“Gue sebangku ama Dira?” tanya Luna terkejut sekaligus tak percaya.
“Ya mau gimana lagi, Lun. Satu-satunya bangku yang kosong cuma samping Dira doang” jawab Haura, sahabat Luna sejak kelas satu, menemani Luna ke kelasnya karena ia dan Luna berbeda kelas.
“Gue horror duduk bareng ama dia” keluh Luna
“Terus lo mau duduk dimana?” tanya Sarah, yang juga merupakan sahabat Luna, namun dia juga beda kelas dengan Luna, sehingga Luna mau tidak mau harus berpisah dengan mereka.
“Ya udah ya, Lun… kita balik ke kelas dulu, gue juga mau nyari bangku soalnya” kata Haura kemudian berlalu bersama Sarah tanpa Luna sempat mencegat mereka.
“Sial banget sih gue” rutuk Luna. Dengan perlahan, Luna pun berjalan ke bangku baris belakang. Tampak Dira sedang mendengarkan musik menggunakan earphone sambil menutup mata sehingga tak menyadari kedatangan Luna.
Hal tersebut membuat Luna bingung, haruskah ia minta izin Dira sebelum duduk disampingnya atau langsung duduk saja. Akhirnya, Luna hanya berdiri menunggu Dira menyadari keberadaannya.
“Lo ngapain disitu?” tanya Dira begitu menyadari sosok Luna.
“Gue boleh duduk disamping lo, nggak? Soalnya udah nggak ada bangku yang kosong lagi”jawab Luna memelas. Dira mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas dan benar saja, semua bangku telah terisi. Kemudian ia menatap Luna tajam.
“Harus banget ya lo dapet izin dari gue cuma buat duduk? Lo kan bayar uang sekolah jadi lo berhak duduk dimana pun lo mau!” kata Dira dingin yang membuat Luna salah tingkah karena tidak menyangka bakal mendapat jawaban seperti itu. Luna pun duduk disamping Dira dengan hati-hati.
“Kenalin gue Kaluna Agustiana, biasa dipanggil Luna” kata Luna memberanikan diri
“Gue Indira Faranisa, panggil aja Dira. Btw, gue panggil lo Kalu, oke?” balas Dira membuat lagi-lagi terkejut karena tak menyangka mendapat respon seramah ini.
“Oke! Gue panggil lo Indi, boleh kan?” tanya Luna senang.
“Terserah” balas Dira singkat.
“Ketahuilah para cowok, kata terserah itu juga sulit diartiin oleh sesama cewek” tangis Luna dalam hati.
Tiba-tiba saja kehebohan terjadi didepan kelas. Rupanya sosok Bara –lah penyebab kehebohan tersebut terjadi. Wajar saja, Kapten Basket yang tinggi nan tampan itu rupanya berada di kelas yang sama dengan Luna. Bara tidak datang seorang diri, ia bersama dengan Aksa, yang menurut gossip, mereka tetanggan sekaligus teman dari orok. Namun sepengetahuan Luna, Aksa tidak sepopuler Bara, bisa dibilang karakter Bara berbanding terbalik dengan Aksa, yang kemana-mana selalu bawa komik, Aksa juga termasuk tipe yang pendiam, meskipun dia tergolong tampan. Dan mereka berdua duduk di bangku belakang Luna dan Dira.
“Hai, gue Bara, kalo ini Aksa” kata Bara ramah pada Luna dan Dira.
“Nggak usah bilang juga tau bambang!!! Di sekolah ini siapa yang nggak kenal ama lo!” pekik Luna dalam hati.
“Gue Luna” balas Luna singkat.
" Hai, gue Bara!" kata Bara tersenyum dan menatap Dira namun yang ditatap hanya memalingkan wajahnya cuek. Bara terkejut dengan sikap Dira dan Luna hanya tertawa kosong, tidak tahu harus bagaimana.
" Temen lo hobi nyemilin es batu ya? Dingin banget" bisik Bara pada Luna yang hanya bisa mengangkat bahu karena tak ingin terlibat dengan orang-orang populer itu.
“Hari pertama sekolah gini amat sih” kata Luna dalam hati.
...***
...
Sudah sebulan sejak tahun ajaran baru berlalu, namun tidak ada tanda-tanda Dira dan Luna menjadi akrab meskipun mereka teman sebangku.
Selama ini hanya Bara yang menemaninya ngobrol, mungkin hal yang sama juga dirasakan oleh Bara karena selama sebulan, Luna tidak pernah mendengar Aksa dan Bara ngobrol layaknya teman lama.
“Lo berdua beneran temenan dari kecil kan? Yakin bukan baru sebulan yang lalu?” tanya Luna meragukan pertemanan Bara dan Aksa.
“Aksa emang anaknya kayak gini kalo belum terbiasa. Kalo udah terbiasa juga, sintingnya keluar” jawab Bara yang membuatnya mendapat timpukan komik dari Aska.
“Sorry, lo denger ya yang barusan gue bilang?” kata Bara tanpa rasa bersalah.
“Kayaknya bukunya kurang tebel deh” balas Aksa seraya mencari buku yang tebal dalam tasnya. Bara segera merengek.
“Sakit, Sa” rengeknya.
Luna tertawa melihat hal tersebut. Ia bisa merasakan pertemanan Aksa dengan Bara sementara dirinya masih belum mempunyai teman.
“Indi… bisa periksa tugas fisika gue, nggak? Soalnya jam ke 2 mata pelajarannya Pak Enal, dia kan killer” kata Luna mencoba memulai pembicaraan. Jujur saja, ia iri dengan Bara. Ia juga ingin akrab dengan Dira.
“Mana?” tanya Dira. Luna senang karena Dira memberikan respon. Tadinya ia khawatir Dira akan mengabaikannya.
“Ini, Dir… makasih sebelumnya” kata Luna senang.
“Lo tuh jadi orang konsisten dikit. Baru aja lo manggil gue Indi, nggak lama lo manggil gue Dira” protes Dira yang membuat Luna bingung.
“*Sorry*… kirain lo nggak suka dipanggil Indi. Ya udah, mulai sekarang gue bakal manggil lo Indi, tenang aja” jelas Luna.
“Terserah” balas Dira singkat.
“*Siapa sih yang nyiptain tuh kata TERSERAH*?” pekik Luna dalam hati.
Dira memeriksa tugas fisika Luna. Sejujurnya, Dira tidak semenakutkan seperti gossip yang beredar. Dira adalah anak pemilik yayasan tempat Luna bersekolah. Gadis cantik dengan rambut panjang sepunggung, dengan kulit putih dan tinggi semampai bak model namun terkenal dengan attitude yang buruk. Sejak kelas satu Luna selalu mendapati gadis itu seorang diri tanpa teman, bahkan Luna ragu jika Dira memiliki teman karena menurut gossip yang beredar Dira sering menindas orang yang tidak ia sukai. Makanya tidak ada yang berani mendekatinya karena takut tidak disukai karena sekali Dira tidak menyukaimu, kau berakhir dengan dipindah sekolahkan.
“Soal nomor 3 harusnya lo pakai rumus ini nih. Ubah gih mumpung Pak Enal belum datang” kata Dira seraya menyodorkan buku tugas Luna.
“Thanks, Ndi” kata Luna. Ia pun segera mengikuti arahan Dira untuk mengubah jawabannya yang keliru. Meskipun Dira anak pemilik yayasan dan terkenal dengan sifatnya yang buruk tapi dia termasuk murid yang pintar.
Tiba-tiba saja, Bu Indah yang merupakan wali kelas XII IPA 4 masuk yang membuat semua murid terkejut.
“Bu, sekarang bukan jam-nya Ibu tapi Pak Enal” teriak salah satu murid.
“Iya, Ibu tahu. Hari ini ada rapat guru jadi kelas akan kosong sampai pelajaran ke 4. Dan Ibu yakin kalian akan mengisi waktu kosong itu dengan bermain-main jadi Ibu akan…”
“Jangan bilang bakal ada tugas? Bu, kami sudah kelas XII, yang kami butuh bukan tugas tapi belas kasihan” kata Bara
“Ada-ada aja kamu, Bara. Memang benar ini ada hubungannya dengan tugas. Kedepannya kalian akan memiliki banyak tugas baik tugas individu maupun tugas kelompok. Dan Ibu rasa, untuk meminimalisir waktu dan tenaga kalian, Ibu ingin kalian membentuk 1 kelompok yang dimana, kelompok itu bakal jadi kelompok permanen kalian kedepannya nanti” jelas Bu Indah yang membuat seluruh siswa kebingungan.
“Bu, maaf nih. Otak saya nggak nyampe ama penjelasan yang Ibu berikan maklum kapasitas otak saya hanya 4Gb aja” celetuk Bara.
" Itu juga udah full ama videp porno,Bu" balas Dani yang membuat sekelas tertawa.
“Diam semua” tegur Bu Indah.
“Jadi, contohnya Ibu kasih kalian tugas kelompok nah di pelajaran lain ada tugas kelompok juga, daripada kalian membentuk kelompok berulang kali, Ibu mau kalian buat satu kelompok permanen, jadi mau ada tugas kelompok mata pelajaran apapun, kalian nggak perlu lagi membentuk kelompok karena udah ada kelompok yang paten. Takutnya kejadian kayak tahun kemarin, karena setiap mata pelajaran kelompoknya berbeda-beda, akhirnya kalian yang keteteran buat atur jadwal kerja tugas” jelas Bu Indah panjang lebar.
“Bosan dong,Bu... liat muka yang sama mulu” kata Bara yang disambut sorak setuju oleh siswa lain.
“Gini deh, Bara. Bayangin, kamu ada latihan basket, tapi disisi lain kamu ada jadwal kerja tugas kelompok Bahasa Inggris di rumah Aksa tapi kamu juga ada jadwal kerja tugas Bahasa Indonesia di rumah Dani, mungkin Aksa bisa terima alasan kamu nggak ikut kerja tugas tapi kelompok lain belum tentu mau kan? Yang pusing siapa? Yang ribet siapa? Kamu kan?” kata Bu Indah. Bara mengangguk mengerti.
“Sekarang saya mengerti,Bu” kata Bara keras.
“Ah, Lo mah Bar, kalo udah bahas basket aja langsung ngerti” kata Dani, salah satu anak basket.
“Jadi, gimana? Kalian setuju mau buat kelompok permanen atau bagaimana?” tanya Bu Indah seraya mengedarkan pandangannya keseluruh kelas. Dani mengangkat tangannya.
“Saya sebagai Ketua Kelas dan secara pribadi setuju dengan adanya kelompok permanen ini, selain menghemat tenaga dan waktu juga menghemat uang. Cukup beli gorengan 10 ribu, dua tiga tugas terselesaikan” kata Dani setuju.
“Bilang aja lo pelit” kata Bara menimpali yang membuat kelas kembali tertawa.
“Kalau begitu Ibu anggap kalian setuju ya? Untuk lebih efektif dan menghindar tugas kelompok dimana hanya berkelompok tapi satu orang saja yang kerja, maka minimal anggota kelompok sebanyak 3 orang dan maksimal 4 orang. Dan yang mempresentasikan bukan hanya satu orang yang sama tapi secara bergiliran” kata Bu Indah yang membuat semua murid protes.
“Ya Ibu… kan IQ kita kan beda-beda,Bu” protes Dani
“Kalau kalian yang kerjain sendiri ya pasti nggak perlu takut untuk naik presentasi kan? Kecuali kamu cuma nebeng nama aja di sampul kelompok pasti bakal nggak berani buat presentasi. Iya kan, Dani?” balas Bu Indah yang membuat Dani hanya tersenyum malu.
“Tolong kumpulkan nama-nama anggota kelompok kalian di Ketua Kelas. Ibu ingin nama-nama tersebut sudah terkumpul saat mata pelajaran Ibu nanti. Kalau begitu, kalian belajar mandiri dulu, jangan ribut dan jangan berkeliaran” lanjut Bu Indah seraya meninggalkan kelas.
Seketika kelas pun menjadi ribut, ada yang bermain tiktok, ada yang tidur, ada yang ke kantin, ada yang nge-ghibah dan berbagai macam kegiatan “*mandiri*” lainnya. Luna pun melihat ke sekitarnya dan ia pun merasa terkucilkan. Pasalnya, karena sosok Dira dikenal menakutkan, hal tersebut membuat yang lain enggan berurusan dengannya dan hal itu berdampak pada Luna. Pernah ada sebuah tugas kelompok, saat ia ingin bergabung dengan kelompok yang lain, dirinya ditolak dengan alasan Luna teman sebangku Dira.
“Indi, lo mau sekelompok ama gue nggak?” tanya Luna tanpa basa basi.
“Ok” jawab Dira singkat. Luna tersenyum senang namun tak berlangsung lama karena kelompoknya masih kekurangan anggota.
“Lo mau gabung ama kelompok gue ama Aksa, nggak?” tanya Bara tiba-tiba yang membuat Luna terkejut.
“Serius?” tanya Luna tak percaya
“Seriuslah. Mau nggak?” tanya Bara lagi
“Ndi, gimana? Mau nggak gabung ama kelompok mereka?” kata Luna menanyakan pendapat Dira.
“Terserah”jawab Dira singkat.
“Ya udah gue ama Indi gabung ama kelompok lo ya”kata Luna senang. Bara pun ikut senang.
“Oke! Gue tulis ya nama lo berdua terus gue kasih ke Dani” kata Bara kemudian menulis nama Dira dan Luna di kertas kemudian menyerahkannya ke Dani.
“Sa, ke kantin yuk!” ajak Bara pada Aksa yang sedang asyik membaca komik. Aksa pun mengangguk setuju. Mereka berdua pun segera menghilang di balik pintu. Luna menatap kepergian mereka dengan tatapan iri.
“Gue juga pengen deh ke kantin bareng temen” keluh Luna dalam hati sambil menatap Dira yang sedang asyik bermain hp.
...***
...
“Lo ada modus apa ngajakin cewek masuk ke kelompok kita? Bukannya lo alergi cewek?” tanya Aksa dalam perjalanan ke kantin
“Sorry nih ya Sa, yang alergi cewek itu lo bukan gue! Tolong jangan memutar balikkan fakta” jawab Bara tak terima.
“Tetep aja, tumben banget ngajakin cewek gabung ke kelompok kita. Biasanya lo paling nggak mau ada cewek soalnya lo bilang cewek tuh ribetlah, inilah itulah”kata Aksa
“Gue kasihan doang ama si Luna” kata Bara
“Luna? Siapa tuh?”
“Cewek rambut sebahu yang duduk didepan gue, Sa! Gila nih anak, nama temen meja depannya aja kagak tau”
“Nggak penting! Terus lo kenapa kasihan ama dia?”
“Lo nggak tau kalo dia dikelas dikucilin gara-gara sebangku ama Dira?” balik Bara yang bertanya. Aksa memasang wajah bingung.
“PLEASE JANGAN TANYA DIRA ITU SIAPA?” potong Bara cepat seolah dapat membaca pikiran Aksa.
“Kok lo bisa tahu? Padahal gue baru mau nanya” kata Aksa polos.
“Bunuh aja gue,Sa! Bunuh!” kata Bara dramatis.
“Serius gue, kampret” tegas Aksa yang membuat Bara kembali serius
“Dira itu yang duduk didepan lo. Nah yang sebangku ama dia namanya Luna. Dira itu anak pemilik yayasan sekolah kita. Emang sih luarnya tuh perfect secara dia kan cantik tuh tapi tuh anak nggak ada akhlaknya banget. Terus kalo misalnya nih ya, lo berantem ama dia hari ini, minggu depan lo udah nggak ada disekolah ini” jelas Bara singkat
“Dibunuh?” Tanya Aksa terkejut.
“PINDAH SEKOLAH! PINDAH SEKOLAH! Kalo Dira sampai ngebunuh mah dia nggak ada disekolah tapi di penjara. Kebanyakan baca Detective Conan lu” omel Bara kesal.
“Terus?”
“Karena sifat Dira kayak gitu,jadi nggak ada yang mau dekat apalagi temenan ama dia. Katanya sih di kelas sebelumnya dia selalu duduk sendiri karena gak ada yang mau sebangku ama dia”
“Dora yang nggak ada akhlak terus kenapa si Luca yang dikucilin?” Tanya Aksa lagi.
“Dira…Dira… bukan Dora tapi DIRA! Terus Luna bukan Luca. LUNA! Lo lulus UN secara jujur kan? Ijazah SD ama SMP lo bukan Ijazah tembak kan? Gimana caranya sih lo lulus dengan otak yang minta di bedah kayak gitu?” kata Bara kembali dibuat kesal.
“Oke, gue salah. Es Teh nya 2 ya, Mbak” kata Aksa seraya memesan minuman begitu mereka sampai di kantin. Sementara Bara mengambil beberapa gorengan di piring kemudian duduk di meja kantin.
“Terus? Gimana lanjutannya?” Tanya Aksa sambil makan gorengan.
“Lo tadi nanya apa? Lupa gue saking keselnya ama lo. Ah…. Kenapa si Luna yang di kucilin padahal si Dira yang bermasalah? Simple… karena si Luna sebangku ama Dira. Jadi anak-anak mikirnya ya Luna akrab ama si Dira” jawab Bara
“Terus apa hubungannya dengan lo ngajakin mereka gabung ama kelompok kita? Udah tau kalo yang satu dikucilin eh nggak… dua-duanya dikucilin, masih aja diajak gabung” Tanya Aksa lagi.
“Kasihan aja”
“Kasihan?”
“Kasarnya mereka berdua kan dikucilin nih di kelas sementara tiap kelompok minimal 3 orang dan maksimal 4 orang, lo fikir anak-anak dikelas bakalan ngajakin mereka buat sekelompok gitu padahal buat say hai aja ogah? Lagian nggak ada ruginya ngajakin mereka gabung, meskipun Dira nggak ada akhlak tapi otak dia encer, nggak kayak seseorang yang otaknya membeku” sindir Bara
“Ada ucapan terakhir?” ancam Aksa yang membuat Bara tertawa. “Btw Bar, gue baru tau kalo lo tuh ternyata tukang ghibah juga ya” lanjut Aksa
“WHAT? TUKANG GHIBAH?”
“Buktinya lo tau banyak tuh soal mereka berdua”
“Nggak kayak lo yang cuma temenan ama komik dan gue,satu-satunya temen manusia lo, gue punya banyak temen. Si Dani, ketua kelas kita, dia kan anak basket juga, dia sering cerita sama gue soal Dira dan Luna. Soalnya dia bingung harus gimana biar anak-anak yang lain mau berteman ama mereka. Ntar dikira kelas kita ngebully mereka berdua lagi”
“Oh… jadi lo temen ghibahnya si Dani”
“Kampret lo! Udah gue jelasin panjang kali lebar kesimpulannya gue disebut tukang ghibah juga”
“Ngomongin orang dibelakangnya kalo bukan nge-ghibah ya apalagi? Makasih Mbak” kata Aksa begitu minuman pesanan mereka datang. “ Nih Es Teh lo”
“Ada teh sianida nggak ? Padahal tadi dia juga ngomongin Dira ama Luna” gerutu Bara dalam hati.
...***
...
Tepat setelah pembagian kelompok dilakukan, tak lama kemudian mereka telah mendapat tugas kelompok sehingga setelah mata pelajaran terakhir selesai, Bara memanggil Luna dan Dira yang sedang bersiap-siap pulang.
“Lun,Dir, bisa minta waktunya bentar nggak? Mau bahas ker-kel nih” kata Bara
“Yang pasti jangan hari minggu soalnya hari itu gue udah ada janji” kata Dira dingin
“Sebelum itu, mungkin ada baiknya kita kenalin diri dulu” kata Bara yang membuat Dira Dan Luna menatapnya bingung
“Kita kan udah hampir sebulan sekelas ya kali masih harus ngenalin diri lagi kecuali ada orang bego yang masih nggak tau nama temen sekelasnya sendiri ya gue mungkin bisa ngerti” kata Luna yang diamini oleh Dira.
“Masalahnya orang bego yang lo maksud itu salah satu anggota kelompok kita” timpal Bara seraya menatap Aksa yang sedang membaca komik. Luna dan Dira pun ikut menatap Aksa dengan tatapan tak percaya. Aksa yang merasa diperhatikan pun mengalihkan pandangannya dari komik dan mendapati ketiganya sedang menatapnya pun segera menyadari sesuatu.
“Lo abis ngebacot apalagi sih kampret” kata Aksa seraya memukul lengan Bara.
“Ini Aksa guys, meskipun tampilannya kayak gini, tapi dia aslinya normal kok” kata Bara memperkenalkan Aksa yang membuat Luna tertawa bahkan Dira pun ikut tertawa kecil mendengarnya. Aksa menatap tajam Bara
“Kenalin ini Bara, btw dia itu tampilannya doang yang normal. Ntar kalian bakal tau sendiri kok” balas Aksa.
“Sa, maksud lo tampilannya doang yang normal tuh lo muji gue?” Tanya Bara bingung. Aksa mengusap kepala Bara seraya mengangguk. Bara tersenyum senang.
“Liat kan?” kata Aksa pada Dira dan Luna yang sekali lagi membuat mereka tertawa.
“Gue Luna” kata Luna memperkenalkan dirinya.
“Dira” kata Dira singkat.
“Jadi,rencananya mau kerjain kapan nih? Kalo kelamaan ntar tugas makin banyak loh” kata Luna memulai diskusi.
“Gimana kalo hari jum’at aja? Sepulang sekolah langsung ker-kel” kata Bara
“Dimana? Kafe aja kali ya” kata Luna memberi pendapat
“Menurut gue sih nggak efisien kita kerjainnya di kafe ato tempat umum gitu, selain berisik, kita juga nggak bisa fokus kerjain tugas”timpal Aksa
“Dir, menurut lo gimana?” tanya Bara mencoba memancing
“Gue juga nggak setuju kalo di kafe. Selain 2 alasan yang disebutin tadi, kafe bukan tempat untuk belajar. Yang ada kita ngeganggu pengunjung disana” jawab Dira
“Lo punya rekomendasi tempat yang bagus buat ker-kel,nggak?” tanya Luna penuh harap. Dira tampak berfikir sejenak.
“Ada nggak diantara kalian yang punya rumah yang dimana kita berisik nggak bakal ngeganggu dan dengan kualitas wifi yang baik? Dengan karakter lo, bisa dipastiin ker-kel kita bakalan berisik dan kita butuh wifi yang bagus buat nyari referensi” jelas Dira sambil menatap Bara.
“Maksud lo, gue berisik nih?” tanya Bara tak terima.
“Makasih udah memperjelas” jawab Dira singkat yang membuat Bara melongo tak percaya.
“Udah udah… sekarang kita fokus aja ama ker-kel” kata Luna mencoba melerai.
“Gue tahu tempat dengan kriteria yang lo sebut tadi” kata Bara mencoba tenang.
“Dimana?” Tanya yang lainnya bersamaan. Bara menatap Aksa dengan tatapan penuh arti. Mendapat tatapan seperti itu membuat Aksa sedikit menjauh dari Bara.
“Jangan bilang….”
“Bener! Rumah Aksa! Wifi dirumah Aksa tuh lancar kayak jalan tol, terus karena nih bocah mainnya ama komik mulu, bonyoknya bakal nangis bahagia kalo ada manusia selain gue yang datang kerumah dia. Semakin berisik kita, semakin bahagia mereka. Kenapa? Karena akhirnya si Aksa bisa berisik juga” kata Bara semangat.
“Lo nggak ada niatan gitu buat pecat dia jadi temen?” Tanya Dira dengan wajah datar
“Gue udah sering mecat dia tapi dia datang mulu buat ngelamar jadi temen gue” jawab Aksa dengan wajah tak kalah datar
‘Ah…. Jadi lo terima dia jadi temen lo karena kasihan? Baik juga lo” kata Dira
“Permisi… orang yang lo berdua ghibahin ada disini,oke? Gue bisa denger semua yang lo berdua bilang. Dan lo,Sa, harusnya lo tuh seneng bisa temanan ama gue bukannya ikut-ikutan ngehina gue” protes Bara tak terima.
“Bar… lo nggak tau ya kalo lo itu tipe temen yang bikin susah?” komentar Luna
“Kalian jahat!” kata Bara seraya memasang wajah sedih.
“Jadi fix hari Jum’at sepulang sekolah dirumah gue” kata Aksa mengabaikan Bara.
“Oke” balas Dira dan Luna bersamaan.
“Jahat!” kata Bara yang membuat ketiganya tertawa. Luna menatap Dira yang sedang tertawa. Ia tidak menyangka Dira dapat tertawa seperti itu. Luna merasa sedikit lebih dekat dengan Dira. Ia senang bisa bergabung dengan kelompok Bara.
‘Gue minta nomor lo berdua dong” kata Bara seraya mengeluarkan hp nya.
“Gue nggak punya hp” kata Dira cepat
“Gue juga” timpal Luna yang membuat Bara kembali kesal.
“Gue mau bikin grup WA bukan mau PDKT- in kalian woiii” kata Bara
“Oh… Kirain” kata Dira dan Luna bersamaan. Hal tersebut membuat Bara semakin kesal. Keduanya tertawa melihat reaksi Bara. Mereka pun memberikan nomor mereka kepada Bara.
“Kalau gitu gue ama Indi balik ya. Bye…” kata Luna seraya menggandeng Dira yang membuat gadis cantik itu terkejut namun tak menepis tangan Luna.
“Ndi, gue boleh minta nomor lo juga nggak?” tanya Luna saat tiba di gerbang sekolah. Dira menatap Luna tanpa ekspressi “Kita kan sebangku, misalnya gue nggak masuk, gue bisa WA lo buat izinin gue ke guru”jelas Luna panik.
“Mana hp lo?” kata Dira yang membuat Luna dengan cepat mengeluarkan hp nya dari saku. Dira mengetik nomornya kemudian mengembalikannya pada Luna yang diterimanya dengan senang hati.
“Thanks” kata Luna
“Lo balik naik apa? Mau bareng?” ajak Dira yang kali ini Luna lah yang terkejut.
“Makasih, Ndi, tapi kita beda arah. Tenang aja kok, gue udah pesen ojek online” kata Luna senang
“Kalo gitu gue duluan ya” kata Dira pamit seraya berjalan menuju parkiran
“Hati-hati” kata Luna yang membuat Dira menghentikan langkahnya dan berjalan kembali menuju ke Luna. “Kenapa, Ndi?” tanya Luna bingung.
“Thanks udah ajakin gue masuk dikelompok. Gue balik ya. Bye…” kata Dira seraya berlalu. Luna yang mendengar hal tersebut hanya dapat mematung, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
***
Aksa sedang berjalan menuju parkiran sambil tak melepaskan pandangannya dari komik yang berada ditangannya. Bara sedang latihan basket sehingga Aksa pun memutuskan untuk pulang lebih dulu. Tidak seperti Bara yang aktif di ekstrakurikuler, Aksa yang bergabung di Mading sekolah memutuskan berhenti sejak kenaikan kelas dengan alasan harus fokus belajar untuk persiapan UN. Ya alasan klise sebenarnya namun itu cukup efektif.
Karena keasyikan membaca tanpa sengaja Aksa menabrak seseorang hingga komik yang ditangannya terjatuh ke tanah.
“Sorry” kata Aksa seraya memungut komiknya.
“Lo jalan sambil baca komik? Untung yang lo tabrak gue kalo yang lo tabrak tong sampah gimana?” kata orang yang Aksa tabrak.
“Lo ternyata…” kata Aksa setelah mengetahui identitas orang yang ia tabrak.
“Siapa coba?” tanya orang tersebut.
“Dora” jawab Aksa penuh percaya diri.
“D-I-R-A” koreksi orang tersebut yang ternyata Dira. “Becanda lo garing” lanjut Dira.
“Lo sendirian? Luna mana?” Tanya Aksa seraya memperhatikan sekeliling Dira
“Di gerbang sekolah lagi nungguin ojol pesanannya datang” jawab Dira seraya berjalan menuju mobilnya.
“Lo nggak pulang bareng ama dia? Bener-bener teman yang baik” sindir Aksa
“Udah gue ajakin tapi dia nolak katanya arah rumah gue ama dia beda” kata Dira berusaha tenang meski sedikit kesal mendengar sindiran Aksa.
“Yakin dia nggak mau karena arah rumah kalian beda? Bukan karena…”
“Apapun alasan dia bukan urusan lo” potong Dira cepat. Ia sudah tidak dapat bersikap tenang karena tahu apa yang akan Aksa ucapkan selanjutnya
“Gue bukan mau…”
“Dira” tiba-tiba saja seseorang memanggil Dira yang membuat Aksa dan Dira mencari sumber suara. Dan mereka menemukan seorang dengan perawakan tinggi mendekati mereka.
“Dafa? Ngapain kamu disini? Bukannya kamu ada ekskul ya?” Tanya Dira pada sosok yang baru saja tiba didekat mereka.
“Ini aku abis ambil kabel di mobil. Kamu sendiri kok belum balik? Dia siapa?” Tanya sosok bernama Dafa itu seraya menatap Aksa dengan pandangan tak suka.
“Tadi abis diskusiin soal ker-kel makanya telat keluar kelasnya. Dan ini Aksa, aku sekelompok ama dia” jelas Dira
“Oh gitu. Sorry bro, gue pikir lo gangguin cewek gue” kata Dafa meminta maaf
“Santai aja. Lagian dengan karakternya dia, gue yakin nggak ada yang berani gangguin dia” kata Aksa yang membuat Dira menatapnya kesal. “Ya udah gue duluan” kata Aksa pamit seraya berjalan menuju mobilnya.
“Apaan sih tuh orang? Beb, mending kamu jangan dekat-dekat ama tuh orang. Aneh dia” kata Dafa
“Iya, lagian aku juga ngobrol ama dia cuma bahas tugas kelompok aja kok. Ya udah gih, kamu masuk, aku udah mau balik”kata Dira seraya tersenyum tipis. Dafa mengangguk mengerti.
“Ya udah kamu hati-hati dijalan. Kalo udah sampai rumah, kasih tau ya” kata Dafa seraya berlalu. Tepat saat itu, sebuah mobil Honda Jazz putih melintas yang dimana Dira tahu, ada Aksa didalamnya.
“Tuh anak ada masalah apa sih ama gue? Udah salah nyebut nama, nyindir gue mulu pula. Dasar Otaku!” umpat Dira dalam hati.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!