mengeluarkan uang untuk mendapatkan bunga sebagus itu," kata Aira.

Mikaela yang tadinya sudah meninggal tempat dia membuang bunga tersebut, kembali dan mengambil bunga yang sudah dibuangnya kedalam tong sampah.

"Loh... koq diambil lagi, El ?" Aira heran dengan tingkah Mikaela.

"Kan kalian bilang aku tidak menghargai orang yang memberikan bunga ini. Lihat sudah aku ambil, nanti akan aku letakkan bunga ini didalam kamar," kata Mikaela.

Aira dan Inara tersenyum lebar melihat Mikaela memasukkan bunga tersebut kedalam tas sandangnya.

"Sampai rumah, bunganya pasti sudah layu, El. Bunganya kau masukan kedalam tas," kata Aira.

"Ribet sekali sih... hanya bunga," ujar Mikaela ngedumel sembari melangkah meninggalkan Aira dan Inara.

Seraya melangkah. Mikaela bergumam dalam hatinya. " Bukan waktunya untuk memikirkan cinta. Aku harus tamat kuliah, agar tidak memberatkan ayah dan bunda."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!