NovelToon NovelToon

Istri Manipulatif Presdir Lumpuh

1. Malam Pengantin

Suasana tegang tergambar jelas pada raut muka Anggara dan Crystal. Sangat kontras dengan nuansa kamar yang warm sebab berjajar beberapa lilin di atas meja dan nuansa indah bertabur kelopak mawar merah yang nyaris menyelimuti lantai kamar. Sungguh, kamar yang didekorasi khusus oleh pihak keluarga Anggara untuk malam pengantin keduanya itu terlihat sempurna.

Kata-kata romantis lumrah dan seharusnya terucap dari mulut pengantin baru. Namun, hal itu tak berlaku bagi Anggara. Pada malam pengantinnya kini, dia justru meluapkan kalimat sinis kepada Crystal, perempuan yang beberapa jam lalu sah menjadi istrinya.

"Sampai kapan pun aku tidak sudi berbagi ranjang dengan perempuan pela*ur sepertimu." Akhirnya Anggara mengeluarkan suaranya saat setelah bungkam untuk sekian jam lamanya, semenjak akad pagi tadi dia tak sekalipun berbicara pada Crystal.

Mendengar perkataan menyakitkan dari pria yang berstatus suaminya, hal itu sontak saja membuat Crystal seketika menoleh pada pria berambut hitam itu. "Kamu menyebutku pela*ur?" tanyanya sedikit tak percaya dengan kata yang lolos dari bibir Anggara.

Kurang apa dirinya? Dia wanita yang muda, dan parasnya? Bahkan kecantikannya bisa dibilang di atas rata-rata. Kini, melihat pria yang tak menerima dan justru meletupkan kalimat kasar padanya, dia merasa seperti di luar nalar sebab di luar sana banyak pria yang berbondong-bondong mengemis cintanya.

Anggara terdengar berdecak dan menampilkan raut acuh. Dia pun kembali berkata sinis, "Semua penghuni bumi ini pun tahu kehidupan apa yang dijalani oleh seseorang yang berprofesi sepertimu."

Mendengar perkataan menohok itu, Crystal pun tak kalah menampilkan wajah sinis. Dia mendekatkan wajahnya tepat di hadapan paras tampan Anggara lalu berkata, "Apa Anda memiliki sejarah menyakitkan dengan seorang yang berprofesi sama sepertiku, Pak Presdir?"

Crystal kemudian turun dari ranjang, lalu kembali berucap, "Jangan memukul rata dan menilai semua model itu negatif seperti apa yang Anda pikirkan."

Anggara tampak masih menunjukkan sikap acuh dan raut muka yang menggambarkan betapa dia jijik dengan Crystal. "Hidup glamor, foya-foya, clubbing, gonta-ganti pasangan, ehem."

Anggara berdeham sebentar, lalu melanjutkan, "Mana yang paling kamu gemari?"

Crystal tak terasa mengepalkan tinjunya kuat-kuat. Ingin sekali dia meninju mulut Anggara hingga berdarah-darah. Namun, keinginan itu hanya dapat dia jadikan sebagai angan saja. Dia harus menebalkan kesabarannya demi mempertahankan rumah tangganya. Ya, rumah tangganya harus berlangsung lama, setidaknya melewati kurun waktu lima tahun. Meski selama itu harus dia bayar dengan menerima hinaan dan cibiran dari Anggara.

"Atau, kamu menjual tubuhmu kepada para pria berdasi, atau mungkinkah kamu menjual tubuhmu itu di aplikasi sehingga orang rendahan pun dapat menikmati tubuhmu, heh?"

Anggara melanjutkan ucapannya yang semakin merendahkan Crystal. Dia terdengar berupaya keras membuat Crystal terluka oleh kata-katanya seolah memang itulah misinya.

"Aku tidak peduli dengan penilaian dan omong kosongmu barusan, Pak Presdir. Penilaianmu tidak ada artinya bagiku. Selamat malam," tukas Crystal dengan tenang dan tersenyum.

Setelah itu Crystal berjalan ke arah lemari dan mengambil bedcover dari dalamnya untuk dia jadikan alas tidur.

Sementara Anggara hanya dapat menatap wanita itu dengan tajam tanpa membalas perkataan Crystal satu patah kata pun. Dia tak dapat berkutik, mati kutu.

***

Crystal tampak mengerjapkan matanya. Kilau cahaya matahari yang menembus vitrase kaca jendela di kamar itu terasa hangat menerpa paras cantiknya, membuat perempuan berkulit putih itu terbangun dari tidurnya. Dia pun bangkit, duduk sambil menguap.

"Perempuan malas." Anggara menatap jengah Crystal yang sedang menguap. Dia mencibir Crystal yang baru bangun ketika matahari sudah tinggi. Tanpa dia ketahui bahwa penyebabnya adalah Crystal tak biasa tidur di lantai yang membuat tubuhnya pegal sehingga perempuan itu baru bisa tidur mendekati subuh.

Mendengar suara seseorang menggumam, Crystal baru ingat bahwa dia sekarang tidak lagi seorang yang lajang, namun telah bersuami. Jadi, itu pastilah suara sang suami menyebalkan yang semalam memberondongnya dengan kalimat hinaan.

Crystal menoleh pada Anggara. Ternyata suaminya itu sedang bersandar pada sandaran ranjang, menatap dirinya dengan tatapan yang masih sama seperti semalam, tatapan jijik.

Crystal melihat Anggara hendak membuka mulutnya, dia segera berlari menuju suaminya bersandar. Dia lalu menempatkan telunjuk tangannya pada bibir Anggara. "Sssst. Aku tidak mengizinkanmu menghinaku pagi ini," ucapnya.

Anggara bergerak melepaskan telunjuk Crystal, namun Crystal bersikeras membungkam mulut itu dengan telunjuknya. Sampai keduanya berguling bersama di ranjang yang bertabur kelopak mawar merah. Untuk beberapa detik keduanya diam terpaku, mata keduanya saling bertemu, hingga akhirnya suami-istri tersebut terlonjak sebab suara seseorang yang menginterupsi.

"So sweet-nya pengantin baru." Seorang gadis yang mirip dengan Anggara tersenyum takjub melihat mereka yang terlihat seolah begitu mesra di atas ranjang.

Anggara dan Crystal pun seketika menjauhkan diri masing-masing. Melihat itu, perempuan yang merupakan adik Anggara itu pun kembali berkata menggoda, "Ih, jangan malu-malu, kali. Kalian berdua sudah suami-istri. Jadi, halal, no problem."

Anggara tak menampilkan ekspresi apa pun selain parasnya yang dingin, sementara Crystal tersenyum kikuk pada adik iparnya itu.

"Perempuan bodoh! Kamu tidak mengunci pintu semalam?" tanya Anggara lirih.

Belum sempat Crystal menjawab, terdengar suara seseorang.

"Anggun," panggil orang itu pada cucu gadisnya.

"Oma, lihat! Itu pengantin baru mesra sekali," ucap Anggun sambil menunjuk Anggara dan Crystal yang terpaku. "Masih pagi sudah guling-guling di kasur, hihi." Anggun tertawa geli.

Mengikuti arah telunjuk sang cucu, Dianti memberi senyuman pada sepasang suami-istri tersebut. Lalu kembali melihat Anggun. "Nakal! Gadis kecil tidak boleh mengintip," ucap Dianti sambil mencolek hidung Anggun. "Sudah sana, pergi. Jangan jadi pengganggu."

"Iya, iya, Oma." Anggun pergi sambil mengerucutkan bibirnya.

Sebelum dia berlalu, dia kembali menggoda Anggara dan Crystal yang masih tampak membeku. "Ciye pengantin baru," godanya, dia kemudian berlari diiringi gelengan kepala sang nenek.

Setelah Anggun berlalu, Dianti masuk ke kamar pengantin tersebut. "Kalian tidak mengunci pintu?" tanya Dianti heran, dan dijawab dengan gelengan oleh Crystal.

"Ceroboh," kata Dianti sambil mencolek dagu Crystal, dan Crystal hanya dapat membalasnya dengan tersenyum kikuk.

"Bagaimana malam pengantin kalian, hmm?" tanya Dianti lagi. Perempuan tua itu menyunggingkan senyumnya. "Apa Anggara memperlakukanmu dengan baik?" Dianti membelai puncak kepala Crystal.

Crystal mengangguk sambil tersenyum. Anggara tak menyangka dan terkejut ketika tangannya tiba-tiba digenggam oleh Crystal. "Sangat baik, Oma. Semalam, Mas Anggara memperlakukanku sangat lembut dan penuh cinta," jawab Crystal sambil melihat Anggara dan tersenyum padanya. Sementara Anggara setia dengan paras dinginnya.

Terdengar napas lega Dianti. "Syukurlah. Jika dia berbuat kasar padamu, jangan takut bilang sama Oma," kata Dianti sambil tak hentinya tangannya mengusap rambut Crystal.

"Biar nanti Oma hukum Anggara," tambah Dianti sambil melirik Anggara, dan lagi-lagi Anggara masih dengan ekspresi acuhnya.

Crystal terlihat mengangguk. Setelah itu Dianti keluar dari kamar.

Setelah Dianti hilang dari pandangan, Anggara dengan sangat kasar mendorong tubuh Crystal hingga telentang di ranjang, kemudian dia mencekik leher Crystal. Crystal melihat aura amarah dan kebencian begitu besar di mata Anggara sampai terdengar bunyi gigi pria tersebut yang saling bergesekan.

"Apa yang sedang kamu rencanakan, hmm?" hardik Anggara pada Crystal tanpa melepaskan cekikan menyakitkan itu di leher Crystal. Anggara menatap tajam dan melihat wajah Crystal yang ketakutan dan memerah. Tangan Crystal pun tak berhenti mencoba melepaskan tangan Anggara dari lehernya. "Kamu muda, cantik, dan karirmu oke. Apa yang kamu incar dengan menikahi pria lumpuh sepertiku, heh?"

2. Rubah Ramping vs Singa Jinak

"Katakan! Katakan apa rencanamu!" Anggara melepaskan leher Crystal dengan kasar.

Crystal langsung bangkit dan memegang lehernya yang sangat sakit dia rasakan. Dia pun mencoba menetralkan deru napasnya yang tak beraturan. Baru saja terbebas dari cekikan maut, Anggara kembali memberinya rasa sakit. Rambutnya yang indah kecokelatan ditarik kasar oleh Anggara sehingga dia nyaris terjungkal ke belakang.

Sambil meringis merasakan betapa cengkeraman itu menyakitkan, Crystal merintih, "Aku akan mengadukanmu pada Oma."

Mendengar itu, Anggara semakin memperkuat cengkeramannya. "Oh, merasa punya pelindung kamu, hmm."

Seakan tak ingin penderitaan Crystal segera berakhir, Anggara melayangkan tamparan pada pipi Crystal. "Tidak akan kubiarkan kamu memanfaatkan keluargaku dan mengambil keuntungan dari mereka, Sial*n!"

Crystal menyentuh pipinya yang terasa panas akibat tamparan keras dari suami yang seharusnya memberinya sentuhan lembut pada pipi itu. "Aku tidak tahu organ tubuhmu bagian mana yang tidak beres," ucapnya sambil menyentuh beberapa bagian tubuh Anggara dengan gestur seolah mencari sesuatu. "Kamu normal, 'kan?"

Anggara menyorot tajam sikap Crystal tersebut. "Lelucon apa yang sedang dia mainkan sekarang?" batinnya.

"Baru kali ini aku menemukan fenomena luar biasa," lanjut Crystal sembari tetap mengamati beberapa bagian tubuh Anggara. Pada saat ini dia melihat Anggara mengernyit padanya.

"Pria normal tidak akan mungkin menolak tipe perempuan sepertiku ini. Apa yang salah denganmu?"

Sambil terus mengamati Anggara, Crystal membatin, "Kurasa kecelakaan itu bukan cuma melumpuhkan kakinya, sepertinya otaknya pun ikutan lumpuh."

"Poor man," lirihnya kemudian.

Dengan sorot matanya yang tajam, Anggara membiarkan Crystal mengatakan apa pun tentang dirinya. Dia ingin mendengar bualan macam apa yang perempuan itu luncurkan.

Crystal sekarang meletakkan telunjuknya di samping mata, tampak seperti orang berpikir. "Oh, Jangan bilang jika kamu tidak doyan perempuan," tuduhnya dengan mimik curiga.

"Omong kosong," batin Anggara.

Melihat Anggara yang tak merespons dalam bentuk apa pun tuduhannya, Crystal pun turun dari ranjang, meninggalkan ranjang itu beberapa langkah ke depan. "Beberapa brand pakaian terkenal bersaing mendapatkanku sebagai BA-nya. Menurut penilaian mereka, tubuhku sangat indah proporsional," ungkapnya sambil memutar badan dengan raut muka yang menggambarkan betapa bangga dia dengan tubuhnya.

Tak ada respons berarti dari Anggara selain sorot mata pria itu yang tetap seperti biasanya, tajam dan menyimpan misteri. Beberapa langkah dari tempatnya berada, di sana Crystal melanjutkan aksinya.

"Aku tidak bisa menghitung berapa banyak brand produk bodycare yang memintaku menjadi BA mereka. Yah, karena banyaknya." Crystal menyuguhkan senyuman mematikan. Kemudian dia menyentuh tali lingerie yang membalut tubuhnya.

"Mereka berebut merekrutku karena kulit ini, Pak Presdir," lanjut Crystal sambil menarik tali lingerie sehingga busana tipis itu lolos dari tubuhnya.

Saat ini Anggara dapat melihat tiap detail tubuh Crystal. Kulitnya yang tampak putih seputih kapas dan tanpa noda. Dia mengamati tiap komposisi komplit tubuh itu. Dia lalu mempertemukan pandangannya dengan Crystal yang tampak tersenyum menggoda padanya. "Kemarilah," pinta Anggara dengan menggerakkan telunjuknya supaya Crystal datang padanya.

Mengikuti instruksi Anggara, Crystal datang ke arahnya, dan kini sudah berada tepat di hadapannya. Anggara dan Crystal saling memandang untuk beberapa detik lamanya.

Beberapa detik berlalu, kini tangan Anggara membelai wajah Crystal, menyusuri tiap incinya lalu meraup kelopak mawar yang bertaburan di antara mereka. "Aku melihatmu seperti kelopak mawar ini," katanya sambil memperlihatkan segenggam kelopak mawar merah.

Crystal tersenyum. Anggara kembali membuka mulutnya. "Indah, ranum, dan menggairahkan," lanjut Anggara dengan menarik sudut bibir, membuat Crystal kian mengekspos senyumnya, namun pada detik selanjutnya senyum itu pudar bertepatan ketika wajahnya dihujani kelopak mawar dengan kasar.

"Tapi sedikit pun aku tidak tertarik!" sentak Anggara seraya menyemburkan kelopak itu pada wajah Crystal. Dia lalu menjepit dagu Crystal dengan telunjuk dan ibu jarinya. Dia pun berkata dengan tajam, "Satu lagi. Dekorasi! Hanya pajangan!"

"Mas Angga--" Crystal tak menuntaskan kalimatnya sebab pintu kamar ada yang mengetuk. Dia pun cepat-cepat memakai kembali lingerie yang tadi dia campakkan di lantai, lalu memakai serta melapisinya dengan selimut tebal. Dia lantas bergerak membuka pintu.

Di balik pintu yang terbuka, Crystal melihat seorang pria muda berdiri lalu berkata, "Waktunya Bapak dibersihkan, Bu."

Crystal mengernyit. "Dibersihkan?" ulangnya.

"Maksud saya waktunya Bapak mandi, Bu," jelas pemuda berbaju biru tersebut. "Saya yang biasanya memandikan Bapak. Saya Rahmat."

Crystal tampak manggut-manggut lalu tiba-tiba tercetus sesuatu di benaknya. "Eh, biar saya saja yang memandikan Bapak. Mulai sekarang tugas itu sudah menjadi bagian saya, kamu minta tugas yang lain, ya," kata Crystal.

Dalam waktu sepersekian detik Rahmat tampak bingung, dia tampak berpikir sejenak. Hal yang menjadi pertimbangannya adalah dia di rumah itu dipekerjakan untuk merawat Anggara. Namun, akhirnya dia mengangguk. "Baik, Bu."

Di tempatnya berada Anggara dapat mendengar percakapan tersebut. Sorot matanya semakin tajam dan raut mukanya tampak dingin ketika melihat Crystal berbalik dan berjalan ke arahnya.

Crystal kini mendapat masalah. Dia tidak tahu menahu bagaimana cara memandikan orang lumpuh. Dia pun bingung memulai dari mana untuk membuka obrolan dengan Anggara setelah insiden beberapa menit lalu. Hingga akhirnya dia berinisiatif bertanya, "Mas, aku akan membantumu bersih-bersih. Kamu mau pakai air biasa atau air hangat?"

Suara Crystal terdengar lembut. Dia berbicara sambil menyentuh pundak Anggara seolah sebelumnya tak terjadi apa-apa di antara mereka.

Anggara menghempas tangan Crystal. "Aku tidak membutuhkanmu dan jangan sentuh tubuhku seinci pun!"

Keras kepala, munafik, dan penuh trik, demikian penilaian Anggara pada Crystal. Dia tak sekalipun tersentuh dengan sikap Crystal. Sebaliknya, di benaknya justru bertaburan stigma ataupun prasangka negatif mengenai perempuan cantik itu.

Perempuan yang dia cintai meninggalkannya ketika lumpuh, sementara Crystal? Perempuan muda tanpa kekurangan fisik dan mempunyai paras yang diidam-idamkan kaum adam datang kepadanya dan rela menikah dengan pria lumpuh sepertinya. Itulah yang membuat Anggara memandang Crystal penuh kecurigaan.

Crystal mengembuskan napas berat. "Mas, kamu membenciku, menolakku, dan menyiksaku, itu terserahmu karena kamu yang menanggung dosanya. Tapi jika kamu menghalangiku menjalankan tugasku sebagai istrimu, aku tidak akan menyerah," ucap Crystal serius sambil menatap mata Anggara. Crystal kemudian beranjak ke kamar mandi. Meninggalkan Anggara yang masih tak mengubah pandangan padanya.

Tak lama setelah itu Crystal kembali pada Anggara dengan membawa satu baskom air hangat dan selembar kain untuk membersihkan tubuh Anggara.

"Berani kamu menyentuhku, kupatahkan tanganmu!" Anggara mengancam Crystal yang sedang mengulurkan tangan untuk membuka kancing piamanya.

"Aku tidak peduli." Crystal terlihat acuh tak acuh dengan ultimatum Anggara. Dia sudah hampir melepaskan satu kancing, namun Anggara menghempas tangannya lagi. "Mas! Sudah kukatakan aku tidak akan membiarkanmu menghalangi tugasku!"

Crystal langsung duduk di atas pangkuan Anggara. "Jika kamu terus menolak, aku akan berteriak biar menarik perhatian orang-orang. Kamu tidak mau, 'kan, Oma dan yang lainnya mengira kita sedang ehem," ancam Crystal sambil mengedipkan satu matanya.

"Atau kamu memang sengaja ingin mereka mendengar kita seolah sedang--"

"Cepat lakukan tugasmu!"

Crystal tersenyum mendapati Anggara yang kini menyerah.

"Memangnya hanya dia yang bisa mengancam," batin Crystal.

Anggara tersenyum masam. "Dasar rubah ramping," batinnya.

Melihat Anggara tak melakukan perlawanan ketika dia membuka satu per satu buah baju, Crystal tak dapat menyembunyikan senyum kemenangan. "Singaku yang jinak," celetuknya, dan Anggara menanggapi itu dengan membuang muka, merasa tak berdaya.

"2-0, Pak Presdir."

Crystal beranjak ke kamar mandi seusai membantu Anggara membersihkan diri. Dia sekarang sedang berada di bawah guyuran shower, menyegarkan kembali pikiran dan organ tubuhnya yang sebelumnya telah mengalami kelelahan oleh sikap tempramen Anggara.

"Singa liar itu sangat berbahaya. Dalam kondisi lumpuh pun dia menyiksaku sedemikian rupa sadisnya. Bagaimana jadinya jika dia tidak lumpuh. Mungkin aku dicabik-cabik sampai hanya jadi potongan daging. Mengerikan," seloroh Crystal sambil memegangi leher yang beberapa menit lalu menjadi objek kebengisan Anggara.

Beberapa menit kemudian Crystal telah menyelesaikan mandinya dan sekarang model cantik itu sedang memilah-milah pakaian mana yang akan dikenakannya pagi ini. Tak banyak pilihan, hanya beberapa potong pakaian saja dikarenakan dia belum memindahkan dan membawa serta pakaian, begitu pun barang-barangnya di apartemen ke rumah barunya itu.

Crystal menoleh pada Anggara sambil menunjukkan dua pakaian di tangannya. "Mas, aku pantasnya pakai yang mana? Kamu yang milih buat aku pakai pagi ini. Selera kamu pasti oke," kata Crystal dengan suara renyah nan ceria layaknya tak pernah terjadi insiden menegangkan di antara mereka.

Anggara menoleh sesaat tanpa minat lalu segera membuang muka tanpa memberi jawaban. Melihat itu, Crystal tampak tak putus asa. Dia lalu menghampiri Anggara sambil membawa dua pakaian itu. "Mas, kamu tidak berbalas budi banget. Sudah aku bantu dari a sampai z. Dari mandi sampai sekarang sudah tampan begini." Crystal memainkan wajah Anggara gemas seperti bayi.

"Sekarang giliran aku minta dipilihkan baju saja kamu cuek," lanjut Crystal sambil memperlihatkan wajah kesalnya yang dibuat-buat, mendramatisir.

Anggara tetap diam tak menanggapi. Namun, dalam batinnya dia mencibir sikap Crystal yang dia nilai tak konsisten. Beberapa menit lalu perempuan itu berkata bahwa dia tak akan menyerah menjalankan tugasnya sebagai istri. Namun, apa yang dia tunjukkan kini? Dia bersikap seolah tak benar-benar tulus melakukannya, melainkan menganggap itu adalah pekerjaan yang memerlukan balas budi.

"Mas, jangan diam. Katakan kamu mau aku pakai yang mana?" Crystal tampak masih tak menyerah dengan sikap Anggara.

Anggara menoleh padanya lalu mengulurkan tangannya untuk mengambil kedua pakaian tersebut. Crystal pun tersenyum dibuatnya, namun itu hanya berjalan beberapa detik sebab dia melihat kini Anggara melempar kedua baju tersebut ke lantai.

Crystal pun menghela napas panjang sambil batinnya terus menggemakan kata "sabar" padanya.

"Oh, oke, mungkin kedua baju itu tidak sesuai selera kamu," celetuk Crystal dengan tersenyum sambil memungut pakaian di lantai. Dia kemudian berjalan kembali ke arah lemari, dia menggantung pakaian yang tadi dicampakkan Anggara dan mengeluarkan dua pakaian lain.

"Kalau yang ini bagaimana, Mas?" tanyanya lagi sambil memperlihatkan dua pakaian di tangannya.

Lagi, Anggara mengacuhkannya dan memilih fokus dengan notebook di pangkuannya.

Melihat itu, Crystal kembali menghela napas panjang. Dia kemudian datang menghampiri Anggara dengan satu gantung dress berwarna senada dengan warna kemeja lengan pendek yang sekarang dikenakan Anggara. "Oke, sepertinya serasi," komentar Crystal sambil mendekatkan dress itu di dekat Anggara.

Dress selutut warna navy pun kini membungkus tubuh ramping Crystal. Dia kemudian merias wajahnya dengan riasan tipis dan mengikat sebagian rambutnya yang bergelombang, sementara sebagian yang lain dia biarkan terurai bebas.

Penampilan Crystal kali ini terlihat simple, namun berkelas.

"Mas, cantik?" Dia membelakangi meja rias dan menoleh pada Anggara. Menanti penilaian Anggara pada penampilannya kali ini.

"Mas," panggil Crystal lagi setelah melihat Anggara tak menoleh sedikit pun padanya.

Sudah dapat ditebak seperti sebelumnya, kali ini Anggara pun tetap bergeming dan pandangannya setia fokus pada notebook. Bersikap seolah tak ada yang memanggilnya.

Crystal berjalan ke arahnya dan kini berdiri tepat di sampingnya. "Mas, lihat. Cantik, 'kan?" tanya Crystal padanya dengan pipi mengembang karena senyumnya yang semringah.

Suara pintu diketuk menghentikan usaha Crystal. Crystal pun berjalan ke arah pintu lalu membukanya. Sekali lagi, Rahmat tampil di balik pintu itu. "Bu, sarapannya," ucap Rahmat sambil menyodorkan beberapa makanan di atas nampan yang dia bawa.

"Bapak biasa makan di kamar seperti ini?" tanya Crystal yang dijawab dengan anggukan kepala.

"Keluarga yang lain, sekarang mereka sudah sarapan belum?"

"Mereka semua sedang sarapan di meja makan."

Kemudian Rahmat melanjutkan dengan lirih, "Semenjak Bapak lumpuh dia selalu beraktivitas di dalam, Bu."

Crystal mengernyit. "Tidak sekalipun keluar kamar?" tanyanya lagi dengan berbisik.

Rahmat menggeleng.

"Tidak sekalipun menerima tamu?" tanya Crystal lagi bak seorang penyidik. Dia amat penasaran.

"Selama ini hanya Mas Alan, asisten Bapak di perusahaan yang menemuinya. Itu pun selalu di kamar," sahut Rahmat, memberi informasi terkait majikannya itu.

Crystal tampak berpikir sejenak lalu mengangguk. "Ini bawa lagi saja, Mat."

Rahmat terlihat bingung. "Lalu, Bapak. Bapak sarapan apa, Bu?" tanyanya bingung.

"Sudah, turuti saja perintah saya. Urusan Bapak biar saya yang urus." Crystal kemudian menutup pintu tanpa memedulikan ekspresi bingung Rahmat.

Anggara tampak cepat-cepat menunduk dan fokus pada notebook setelah melihat Crystal menutup pintu dan berbalik berjalan padanya.

"Jangan sentuh!" Anggara menjauhkan dirinya dari Crystal yang ingin meraih tubuhnya.

Crystal berdecak. "Mas, aku bukannya mau perkosa kamu. Jangan ngeres otaknya," seloroh Crystal. "Aku mau membantu kamu ke kursi roda. Lagi pula, aku sudah tahu semuanya," godanya yang membuat ekspresi Anggara sulit dijelaskan dengan kata-kata.

"Trik apa lagi yang sedang dia jalankan," batin Anggara mencibir.

"Jangan tatap aku aneh begitu, ah," kata Crystal setelah melihat pandangan Anggara padanya. "Kalau kamu bersikeras menolak, tahu 'kan, apa yang akan terjadi, hm?"

Dapat dipastikan Anggara kali ini mengalah lagi sebab kata-kata Crystal yang bermuatan ancaman. Benar saja, Anggara kini tampak tak bereaksi ketika Crystal membawa tubuhnya ke kursi roda. Anggara pasrah.

"Sepertinya rubah ramping ini memang lihai membuat orang terjebak dengannya," batin Anggara.

Sementara Crystal terlihat menikmati kemenangannya. "2-0, Pak Presdir," batinnya puas.

***

Gema denting garpu yang beradu piring seketika lenyap, disusul dengan ekspresi serempak orang dalam ruangan makan tersebut. Orang-orang yang sedang menikmati sarapan itu terlihat membeku, arah pandangan mereka fokus pada satu objek, yaitu sepasang pengantin baru yang berada satu meter dari meja makan.

Mereka kemudian saling pandang lalu serempak berkata, "Anggara, Crystal, mari sarapan bersama."

Crystal tersenyum melihat ekspresi heboh tersebut dan langsung berjalan sambil mendorong kursi roda yang menopang tubuh suaminya.

"Maaf, terlambat," kata Crystal setelah berada tepat di hadapan mereka.

Dianti, Anggun, Rajendra dan Tian yang merupakan paman dan bibi Anggara kompak menjawab dengan raut gembira, "Tidak masalah, tidak masalah."

Crystal tersenyum melihat respons mereka. Kemudian Crystal menoleh pada Anggara. "Kamu suka sayur, Mas?" tanyanya pada Anggara yang menarik perhatian seluruh keluarga. Mereka menatap keduanya sambil tersenyum.

Anggara menatap sekilas padanya lalu mengangguk. Ingin sekali Anggara mengabaikannya. Namun, ini bukan momen yang pas, pikir Anggara. Perempuan itu telah membawanya ke dalam sandiwara sejak aksi terpergoknya dia dan Crystal oleh Anggun tadi.

"Mau ikan atau ayam, Mas?" tanya Crystal lagi. "Atau mau dua-duanya?"

Satu per satu dari Anggun dan anggota keluarga yang lainnya mulai melanjutkan makan mereka sambil melirik Anggara dan Crystal dengan mengulum senyum.

Di permukaan, Anggara tampak diam dan tenang seperti biasanya. Namun, dalam batin dia ingin sekali mengumpat pada Crystal dan memberi perempuan itu pelajaran.

"Mas?" ulang Crystal ketika mendapati Anggara tampak diam seribu bahasa.

Anggun berdeham. "Anggara sukanya ikan, Kak." Anggun tiba-tiba menyela di antara mereka sambil tersenyum geli.

"Kak Anggara, Anggun." Dianti menatap cucu gadisnya yang membuat gadis itu mengerucutkan bibir mungilnya.

"Itu Anggara bengong karena belum terbiasa dapat perhatian lagi dari cewek," lanjut Anggun pada Crystal tanpa memedulikan tatapan peringatan dari Dianti.

"Anggun," lirih Dianti sambil menggeleng.

"Iya, iya, Oma. Aku diam," gerutu Anggun sambil memasukkan sendok berisi makanan ke dalam mulutnya.

"Makan sendiri atau aku suapin, Mas?" Crystal berbisik pada Anggara setelah piring Anggara sudah diisi beberapa menu makanan. Sementara Anggara berharap momen ini segera berlalu lantas memberi Crystal beberapa pukulan.

"Ehem, ehem." Anggun berdeham lagi sambil menahan senyumnya. Membuat Crystal seketika menarik diri dari Anggara, kemudian mulai mengisi perutnya yang kosong dari semalam. Crystal terlihat menunduk, tersipu malu.

"Benar-benar seperti dunia milik berdua," seloroh Anggun yang memantik senyum dari anggota keluarga lainnya.

Crystal masih menunduk sembari mengulum senyum. Sementara Anggara, di bawah meja dia mengepalkan tinju sambil mengetatkan rahangnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!