“Kasihan sekali nasibnya. Masih muda, tapi umurnya pendek.”
“Kenapa harus mengasihaninya? Dia sendiri yang bunuh diri. Dia hanya mempermalukan keluarganya. Hanya seorang sampah, bisa-bisanya dia menolak menikah dengan pangeran. Dia seharusnya beruntung. Tidak tahu terimakasih.”
“Shutt … jangan terlalu keras. Jangan sampai ada yang mendengar perkataanmu tadi.”
“Lalu kenapa jika orang lain mendengarnya? Sekali pun dia adalah anak keluarga ini, dia tidak lain hanyalah anak buangan. Pembawa sial yang sudah lama ingin dibunuh sejak lahir.”
“Memang benar jika Nona Xun Tian dianggap pembawa sial. Tapi selagi dia hidup, sepertinya dia tidak pernah melakukan apa pun yang merugikan keluarga ini. Aku hanya kasihan. Dia anak keluarga bangsawan, tapi nasibnya tidak lebih baik dari seorang pelayan seperti kita.”
Ketika para pelayan kediaman keluarga Li sedang asik membicarakan Xun Tian, salah seorang nona muda keluarga Li di depan jasadnya yang sedang menjalani ritual sebelum dikremasi, seketika semua orang terlonjak kaget dan berteriak histeris. Mereka terkejut kala melihat jasad Xun Tian yang berbaring tiba-tiba bangkit seolah-olah jiwanya tak pernah melayang.
Tentu saja semua orang yang berada di sana ketakutan saat melihat mayat yang jelas-jelas mati, kini hidup kembali. Bahkan, peristiwa itu disaksikan oleh banyak orang yang mengantar kepergiannya. Karena sangat takut dan menganggap hal itu adalah pertanda buruk, semua yang berada di sana pun bergegas berlarian meninggalkan tempat itu. Bangkitnya Xun Tian dianggap sebagai pertanda buruk yang membawa kesialan. Oleh sebab itu, semua orang meninggalkan Xun Tian yang telah bangkit kembali.
“Di mana aku?”
***
“Aku seperti mendengar suara. Gawat! Apa di kamarku ada tikus?”
Seorang gadis yang baru tiba di rumah kontraknya, harus menunda rasa penatnya sejenak karena mendengar ada sesuatu yang tidak beres di dalam kamarnya. Perlahan-lahan, dia berjalan menuju kamarnya. Meskipun dia sedikit takut, ia tetap mendorong pintu kamarnya. Namun siapa sangka, bukan tikus yang menjadi penyebab kewaspadaannya, tetapi seorang pria dan wanita yang tengah bercinta di dalam kamarnya.
Gadis itu sontak mematung. Tubuhnya terbujur kaku tatkala menyadari bahwa pria yang sedang bercinta di dalam kamarnya adalah kekasihnya. Sedangkan wanita yang bercinta dengan kekasihnya adalah sahabatnya sendiri. Betapa hancur hatinya tatkala melihat pemandangan yang luar biasa. Akan tetapi, ia tidak akan tinggal diam dan menjadi pihak lemah saat menghadapi ketidakadilan yang menimpanya.
“Apa yang kalian lakukan?!” sentakan yang begitu lantang itu membuat kekasih dan sahabatnya reflek menghentikan aksi panasnya.
Kekasih dan sahabat gadis itu pun bergegas bangkit dengan kondisi pakaian yang tanggal. Gadis itu menyaksikan semuanya. Namun, melihat apa yang telah terjadi, baginya tak ada hal lain lagi selain kemarahan dan kekecewaan yang mencabik-cabik hatinya.
Gadis itu masih bersabar tatkala menyaksikan kekasih dan sahabatnya yang bergegas mengenakan pakaian yang berserakan di lantai. Bahkan, kekasihnya tak sadar jika ia mengenakan baju sahabat gadis itu.
“Y-Yi Xun, mengapa kau tiba-tiba datang?” tanyanya kepada gadis yang bernama Yi Xun dengan gagap.
“Kenapa aku datang? Kau! Kau pikir kau punya hak bertanya padaku? Dasar pria berengsek! Beraninya kau melakukan itu dengan sahabatku sendiri. Bahkan di siang hari. Kalian … kalian berdua.” Walau sangat marah, ia tetap berusaha mengendalikan dirinya sebisa mungkin. Rongga dadanya terasa sesak, tetapi ia masih harus melanjutkan perkataan yang belum tentus dikatakan olehnya. “Sejak kapan? Sejak kapan kalian membohongiku? Jawab!” sentaknya.
“Kau pikir aku tahan dengan semua ini, hah?!” balas kekasih Yi Xun yang bernama Deng Wei dengan nada menyentak.
Alih-alih mendengar penjelasan, Yi Xun malah mendapat sentakan balasan dari kekasihnya. Selama Yi Xun mengenal Deng Wei, Deng Wei tak pernah sekali pun meninggikan suaranya terhadap Yi Xun. Namun hari ini, hanya untuk membela kesalahan yang nyata dilakukannya, ia akhirnya berani menunjukkan wajah aslinya di hadapan Yi Xun.
Melihat mimik wajah Deng Wei yang menekuk, dapat dilihat jika Deng Wei kesal dengan Yi Xun. Sementara Yi Xun hanya menanggapinya dengan alis berkerut, meskipun dalam hatinya benar-benar kecewa dan merasa diperlakukan tidak baik.
“Bagus, Deng Wei. 20 tahun … sudah 20 tahun kita saling mengenal. Aku kira, aku adalah orang yang paling memahamimu. Tapi ternyata, aku tidak pernah mengenalmu sedikit pun. Tidak buruk. Setelah sekian lama, akhirnya aku bisa melihat wajah di balik topeng kepolosanmu itu,” balas Yi Xun dengan geram. Ia mengeratkan rahangnya dan mengepalkan kedua telapak tangannya, semata ingin terlihat kuat tanpa gentar menghadapi situasinya saat ini.
“Ternyata sudah 20 tahun. Aku harus berterimakasih padamu. Apa kau tahu, aku sudah sangat muak denganmu. Kau sangat egois. Aku sudah berusaha memahaminya. Aku melakukan semua yang kau inginkan. Yang kau butuhkan selalu kuberikan. Aku kira, semua itu cukup membuatmu menganggap aku orang berharga bagimu. Lalu bagaimana denganmu? Aku hanya memintamu satu hal. Tapi kau tanpa ragu menolaknya. Kau pikir semua ini adil, hah?” balas Deng Wei.
“Kau … hubungan 20 tahun yang kita jalani, jangan bilang kau menghancurkannya karena permintaan konyolmu itu,” tebak Yi Xun.
“Benar. Kau menolaknya dengan tegas, tanpa ragu sedikit pun. Sejak saat itu aku mengerti, kau tidak pernah tulus ingin bersamaku,” ujar Deng Wei.
“Deng Wei, apa kau gila? Bukankah kita sudah berjanji sebelumnya? Sebentar lagi, hanya beberapa bulan lagi kita akan menikah. Tidak bisakah kau bersabar?” balas Yi Xun.
“Hekh.” Deng Wei menyeringai seraya memalingkan wajahnya dari pandangan Yi Xun. “Jika kau tulus padaku, apa janji seperti itu penting? Karena beberapa bulan lagi kita akan menikah. Apa salahnya kita melakukannya sebelum pernikahan?” balas Deng Wei.
“Kau … kau benar-benar sudah gila. Beruntung aku tidak menuruti kemauanmu. Atau tidak, hari ini aku akan menyesal. Apa karena aku menolakmu, kau bisa melakukannya dengannya? Dengan sahabatku sendiri.”
“Siapa yang kau sebut sahabat?” sahut Lin Ji, seorang wanita yang dianggap sebagai sahabat Yi Xun. “Aku tidak pernah menganggapmu sahabatku. Seorang wanita kasar yang berpenampilan seperti pria, seharusnya kau sadar. Pria mana yang menyukai wanita sepertimu? Aku mendekatimu karena aku ingin mendapatkan Deng Wei. Setelah aku mendapatkannya, akhirnya aku bisa berhenti berpura-pura menjadi sahabatmu. Mengingat kita pernah berteman dekat, aku sangat malu mengingatnya. Aku sarankan agar kau sadar bagaimana penampilanmu, sebelum kau menganggapku sahabatmu. Dalam mimpi!” balas Lin Ji dengan angkuhnya.
Kesabaran Yi Xun benar-benar telah terkikis. Dia sudah tidak tahan melihat kedua pasangan menjijikan yang berdiri di hadapannya saat ini. Dia benar-benar mual. Ingin sekali rasanya dia memuntahkan semua isi perutnya saat itu juga. Namun mengingat harga dirinya, ia hanya bisa menahannya.
“Pergi! Keluar dari rumahku sekarang juga!!!” perintah Yi Xun dengan murka.
Tatkala kedua pasangan itu melewati Yi Xun yang tengah berdiri di samping pintu, tepat saat itu juga Yi Xun memuntahkan isi perutnya hingga mengotoro pakaian Deng Wei dan Ling Ji. Muntahan yang mengotori pakaian mereka berdua, membuat mereka sangat jijik dan bergegas meninggalkan rumah Yi Xun. Tampak jelas jika mereka pun merasa mual kala muntahan Yi Xun mengotori pakaian mereka. Memang sedikit memalukan, tetapi Yi Xun menganggapnya sebagai keuntungan yang memuaskannya. Dia bahagia dan puas karena secara tidak sengaja telah melampiaskan kemarahannya kepada pasangan itu.
“Rasakan. Kalian pantas mendapatkannya! Hoek!!!” Yi Xun yang masih merasa mual pun bergegas berlari ke toilet, sebelum dia membuat lantai kamarnya lebih kotor.
“Hoek. Menjijikan! ****** itu benar-benar gila.” Lin Ji memaki Yi Xun seraya membersihkan muntahan di pakaiannya.
Sementara Deng Wei hanya terdiam tanpa mengatakan sepatah kata pun. Namun tak bisa dipungkiri jika ia berusaha menahan diri agar tidak ikut memuntahkan isi perutnya kala membersihkan muntahan di pakaiannya.
“Deng Wei, sepertinya aku sedikit memahami penderitaanmu. Dia memang ****** gila.” Lin Ji tak henti-hentinya memaki Yi Xun saat ia merasa amat kesal. “Hei, katakan sesuatu. Kenapa kau diam saja? Apa kau menyesal karena telah meninggalkannya?” protes Lin Ji kala merasa bahwa Deng Wei tak memberikan respon apa pun.
Deng Wei reflek menatap wajah Lin Ji dengan mimik wajah serius. “Mana mungkin! Sekali pun orangtuaku membuangku, aku tidak akan pernah berbaikan dengannya lagi,” cetus Deng Wei.
Lin Ji tersenyum senang tatkala mendengar perkataan Deng Wei. Kemudian, ia pun berkata, “Tentu saja aku tahu. Tidak mungkin pria setampan dirimu bersama dengan gadis kasar sepertinya. Aku tidak ingin membandingkan diriku dengan gadis rendahan sepertinya. Tapi asal kau tahu, aku adalah pilihan terbaik. Hanya gadis sepertiku yang pantas bersanding denganmu,” ujar Lin Ji dengan percaya diri.
“Aku tahu. Mana mungkin gadis sebaik dirimu perlu dibandingkan dengannya. Dia tidak pantas,” balas Deng Wei.
“Lalu, apa rencanamu selanjutnya? Pernikahan kalian … .” Sebelum Lin Ji menuntaskan perkataannya, Deng Wei bergegas memotongnya.
“Tidak akan terjadi. Aku punya rencana. Kita hanya tinggal menunggu.”
“Apa rencanamu?”
“Rahasia.”
Setelah memuntahkan semua isi perutnya, Yi Xun akhirnya pun akhirnya lega. Kemudian, ia pun berjalan menuju lemari es dan mengambil sebotol air mineral. Setelah meneguk beberapa tegukan, ia pun berbaring di sofa rumahnya. Namun tiba-tiba saja, kepalanya sangat pusing. Rasa sakit itu sungguh tak tertahankan, hingga keringat dingin pun membasahi sekujur tubuhnya.
“Arrggh! Sakit sekali. Apa yang salah denganku?” Yi Xun mengerang kesakitan seraya *******-***** rambutnya. Pandangannya menjadi kabur, dan ia terjatuh ke lantai tak sadarkan diri.
***
Fenomena bulan darah dianggap sebagai pertanda buruk yang membawa kesialan. Pada saat fenomena itu terjadi, seorang menantu keluarga bangsawan tengah berjuang melahirkan buah hatinya. Keluarga itu sangat percaya dengan mitos-mitos yang beredar di kalangan masyarakat. Salah satu mitos yang mereka percayai adalah, siapa pun yang lahir tepat saat fenomena bulan darah terjadi, maka anak itu akan tumbuh menjadi anak iblis yang akan membawa kesialan bagi dunia. Hal itu telah diramalkan 200 tahun lalu.
Keluarga bangsawan itu sangat panik ketika menantunya harus melahirkan tepat pada fenomena itu. Keturunan yang awalnya sangat dinanti dan dipercaya membawa berkah bagi keluarga, hanya dalam satu malam dianggap sebagai keturunan pembawa sial yang akan menghancurkan keluarga mereka.
Seorang dukun mengusulkan agar setelah bayi itu lahir, mereka harus membunuhnya untuk menghindari petaka. Keluarga itu sepakat untuk melakukannya. Akan tetapi, hanya suami dari wanita itu yang tidak mengizinkannya. Dia tidak tega jika harus membunuh anaknya sendiri, apalagi anak itu adalah anak yang sudah dinanti-nanti setelah 10 tahun mereka menikah.
Tidak ada cara lain lagi. Menantu keluarga itu terpaksa harus menahan rasa sakit saat dipaksa menunda kelahiran buah hatinya. Sayangnya, takdir tetaplah takdir. Tidak ada yang dapat mengubahnya. Anak yang lahir dari keluarga itu lahir tepat saat fenomena bulan darah itu sempurna. Menantu keluarga itu melahirkan sepasang bayi kembar, laki-laki dan perempuan. Namun sangat disayangkan, bayi laki-laki itu tak berumur panjang. Sebelumnya, bayi laki-laki sempat menangis.
Namun ketika ibu dari sepasang bayi kembar itu meninggal, bayi laki-laki yang sebelumnya menangis keras itu tiba-tiba berhenti menangis. Sang bayi laki-laki menyusul ibunya yang meninggalkannya. Sementara sang bayi perempuan masih berjuang hidup, tetapi bayi perempuan itu dianggap aneh karena sejak lahir tak pernah menangis ataupun meteskan setetes pun air mata.
Menantu keluarga itu meninggal ketika telah berhasil melahirkan bayi kembarnya. Sementara bayi kembar itu meninggal setelah ibunya meninggalkan mereka. Hanya bayi kembar perempuan yang bertahan hidup. Pada malam setelah dia harus menerima kenyataan bahwa istri dan salah satu anaknya meninggal, ia harus meninggalkan putrinya karena menerima panggilan mendesak dari militer. Meskipun ayah itu melindunginya dan tidak membiarkan siapa pun membunuhnya, karena bayi itu dianggap sebagai pembawa petaka, bayi itu terpaksa diasingkan oleh keluarga itu. Nasib yang sungguh naas. Pada malam itu, ayah sang bayi pun meninggal saat berperang mati-matian melindungi kota.
Ibu yang melahirkannya, saudara kembar laki-lakinya, ayahnya, mereka meninggal di malam yang sama saat bayi itu lahir. Memandang segala sesuatu yang telah terjadi, semua orang semakin yakin jika bayi perempuan itu memanglah pembawa petaka. Untung saja, ada seorang pelayan yang memegang wasiat terakhir dari ayah sang bayi. Ayah bayi itu memberi wasiat agar keluarga itu melindungi anaknya. Tujuan mereka untuk membunuh bayi itu pun gagal. Bayi itu tetap dirawat oleh sang pelayan, tetapi diasingkan dari keluarga. Pelayan dan bayi itu harus tinggal di gudang kumuh. Ia merawatnya hingga bayi itu tumbuh dewasa.
“Xun Tian!”
“Yao Ji?”
“Ada apa denganmu? Kenapa kau terlihat lesu? Apa mereka sengaja tidak memberimu makan hari ini? Mereka sudah keterlaluan!” protes seorang gadis yang terlihat seumuran dengan Xun Tian.
Xun Tian, nama bayi perempuan yang lahir dengan takdir pembawa petaka. Dia saat ini telah tumbuh menjadi gadis remaja berusia 18 tahun. Karena dianggap sebagai pembawa petaka, ia telah tumbuh lama dari pengasingan keluarganya. Awalnya, keluarga itu membiarkannya hidup di gudang kumuh. Namun pelayan yang mengurus Xun Tian sejak bayi, membersihkannya dan merubahnya menjadi kediaman sederhana.
Sayangnya, takdir benar-benar tak berpihak pada Xun Tian. Saat usianya menginjak 5 tahun, pada saat itu terjadi badai besar. Karena atap gudang itu sudah tak kokoh, sebuah balok kayu menimpa pelayan yang merawat Xun Tian, hingga pelayan itu meninggal dunia karena tak ada seorang pun yang datang menolong mereka. Nasiibnya benar-benar buruk. Sejak usia 5 tahun, ia harus tumbuh mengandalkan diri sendiri.
Pelayan yang menemaninya selama ini telah meninggal. Tak ada seorang pun yang memberikan makanan dan pakaian untuk Xun Tian. Untuk mengganjal rasa laparnya, Xun Tian terpaksa menyelinap keluar dan mencuri beberapa makanan di aula leluhur. Tindakannya itu sempat diketahui oleh seorang pelayan. Lalu, pelayan itu melaporkannya kepada nyonya besar.
Nyonya besar memberikan hukuman berat kepada Xun Tian. Tubuh kecil Xun Tian yang lemah itu harus menerima cambukan sebanyak 20 kali. Dia benar-benar kesakitan dan hampir mati. Sudah seperti itu, tak ada seorang pun yang peduli terhadap nasibnya. Xun Tian dianggap pembawa petaka, tetapi dia membawa banyak keberuntungan terhadap dirinya sendiri. Xun Tian tidak mati karena seorang siluman kucing menolongnya. Dia bertahan hidup hingga dia berusaha 18 tahun. Karena di usia itu, Xun Tian memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Dua hari sebelum Xun Tian berencana mengakhiri hidupnya sendiri, bibinya yang bernama Li Jin Rong datang menemuinya. Li Jin Rong adalah adik dari ayah Xun Tian yang bernama Jendral Li Jing. Meskipun Li Jin Rong memiliki hubungan darah dengan Xun Tian, ia tetaplah seorang yang tidak beda dengan keluarga Xun Tian yang lain, yang memperlakukan Xun Tian dengan cara terburuk.
BRAK!!!
Li Jin Rong mendobrak pintu lapuk gudang, tempat di mana Xun Tian menghabiskan masa hidupnya. Tatkala pintu itu didobrak kencang, Xun Tian yang tengah menyibukkan dirinya pun terpaksa harus menghentikan aktivitasnya. Kemudian, Xun Tian bergegas menghampiri Li Jin Rong yang membawa seorang pelayan bersamanya.
Dengan perkataan lembutnya, Xun Tian pun bertanya perihal maksud kedatangan bibinya menemuinya, “B-Bibi, kenapa kau tiba-tiba datang?” gagap Xun Tian karena ketakutan. Nyalinya memang sangat lemah saat berhadapan dengan semua anggota keluarga yang selalu menganiayanya.
“Kenapa? Apa kedatanganku tidak disambut di sini?” sentak Jin Rong.
“T-tidak, bukan begitu maksudku. Aku … aku … .” Xun Tian tak bisa berkata-kata. Lidahnya terasa kelu, seakan tak bisa dikendalikan.
“Lupakan. Aku tidak ingin berlama-lama di tempat ini bersamamu karena tidak ingin kemalangan menimpaku. Hei, anak pembawa sial, dengarkan baik-baik! Dua hari lagi kau harus menikah,” cetusnya.
“Menikah? Aku? Dengan siapa aku harus menikah?” cecarnya dengan beberapa pertanyaan.
“Pangeran ketiga, Sangguan Chang Ling,” ungkapnya.
Sontak saja, Xun Tian terhenyak tatkala Jin Rong menyebutkan nama pangeran ketiga. Meskipun Xun Tian tak pernah menginjakkan kaki ke dunia luar, tetapi ia sering mendapat informasi dari sahabatnya Yao Ji, yang berasal dari Alam roh. Dia pernah mendengar Yao Ji menceritakan tentang pangeran ketiga, anak dari kaisar Shangguan yang memimpin Negara Long.
Pangeran ketiga adalah anak dari permaisuri kerajaan. Namun karena nasibnya yang tidak beruntung, pangeran ketiga kehilangan penglihatannya sejak kecil. Dia adalah seorang pangeran buta yang tidak memiliki kekuatan apa pun dalam politik. Kekuasaannya dan identitasnya sebagai pangeran menjadi lemah karena kecacatannya, sehingga banyak menteri yang menentang pangeran ketiga yang seharusnya ditunjuk sebagai putra mahkota. Jangankan ditunjuka sebagai putra mahkota, pangeran ketiga pun harus hidup dalam pengasingan, selagi berusaha untuk memulihkan kondisinya.
“Kenapa? Kau tidak ingin menikah dengannya? Kalau dipikir, kalian memanglah pasangan yang ditakdirkan. Satunya cacat, dan satunya pembawa sial. Kalian memang pasangan serasi yang ditakdirkan langit,” celetuk Jin Rong dengan pikiran liciknya.
“Apa … hak kalian menyuruhku menikah dengannya? Sejak kecil, aku selalu bertahan hidup sendiri. Jangan kira aku tidak tahu jika kalian semua berusaha membunuhku berkali-kali. Kalau dipikir, aku tidak berhutang apa pun kepada keluarga ini.”
PLAK! Tamparan mendarat di wajah Xun Tian.
“Lancang! Berani sekali kau berkata seperti itu kepada Nyonya?!” Bahkan seorang pelayan pun memiliki posisi lebih tinggi, hingga ia tanpa ragu memberi tamparan keras di wajah Xun Tian.
Jin Rong mencengkram rahang Xun Tian dengan kuat, lalu menatapnya dengan tatapan penuh kebencian.
“Kau hanyalah anak pembawa sial. Dengar, kau adalah penyebab kematian ayahmu, ibumu, bahkan saudara kembarmu. Mereka semua tidak berharap hidup bersama anak pembawa sial sepertimu. Seharusnya kau bersyukur karena sampai detik ini, keluarga Li masih menampungmu. Sejak awal, kau memang harus disingkirkan. Kau hanya beruntung bisa hidup sampai saat ini,” cetus Jin Rong seraya mendorong wajah Xun Tian hingga pelipisnya terbentur dinding.
“Argh.” Xun Tian merintih kesakitan sembari memegangi kepalanya yang terasa nyeri saat perlahan darah segar mengalir di kulit putihnya.
“Nyonya, sepertinya kita tidak perlu repot-repot berurusan dengan pembawa sial ini. Ah, benar. Aku dengar, hari ini mereka akan mengirimkan mahar.”
“Benarkah?” sahutnya. Jin Rong terlalu bersemangat saat pelayannya mengucapkan kalimat terakhir itu kepadanya. “Kira-kira berapa banyak mahar yang akan mereka kirimkan, ya? Benar juga. Mereka adalah keluarga kerajaan. Pasti akan ada banyak mahar yang memenuhi halaman rumah.” Jin Rong yang sangat bersemangat pun bergegas beranjak dari tempatnya.
Akhirnya, Jin Rong dan pelayannya meninggalkan Xun Tian di sana sendiri. Xun Tian benar-benar lega saat mereka telah meninggalkannya. Kemudian, ia pun bangkit perlahan dari posisinya. Pakaiannya yang lusuh itu terpaksa harus dia sobek untuk memperban pelipisnya yang berdarah.
Xun Tian tampak menunggu seseorang, hingga tengah malam tiba. Namun, sepertinya sosok yang dia tunggu tak kunjung menemuinya. Dia sedang menunggu Yao Ji, siluman kucing yang juga sahabatnya. Dia berharap kali ini Yao Ji akan datang dan membawanya kabur meninggalkan keluarga Xun Tian yang selalu menganiayanya. Pada akhirnya, Xun Tian tidak sanggup jika harus menanggung sebuah kesalahan yang tidak pernah dilakukannya.
Bukan kesalahannya terlahir dengan kutukan pembawa petaka. Namun, Xun Tian tahu dengan jelas, sekali pun dia berusaha menjelaskan bahwa dirinya bukanlah orang jahat, sudah pasti tidak akan percaya padanya. Hanya Yao Ji yang bersedia menjadi temannya yang menemaninya setelah meninggalnya pelayan yang mengurus Xun Tian sejak bayi.
“Sepertinya, dia tidak akan datang. Apa boleh buat? Semua orang menyebutku pembawa sial. Mereka berharap aku mati. Tidak ada tempat bagiku di dunia ini. Baiklah. Karena semua orang berharap aku mati, aku turuti keinginan mereka. Aku benar-benar lelah … .”
Malam itu, bulan terlihat bulan sempurna. Cahayanya terpantul indah di kolam taman kediaman keluarga Li. Malam itu, Xun Tian menyelinap keluar dari tempat tinggalnya, sembari berjalan-jalan memandangi kediaman keluarganya yang sekali pun tak pernah dilihatnya sejak ia dilahirkan. Malam itu adalah pertama kalinya Xun Tian menginjakkan kakinya keluar, setelah dia dikurung dan diawasi dengan ketat di dalam gudang selama 18 tahun hidupnya.
Banyak penyesalan dalam hidupnya. Namun, penyesalan pun tak ada gunanya ketika akhir hidupnya menjemputnya. Xun Tian menghentikan langkahnya di atas jembatan yang dibawahnya terdapat kolam yang cukup dalam.
BYURRR!!!
“Suara apa itu?” gumam seorang pelayan yang mendengarkan sesuatu. Sayangnya, ia sengaja mengacuhkannya karena terlalu sibuk mempersiapkan keperluan acara yang akan diadakan 2 hari lagi.
Malam itu, tidak ada yang tahu jika Xun Tian sengaja mengakhiri hidupnya sendiri. Hingga saat pagi tiba, jasadnya yang mengambang ditemukan oleh seorang tukang kebun yang ditugaskan memperbaiki jembatan.
Pagi itu, dapat dipastikan jika Xun Tian tak lagi bernyawa. Dibandingkan gembira karena keluarga Li akhirnya melihat anak yang diyakini pembawa sial itu meninggal, mereka lebih takut mendapat hukuman karena insiden itu membuat keluarga kerajaan harus membatalkan pernikahan.
***
“D-di-di dia, hidup kembali?”
“Aaaaa! Tolong, ada hantu!!!”
Saat semua orang yang menghadiri pemakaman itu berlarian, Xun Tian sebagai tokoh utama pemakaman hari itu hanya menatap orang-orang yang berlarian ketakutan itu dengan raut wajah kebingungan.
“Apa yang terjadi? Kenapa mereka semua lari?”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!