Hari-hari yang ditunggu selama ini kini telah tiba. Hari kelulusan untuk seorang gadis bernama Fina Nurlita yang sudah resmi menyandang gelar sebagai perawat. Rasa ingin bekerja sudah membuncah dalam dirinya apalagi sang ayah sudah sakit-sakitan membuat jiwa optimisnya kian melambung tinggi.
Ia pun kini sudah pulang kerumahnya menemui sang ayah.
Fina hanya tinggal berdua dengan sang ayah karena orang tuanya sudah cerai dan sang ibu memilih untuk hidup dengan suami barunya yang jauh lebih mapan tanpa memperdulikan Fina hingga dirinya menaruh rasa benci yang teramat sangat pada sang ibu.
Pernah suatu ketika sang ibu datang mengirimkan beras dan uang pada Fina untuk biaya sehari-hari, tapi Fina dengan marahnya membuang sekarung beras dan segepok uang itu kedalam selokan, dari sanalah ibu Fina tidak pernah datang lagi mungkin ia marah, entahlah.
"Assalamualaikum ayah" Fina menghampiri sang ayah yang terduduk lemah diatas kursi roda.
Ayah Fina yang bernama Mardi mengalami stroke selepas sang ibu pergi.
Fina adalah gadis yang mandiri dan pekerja keras. Ia bekerja paruh waktu untuk membiayai kuliahnya dan membeli obat untuk sang ayah.
"Fina, ayah kangen sama ibumu" ucap Mardi dengan netra mengembun.
Seketika Fina pun melotot pada sang ayah.
"Ayah kenapa sih tidak bisa menerima takdir yah? Ibu pergi yah, dia sudah menikah kembali. Fina minta, ayah stop bicara tentang dia. Fina sakit yah. Fina cape dengan sikap ayah yang selalu begini. Ayah lihat Fina yah, Fina bekerja banting tulang untuk pengobatan ayah sedari Fina masih SMA, karena ayah malah terpuruk dan sakit begini Seharusnya yang kerja itu ayah bukan Fina" Fina menangis tak habis pikir dengan sang ayah.
"Fina maafkan ayah nak" Mardi menangis menyadari kesalahannya.
"Tangisan ayah itu tidak berguna bagiku yah. Ayah harus sehat, lupakan ibu demi kehidupan kita yang lebih baik yah demi Fina kalau ayah sayang sama Fina. Sudah ya yah" Fina menangis sesenggukan.
"Maafkan ayah nak. Ayah janji tidak akan begini lagi. Ayah akan semangat menjalani hidup demi engkau nak" Mardi memeluk sang putri.
"Maafkan Fany yah sudah terlalu keras pada ayah" ucap Fany.
"Ayah yang salah nak. Ayah tidak memperhatikanmu selama ini" Mardi pun berjanji akan berusaha untuk kesembuhannya demi sang putri dan melupakan Mala sang mantan istri.
Pagi itu Fina mulai melamar kerja dari rumah sakit ke rumah sakit dari puskesmas ke puskesmas tapi hasilnya nihil.
Peluh membanjiri raga dibawah teriknya sinar mentari dengan tangan membawa map lamaran pekerjaan.
Ketika langkah semakin gontai, sebuah klakson mobil menghentikan langkah Fany.
"Fina!" sebuah teriakan dari dalam mobil.
Fina menoleh dan seseorang itulah yang ia benci.
Fina seketika bergegas berjalan tak menghiraukan teriakan demi teriakan.
"Fina stop nak" orang itu keluar dari dalam mobil.
"Mau apa memanggilku?" tanya Fina ketus.
"Tunggu ibu nak! Kamu mau kemana ayo ikut ibu saja?" Mala menarik tangan sang putri untuk ikut bersamanya.
Fina segera menghempaskan tangan sang ibu.
"Jangan sok akrab denganku. Kau siapa?" Fina sangat emosional kala memandang wanita yang sudah mengkhianati ayah dan dirinya.
"Fina tolong jangan seperti ini. Terimalah keputusan orang tuamu" ucap seorang pria dibalik kemudi itu.
Fina dengan emosional membuka pintu mobil itu dimana sang pengemudi duduk.
Brughhhhh.. Pintu mobil itu didorong dengan kasarnya.
Cuihhhhhhhh. Sebulat air liur diluncurkan dari mulut Fina ke wajah pria paruh baya itu.
"Diam kau bandot tua. Pria penggoda gara-gara kau aku kehilangan kasih sayang kedua orang tuaku" geram Fina dengan wajah menantang.
"Si*an dasar anak tidak sopan kau. Ibumu mau menikah dengan ku karena ayah kau miskin dan kau hanya beban" ucap Tarmidji sang juragan beras yang sudah mempunyai enam istri itu. Mala dijadikannya istri paling terakhir.
"Anj*** kau bandot" Brughhhhhhh!! Fina membanting pintu mobil itu tetapi seketika Tarmidzi mengaduh karena tangannya terjepit pada pintu mobil.
"Fina cukup kamu sudah keterlaluan sekali. Begini juga ini sudah jadi ayahmu" Mala sangat kesal lalu menghampiri Tarmidzi yang sedang memegangi tangannya.
"Ayah tak apa kan? Ayah maafkan Fina ya" Mala dengan lembut mengusap-usap tangan Tarmidzi yang sangat kontras dengan perlakuannya pada ayah Fina ketika mereka masih berumahtangga.
"Dasar payah" Fina kemudian pergi dari sana mengabaikan suara Mala yang terus berteriak memanggilnya.
Sebenarnya Fina bukan lag gadis kuat, dia rapuh ia butuh sandaran. Kemudian ia mendudukkan bokongnya dibangku taman kota. Ia menangis tergugu sampai tak sadar bahwa amplop cokelat yang didalamnya ada lamaran pekerjaan sudah koyak karena di remas.
Ketika ia sedang menangis, seseorang menghampirinya.
"Maaf kamu kenapa?" tanya wanita itu.
Fina mendongak melihat sumber suara itu.
Seorang wanita paruh baya dengan memakai jas mewah menyapanya dan jangan lupalan sebuah mobil alpard terparkir disampingnya.
"Maaf Bu" hanya itu yang Fina katakan.
Lalu wanita itu melihat amplop cokelat dan ia hapal betul bahwa didalam sana ada surat lamaran pekerjaan.
"Dek, apa kamu sedang mencari pekerjaan?" tanya wanita itu.
"Ibu kok tahu?" tanya Fina sembari menghapus jejak air matanya.
"Itu amplop cokelat pasti dalamnya surat lamaran pekerjaan kan?" tanya wanita itu kembali.
"Benar Bu saya sedang mencari pekerjaan! Belum dapat juga" ucap Fina.
"Kamu baru lulus?" tanya wanita itu.
"Benar bu. Saya lulusan keperawatan" jawab Fina.
Seketika wanita itu berbinar senang.
"Kalau begitu kamu mau tidak bekerja di rumah saya? Merawat anak saya yang menderita autis. Mau ya cantik? Saya akan gaji kamu sepuluh juta perbulan, bagaimana?" tanya wanita itu.
"Sepuluh juta? Ibu yang benar?" Fina heran.
"Saya serius dengan kamu. Bagaimana pasti kamu mau kan?" tanyanya kembali.
"Pasti anaknya masih kecil kan? Dan gaji segitu, aku bisa membeli obat bapak yang lebih mahal" gumamnya dalam hati.
Tanpa pikir panjang, Fina menyetujui menerima tawaran orang asing yang ada dihadapannya.
"Saya mau Bu" jawabnya mantap.
"Baiklah jika begitu Perkenalkan nama saya Else" wanita itu memperkenalkan dirinya.
"Saya Fina Bu" jawab Fina mantap.
"Baiklah Fina jika seperti itu. Datanglah besok ke alamat ini saya tunggu ya" Else kemudian memberikan sejumlah uang pada Fina.
"Apa ini Bu?" Fina heran dengan setumpuk uang yang Else berikan.
"Untuk ongkos ke rumah saya nanti" ucap Else.
Mereka berdua pun akhirnya pulang ke rumah masing masing.
Tiba di rumah, Fina teriak-teriak kegirangan memeluk sang ayah.
"Ayah, Fina dapat pekerjaan. Gaji Fina Sepuluh juta" ucap Fina.
"Syukurlah nak jika begitu. Ayah tak apa apa Mang Kosim yang akan menemani ayah disini" ucap Mardi dengan keharuan.
Fina pun masuk kedalam kamarnya, ia langsung mengemasi pakaiannya untuk dibawa besok.
"Semoga ini menjadi rejekiku" gumam Fina.
Kini Fina sudah berdiri didepan sebuah rumah yang sangat megah.
"Ini rumah apa istana!" ucapnya sembari ternganga.
"Selamat pagi Pak satpam! Saya disuruh kemari oleh Ibu Else" ucap Fina berbicara diluar pagar pada petugas keamanan rumah itu.
"Apakah nona ini yang akan melamar menjadi perawat untuk Tuan Muda Willy?" tanya scurity itu.
"Ya benar" jawab Fina.
"Silahkan masuk, Nyonya sudah menunggu nona" Pria itu kemudian membukakan pintu gerbang itu.
Dengan polosnya Fina langsung mencopot sandalnya.
"Tak usah dicopot sandalnya Nona, pakai saja" ucap petugas keamanan itu.
"Maaf" ucapnya sungkan.
Kini ia sudah berdiri diruang tamu.
"Nyonya, ini Nona yang akan bekerja disini" ucap kepala keamanan melirik kearah Fina.
"Selamat pagi Bu/Bapak" sapa Fina pada Else dan sang suami Chandra.
"Selamat pagi Fina. Syukurlah kamu sudah datang. Kamu bisa mulai bekerja hari ini mengasuh Willian. Yudho tolong bawa Willi kemari biar sekalian berkenalan dengan pengasuh barunya" ucap Chandra senang karena sudah ada yang akan merawat sang putra.
"Semoga kamu tidak rewel ya Nak Willi" batin Fina.
Pintu besar kamar sang putra dibuka, dan Fina alangkah terkejutnya yang dibawa ke hadapannya seorang pria tampan berbadan kekar dengan membawa boneka Tayo dan Doraemon ditangannya dan jangan lupakan rambutnya di kuncir kiri kanan plus bedak tebal di pipinya.
"Ini anak kami bernama Willian. Saya harap kamu bisa menjaga dan merawatnya dengan baik! Willy tidak rewel hanya perlu ditemani ngobrol saja.Tenang walaupun badan Willy besar dan kekar, perilakunya seperti anak kecil. Jadi kamu tidak perlu khawatir" ucap Else sang ibu Willian.
"Saya kira anak Ibu masih kecil" ucap Fina.
"Ini juga kan masih kecil" timpal Chandra sembari tersenyum.
"Ini mah aki-aki. Buset pantesan gak ada yang mau, lah ngerawat yang sudah bangkotan begini. Tapi lucu juga ya" ucap Fina sembari tertawa dalam hatinya.
"Bagaimana Fina apakah kamu masih mau merawat anak kami?" tanya Else.
"Kalau nolak tapi gajinya gede. Kapan lagi dapat gaji sepuluh juta perbulan" ucapnya dalam hati.
"Mau Bu. Saya bersedia merawat Tuan Muda Willian" jawab Elsa.
"Syukurlah. Yasudah bawa William kemari!" perintah Chandra pada petugas keamanan rumah itu.
Kini Willian sudah berdiri dihadapan Fina.
Tatapan polos seperti anak kecil membuat Fina merasa iba.
"Hallo Willi. Perkenalkan nama aku Fina. Kamu boleh panggil aku suster Fina" ucap Fina pada sosok tinggi besar itu.
"Hai sus, namaku William. Yeeyyy aku punya temen balu yeyyyyyyyy" William berjingkrak kegirangan layaknya anak kecil.
"Willi senang punya teman?" tanya Fina.
"Senang dong. Ayo sus kita main perosotan dikamar Willi" William dengan antusias menarik tangan Fina menuju ke kamarnya.
Kini keduanya sudah berada didalam kamar Willian hanya berdua saja. Fina terkesiap dengan semua barang-barang yang ada dikamar William. Di Sana banyak mobil-mobil mainan, boneka Tayo, perosotan, balon-balon kecil didalam bak plastik, tenda, robot dan jangan lupakan ranjang berbentuk mobil ferrari.
"Lucu sekali sih" gumam Fina.
"Sus, ayo temani aku main perosotan" William menarik tangan Fina dan ia hanya mengangguk.
Tak lama, William pun memegangi selah pahanya.
"Sus aku mau pipis!" ucapnya polos.
"Duh gusti gimana ini, masa aku harus nganter bocah tua ini ke kamar mandi" batinnya galau.
"ih suster, Willi pengen pipis. Hari ini Willi gak pake popok jadi mau belajar pipis sendiri. Ayo sus temani Willy pipis" Willian merajuk sembari memanyunkan bibirnya.
"Duh gimana ini, memang sih tampilannya bocah tapi onderdilnya kan dewasa" Fina semakin kelabakan.
"Willi nanti cebok sendiri ya, kan Willi udah besar jadi harus belajar cebok ya" Fina mencoba membujuknya agar mau cebok sendiri.
"No no no. Kata mami nanti tangan Willi kotor suster" William memperagakan gerakan seperti anak kecil tapi tidak dimata Fina.
"Semangat semangat demi sepuluh juta perbulan" gumamnya.
"Yasudah ayo kita pipis" Fina menggandeng William ke kamar mandi.
"Sus bukain celana Willi" perintah sang bocah tua itu.
Fina hanya menurut saja.
Tangannya gemetar seiring jarinya yang menurunkan celana William.
"Kenapa harus dibuka sih celananya? Kan bisa dikeluarin kepalanya aja Willi?" Fina semakin frustasi.
"Kata mami, kalau pipis celananya harus dibuka sus, nanti air seninya muncrat-muncrat di celana" jawab William dengan polosnya.
"Yasudah cepat pipis" Mata Fina melihat kearah sembarang tak ingin matanya ternodai.
"Sus udah" ucap William.
"Belajar cebok sendiri ya tampan" ucap Fina dengan mata masih memandang ke sembarang arah.
"Tidak mau. Harus suster. Kan Willi masih kecil sus jadi suster gak usah malu" ucap William.
"Kecil-kecil apaan" Fina merasa kesal tapi tak bisa berbuat apa-apa.
Pelan-pelan Fina memberanikan diri melihat sesuatu yang besar dipenuhi semak belukar.
"Gede banget duh. Ya Allah maafkan mataku ini" Fina diam memandang takjub si ular bermata satu yang menggantung itu.
Tangannya dengan gemetar membasuh kepalnya, tetapi tak disangka dari efek sentuhan itu badan Willian menegang. Benda itu hidup lalu mengacung seakan menantang dunia.
Fina buru-buru memasangkan celananya merasa takut.
"Suster kok enak ya" ucap William.
"Sudah lupakan ya anak baik. Sekarang saatnya William makan siang" ucap Fina sembari menuntun William keluar kamar mandi.
Kini William sudah duduk manis diatas meja makan.
Fina ingin kembali ke kamarnya untuk beres beres pakaiannya karena belum sempat tetapi tangan kekar itu menahannya.
"No no no. Suster harus suapi Willi makan" ucap William.
"Tapi" jawab Fina yang tak melanjutkan kata-katanya.
"Temani saja sus. Kalau sampai Tuan muda William merajuk gawat bisa -bisa seluruh penghuni rumah bisa terkena dampaknya" ucap seorang ART yang bernama Bik Wati.
"Memang Tuan muda pernah merajuk?" tanya Fina.
"Pernah sewaktu ia ingin memelihara anak bebek tetapi tidak diizinkan oleh Tuan Chandra, ia mengamuk, nangis guling-guling, naik keatas pohon, menguras kolam renang, sama manjat genteng sampai Tuan Chandra memanggil damkar" Bik Wati bercerita sembari menahan tawa.
Fina pun ikut tertawa kemudian Fina duduk disebelah William.
"Sini suster suapi" ucap Fina.
"Yes mau mau mau" William bersemangat dan membuka mulutnya.
Dari kejauhan Else dan Chandra memandang haru pada Fina.
"Semoga Fina betah bekerja disini ya Pi" ucap Else.
"Ya Papi harap juga begitu Mi" jawab Chandra.
Sesudah disuapi, William menguap sepertinya ia mengantuk.
"Suster, Willi pengen bobo" ucap William.
"Yasudah bisa kan Willy bobo sendiri?" Fina sangat sabar menghadapi William.
"No no. Willi baru mau bobo kalau Willi sudah di keloni" ucap William.
"Duh gusti ini apa lagi" terlihat wajah putus asa dari Fina.
Melihat raut wajah Fina yang mengenaskan, Bik Wati segera menghampiri.
"Tuan Muda, biar Bik Wati saja yah yang menemani Tuan bobo siang. Mau ya?" ucap Wati.
"Gak mau. Maunya sama suster Fina" ucap William mencebik kesal.
"Sus turuti saja. Aman kok gak bakal apa-apa anggap saja adik sendiri" ucap Wati.
"Adik apa sudah brewokan begitu" ucap Fina sedikit kesal.
"Yang sabar ya dari pada merajuk lagi bahaya nanti bisa-bisa Tuan Willi ngamuk. Bik Wati takut ia akan menebang bohon se DKI Jakarta " ucap Wati sembari tertawa.
"Bik Wati ini ada-ada saja" balas Fina.
Kini William sudah membaringkan tubuhnya pada kasur berbentuk mobil sport mewah itu.
Dia sejenak memandangi Fina yang sedang membereskan alat mainan bekas Willi.
"Anak baik, sekarang tidur ya nak" ucap Fina sudah seperti ke anak kecil saja.
"No no no. Willy baru bisa tidur kalau sudah nonton Cocomelon" jawab William sembari mencebik kesal.
"Yasudah ayo nonton dulu, pakai ponsel suster ya" Fina kemudian membuka aplikasi video lalu memberikan ponselnya pada Willy. Namun seketika bocah tua itu tertawa melihat ponsel Fina yang retak layarnya.
"Ponsel suster jelek sekali" ucapnya.
Fina pun malu.
"Ya nanti kalau suster punya uang beli ponsel yang bagus" jawabnya.
"Ambil ponsel Willy, sus diatas meja" ucapnya.
Diambilnya ponsel itu, mata Fina berbinar kala melihat ponsel Willy sangat bagus dengan berlogo apel digigit berkamera tiga.
"Sini" Willy menengadahkan tangannya mengambil ponsel dari tangan Fina.
"Willy bisa maen ponsel?" tanya Fina.
"Bisa dong sus" jawabnya.
"Aku sampai lupa, kan jaman sekarang bocah-bocah juga sudah pandai main ponsel, apalagi Willy bocah jadi-jadian" gumam Fina.
Willi pun diam sembari melihat video cocomelon di ponselnya.
"Sus, aku mau bobo" ucap William sembari menyimpan ponsel itu disampingnya.
"Yasudah tinggal tutup matanya" ucap Fina.
"No no no. Kalau Willi mau tidur biasanya mami selalu memeluk Willi sembari menepuk-nepuk ******. Ayo sus cepat peluk Willi" William merebahkan tangannya.
"Arghhhhhhhhhh, dia pikir anak kecil. Bagaimana ini" Fina merasa bingung hingga terus modar mandir didepan William.
Karena lama menunggu, William pun bangkit menggendong Fina lalu direbahkan diatas ranjangnya.
"Willi kenapa gendong suster?" Fina sedikit malu.
"Suster lama" William pun ikut rebahan disamping William.
"Suster, Willi ingin suster mendongeng" ucapnya kembali.
"Hmmm,, baiklah! Suster Fina akan mendongeng yang berjudul Pangeran tampan untuk gadis sederhana.
Di Suatu malam pesta kerajaan wakanda, seorang pangeran tengah terpaku melihat sosok gadis yang begitu cantik namun penampilannya sangat sederhana. Pangeran tampan itu lalu menghampiri sang gadis itu dengan berlari, tetapi ketika sudah sampai didekat gadis itu tiba-tiba langkah sang pangeran terpincang-pincang" tutur Fina.
"Kaki pangeran itu kenapa sus?" tanya William dengan antusias.
"Kaki pangeran itu menginjak t*i ayam 🐤🐔" jawab Fina.
William langsung tertawa..
"Hahahaha,, suster lucu" ucap William.
"Yasudah sekarang anak baik bobo ya" Fina dengan sigap mengelus rambut Willi dan menepuk punggungnya.
"Willi bobo ya sus" bocah tua itu memejamkan matanya.
"Yasudah selamat bobo. Willi bobo oh Willi bobo, kalau tidak bobo di gigit kebo" ucap Fina sembari tertawa.
Tak lama terdengar dengkuran halus dari hidung bangir Willi.
Sejenak Fina memandangi wajah polos Willi.
"Ganteng juga nih orang. Cuma sayang o'on! Tapi aku akan bekerja dengan baik untuk mengurus kamu" ucap Fina sembari mengelus rambut William.
Fina pun keluar dari kamar itu menuju kamarnya.
"Suster Fina sudah makan?" tanya Bik Wati yang berjalan menghampiri Fina.
"Belum Bik Wati" jawab Fina.
"Yasudah ayo kita makan dulu. Tuan dan Nyonya, siang tadi pergi ke Kuala Lumpur jadi kita harus ekstra menjaga si Tuan Muda" ucap Bik Wati.
"Bik, boleh tanya sesuatu?" tanya Fina.
"Silahkan sus tanya saja" jawab Bik Wati.
"William kasian ya Bik tidak pernah merasakan masa dewasa padahal onderdilnya sudah pada mekar" ucap Fina sembari menutup mulut.
"Eh, suster udah tau onderdilnya Tuan Muda William? Selamat ya sus, kamu lulus ujian" ucap Bik Wati sembari tertawa pelan.
"Tau Bik. Berbulu dan panjang banget, tebal lagi. Tapi sungguh Bik, aku hanya menjalankan tugas saja tidak lain, dan lebih parahnya aku menyentuhnya" ucapnya lagi keceplosan.
"Hahahaha, suster asal kamu tahu ya, Bik Wati ini sudah tau luar dalam Tuan William, dari kecil Bik Wati yang rawat" tutur Wati.
"Berarti Bik Wati sudah lama bekerja disini?" tanya Fina.
"Dari Tuan Muda William kecil. Sebenarnya ia tidak lahir sebagai seorang anak autis, tapi suatu hari musibah menimpanya. Sewaktu umur empat tahun ia terjatuh dari tangga sampai kepalanya terbentur sangat keras, dan kata dokter otaknya tidak berkembang. Jadilah seperti itu" tutur Bik Wati dengan mata berkaca-kaca.
"Kasihan sekali William. Tapi bisa normal kembali, tidak Bik?" tanya Fina.
"Entahlah sus. Sudah berbagai cara Tuan Chandra lakukan tapi tetap keadaannya begitu. Berobat kemanapun masih belum berhasil sampai Tuan Chandra dan Nyonya Else pasrah" ada hembusan hawa kesedihan dibalik nada bicara ART itu.
"Semoga ya suatu saat William bisa normal kembali" ucap Fina.
Mereka pun berjalan ke dapur untuk makan. Tapi Bik Wati melihat supir pribadi dan penjaga rumah itu sedang tertawa-tawa sembari melihat ponsel lalu terdengar suara seorang wanita yang sedang mend*s*h.
"Akkkkhhhhhhhh... Yes oh yess Baby akhhhhhhhhhhh... Oh My God.. Achhhhhhh" teriak wanita yang ada di ponsel Eko sang supir.
"Hayo loh, loe pada lihat apaan? Udah jadi hobi ya loe-loe pada lihat video bokeh. Dosa, loe malu noh sama suster Fina yang polos" ucap Bik Wati.
"Duh apa sih Bik Wati ini ganggu kesenangan orang aja" kesal Yudho.
"Dosa hey dosa. Lagian seneng amat lihat video ular keket" ucap Bik Wati.
"Bik ini itu obat puyeng kaum lakik dikala jauh sama istri tahu!" timpal Eko.
"Ishhhhhh dasar" cebik Wati.
Sementara itu di kamarnya William terbangun dan terkejut kala mendapati Fina sudah tidak ada disampingnya. Ia pun langsung menangis.
"Hikhikhikhik Suster dimana suster" William teriak-teriak panik.
Saat itu Fina sedang makan. Eko mendengar teriakan itu.
"Suster, kayanya Tuan Willy bangun sus" ucap Eko.
Lalu semuanya berlari menghampiri William.
"Cup-cup Tuan Muda jangan nangis" ucap Bik Wati sembari mengelus punggung William.
"Hikhikhik, aku takut Bik. Suster Fina mana?" William mencari-cari Fina sembari mengucek matanya.
"Ini suster Fina. Sudah ya anak baik jangan menangis, Willi kan kuat" ucap Fina.
"Suster, Willi mau digendong!" ucap William dengan polos.
"Buset, gak sadar dia Segede apa. Begini saja Willi kan sudah besar, gimana kalau Willi gendong suster aja ya" ucap Fina mencoba membujuk. Pasalnya badan Fina yang kecil, mana bisa menggendong tubuh kekar dan besar William.
"Ayo Willi gendong kan Willi kuat" ucap William sembari membungkukkan badannya.
Fina pun digendong oleh William keliling rumah sembari berjingkrak-jingkrak.
"Hmmm, badannya wangi banget minyak telon. Seandainya dia tidak seperti bocah begini, pasti banyak wanita yang mau sama dia. Sudah tampan kaya lagi. Kalau dia normal mana pungkin dia mau gendong wanita miskin kaya aku" ucap Fina dalam hatinya.
"Suster suka digendong?" tanya William.
"Hmmm, suka dong. Sering-sering ya gendong suster Fina" ucap Fina sembari tertawa.
Kapan lagi bisa digendong orang lain batinnya.
Tak disangka sepasang suami istri tengah memperhatikan kegiatan William melalui ponsel yang tersambung pada kamera CCTV.
"Fina sepertinya senang digendong Willi ya mam" ucap Chandra.
"Ya mending Fina yang digendong dari pada Willi yang Fina gendong kan tidak mungkin dad, berat itu" jawab Else tersenyum.
"Kayanya anak kita cocok di asuh oleh Fina mam" balas Chandra.
"Ya dady benar" jawabnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!