Pria yang selalu membuatnya marah, namun sulit di benci oleh Han Yoori meninggalkan hutang yang berjumlah fantastis. Pria tersebut Han Songjoo, yang merupakan ayah dari Han Yoori. Dia meninggalkan hutang senilai dua ratus juta won kepada seluruh anggota keluarga yang ditinggalkannya. Ketika hidup saja sudah membuat susah anak dan istrinya, setelah meninggal pun, dia masih saja membuat istri dan anak-anaknya kesusahan. Semasa hidupnya, Han Songjoo kerap kali sering bermabuk-mabukan dan berjudi dibandingkan harus bekerja menghidupi istri dan anaknya. Jadi bisa di bilang, hutang yang di tinggalkannya itu merupakan hutang bekas bermain judinya.
Dua hari setelah pemakamannya, orang-orang berwajah seram dengan perawakan tinggi besar datang ke rumah. Tentu saja kedatangan mereka ingin menagih hutang suami dari Choi Shin'e tersebut.
"Saya memberi waktu sampai minggu depan, bila anda tidak melunasi hutang suami anda, jaminannya putri bungsu anda," ancam salah satu pria bertubuh tinggi besar tersebut.
Selepas preman-preman itu pergi, Choi Shin'e tak hentinya menangis, begitu pula dengan Han Yejin putri bungsu dari Han Songjoo.
Han Yoori tak habis pikir bila ayahnya akan meninggalkan hutang yang berjumlah sangat banyak, sampai-sampai ia menghela kasar nafasnya karena terlalu kesal terhadap pria yang sudah membuat keluarganya kesusahan.
"Bukannya meninggalkan warisan, dia malah meninggalkan hutang untuk kita," gerutunya.
"Apa lebih baik kita jual saja rumah ini untuk melunasi hutangnya," lontar Choi Shin'e.
"Biarpun menjual rumah, kita tetap saja tak dapat melunasinya. Begitu pun dengan tabungan yang ku miliki tak bisa menambahkannya dengan uang hasil jual rumah. Aku bahkan tak bisa menjual toko bunga, karena bangunan yang ku tempati merupakan hasil menyewa."
"Setidaknya bila kita menjual rumah, kita dapat membayar sebagian hutangnya. Sisanya kita dapat mencicilnya," ucap Choi Shin'e.
Han Yoori menghela. "Lalu, kita tinggal di mana bila rumah di jual. Menyewa tempat tinggal di Seoul sangat mahal. Kita banyak kebutuhan, apa lagi tahun depan Yejin akan masuk universitas. Kita butuh banyak uang untuk biaya sekolah Yejin dan untuk biaya kuliahnya nanti.
"Ibu akan berusaha mencari pekerjaan agar bisa membantu melunasi hutang dan membantumu mencari uang untuk kebutuhan kita sehari-hari."
Han Yoori menggeleng cepat. "Tidak... tidak. Mana bisa aku membiarkan ibu bekerja. Dari aku kecil ibu sudah banyak bekerja, sudah seharusnya ibu beristirahat dan menikmati masa tua ibu."
Choi Shin'e menghela. "Bila ibu hanya berdiam saja, hutang ayahmu tak akan cepat lunas."
"Sebagai tulang punggung, aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari uang agar bisa melunasi hutang. Jadi ibu dan Yejin tak perlu khawatir, aku pasti akan berusaha untuk mendapatkan uang." Han Yoori pun beranjak pergi memasuki kamarnya.
Tubuhnya terbaring, namun matanya tak sedikit pun bisa menutup dengan tenang. Pikirannya yang berantakan tak bisa membuatnya tidur nyenyak. Ia terus berpikir, bagaimana dirinya harus mendapatkan uang dua ratus juta won dalam waktu satu minggu. Ia sangat takut bila dalam satu minggu ini dirinya tak bisa mendapatkan uang sebesar itu, apa lagi para preman yang menagih hutang mengancam dirinya dan ibunya, bila dalam satu minggu ini tak dapat melunasi hutang, maka sebagai jaminannya Han Yejin akan di bawa oleh preman-preman tersebut.
**
Satu hari setelahnya, tiba-tiba saja Kim Jioh datang ke toko bunga dengan raut sendu. Wajahnya sangat berantakan dan bahkan matanya sangat sembab seperti habis menangis.
"Jioh, apa kau baik-baik saja?" Tanya Han Yoori menatap heran temannya itu.
"Bisakah kita bicara sebentar," jawab Kim Jioh.
Han yoori menggangguk. "Tentu saja, tapi setelah aku menutup tokoku."
Han Yoori pun bergegas menutup toko bunganya, karena memang saat ini sedang memasuki jam istirahat, dan toko pun juga sepi dengan pengunjung. Setelah selesai menutup toko, Han Yoori dan Kim Jioh pun pergi ke kafe yang tak jauh dari toko bunga.
"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan padaku?" tanya Han Yoori.
Kim Jioh seketika meraih tangan Han Yoori. "Bisakah kau membantuku."
Han Yoori mengerutkan alisnya. "Membantumu dalam hal apa?"
"Tolong gantikan aku pergi kencan buta," jawab Kim Jioh dengan cepat.
Han Yoori menghela. "Aku tak ada waktu untuk pergi kencan buta. Saat ini aku sangat sibuk mencari uang untuk melunasi hutang ayahku."
"Kumohon bantulah aku." Kim Jioh seketika menitikan air matanya. "Kau tahu kan bila aku memiliki pria yang sangat kucintai, aku tak bisa menikahi pria lain terkecuali Nam Hyunsik. Hari ini ayahku memintaku untuk pergi kencan buta dengan pria pilihannya. Dan dia juga berniat menikahkanku dengan pria yang sama sekali tak kucintai itu."
Han Yoori pun kembali menghela nafasnya. "Lalu untuk apa kau memintaku untuk menggantikan kencan butamu. Apa kau juga memintaku untuk menggantikanmu jadi pengantin dari pria yang sama sekali tak ku kenal."
"Tentu saja tidak. Kau hanya perlu membuatnya merasa jijik agar dia memutuskan untuk membatalkan perjodohannya."
Han Yoori merasa ragu bila harus menggantikan Jioh pergi ke tempat kencan buta. "Bagaimana jika dia tahu bila aku bukanlah Kim Jioh yang sebenarnya."
"Dia tak akan mengetahuinya. Aku memang pernah bertemu dengannya, itu pun sewaktu aku masih kecil. Dia sudah lama tinggal di luar negeri dan baru-baru ini dia kembali ke korea."
Han Yoori masih tetap ragu untuk membantu Kim Jioh, ia terlalu takut jika harus menipu orang. Apa lagi harus membuat sikapnya tercoreng, karena permintaan Jioh yang memintanya untuk membuat partner kencan butanya merasa jijik. Ya, walaupun Han Yoori datang dengan nama Kim Kim Jioh. Tapi tetap saja wajah Han Yoorilah yang akan di ingat si pria.
Han Yoori pun seketika beringsut dari tempat duduknya. "Aku tetap tak bisa. Bagaimana jika ayahmu tahu, bila aku menggantikanmu untuk menemui pria pilihan ayahmu itu."
Kim Jioh pun dengan cepat menghentikan langkah Ham Yoori. "Sudah dua tahun ayahku tinggal di Swiss, dia tak akan pernah tahu bila kamu datang menggantikanku untuk menemuinya."
Han Yoori menggeleng. "Aku tetap tak bisa."
"Bukankah kau memiliki hutang dua ratus juta won, aku akan melunasinya bila kau mau menuruti permintaanku," paksa Kim Jioh sembari memohon.
"Dua ratus juta won bukanlah sedikit. Memangnya kau mau menanggung hutang yang kumiliki."
"Aku punya tabungan dengan jumlah yang banyak, bahkan lebih banyak dari hutang yang kau miliki." Kim Jioh berusaha membujuk Han Yoori, agar temannya itu mau menggantikannya pergi ke tempat kencan buta.
Han Yoori pun seketika terdiam. Dengan ia pergi menggantikan Kim Jioh, maka hutang yang bernilai fantastis itu akan lenyap. Kim Jioh tak mungkin hanya sekedar berbicara omong kosong belaka, secara dia merupakan putri dari keluarga yang kaya. Uang dua ratus juta won baginya mungkin tak ada apa-apanya. Dan satu minggu untuk mendapatkan uang senilai dua ratus juta won tidaklah mudah. Akhirnya Han Yoori pun terpaksa menerima permintaan dari Kim Jioh, walaupun nanti resikonya ia akan di benci atau di jadikan bahan gosip oleh si pria yang akan menjadi partner kencan buta Kim Jioh.
"Hm, baiklah. Jadi kapan aku harus pergi menemui partner kencan butamu?"
"Malam ini." Kim Jioh seketika menarik pergi Han Yoori dari kafe. "Sebelum pergi menemuinya, kita harus pergi ke apartemenku terlebih dahulu."
Han Yoori mengerutkan alisnya. "Untuk apa?"
"Tentu saja untuk berganti pakaian, aku akan memilihkan pakaian yang tepat untuk kau pakai ketika menemuinya.
Kim Jioh membuat seisi kamarnya berantakan dengan pakaian-pakaian yang ia keluarkan dari lemarinya. Satu-persatu pakaian ia pilih, semua pakaian yang di pilihnya merupakan pakaian minim atau bisa di bilang pakaian seksi. Han Yoori pun sampai menggeleng ketika melihat pakaian-pakaian milik temannya itu.
"Apa kau yakin akan menggunakan pakaian itu padaku?"
Han Yoori mengangguk. "Tentu saja. Kau harus terlihat tidak sopan ketika bertemu dengannya."
Hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit, akhirnya satu pakaian yang paling seksi di pilih Kim Jioh untuk di pakaikannya kepada Han Yoori. Tak hanya pakaian saja yang Kim Jioh pilihkan untuk Han Yoori, Kim Jioh juga merias wajah Han Yoori dengan make up yang cukup tebal.
"Sekarang sudah selesai. Buatlah dia merasa jijik padamu," ucap Kim Jioh ketika usai memake over Han Yoori.
Han Yoori menghela ketika menatapi dirinya yang bermake tebal itu di cermin. "Aku benar-benar terlihat seperti seorang wanita tua yang konyol."
"Kau tak perlu mengkhawatirkan penampilanmu itu, karena hanya hari ini saja kau menunjukannya. Selepas berhasil membuatnya merasa jijik, kau bisa berpenampilan seperti biasa," ucap Kim Jioh.
Han Yoori menghela. "Baiklah, tapi sebelum aku pergi aku ingin mengetahui identitasnya terlebih dahulu."
"Namanya Park Shinjoo, umurnya sekitar 33 tahun, dan dia seorang dokter bedah kardiotoraks, dia bekerja di rumah sakit Seoul Hospital. Oh ya, rumah sakit tempatnya bekerja merupakan rumah sakit milik kakeknya."
"Dengan latar keluarga yang kaya, serta karir yang cukup sukses, dia pasti enggan menerima perjodohannya." Han Yoori menghembuskan cepat nafasnya dengan penuh semangat. "Baiklah, akan ku buat dia merengek kepada orang tuanya untuk mencarikannya wanita lain."
**
Restoran berarsitektur Eropa merupakan tempat Han Yoori akan menemui pria berprofesi dokter tersebut. Selama menunggunya, jantung Han Yoori berdegup tak karuan dan duduknya pun merasa tak nyaman, ia merasakan gelisah yang teramat luar biasa. Berulang kali Han Yoori membuang nafasnya, hanya karena ingin menghapus kegelisahannya itu. Awalnya Han Yoori memang bersemangat tapi lama-lama ia merasa takut, ia khawatir bila sampai dirinya terkena amarah dari pria yang akan menjadi partner kencan butanya itu.
"Bila saja bukan karena ingin secepatnya membayar hutang, aku mana mau melakukan hal bodoh seperti ini," gumam Han Yoori di batinnya.
Lima belas menit Han Yoori menunggu, tiba-tiba saja seorang pria datang ke mejanya lalu duduk berhadapan dengannya.
Pria tersebut seketika tersenyum manis menatap Han Yoori . "Maaf sudah membuatmu menunggu lama."
Pria yang tengah duduk di hadapannya itu sangat tampan, sampai-sampai Han Yoori di buat tak berkedip ketika menatapnya. Ia tak menyangka akan duduk satu meja dengan pria yang memiliki wajah yang sangat tampan. Memiliki hidung mancung, memiliki mata yang indah, serta memiliki rahang yang sempurna, bahkan tubuhnya pun sangat ideal layaknya aktor atau pun idol-idol korea pada umumnya. Bisa di bilang, wajah serta perawakan dari pria tersebut memiliki standar ketampanan pria di korea.Han Yoori pun sampai bergumam dalam batinnya. "Apa pria tampan di hadapanku merupakan partner kencan butaku."
Pria tersebut sampai tergelak ketika menatap Han Yoori yang tengah terpelongo menatapnya.
"Apa kau baik-baik saja?"
Han Yoori pun refleks meneguk ludahnya secara cepat. "Hm, a..aku baik-baik saja," ucapnya terbata-bata.
Senyuman dari pria tersebut mampu membuat jantung Han Yoori berdegup kencang, bahkan lebih kencang dibandingkan ketika dirinya merasa gelisah ketika menunggu pria yang menjadi partner kencan butanya itu. Hingga Han Yoori pun merasa tak sanggup bila harus membuat pria bernama Park Shinjoo tersebut berpikiran negatif tentangnya. Tapi mau bagaimana lagi, misi Han Yoori bukanlah membuat Park Shinjoo suka padanya, tapi melainkan membuatnya benci sampai ingin membatalkan perjodohannya.
"Namamu Kim Jioh kan?" Park Shinjoo memberikan tangannya untuk bersalaman. "Walau kita sempat bertemu sewaktu kecil, tapi aku ingin berkenalan denganmu sekali lagi. Namaku Park Shinjoo, senang bertemu denganmu."
Bukannya meraih tangannya, Han Yoori malah melipat lengannya di atas perut sambil menatap sinis Park Shinjoo. "Senang juga bisa bertemu kembali denganmu."
Park Shinjo sampai-sampai menggaruk tengkuknya, karena tak dapat bersalaman dengan wanita yang tengah menyamar sebagai partner kencan butanya itu.
"Hm, jadi apa ada makanan yang ingin kau pesan?" Tanya Park Shinjoo.
Dengan percaya dirinya Han Yoori menjawab. "Aku ingin memakan semua makanan yang ada di dalam buku menu."
Park Shinjoo seketika menatap heran wajah Han Yoori. "Apa kau yakin akan memakan semuanya."
"Tentu saja aku sangat yakin, aku adalah wanita yang suka makan banyak. Bila kau ingin menjadi pasanganku, maka kau harus bersedia mengeluarkan banyak uang ketika kita pergi makan di luar." Han Yoori berusaha membuat Park Shinjoo merasa Jijik padanya.
Selepas para pelayan meletakan semua pesanan di meja, Han Yoori pun kembali bertingkah konyol hanya demi membuat Park Shinjoo merasa jijik dan benci padanya. Ia memakan makanannya secara langsung dengan tangan, tanpa mengunakan alat makan seperti sendok, garpu, atau pun sumpit.
Makannya sangat lahap dan juga sangat berantakan. Namun, belum juga menghabiskan seluruh makanannya Han Yoori sudah mulai kekenyangan. Seluruh makanan di menu ada di mejanya, tentu saja dengan tubuh kecilnya ia tak akan sanggup melahap semuanya. Han Yoori sampai bersendawa ketika usai meneguk air.
Bukannya merasa jijik, Park Shinjoo malah tergelak ketika melihat Han Yoori yang tampak belepotan tersebut. Ia pun seketika mengambil sapu tangan dari saku jasnya, lalu menyeka sisa makanan di bibir Han Yoori. Tak hanya mengelap bibirnya saja, Park Shinjoo juga membersihkan tangan Han Yoori dengan sapu tangannya itu. Dan lagi-lagi Han Yoori kembali terpelongo menatap Park Shinjoo.
"Dengan tubuhmu yang kecil, mana bisa kamu muat memasukan semua makanan ini," ucap Park Shinjoo tersenyum.
Wajah Han Yoori pun seketika memerah, ia terlalu malu menatap pria berwajah tampan di depannya itu, sampai-sampai ia memalingkan wajahnya dari pria yang berprofesi sebagai dokter tersebut.
"Sepertinya kau sudah kenyang, bagaimana bila kita pergi saja dari sini," ucap Park Shinjoo.
"Be..benar sebaiknya kita pulang saja, karena sepertinya sudah terlalu malam," ucap Han Yoori terbata-bata.
"Kata siapa kita akan pulang, aku ingin mengajakmu pergi ke tempat lain sebelum pulang. Lagi pula ini masih jam 8, ini masih belum terlalu malam," ucap Park Shinjoo berdiri dari duduknya.
"Memangnya kau akan mengajakku kemana?" Tanya Han Yoori heran.
Jelas saja Han Yoori merasa heran, karena Jioh berkata bila pertemuannya dengan Park Shinjoo hanya sampai makan malam saja, selepas itu ia akan langsung pulang.
Park Shinjoo meraih tangan Han Yoori. "Nanti juga kau tahu."
Selepas Park Shinjoo membayar tagihan seluruh makanannya, ia pun bergegas pergi membawa Han Yoori dengan mobilnya. Jantung Han Yoori masih saja berdegup tak karuan. Ia tak mengerti mengapa bisa Kim Jioh, menolak pria setampan Park Shinjoo. Bahkan Han Yoori sampai di buat jatuh cinta hanya dalam satu kali kedipan oleh ketampanan dari Park Shinjoo.
Han Yoori juga tak mengerti dengan sikap Park Shinjoo yang masih saja bersikap baik. Padahal selama pertemuannya, Han Yoori sudah mati-matian bersikap tak sopan padanya.
"Apa kau tak merasa jijik ataupun benci padaku?" Tanya Han Yoori.
Park Shinjoo tersenyum. "Untuk apa aku merasa jijik. Aku harus terbiasa dengan semua sikapmu, karena kamu akan menjadi istriku."
Han Yoori menghela. "Apa kau tahu banyak pria yang membenciku, dan bahkan banyak orang yang berbicara jelek di belakangku. Apa kau tak malu memiliki istri sepertiku?" Tanyanya yang berusaha keras meyakinkan Park Shinjoo agar dapat membencinya.
"Untuk apa aku merasa malu. Aku sama sekali tak peduli dengan padangan orang-orang terhadapmu."
Han Yoori kembali menghela nafasnya, ia tak tahu harus bersikap bagaimana lagi untuk membuat Park Shinjoo membencinya. Ia juga sudah tak sanggup bila harus menjelekan-jelekan dirinya sendiri lagi. Park Shinjoo terlalu baik bila harus di buat kesal dan marah oleh perbuatan Han Yoori.
Park Shinjoo membawa pergi Han Yoori bukan ke tempat kencan yang biasanya dilakukan orang-orang korea pada umumnya. Park Shinjoo juga bukan membawa Han Yoori pergi ke rumahnya untuk menemui keluarga atau orang tuanya. Tapi Park Shinjoo membawa Han Yoori pergi ke salah satu toko pakaian yang paling terkenal di Seoul.
"Jadi tempat yang kau maksud merupakan toko pakaian. Untuk apa kau membawaku kesini?" Tanya Han Yoori merasa heran.
"Aku ingin membelikanmu pakaian," jawab Park Shinjoo sembari memilih-milih pakaian wanita di toko tersebut.
Han Yoori melambaikan cepat tangannya. "Kau tak perlu membelikanku pakaian, karena aku memiliki banyak pakaian di rumah."
"Tapi aku ingin membelikanmu pakaian." Park Shinjoo kemudian menyodorkan satu set pakaian kepada Han Yoori. "Cobalah untuk memakainya, aku ingin melihat apa pakaian ini cocok untukmu."
Han Yoori menghela. "Sudah ku katakan aku tak ingin di belikan pakaian olehmu."
"Baiklah, aku tak akan membelikanmu pakaian, tapi cobalah terlebih dahulu. Setelah kau mencobanya, kita akan langsung pulang," tegas Park Shinjoo.
Han Yoori pun terpaksa meraih pakaian tersebut. "Baiklah akan ku coba," ucapnya sembari beranjak ke ruang ganti.
Tiga menit kemudian, Han yoori pun keluar dari ruang ganti.
"Aku sudah mencobanya. Sekarang aku akan kembali berganti pakaian."
Park Shinjoo menggeleng cepat. "Pakaian ini lebih baik di bandingkan pakaian yang kau pakai tadi." Park Shinjoo dengan cepat melambaikan tangannya kepada salah satu pelayan di toko tersebut. "Tolong potongkan label pada pakaian ini, saya akan langsung membayarnya."
Biarpun beberapa kali Han Yoori menolak, Park Shinjoo tetap saja bersikukuh memaksa Han Yoori untuk tetap memakai pakaian yang dibelinya itu. Mau tak mau Han yoori pun terpaksa memakainya. Han Yoori memang merasa sangat nyaman memakai pakaian yang di belikan oleh Park Shinjoo. Selain pakaian tersebut sangat cantik, pakaian tersebut juga tertutup tak seperti pakaian sebelumnya, yang sangat memperlihatkan lekuk tubuh apa lagi sampai memperlihatkan belahan dadanya.
Park Shinjoo tersenyum manis menatapi Han Yoori. "Kau sangat cantik di saat memakai pakaian seperti ini. Apa lagi bila kau mengurangi riasan di wajahmu, pasti akan jauh lebih cantik, karena pada dasarnya kau memang sudah terlihat cantik walau tak memakai riasan."
Pujian dari Park Shinjoo mampu membuat rona merah di wajah Han Yoori pun seketika muncul. Ia pun refleks menelan salivanya. "Dari mana kau tahu bila aku akan cantik di saat tak memakai riasan."
Park Shinjoo kembali mengeluarkan senyuman manisnya. "Aku bisa melihat dari bentuk wajahmu. Mata, hidung, serta bibirmu sangat cantik, aku sangat yakin bila wajahmu jauh lebih cantik di saat tak memakai riasan."
Deg...
Jantung Han Yoori lagi-lagi berdebar sangat kencang. Ia tampak kebingungan, bagaimana bisa dirinya membuat benci dan kesal Park Shinjoo bila hatinya saja mendorongnya untuk tak melakukan hal bodoh seperti tadi lagi. Dan yang lebih bodoh adalah Kim Jioh yang menolak pria sebaik dan setampan Park Shinjoo.
Tapi mau bagaimana lagi, tugasnya adalah membuat Park Shinjoo membencinya bukan membuatnya suka.
Han Yoori menghela kasar nafasnya. "Aku tak butuh pujian darimu. Lebih baik kau antarkan aku pulang sekarang," ucapnya dengan wajah ketus.
Selepas Park Shinjoo membayar tagihan pakaiannya, Park Shinjoo pun bergegas mengantar Han Yoori pulang. Han Yoori menunjukan arah jalan ke apartemen Kim Jioh. Karena ia masih berperan sebagai Kim Jioh maka tempat tinggal Kim Jiohlah yang di tujunya.
Namun anehnya, Park Shinjoo tidak memberhentikan mobilnya di depan gedung apartemen, melainkan ia menghentikan mobil di parkiran bawah tanah.
Han Yoori pun terheran-heran. "Mengapa kau mengantarku sampai ke tempat parkir. Bukankah lebih baik kau menghentikan mobilmu di depan saja."
"Hm, sebenarnya aku pun tinggal di gedung apartemen ini," ucap Park Shinjoo sembari mematikan mesin mobilnya.
Han Yoori terkejut setelah tahu bila Park Shinjoo juga tinggal di satu gedung apartemen yang sama dengan Kim Jioh. Han Yoori pun merasa takut bila kebohongannya akan terbongkar, bila sebenarnya dirinya bukanlah Kim Jioh. Bila tinggal di gedung apartemen yang sama, maka Park Shinjoo bisa saja berpapasan dengan Kim Jioh, dan bisa saja sewaktu-waktu ia mengunjungi apartemen Kim Jioh. Maka dengan cepat kebohongannya pun akan terbongkar.
Han Yoori pun menelan salivanya. "Sejak kapan kau tinggal di gedung apartemen ini, dan di lantai berapakah kau tinggal?"
"Tiga hari yang lalu aku pindah ke gedung apartemen ini." Park Shinjoo seketika mengerutkan alisnya sembari menatap Han Yoori. "Mengapa kau tanyakan di lantai berapa aku tinggal, apa kau akan mengunjungi apartemenku?" Tanyanya dengan senyuman yang seakan-akan tengah menggoda Han Yoori.
Lagi-lagi Han Yoori refleks menelan salivanya. "Bukankah kita sudah saling mengenal, sebagai tetangga aku berhak tahu di mana kau tinggal."
Park Shinjoo tergelak. "Kau salah dalam berucap. Yang benar adalah, sebagai calon istriku kau berhak tahu di mana aku tinggal."
Ucapan dokter berparas tampan itu mampu membuat Han Yoora tersipu malu. Wajahnya pun memerah, dan jantungnya pun berdegup tak karuan.
"Kau harus tahu, bila aku tak dapat menerimamu sebagai suamiku. Karena aku sama sekali tak memiliki perasaan terhadapmu."
Park Shinjoo tersenyum. "Perasaan itu akan tumbuh dengan seiringnya waktu. Selepas kita menikah, kamu pasti akan memilikinya."
Han yoora membuang kasar nafasnya. "Bisakah kau menyerah untuk menikahiku. Aku bukanlah wanita yang pantas untuk kau nikahi, jadi berhentilah berharap."
"Baiklah, terserah apa maumu." Park Shinjoo seketika menjulurkan tangannya. "Aku ingin meminjam ponselmu sebentar."
"Untuk apa?" Tanyanya bernada kesal.
Park Shinjoo menghela. "Tadi aku lupa meninggalkan ponselku di rumah sakit, jadi aku ingin menelpon seseorang untuk mengantarkan ponselku."
Han Yoori pun meraih ponselnya di dalam tas, lalu memberikannya kepada Park Shinjoo. Namun, sesaat Park Shinjoo menelpon, tiba-tiba saja suara dering ponsel terdengar dari arah saku celananya.
"Hei, bukankah ponselmu tertinggal di rumah sakit. Mengapa ada suara dering ponsel di sini?" Tanya Han Yoori.
Park Shinjoo tersenyum sembari mengembalikan ponselnya kepada Han Yoori. "Sebenarnya aku hanya ingin tahu nomor ponselmu."
Han Yoori membuang kasar nafasnya. "Menyebalkan," ucapnya kesal yang kemudian terburu-buru beranjak keluar dari mobil.
"Tolong jangan lupa menyimpan nomor ponselku dan satu lagi, aku tinggal di lantai 2. Kapan-kapan kau boleh berkunjung ke apartemenku, aku akan menyediakan soju dan beberapa cemilan. Aku juga akan membuatkan makanan enak untukmu," teriak Park Shinjoo.
Han Yoori terus berjalan tanpa mau menanggapi ataupun mau menengok ke arah Park Shinjoo. Ia benar-benar sudah sangat kesal, mengapa bisa Park Shinjoo sama sekali tak merasa benci atau pun merasa kesal terhadap Han Yoori. Padahal ia sudah mati-matian bersikap tak sopan padanya. Tapi malah sebaliknya, Park Shinjoolah yang malah membuat kesal Han Yoori.
Selepas Han Yoori sampai di apartemen Kim Jioh, ia mendapati Kim Jioh tengah membereskan pakaiannya ke dalam koper.
"Mau pergi kemana kau sampai harus mengemasi pakaianmu?" Tanya Han Yoori.
"Besok aku akan pergi ke paris dan akan menetap di sana bersama Nam Hyunsik."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!