"Heh.... Anak bodoh nanti malam di rumah ada pesta, jadi jangan pernah pelihatkan wajahmu di rumah ini, mngerti...!!" Sentak sang Papi kepada Rangga.
"Iya Pi...." ujar Rangga menurut, sudah tidak asing lagi bagi dirinya, setiap ada acara apa pun di rumah ini, keluarganya tidak ingin dia hadir di rumah ini.
Menurut mereka Rangga hanya aib bagi keluarga itu, Rangga memang tak pintar di bidang akademis, dan bukan tidak mempunyai prestasi yang membanggakan, namun bagi orang tuanya, nilai akademis lah yang paling penting, yang lain tidak ada artinya.
Mami dan ke dua abangnya hanya diam, sambil mengunyah makanan yang terhidang di meja makan tersebut.
Rangga pun ikut makan di meja tersebut, walau dia merasa canggung, tidak ada yang mengajaknya berbicara sementara yang lain bersenda gurau dengan hangar, perih memang hati Rangga namun apa lah dayanya.
Bukan dia juga yang ingin lahir dengan ke kurangan, dan apa salahnya dia hanya kurang di akademis namun di bidang lain dia sangat menonjol, Rangga juara taekwondo, juara melukis, dan juga bisa memodif motor dan mobil, namun semua tidak terlihat oleh keluarganya.
"Kamu ngak usah makan daging, makan sayur aja, lagian otak bodoh kamu itu ngak butuh daging juga" cetus sang Mami.
Rangga hanya bisa mengiyakan saja tanpa mau menjawab, dia makan dengan tenang tanpa suara memaksa makanan itu cepat habis, dan cepat pergi dari meja makan itu.
Rangga tidak tahan di perlakukan seperti ini sama ke luarganya namun bagaimana lagi, bukan tidak mampu dia menyewa sepetak kos kosan, dia hanya ingin mendapatkan perhatian dari orang tua dan ke dua abangnya, namun sampai sebesar sekarang harapannya tinggal harapan.
"Mi.... Nanti aku membawa pacar ku ya Mi" ujar Randi Guitama kepada sang Mami, Randi kakak ke dua Rangga.
"Ajak aja sayang, jangan lupa undang ke keluarga mereka juga" ujar Mami Inge.
"Siap Mi..." ujar Randi bahagia.
"Abang kapan dong, ngenalin pacarnya sama Mami" ujar Mami Inge.
"Belum ketemu yang cocok Mi" ujar Radit dingin, dia memang tidak pernah banyak bicara di rumah itu.
"Aku sudah selesai, aku berangkat duluan" ujar Rangga, dan beranjak dari meja makan.
"Sok sibuk banget kamu, bodoh ya bodoh aja, sok sok an sibuk" ketus Mami Inge.
Rangga hanya menarik nafasnya dalam dalam, menjawab takut dosa, Rangga hanya buru buru keluar dari rumah itu dengan motor ninja yang dia beli dengan hasil keringatnya sendiri.
Huuufff......
Rangga membuang nafasnya kuat kuat agar sesak di dadanya berkurang, setelah itu dia memakai helm dan melajukan motor meninggalkan rumah orang tuanya.
Dreettt.....
Dreeett....
"Ya hallo...." jawab Rangga berhenti di pinggir jalan untuk menerima tlp.
"Baik Nim, saya bisa, saya sudah di jalan Nim" ujar Rangga, menjawab telpon dari pelatih taekwondo nya.
Dia kembali melajukan motor nya di jalan raya sedikit lebih kencang, setelah mendapat tlp dari pelatihnya tadi.
"Ngga...." Panggil seseorang setelah sampai di tempat latihan.
"Haiii Bi" jawab Rangga kepada teman seperguruannya.
"Loe di panggil Nim juga?" tanya Albi.
"Iya... Loe juga?" tanya Rangga.
"Hmmm...." jawab Albi
"Rangga Albi, kalian sudah datang?" tanya pelatihnya itu.
"Sudah Nim, ada apa Nim memanggil kami?" tanya Rangga.
"Kalian bisa ngak ikut ke juaraan Bogor cup dua hari lagi di Bogor" ujar pelatihnya.
"Bisa Nim" ujar Rangga tanpa pikir, lagian yang harus dia fikirkan tidak ada satu pun keluarganya perduli sama dia, pulang yang pulang pergi ya pergi, kalau dapat jangan pernah pulang sama sekali harapan keluarganya.
"Baiklah saya akan daftarkan kamu, Albi gimana?" tanya pelatihnya
"Saya ikut Nim" ujar Albi.
"Baiklah... sekarang kalian berlatih lah, biar semakin kuat dan atur strategi kalian"
Rangga berlatih sangat gigih dia berharap pulang bisa bawa uang untuk menambah tabungannya.
"Rania kamu sedang apa sayang..." gumam Rangga dalam hati menyebut wanita terkasihnya.
"Ngga Lu di suruh mas gilang ke rumah" ujar Albi setelah mereka selesai berlatih.
Gilang adalah abang Albi yang mempunyai bengkel yang suka memodif motor, dia suka memberi Rangga job, sedikit banyak Gilang sudah tau ke adaan Rangga.
"Nanti gue ke sana, tapi gue mau ke kampus Rania dulu" ujar Rangga.
Bersambung.....
Rania gadis cantik berotak encer, namun kesepian, hidup sebatang kara, karena orang tuanya sudah meninggal dunia, tiga tahun lalu karena sebuah kecelakaan mobil, saat itu menghadari perpisahan sekolah Rania.
Bukan tidak mempunyai saudara lain nya, Rania punya paman dan bibi, namun Rania lebih memilih tinggal di rumah peninggalan orang tuanya, karena paman dan bibinya tidak menyukai Rania, karena Rania gadis cantik, pintar baik hati, banyak yang menyayangi Rania, membuat keluarga paman Rania iri dan benci sama Rania.
Beruntung dia mempunyai kekasih yang baik, teman sekolahnya saat SMA, hanya Rangga yang dia punya, tempat dia berkeluh kesah, dia tau sang kekasih juga laki laki kesepian, tidak di cintai oleh keluarganya.
Rania bekerja paruh waktu di sebuah toko sembako di dekat kampusnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Rania bisa kuliah di kampusnya karena mendapat bea siswa, tidak jarang Rangga memberi uang jajan untuk Rania, seringkali Rangga melarang Rania bekerja, cukup dia yang memberi uang jajan Rania, namun Rania menolak secara halus, karena mereka belum menikah, dan Rania bukan lah tanggung jawab Rangga.
"Heh.... Miskin ngapain sok sokan kuliah segala, kaya yang banyak uang aja kamu" cibir bibi Rania, saat Rania melewati rumah sang bibi.
Rania hanya diam, dan melangkah lebih cepat, agar tidak mendengar hinaan sang bibi.
"Anak songong, ketemu orang tua bukannya cium tangan malah melengos aja lu, dasar anak tidak tau diri!" pekik sang bibi.
"Bu Lia aneh deh ponakan lewat baik baik malah di caci maki, orang ngak mau salim marah marah, padahal Bu Lia sendiri yang bikin ulah, siapa juga yang mau salim sama Ibu klau kelakuan ibu kaya gitu" ujar Bu Tanti membela Rania.
"iiisss... Si ibu ikut campur aja" ketus Bu Lia masuk ke dalam rumahnya sambil mengomel.
"Dasar bibi gila, ponakan baik sopan dan pintar gitu di hina terus, padahal dulu waktu semasa hidup orang tua Rania segalanya minta sampai sampai uang jajan anaknya juga dari orang tua Rania, tapi lihat sekarang, anak itu sudah sebatang kara, bukannya di lindungi malah di benci" ujar Bu Sri
"Ya begitu lah bu, seharusnya bangga punya ponakan pintar dan dapat bea siswa, ini malah semakin di benci, heran deh" ujar Ibu ibu lainnya.
"Ya gimana sih bu, orang namanya iri sama ponakan sendiri, orang anaknya kalah level sama Rania" ujar ibu ibu di sana asik mengerumpi sambil menunggu abang tukang sayur.
Huuufff....
"Punya bibi gini amat sih, bukan di sayang malah di julidin mulu" gerutu Rania sambil berjalan.
"Ran.... Rania..." panggil seseorang di belakang sana.
"Heh... Leni loe mau kemana?" ujar Rania.
"Mau ke toko tempat loe kerja mau beli bahan bahan kue, kue mau kemana?" tanya Leni.
"Gue mau ke kampus, gue ada jadwal pagi" ujar Rania.
"Bareng gue aja yuk" ujar Leni memberi helm kepada Rania.
"Ngak pa apa nih?" tanya Rania ngak enak hati.
"Ya ngak apa apa lah, yang penting nanti malam ajarin adek gue bikin pr" kekeh Leni.
"Dasar loe, ada udah di balik batu" ujar Rania ikut terekekeh.
Memang selama ini Rania suka membantu anak anak tetangganya membuat pr, dari SD sampai SMA, kadang mereka membayar perbulan ada juga hanya memberi sembako, bagi Rania tidak masalah bahkan ada juga yang tidak memberi apa pun.
"Tumben Lu ngak di jemput ayang bebeb" tanya Leni.
"Tadi sudah mau jemput, tapi tiba tiba ada telpon suruh dia ketempat latihan" jujur Rania.
"Makasih ya Len, uang jatah ongkos gue jadi aman" kekeh Rania.
"Bodo amat" males Leni, mereka teman baik, namun Leni tidak melanjutkan kuliah, karena keterbatasan biaya, dan juga ngak mampu mikir lagi, jadi dia jualan sebagai macam kue dan minuman di rumahnya.
Bersambung...
Rangga menunggu ke kasih hatinya di depan gerbang kampus seperti biasa dia lakukan.
"Kak..." panggil Rania yang sudah selesai kuliah.
Rangga langsung berdiri dan menghampiri pujaan hatinya.
"Makan dulu yuk sayang, kakak lapar" ujar Rangga mengelus sayang rambut Rania dan menatap sang ke kasih penuh cinta.
"Ayo, aku juga lapar, mau makan di mana?" tanya Rania.
"Kita ke pantai aja yuk, kakak ingin menikmati sore di pinggir pantai" ujar Ken.
"Kakak jangan ngadi ngadi deh, aku kan mau kerja kak" cemberut Rania kesal
"Kakak sudah minta izin kok, jadi kamu boleh lebur hari ini sayang" ujar Rangga.
"Klau perut lapar kita ke pantai yang ada habis itu sakit mag kak" sungut Rania, pantai dari tempat mereka masih dua jam lebih kurang, itu kalau ngak macet.
"Kan kakak bilang makan sambil melihat matahari sore, klau sekarang baru jam setengah sebelas, jadi sekarang kita makan siang di sini dulu, baru nanti makan malam di pinggir pantai" ujar Rangga.
"Baiklah terserah kakak aja, aku nurut aja" ujar Rania pasrah.
"Makan di mana sayang?" Rangga saat mereka melewati banyak tempat makan.
"Nasi padang aja yuk kak, Nia pengen makan tunjang" pinta Rania.
"Baiklah lah, buat tuan putri apa sih yang ngak" ujar Rangga memarkirkan motornya di sebuah warung makan padang.
"Da pakai tunjang satu, rendang satu, sama tambah satu, minumnya teh manis angat satu sama es jeruk satu, jangan lupa air putih" ujar Rangga memesan makanan.
"Siap bang" ujar pelayan tersebut.
"Yang, habis ini, temanin kakak ke rumah Albi sebentar ya" pinta Rangga.
"Siap pak boss" ujar Rania.
Mereka makan dengan lahap sesekali Rangga menyuapi sang kekasih dengan makanannya, begitu pun dengan Rania.
"Mau nambah yang?" tanya Rangga melihat piring Rania hampir kosong.
"Ngak ah... kak, sudah kenyang" ujar Rania mengelus perutnya.
Selesai mereka makan Rangga membayar makanan mereka dan mereka lansung meninggalkan warung makan tersebut menuju bengkel Gilang.
"Bang..." sapa Rangga.
"Ehh... Rang lu udah datang, sini masuk" ujar Gilang
"Ada apa abang manggil aku bang?" Tanya Rangga to the point.
"Ini mau ngasiin bagian lu untuk dua motor anak pejabat kemaren, katanya dia sangat puas atas pekerjaan lu, jadi dia juga kasih lu bonus banyak, dan juga ninggalin nomor kontaknya" ujar Gilang.
"Makasih ya bang" ujar Rangga penuh binar melihat gepokan uang di atas meja dan di dalam amplop coklat.
"Abang yang Terimakasih sama lu, gara gara ada lu bengkel Abang tambah rame" ujar Gilang.
"Ya udah bang kalau gitu aku pergi dulu ya?!" sopan Rangga mengajak kekasihnya itu.
"Nikah aja lah Ngga, kalian cocok kok, sama sama butuh tempat bersandar" ujar Gilang.
"Iya bang, nunggu Nia libur kuliah dulu, sekalian bisa pergi hanimun kaya orang orang" ujar Rangga, yang memsng niatnya hari ini melamar sang kekasih si pinggir pantai.
Rania yang mendengar ucapan sang kekasih lansung melotot tidak percaya.
"Kak..." panggil Rania.
Rangga hanya memberi senyum manis kepada sang kekasih, dan mengusap gemas kepala Rania.
"Yuk... yang" ujar Rangga memasangkan helm ke kepala kekasih cantiknya itu.
Sementara itu di ruang keluarga rumah Rangga terjadi perbincangan antara orang tua dan anak.
"Gimana sama incaran kamu bang?" tanya Sang papi.
"Dia kuliah di kampus Atmaja pi, namanya Rania, dia cantik dan anak paling pintar pi, banyak ngeluarin ngeluarin ide menarik ujar dosen, aku tertarik sama dia, tapi sayang dia susah di dekatin, katanya sudah mempunyai ke kasih" ujat Radit membayangkan wajah cantik Rania yang pernah beberapa mereka bertemu di kampus, tapi sayang gadis itu seolah menjaga jarak dengannya.
"Pepet terus, dia berguna bagi perusahaan kita, dapat kan dia dengan cara apa pun, ngak masalah dia dari keluarga mana pun, yang penting dia pintar" ujar Papi Ronald.
"Tadinya aku ingin ajak dia ke pesta kita, tapi dia menolak" keluh Radit.
"Berusahalah lebih keras lagi" ujar Papi Ronald menepuk nepuk pundak anak kesayangannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!