NovelToon NovelToon

Jatuh Cinta Pada Bad Boy

Chapter 1 Kekacauan

Tantri baru saja membaringkan tubuhnya di atas ranjang, setelah mengerjakan home work dari guru Kimia nya. Seperti biasa, mata gadis itu sangat susah terlelap, karena banyak keinginan dalam hati yang belum terpenuhi. Gadis itu memiringkan tubuhnya ke kanan, dan mengambil guling untuk dipeluk sambil tidur. Tiba-tiba..

"Aku sudah tidak tahan lagi pa..., selalu sikapmu keras dan arogan seperti itu, jika aku meminta penjelasan darimu." terdengar teriakan Nyonya Monica, mama Tantri.

Merasa tidak asing dengan teriakan yang selalu meramaikan malam-malam di rumah seperti biasanya, Tantri berusaha mengabaikan, dan menutup telinga dengan menggunakan penyumbat telinga. Gadis itu sudah tidak mau tahu, apa yang terjadi antara papa dan mamanya, karena memang sudah sering terjadi hal seperti itu.

"Tutup mulutmu Monica.. kamu selalu mencurigaiku, padahal aku bekerja untuk memenuhi kebutuhan kalian. Terutama kebutuhanmu dan juga kebutuhan Tantri. Dari mana uang untuk mencukupi semua kebutuhan foya-foyamu, kebutuhan sosialita dan gaya hidup hedonisme itu, jika aku tidak menghabiskan waktu di kantor, atau berkeliling melakukan kunjungan kerja.." terdengar Tuan Chandra Atmadja menjelaskan pada istrinya.

"Bullshit... jangan bohongi mama lagi pa... Sudah bosan, mama mendengar alasanmu yang selalu itu saja. Mama hanya ingin penjelasan, siapa perempuan yang berada di atas ranjangmu, jangan mengalihkan pembicaraan." kembali suara keras Nyonya Monica terdengar.

Selanjutnya, Tantri sudah tidak mau lagi mendengarkan pertengkaran itu. Gadis itu menambahkan bantal dan guling untuk menutupi telinga, agar suara pertengkaran kedua orang tuanya tidak masuk ke dalam telinga. Namun...

"Prang... bluamm..." tiba-tiba terdengar suara keras pecahan keramik, dan pintu dibanting.

Secara reflek, Tantri mengangkat tubuhnya dan berlari keluar dari dalam kamar. Di atas tangga, gadis itu melihat mamanya Nyonya Monica sedang menarik trolly bag, dan menuju ke arah pintu keluar.

"Mama... mau kemana, jangan tinggalkan Tantri mam..." gadis itu berteriak, mencoba menahan mamanya yang akan keluar meninggalkan rumah.

Namun bukannya menjawab, perempuan itu hanya menoleh sebentar ke arah putrinya, dan dengan cucuran air mata, Nyonya Monica mengangkat tangan ke atas, sebagai salam perpisahan dengan putrinya. Tantri tidak bisa berbuat apapun, selain hanya melihat punggung mamanya yang akan membuka pintu ke arah luar.,

"Ingat Monica... begitu kakimu keluar meninggalkan pintu, aku akan mendiamkanmu, dan tidak akan menganggapmu ada. Banyak kesempatan untuk membawa perempuan lain ke ranjangku, yang lebih muda dan lebih molek darimu." terdengar teriakan Tuan Chandra Atmadja,

Tetapi laki-laki itu tidak mengejar dan menahan istrinya, melainkan hanya berteriak di belakang. Tantri yang semula akan turun untuk mengejar mamanya, tertahan di atas tangga dan hanya bisa menangis meratapi kebahagiaan hidupnya. Dari lantai bawah, Bibi Surti asisten rumah tangga yang sudah lama mengabdi pada keluarga ini, hanya bisa menatap prihatin pada Tantri. Namun perempuan paruh baya itu hanya bisa berdiam diri, dan merasa takut akan dimarahi oleh majikan laki-lakinya, jika naik mendatangi Tantri.

Ketika Tuan Chandra Atmadja sudah kembali ke dalam kamarnya, barulah Bibi Surti perlahan naik dan mendatangi Tantri. Dengan pandangan prihatin, perempuan itu memeluk tubuh gadis itu, dan Tantri menangis dalam pelukan perempuan paruh baya itu.

"Sabar Non... mama hanya ingin mendinginkan suasana, besok pagi paling sudah akan kembali pulang ke rumah. Begitu juga dengan Tuan Chandra, papa Non masih emosi, belum bisa mengendalikan diri. Jadi mungkin papa Non berpikir, lebih baik Nyonya Monica pergi dulu, dan setelah mereka sama-sama dingin, baru akan menyelesaikan masalah mereka.." dengan suara pelan, Bibi Surti mencoba menenangkan perasaan Tantri.

"Iya Bi.., antar dan temani Tantri kembali ke kamar Bi.. Jangan pergi, sebelum aku bisa tertidur.." tidak ada yang bisa diucapkan lagi oleh gadis itu. Perlahan perempuan paruh baya itu, membawa Tantri kembali memasuki kamar tidurnya.

**********

Keesokan paginya..

Setelah bersiap dan mengenakan pakaian seragam, Tantri berjalan keluar menuruni tangga. Gadis itu langsung berjalan menuju ke ruang makan, dan terlihat papanya sedang sarapan pagi juga. Sama sekali tidak terlihat dalam wajah laki-laki itu, jika tadi malam telah terjadi perang mulut dengan istrinya, yang berakhir Nyonya Monica pergi meninggalkan rumah.

"Selamat pagi pa.." seperti biasa Tantri menyapa papanya.

"Mmmmpphh... pagi." sahut laki-laki paruh baya itu singkat,

Melihat ada nasi goreng dan telur ceplok buatan Bi Surti, Tantri segera menuangkan dua sendok nasi ke piringnya. Tanpa bicara lagi, gadis itu mulai menyendokkan beberapa suap nasi ke mulutnya. Tantri mengunyah perlahan, dan terlihat ada panggilan masuk ke ponsel papanya. Dari tempatnya duduk, wajah perempuan muda cantik terlihat oleh Tantri, dan gadis itu seketika menghentikan makan paginya.

"Siapa itu pa.. yang sedang melakukan panggilan pada papa..?? Apakah tidak sebaiknya, papa saat ini pergi mencari keberadaan mama, dan membawanya lagi untuk pulang ke rumah ini..?" dengan berani, Tantri bertanya pada laki-laki paruh baya itu.

"Apa katamu Tantri.. kamu masih anak kecil, tidak tahu apa yang menjadi urusan orang tua. Pergi meninggalkan rumah ini, adalah pilihan mamamu, untuk apa papa yang harus pusing mencarinya. Dan untuk siapa yang menelpon papa pagi ini, kamu tidak perlu tahu. Banyak relasi yang harus berhubungan dengan papa..." dengan tegas, tampak Tuan Chandra Atmadja memberi penjelasan pada putrinya.

"Tapi pa... papa dan mama adalah orang tua Tantri, dan juga suami istri. Tidak baik bertindak apatis seperti itu pa... pahamilah mama, dan juga Tantri.." seperti seorang yang kehilangan kesadaran, Tantri berani berteriak pada papanya.

Apalagi papanya terlihat me reject panggilan dari perempuan muda itu, dan sudah berdiri ingin meninggalkan putrinya sendiri.

"Tantri... jaga bicaramu. Kamu masih kecil, tidak tahu urusan suami istri. Yang penting, rekeningmu selalu papa isi bukan, dan berapa lagi yang kamu inginkan, sampai kamu berani menggertak papamu pagi ini. Bukan papa yang meminta mamamu untuk keluar dari rumah ini, tetapi mamamu sendiri yang memilih dan melakukannya. Dan sekarang, kamu berani menyalahkan hal itu pada papa..." suara keras tidak mau kalah, tampak mengimbangi suara Tantri.

Tatapan laki-laki, papa kandung Tantri itu tampak merah. Sama sekali tidak terlihat, ada kasih sayang pada pandangan mata itu pada putri kandungnya. Gadis itu merasa kaget, dan Tantri juga berdiri, serta berlari meninggalkan piring nasinya yang belum habis.

"Tunggu Tantri... jaga sikapmu. Atau papa akan memblokir semua aksesmu ke rekening, jika kamu berani membantah papa.." gadis itu sudah tidak mau menggubris lagi kata-kata papanya.

Tantri terus bergegas keluar, dan melihat pak Jaya sudah bersiap di depan mobil, tanpa bicara Tantri langsung masuk ke dalam mobil tersebut. Hanya air mata yang menemani gadis itu, sampai menuju ke sekolah.

***********

Chapter 2 Kejutan Siang

International High School...

Ketika pak Jaya menghentikan mobil di depan pintu gerbang, Tantri membersihkan sisa-sisa air mata. Dari kaca depan, sopir keluarga itu hanya melihat gadis itu dengan pandangan prihatin. Namun terlalu sering melihat hal itu, laki-laki itu hanya mengambil nafas dalam. Setelah merapikan rambut, dan wajahnya, akhirnya Tantri keluar dari dalam mobil, dan tanpa berpamitan pada pak Jaya, perempuan itu berjalan ,meninggalkan laki-laki itu.

"Tantri... tunggu aku. Kita barengan masuk ke dalam.." baru saja beberapa langkah, Tantri masuk, terdengar teriakan dari belakang.

Gadis itu tidak berhenti menunggu, namun tetap melanjutkan langkah kakinya. Akhirnya tidak lama kemudian, seorang perempuan tampak menjejeri langkahnya.

"Tant... kamu pasti sudah mengerjakan tugas Kimia kan.. Pinjemin dong, aku belum nih. Tidak keburu jika aku mulai dari awal untuk mengerjakannya. Please..." gadis bernama Salsa itu tampak merayu Tantri.

Namun karena suasana hatinya tidak begitu bagus, Tantri tidak memberikan tanggapan. Tantri malah mempercepat langkah kaki, dan meninggalkan Salsa sendiri di belakang. Ketika sampai di depan kelas, banyak temannya yang sedang berbincang dengan temannya yang lain. Tantri terus masuk ke dalam kelas, dan tidak menyapa teman-temannya itu. Hal itu sudah tidak dipermasalahkan oleh teman-teman sekelas gadis itu, karena mood Tantri memang berubah-ubah.

":Pelit sekali sih kamu Tantri... aku kan cuman lihat sebentar saja. Aku janji, tidak akan menjiplak hasil pekerjaanmu, hanya akan aku gunakan untuk bench marking saja.." tiba-tiba Salsa sudah mengikutinya ke dalam kelas, dan langsung mengejar pada Tantri.

"Apakah kamu tidak melihat suasana hatiku pagi ini Salsa..?? Aku bisa saja menendangmu keluar dari kelas ini, jika kamu terus menggangguku. Dan yang perlu kamu ingat, aku akan langsung tekan tombol delete, begitu pekerjaan aku kirim ke Mr. Ronald. Menyingkirlah.. , aku mau tidur.." dengan kasar, Tantri mengusir Salsa untuk menyingkir.

"Dasar kamu pelit Tantri... awas saja. Jika kamu membutuhkan bantuanku, aku akan selalu mengingat perlakuanmu padaku.. Remember that.." Salsa tampak kesal. Gadis itu kembali berjalan keluar dari dalam kelas, mungkin akan meminta bantuan teman-temannya yang lain.

**********

Siang harinya...

Begitu bel istirahat berbunyi, Tantri mengarahkan kakinya menuju ke belakang sekolah. Gadis itu malas untuk berkumpul dengan teman-temannya, dan ingin sendiri dengan aktivitas gadgetnya. Hanya teknologi komunikasi itu yang menjadi teman Tantri selama ini, terutama jika mood nya sedang tidak baik.

"Mau kemana Tantr.. bolehkan aku mengikutimu.." tiba-tiba terdengar suara laki-laki di belakangnya.

Terlihat Harry melangkahkan kaki mendekat kepadanya. Tantri terdiam dan menunggu sampai laki-laki itu mendekat kepadanya.

"Sorry Harr.. aku lagi pingin sendiri. Biasa pingin melamun, karena hanya hal itu yang bisa mengantarkanku pada mimpi dan keinginanku sebenarnya.." tanpa menutupi apa yang akan dilakukannya, Tantri mengatakan apa yang akan dilakukannya.

"Hempphh... sama dong denganku. Kita bolos saja yukk.., ikutlah denganku. Kita akan lupakan sejenak dunia nyata, dan kita penuhi dunia dengan keinginan kita.." tanpa meminta persetujuan gadis itu, tiba-tiba Harry memegang pergelangan tangan Tantri, kemudian membawanya pergi ke parkiran motor.,

Tanpa banyak  bicara, Harry mengambil helm di motor yang parkir di sebelah motornya, dan mengambil helmnya sendiri untuk diberikan pada Tantri. Gadis itu bingung, tidak segera mengikuti apa yang dimaui laki-laki itu.

"Ayolah Tantri.. kita pergi keluar. Aku akan ajak kamu mencari bakso di tikungan sana, rasanya enak. Percaya deh padaku.." Harry segera menyalakan mesin motornya, dan tangannya menarik tangan Tantri untuk segera naik ke atas motornya.

Setelah berpikir sejenak, akhirnya Tantri mengikuti ajakan Harry. Gadis itu sudah berada di atas boncengan motor laki-laki. Tidak lama kemudian, motor itu meluncur keluar mendekati pintu gerbang. Dan seperti sudah hafal dengan kebiasaan sekolah, yang akan membuka pintu gerbang seluas motor keluar, tanpa menghiraukan teriakan penjaga keamanan, Harry menggeber keluar motor dari halaman sekolah, dengan Tantri di belakangnya.

"Wooowww.... aaaawww..." seperti melepaskan sesak di dadanya, Tantri berteriak di jalanan, sambil merentangkan kedua tangannya ke kanan dan ke kiri.

Di depan, Harry tersenyum simpul, dan terus mengarahkan motor yang dikendarainya menuju warung bakso yang dimaksudnya.

**********

Sambil mengunyah potongan bakso, Tantri mengarahkan pandangannya ke jalanan di depannya. Warung bakso itu memiliki lokasi yang sangat strategis, dan di depannya adalah sebuah restaurant mewah tempat orang-orang dari kalangan atas. Menjadi hiburan bagi Tantri, bisa melarikan diri dari urusan sekolah, dan melihat lalu lintas jalanan di depannya tanpa gangguan.

"Damn it... bukankah itu papa..?" sendok yang ada dalam pegangan tangan Tantri tiba-tiba terjatuh.

Tatapan mata gadis itu tidak berkedip, ketika melihat papanya berjalan menuju ke mobil, dengan merangkul pundak seorang perempuan muda. Tantri masih teringat, jika gadis itu adalah perempuan yang tadi pagi melakukan panggilan masuk pada ponsel papanya. Yang membuat hati Tantri tambah panas membara, dengan tidak tahu malu, setelah mengantarkan perempuan itu duduk di kursi mobil, papa Tantri memberikan ciuman di bibir perempuan itu.

"Tantri... how about you girl.. Ini aku ambilkan sendok baru lagi.." melihat sendok yang dipegang Tantri terjatuh, Harry menukarnya dengan sendok baru.

"Tidak apa Harry... aku hanya melamun saja. Tanpa sadar, sendok di tanganku terjatuh ke bawah.." dengan cepat, Tantri membuat alasan.

Karena tidak mungkin baginya untuk bercerita pada Harry, tentang apa yang dialami olehnya. Gadis itu masih memiliki rasa malu, dengan apa yang barusan terjadi di depan matanya sendiri.

"Okaylah kalau begitu... aku pikir ada apa. Sampai aku panik, melihatmu menjatuhkan sendok dari tanganmu.." Harry kemudian duduk di depan Tantri. Keduanya duduk dalam diam, dan Tantri sudah tidak memiliki selera untuk melanjutkan makan siangnya. Namun, tidak mungkin juga jika dirinya mengajak Harry untuk kembali, Akhirnya dengan tidak ada nafsu, gadis itu tetap menghabiskan bakso yang ada di dalam mangkoknya.

"Tantri... dimana sebenarnya tempat tinggalmu. Apakah kamu memberiku ijin, jika aku main ke rumahmu Tantr.." tiba-tiba Harry bertanya padanya.

Tantri yang sedang melamun tergagap, dan menatap ke arah laki-laki itu.

"Sorry Harr.. aku tadi tidak mendengarnya. Bisakah kamu ulangi lagi pertanyaanmu.." gadis itu meminta Harry untuk mengulangi kata-katanya.

"Hemppphh... rupanya sejak tadi, pikiranmu tidak di tempat ini ya Tantr... Sudah lupakan saja, lain waktu aku akan mencari tahu sendiri. Kebetulan aku juga sudah selesai, kita balik ke sekolah, atau masih mau berkeliling kota denganku Tantr.." karena kebetulan bakso dalam mangkok mereka sudah sama-sama habis, akhirnya Harry mengajak gadis itu untuk beranjak.

"Balik saja Harr.. ada kelas Mr. Ronald. Kebetulan guru itu, menjadi my favourite teacher, aku akan sangat kehilangan jika satu minggu saja tidak mengikuti kelasnya."

"Okaylah jika begitu.." akhirnya dua anak muda itu segera berdiri, dan berjalan menuju ke motor yang tidak jauh dari tempat mereka berada.

***********

Chapter 3 Perlakuan Papa

Di kelas...

Pikiran tentang papanya yang tadi berciuman dengan seorang perempuan di depan matanya, tidak bisa hilang dari pikiran Tantri. Kecewa, sedih, gundah.., tidak tahu apa yang mendeskripsikan keadaannya saat ini. Tantri yang biasa pro aktif di kelas Mr. Ronald, siang ini terlihat diam. Bahkan ketika guru favoritnya sedang menjelaskan, Tantri malah tidur, menggeletakkan kepala di atas meja.

"Tantri.. how about you... Are you okay..?" tanpa disadari gadis itu, ternyata Mr. Ronald sudah berdiri di sampingnya, dan bertanya padanya.

"Mmmppphh... I.m okay Mr. Ronald.. Hanya saja, agak kurang bersemangat siang ini. Bisakan Tantri minta ijin untuk off dulu dalam discussion hari ini.." dengan sopan Tantri minta ijin sama gurunya.

Mr. Ronald terkejut karena apa yang dikatakan Tantri, diluar kebiasaan gadis itu. Tetapi karena Tantri termasuk siswa berprestasi, dan selalu mendapatkan nilai Excellent dalam setiap kuis, soal, maupun hasil ujian, laki-laki itu tidak mempermasalahkannya.

"Okay... istirahatlah, nanti aku akan memberimu tugas tambahan. Tapi ingat, jaga sikapmu, dan jangan buat keonaran di kelas.." guru Kimia meninggalkan Tantri, dan berjalan ke depan.

Tanpa menjawab, Tantri menjatuhkan kepalanya di atas meja. Dan tidak lama kemudian, gadis itu berusaha untuk memejamkan matanya.

*******

Sore harinya...

Bi Surti menyambut kedatangan Tantri di depan pintu dengan senyuman. Perempuan itu membantu memnbawakan tas sekolah, dan mengantarkannya ke kamar gadis itu.

"Bibi... apakah papa sudah ada pulang ke rumah Bi..?" sambil berjalan menaiki tangga, Tantri bertanya pada perempuan paruh baya itu.

"Belum Non... mungkin masih terjebak macet non, atau mungkin ada tugas di luar dinas. Non mau Bibi masakkan apa untuk makan malam.." perempuan itu menjawab,

"Hemppphh... apa saja Bi.. Untuk sekarang, aku akan mandi dulu Bi.., siapkan teh tarik panas ya Bi. Letakkan di atas meja.." begitu sampai di dalam kamar, Tantri segera berjalan masuk ke kamar mandi.

"Baik Non... segera Bibi siapkan.." perempuan paruh baya itu segera keluar dari dalam kamar Tantri, dan langsung berjalan menuju ke dapur.

Sedangkan Tantri segera berendam air hangat di bath up yang ada di kamarnya. Gadis itu melamun, tidak bisa melupakan apa yang dilihatnya tadi siang. Bayangan papanya dengan perempuan muda, tidak bisa hilang dari bayangannya. Berkali-kali Tantri menggosok wajah dengan menggunakan kedua tangannya, namun lagi-lagi wajah papa dan perempuan itu tidak mau hilang.

"Nanti jika papa sudah sampai rumah, aku akan bertanya langsung pada papa. Siapakah perempuan muda itu, dan apakah papa tidak menganggap keberadaan mama?" pertanyaan berkelebat dalam benak gadis itu,

"Mama juga, tidak sadar apa, jika mama sudah memiliki putri dan sudah gadis. Pergi dari rumah, tanpa sedikitpun mempedulikanku, apakah memang keberadaanku di rumah ini, tidak ada yang menganggapnya. Atau mungkin, lebih baik aku keluar juga dari rumah ini.." pertanyaan demi pertanyaan, tidak bisa hilang dari pikiran gadis itu.

"Tok.. tok.. tok..., Non.., Non Tantri. Minumannya sudah Bibi letakkan di atas meja Non.., Dan tuan Chandra juga baru saja masuk ke dalam rumah.." tiba-tiba terdengar Bi Surti mengetuk pintu kamar mandi.

"Ya Bi.. aku segera keluar." gadis menjawab panggilan dari perempuan paruh baya itu, dan tidak lama kemudian Tantri menarik handuk untuk mengeringkan tubunya.

Tidak lama kemudian, Tantri sudah berjalan keluar dari dalam kamar mandi, dan sudah berganti pakaian di ward drobe yang terkoneksi dengan bath room. Melihat asap mengepul dari minuman di atas meja, Tantri segera menghampiri, dan meminumnya perlahan,

"Aku tidak mungkin akan mengajak bicara papa saat ini. Mungkin pada saat makan malam, aku bisa bertanya pada papa, siapa perempuan itu sebenarnya." untungnya akal sehat masih dikuasai Tantri, sehingga gadis itu bisa memilih waktu yang tepat untuk berbicara dengan papanya.

**********

Pukul 18.30 wib, Tantri keluar dari dalam kamar, untuk mengajak makan malam papanya. Namun baru saja gadis itu sampai di anak tangga paling atas, pandangan Tantri bertumbuk dengan tatapan gadis yang sedang menggelendot mesra di tubuh papanya. Kedua orang itu seperti tidak tahu malu, di ruang tamu dimana asisten rumah tangga bisa melihat, mereka berperilaku intim.

"Papa... apa-apaan ini...?" tidak bisa mengendalikan diri, dari lantai atas, Tantri berteriak pada papanya.

Tuan Chandra Atmadja terkejut, dan menoleh ke belakang. Terlihat putrinya Tantri berjalan menuruni anak tangga satu persatu.

"Apa yang kamu tanyakan Tantri, apakah ada yang salah dengan papa...?" mendengar papanya bertanya balik, seketika emosi Tantri memuncak. Apalagi melihat perempuan yang masih menggelendot di bahu papanya, seperti tidak tahu malu, malah menyeringai seperti mengejeknya.

"Tidakkah papa memiliki rasa malu pa..., papa ini masih memiliki istri yaitu mama, dan seorang putri yaitu Tantri. Tapi dengan tidak punya rasa malu, papa dan perempuan ****** itu bermesraan di ruang tamu. Apakah papa ini sudah terbuai dengan rayuan perempuan ****** itu.." karena emosi, Tantri sudah tidak bisa mengendalikan kata-katanya.

Gadis itu sudah turun ke lantai bawah, dan menunjuk ke wajah perempuan yang duduk di samping papanya. Tiba-tiba Tuan Chandra berdiri, dan mengayunkan tangan ke rahang Tantri.

"Plak... jaga bicaramu Tantri. Apakah papa pernah mengajarimu berbicara kasar di hadapan tamu...?? Dan apakah yang papa lakukan itu salah di matamu. Tanya sendiri pada mamamu, apa yang dilakukannya di luaran sana.." dengan tidak kalah kerasnya, tuan Chandra berteriak. Mata laki-laki itu memerah, menahan marah pada Tantri, putrinya sendiri.

Mendapatkan tamparan keras seperti itu, Tantri berbalik badan dan berlari menaiki tangga, untuk menuju ke kamarnya. Air mata mengalir deras dari sudut mata Tantri, karena baru kali ini papanya berani menampar, di depan perempuan yang tidak dikenalnya.

"Sepertinya sudah tidak ada artinya suaraku di depan papa.. Lebih baik, aku pergi dari rumah ini untuk sementara waktu..." ucap gadis itu sambil menangis.

Sesampainya di kamar, Tantri menarik tas back pack, kemudian mengisinya dengan satu pasang baju, dompet, charger, gadget dan perlengkapan pribadinya. Dengan cucuran air mata, Tantri kembali berlari keluar melewati papa dan teman perempuannya di ruang tamu. Tantri terus berlari menuju ke jalan yang ada di depan rumahnya..

"Non... Non Tantri mau pergi kemana malam-malam begini Non.. Ini sudah malam Non... yang sabar.." Bibi Surti tampak berusaha menahan kepergian Tantri.

Namun Tantri sudah tidak mau mendengar suara siapapun. Dan untungnya, di depan gadis itu lewat taksi Blue Bird dalam keadaan kosong. Tantri langsung naik ke dalam mobil tersebiut, dan meminta sopir untuk membawanya pergi.

"Diantarkan kemana Non.." dalam perjalanan, sopir bertanya pada Tantri.

"Antarkan ke Sudirman saja pak..., turunkan saya di depan Starbuck.." berpikir jika Jalan Sudirman, merupakan jalanan yang tidak pernah mati, tiba-tiba muncul ide untuk nongkrong semalaman di jalan itu.

"Baik Non..."

************

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!