Malam itu, Luna mengendarai mobilnya dengan cukup kencang. Hampir jam delapan, dia masih berada di jalanan menuju ke Hotel Santika. Di sana adalah tempat acara pemberian penghargaan Woman of the year. Masalahnya, Lunalah yang akan mendapatkan penghargaan itu!
Lima tahun yang lalu, Luna memulai usahanya mulai dari nol. Dia memutuskan berhenti bekerja dan membangun perusahaannya sendiri. Akhirnya, pencapaiannya adalah hari ini dengan mendapatkan penghargaan bergengsi untuk pengusaha wanita tersukses.
"Apa? Aku mendapatkan penghargaan Woman of the Year? Apa gak salah?" Luna sangat terkejut ketika Sarah memberi tahukan soal penghargaan itu seminggu yang lalu. Sarah memang hanya sekertaris Luna, namun dia menganggapnya seperti kakak sendiri.
"Beneran, Lun. Ada emailnya langsung dari pihak penyelenggara. Ini filenya sudah aku print!" jawab Sarah seraya menyerahkan berkasnya.
Luna mengambil berkas itu dan membacanya dengan saksama. Ternyata, pemberitahuan itu memang benar. Dia pun menutup wajahnya dengan file itu. Tanpa terasa matanya basah. Jatuh bangun hampir putus asa sudah dirasakannya. Akhirnya semua kerja kerasnya membuahkan hasil.
"Kamu kok malah nangis, sih? Seharusnya kamu tuh bahagia sampai jingkrak-jingkrakan kalau perlu!" Sarah mengira kalau Luna akan melakukan hal ekstrem bukannya malah memble.
Luna masih sesungukan. Dia merasakan ada sesuatu di dadanya yang siap keluar. Sekian lama menahannya sampai akhirnya saat itu telah tiba.
"Kak Sarah kan tahu, bagaimana kita merintis usaha ini. Mereka tidak memandang kita sama sekali bahkan menghina produk kita. Sampai akhirnya kita mendapatkan kepercayaan mereka sedikit demi sedikit. Aku merasa semua jerih payah kita selama ini terbayarkan dengan penghargaan itu!" jelas Luna dengan berurai air mata.
Sarah juga ikut merasakan hal yang sama. Air mata pun membasahi pipinya. Kemudian dia pun memeluk Luna dengan erat.
"Iya, Lun. Aku tahu seperti apa jalan yang kita lalui! Ini adalah untuk kerja kerasmu selama ini," ucap Sarah yang malah ikutan mewek
Tiba-tiba, Luna mendongak dan menatap Sarah lekat, "kakak salah! Penghargaan itu bukan untukku!" katanya dengan suara sedikit keras.
Sarah terkejut mendengar perkataan Luna. Dadanya berdegup cukup kencang melihat ekspresinya.
"Apa maksud kamu, Lun?" tanyanya kebingungan.
Luna masih menatap Sarah tajam, "penghargaan itu bukan untukku saja, Kak. Tetapi untuk kita semua!"
Wajah Sarah langsung berubah mendengar perkataan terakhir Luna.
"Ohalaaah! Lunaaa. Aku kira opoo. Aku sudah mau pingsan iki!" ujar Sarah sambil mengurut dadanya.
Luna tertawa lepas melihat Sarah yang keluar bahasa ibunya. Dia merasakan kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
"Ada apa sih? Suara kalian sampai keluar, tahu! Ekye aja sampai kaget." Prilly muncul sambil pasang muka cemberut. Dia adalah lelaki gemulai jagoan perusahaan Luna. Kalau bukan tangan emasnya, tak akan tercipta design pakaian yang selalu viral seantero jagat.
Luna dan Sarah saling pandang, kemudian tertawa terbahak-bahak. Prilly malah tambah kebingungan melihat keduanya.
"Iih! Dasar. Ekye kabur aja deeh. Daripada ketularan gile kayak kalian!" Prilly langsung membalikkan badan.
"Miss Priiilly, coba lihat ini, deeh!" Luna mengibaskan berkas yang sedang dipegangnya.
Prilly tergoda juga untuk melihat berkas yang dipegang Luna.
"Aiiiih, ini beneran kan, saay?" tanyanya tak percaya.
"Beneran kok, Miss. Masa sih akyu bohoong!" sahut Sarah.
"Yuuhuuu ..., selamat ya, saay."
Prilly langsung menghadiahkan Luna kecupan. Kemudian keluar ruangan sambil menari-nari bak balerinna dan memamerkan file itu kepada pegawai lain.
Hari itu, semua karyawan menjadi gaduh. Mereka juga ikut senang dengan penghargaan yang diterima Luna.
Beralih di hari H. Akhirnya Luna sampai juga di depan Hotel Santika. Tinggal lima menit lagi. Luna berharap waktu berhenti sebentar lagi.
Luna pun tak sempat memarkirkan mobil dan langsung berhenti tepat di depan pintu masuk. Kemudian, Luna melihat seorang laki-laki muda yang memakai berpakaian setelan jas yang rapi.
"Hei, tolong parkirkan mobilku, ya. Aku sedang buru-buru!" ucap Luna yang langsung menyerahkan kunci mobilnya. Dia pun mengeluarkan selembar uang ratusan ribu dari dalam dompetnya.
"Ini, pegang untukmu! Terima kasih, ya!" ucap Luna seraya memberikan uang itu.
"Tunggu, Nona!" seru laki-laki
itu.
"Sudahlah! Kalau kurang nanti saja. Maaf aku harus pergi!" sahut Luna sambil berlari masuk ke dalam hotel.
Luna memang tidak sayang memberikan uang kepada siapapun. Apalagi kalau sedang kepepet.
"Ini kunci mobilnya, pak," tanya seorang pegawai hotel seraya memberikan kunci mobil laki-laki itu.
Waduh! Ternyata orang yang Luna berikan kunci mobilnya bukanlah pegawai hotel melainkan tamu!
"Tunggu sebentar. Tolong parkirkan mobil ini, ya. Sekalian pegang uang ini juga!" ujar laki-laki muda itu seraya menyerahkan kunci mobil dan uang yang diberikan Luna.
"Baik, pak. Terima kasih!" ucap pegawai hotel itu.
Laki-laki muda berpakaian parlente itu pun tersenyum tipis dan langsung masuk ke dalam hotel. Dia menggelengkan kepalanya ketika teringat gadis yang baru dilihatnya tadi. Baru pertama kalinya ada gadis yang memperlakukannya seperti itu. Kalau sampai bertemu lagi, dia akan membalas dendam!!!
Kelewatan Luna! Cowok seganteng itu disangka pegawai hotel. Aah, Luna, Lunaa ....
❤❤❤❤❤
Luna sampai tepat waktu ketika namanya dipanggil oleh pembawa acara untuk menerima penghargaan. Dia pun mengatur napas dan memasang senyuman lebar agar tidak kelihatan sedang kelelahan.
"Silakan kepada Nona Luna untuk naik ke podium karena sebentar lagi akan ada acara penyerahan piala penghargaan!" panggil host seorang laki-laki yang masih cukup muda.
Luna pun berjalan dengan pasti ke podium dan melihat banyak tatapan mata kepadanya. Tangannya sedikit gemetar tapi ditutupinya dengan senyuman yang paling manis.
Salah satu dari mereka ada Yuki, saingan bisnis Luna. Dia malah menatap Luna tajam seakan ingin menusuknya dengan pedang. Jelas saja, Yuki jeles. Karena tahun kemarin dialah yang mendapatkan penghargaan itu.
"Berhubung ketua penyelenggara, yaitu Nyonya Kamaratih Wicaksana sedang kurang sehat. Pemberian piala hari ini akan diwakilkan oleh puteranya, yaitu Tuan Damar Wicaksana. Usianya masih sangat muda yaitu dua puluh lima tahun namun sudah menjadi seorang CEO yang sukses. Silakan maju, tuan!" ujar host yang lain yaitu seorang perempuan yang lumayan cantik.
Orang yang dipanggil host datang dari belakang podium. Sedangkan Luna masih menatap ke seluruh tamu yang hadir.
Begitu Luna menoleh, alangkah terkejutnya ketika melihat laki-laki yang akan memberinya penghargaan adalah orang yang dititipkan kunci mobilnya.
Damar juga tidak kalah terkejut namun dia pandai berpura-pura. Dia pun menyerahkan piala penghargaan itu kepada Luna dengan senyuman ramah. Padahal hatinya tak menentu seperti akan menghadapi perang.
"Selamat, Nona Luna. Semoga nona tambah sukses lagi ke depannya!" ungkap Damar seramah mungkin.
"Ba-baik, pak! Terima kasih. Semoga bapak juga selalu sukses dan memaafkan orang yang tak sengaja berbuat salah!" sahut Luna yang sedikit menyindir.
Damar tersenyum sinis, "tentu saja saya adalah pemaaf. Tapi untuk orang yang mau mengakui kesalahannya. Begitu, Nona Luna. Apakah anda mau meminta maaf sekarang juga?" tanya Damar yang juga menyindir Luna.
Para host dan hadirin di ruangan itu merasa aneh karena sikap Luna dan Damar. Mereka seperti punya dunia sendiri tanpa menghiraukan yang lain.
"Tapi saya lebih tua lima tahun dari tuan. Makanya sudah seharusnya tuan memaafkan saya dengan ikhlas. Begitu, Tuan Damar!" Luna tidak tinggal diam.
Lagi-lagi, Damar tersenyum sinis, "oh, ternyata anda sudah tua ya, kak. Apa perlu saya mencium tangan kakak?"
Damar menantang Luna dan siap melakukan niatnya. Namjn Luna tidak mau dipermalukan lagi.
"Terima kasih, Tuan Damar. Apa boleh saya mengucapkan sepatah dua patah kepada para karyawan saya?" tanya Luna yang meminta izin kepada host. Apalagi setelah melihat Sarah, Prilly dan karyawan lainnya baru datang.
Kedua host segera mengangguk. Damar pun akhirnya menyerah.
"Baiklah! Saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada para pendukung dan karyawan saya. Mereka sudah menemani saya selama ini. Piala ini juga untuk kalian!" ucap Luna seraya mengangkat piala itu tinggi. Namun karena piala itu terlalu besar malah membuat tubuhnya limbung.
Waduh! Apalagi sih, Luna. Kalau kamu sampai jatuh, pasti mereka akan menertawakanmu. Terlebih Yuki!
Sarah juga menahan napas dan Prilly sampai menutup mukanya, mengira kalau Luna benar-benar terjatuh.
Untung saja, Damar menangkap tubuh Luna di saat yang tepat. Akhirnya Luna pun bisa berdiri tegak lagi.
Semua yang hadir menatap mereka dengan takjup. Mereka seperti melihat adegan drama romantis dalam film.
Kali ini, Luna seperti kehilangan wajahnya. Ternyata Damar malah sudah menolongnya.
"Terima kasih, tuan!" ungkap Luna. Kali ini sangaaat tulus!
Damar hanya tersenyum lebar. Dia tahu kalau banyak pasang mata sedang memerhatikan mereka. Tidak mungkin dia akan membiarkan Luna terjatuh. Bisa hancur nama baiknya!
*****
Luna tidak bisa menyembunyikan rasa malunya apalagi di depan Damar. Dia memilih berkumpul dengan semua karyawannya di luar ruangan.
"Kamu ini kenapa sih, Lun. Hampir saja jantung ekye copot melihat kamu mau jatuh!" omel Prilly dengan gaya gemulainya bak seorang puteri.
"Iya, Lun. Tapi cowok yang sudah menolongmu itu sangat ganteng. Andai saja, aku belum menikah pasti aku akan mengejarnya sampai kemana pun!" ujar Sarah antusias. Dia malah gagal fokus dan lebih memerhatikan Damar.
"Aakh! Dia masih anak kecil. Bisa jadi tidurnya masih ngisap jempol. Ngapain dikejar-kejar? Masih banyak cowok ganteng di antara para tamu!" celetuk Luna yang memandang Damar seperti anak kecil bukannya cowok dewasa.
"Aaiiih, jangan begitu kamu, Lun. Kalau sampai jatuh cinta sama dia, baru tahu rasa kau, yee!" sergap Prilly.
"Yeee, siapa yang bakalan jatuh cinta sama dia. Kalau sampai kejadian, aku akan mentraktir kalian tujuh hari tujuh malam!" sumpah luna.
"Beneran ya, Lun. Aku akan buat catatan dan dipajang di kantor agar kamu selalu ingat sumpahmu itu!" Sarah juga mendesak Luna.
"Iya, terserah kalian saja. Sebagai tanda terima kasihku. Malam ini kita akan ke karaoke sepuasnya. Tapi ingat! Besok tetap masuk kerja. Kita harus tambah semangat karena piala ini!"
Semuanya pun bertepuk tangan penuh suka cita. Mereka juga gak mau malas-malasan dan semakin bersemangat bekerja.
"Kalian jalan duluan, deh. Aku masih ada urusan dengan panitia acara. Tenang saja, aku pasti menyusul kalian!" ungkap Luna ketika semua karyawannya akan pergi ke tempat karaokean.
"Beneran kamu akan nyusul ya, saay. Kamu harus mendengar suara merdu ekyee!" ucap Prilly sambil mengedipkan matanya dengan genit.
"Iyeee, tenang saja. Sudah jalan sana!" Luna pun mendorong Prilly agar segera berangkat.
Setelah itu, Luna masuk ke dalam ruangan lagi. Dia harus menemui panitia acara dan menanyakan apa yang akan diterimanya setelah mendapatkan penghargaan.
Dilihatnya, Damar sedang dikerubungi gadis-gadis cantik, salah satunya adalah Yuki. Dia yang paling bernafsu berdekatan dengan Damar.
Luna pura-pura gak melihatnya. Dia terus saja berjalan tanpa menoleh menuju ke meja penyelenggara.
Damar melihat Luna melewatinya dengan angkuh. Ternyata, Luna tidak berubah setelah dia sudah menolongnya.
"Maaf, apa yang akan aku dapatkan setelah ini?" tanya Luna tanpa basa basi.
"Ada beberapa bagian, Ka. Pertama ada dinner dengan ketua penyeleñggara. Tapi karena Nyonya Kamaratih masih sakit jadi diwakilkan dengan Tuan Damar!"
Apa? Dinner dengan bocah ingusan itu? No no no ....
"Apa bisa dinner itu dilewati saja? Jadwalku sangat padat sampai sebulan ke depan!" ungkap Luna berbohong. Tentu saja, dia gak mau bertemu dengan anak ingusan itu lagi.
"Maaf, ka! Semuanya sudah diatur. Kakak tidak bisa cancel salah satunya. Jika semua lancar, kakak akan mendapatkan sponsor dari perusahaan yang dimiliki keluarga Nyonya Kamaratih. Yaitu perusahaan yang CEOnya adalah Tuan Damar sendiri!" jelas seorang panitia dengan panjang lebar.
Wow, fantastis! Kini, Luna benar-benar terikat dengan Damar sepenuhnya! Kepala Luna mulai kliyengan.
Dari jauh, Damar selalu memerhatikan Luna. Dia mulai tertarik dengan wanita yang usianya lebih tua darinya. Entah mengapa ada aura tersendiri dari Luna yang membuat banyak pria tertarik, termasuk Damar.
Tanpa sadar, Damar tersenyum. Luna sudah masuk ke dalam jebakannya!!!
❤❤❤❤❤
Luna masih mencari alasan agar tidak bertemu dengan bocah ingusan itu lagi. Namun, semua selalu terkait dengannya.
"Tolonglah! Ga apa-apa gak usah dinner, kok. Saya banyak kerjaan yang lebih penting!" ungkap Luna yang masih nego dengan panitia penyelenggara.
"Maaf, bu. Ini jadwalnya sudah ada. Silakan ibu lihat sendiri aja!" ujar wanita itu sedikit jues sambil menyodorkan selembar kertas.
Luna segera mengambil kertas itu dan membacanya.
Minggu pertama : Makan malam dengan Tuan Damar Wicaksana
Minggu kedua : Makan siang dengan Tuan Damar Wicaksana
Minggu ketiga : Ke pantai dengan Tuan Damar Wicaksana
Minggu keempat : Ke gunung dengan Tùan Damar Wicaksana.
Hadeh! Kenapa semuanya dengan bocah ingusan itu? Luna mulai curiga kalau semua itu hanya permainan.
"Maaf, ini kan penghargaan soal bisnis, bukannya dengan artis. Mengapa hanya ada kegiatan fansmeet seperti ini?" tanya Luna tanpa ragu sedikitpun.
"Memang seperti itu jadwalnya, bu. Kalau ibu menolak, penghargaannya akan ditarik!" terang wanita berwajah jutek itu.
"Ditarik? Apa acara ini hanya lelucon?" Luna mulai naik darah. Dia bisa saja melupakan soal penghargaan itu. Namun ketika terbayang wajah senang karyawannya membuat Luna berpikir lagi.
"Baiklah! Kapan acara dinnernya?" Akhirnya Luna melunak.
"Nanti dikabari lagi, bu!"
Luna mengepalkan tangannya. Dia hampir saja melupakan soal penghargaan itu. Tidak masalah kalau memang tidak mendapatkannya. Namun, penghargaan itu malah lebih berarti untuk karyawannya.
Dari jauh, Damar hanya tersenyum. Setelah tahu kalau yang menerima penghargaan adalah Luna, Damar segera menemui panitia penyelenggara. Dia memberikan peraturan baru yang harus dilakukan oleh pemenang penghargaan.
Sebenarnya, Damar melakukannya untuk mengerjai Luna yang sok sibuk. Memang sangat baik sih kalau lagi bekerja, tapi tidak semuanya harus diselesaikan dengan uang.
Yuki merasa aneh karena Damar selalu melirik Luna. Dia menyimpan kesalnya karena kali ini Lunalah yang menjadi pemenang. Sedangkan dia sudah tiga kali berturut-turut mendapatkan penghargaan itu.
"Aku ingin tahu, kenapa sih Luna yang mendapatkan penghargaan itu? Padahal semua tahu perusahaanku jauh lebih besar darinya!" celetuk Yuki. Dia dan Damar memang dekat karena orang tua mereka saling kenal dari muda.
Damar tersenyim tipis, "aku gak tahu soal itu. Pihak penyelenggara yang memutuskannya!" jawab Damar yang akan melangkah pergi.
Dengan cepat, Yuki menggamit lengan Damar. Membuat Damar menjadi terkejut.
"Tunggu! Besok malam kita dinner, yuk. Sudah lama kita gak makan berdua," ajak Yuki pede abis. Mengira kalau Damar tidak akan menolaknya.
"Maaf, aku sudah ada janji!" jawab Damar tanpa menyebutkan dengan siapa.
Luna yang kembali melewati Damar yang sedang bicara dengan Yuki masih pura-pura tak melihat. Damar segera melepaskan tangannya, meski Luna sekilas sudah melihatnya.
Duh! Ternyata Yuki sangat dekat dengan bocah ingusan itu. Pantas aja dia mendapatkan penghargaan sampai tiga kali terturut-turut! Luna semakin gak respek sama Damar.
Hampir setengah jam berlalu. Luna harus segera menyusul karyawannya ke tempat karaokean.
"Tolong ambilkan mobil saya, pak. Saya mau pulang!" ucap Luna kepada petugas bagian parkir mobil.
Laki-laki setengah tua itu menatap Luna. Seperti sedang mengenalinya.
"Maaf, nomor mobilnya berapa ya, bu?" tanyanya kemudian.
Hadeh, Luna sampai lupa. Dia pun memberikan nomor mobilnya yang diminta.
"Maaf, bu. Mobil ini kan milik Tuan Damar! Saya menerima kuncinya dari beliau," ujar petugas itu.
Hah! Apa Luna salah denger, ya? Dia teringat kalau sudah memberikan kunci mobilnya kepada Damar yang disangka petugas parkir.
"Apa maksud bapak? Jelas ini nomor mobil saya. Apa perlu saya ambilkan STNK nya!" Luna pun mencari sesuatu di dalam tasnya. Dia pun baru ingat kalau benda yang dicari ada di dalam tas kerjanya.
"Maaf, pak. STNK mobil saya ketinggalan di rumah. Tapi beneran kok kalau mobil itu punya saya!" katanya lagi.
"Sekali lagi maaf, bu. Apa perlu saya panggilkan Tuan Damar?"
Oh no! Jangan anak ingusan itu lagi! Sudah cukup malam ini menjadi kelabu gara-gara dia.
"Gak usah, pak. Biar saya cari taksi di depan aja!" ujar Luna langsung ngeluyur pergi.
Petugas parkir tetap menghubungi Tuan Damar meski Luna menolaknya.
Damar masih bersama Yuki ketika petugas parkir menghubunginya.
"Apa? Ya sudah. Aku akan ke sana!" ucap Damar ketika mendengar penjelasan dari petugas parkir.
"Ada apa?" tanya Yuki yang melihat Damar menjadi sedikit panik.
"Tidak ada apa-apa. Maaf aku pergi dulu!"
"Tapi acaranya kan belum selesai!" ungkap Yuki. Sayang, Damar sudah terlanjur pergi. Dia jadi penasaran mengapa Damar sampai seperti itu. Biasanya, dia selalu tenang.
"Dimana Nona Lunanya, pak?" tanya Damar begitu sampai di depan pintu hotel.
"Bu Lunanya sudah pergi, pak. Katanya mau cari taksi di depan!" jawab petugas parkir.
"Tapi, tidak ada taksi yang mau masuk area ini. Lagipula menuju ke jalan raya lumayan jauh!" ucap Damar yang mencemaskan Luna.
"Maaf, Pak. Tadi Ibu Lunanya sudah pergi duluan padahal saya sudah cegah!"
Damar hanya diam saja. Membayangkan bagaimana Luna berjalan cukup jauh untuk sampai ke jalan raya.
Kenyataannya memang seperti itu. Luna sudah berjalan cukup jauh namun jalan raya belum kelihatan juga. Kenapa dia melupakan jalan yang tadi dilewatinya? Aakh, Luna. Kasihan bener deh kamu!
Luna mulai merasa kakinya sakit karena memakai higheel sejauh itu. Dia pun melihat ke belakang dan tidak ada siapapun disana. Dengan cepat, Luna melepaskan sepatunya dan duduk di trotoar. Kakinya ternyata sudah sedikit terluka.
Malam itu benar-benar butuh perjuangan. Luna merasa berada di negeri antah berantah yang sangat menyengsarakannya.
Tiba-tiba, terlihat cahaya lampu dari mobil di belakangnya. Luna pun memalingkan wajahnya agar tidak ada yang mengenalinya. Apalagi kalau ada wartawan. Besok pasti ada berita "Seorang pemenang penghargaan Woman oh the Year menjadi gelandangan"
Hadeh! Mau ditaruh mana muka luna. Masa sih tiap hari harus pake topeng?
Ternyata, mobil itu malah berhenti di depan Luna. Bahkan pengemudinya keluar dari mobil dan mendekatinya.
Jantung Luna seperti berhenti berdetak. Habislah riwayat Luna Sahara!
"Maaf, apakah anda Nona Luna?"
Luna melotot. Dia seperti mengenali suara itu. Alangkah terkejutnya Luna setelah tahu kalau orang itu adalah Damar!
"Ka-kamu!"
Hadeh! Luna sudah mati kutu. Apalagi yang ada dihadapannya itu adalah si bocah ingusan.
"Iya, ini aku Damar. Maaf membuatmu seperti ini. Apa perlu kembali lagi untuk mengambil mobilmu. Petugas itu tidak tahu kalau mobil itu milikmu!" jelas Damar.
Luna pun langsung berdiri, "tidak usah! Sebentar lagi juga sampai ke jalan raya!" ucap Luna seraya memakai sepatunya lagi sambil meringis kesakitan. Sebenarnya luka di kakinya lumayan besar.
"Baiklah! Aku akan mengantarmu pulang saja. Naiklah ke mobilku!" ucap Damar yang menyadari kalau kaki Luna sudah terluka.
Luna tertegun. Haruslah dia menerima pertolongan bocah ingusan itu?
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!