Maaf Pak hari ini anak anak pulang jam berapa ya? Apa ada pelajaran tambahan atau tidak?
Itulah yang Revia ketikkan kepada wali kelas putranya yang bernama Zayn Saputra.
" Chat pak Zayn lagi?" Tanya Sonia sahabat sekaligus sekretaris Revia.
" Hmm." Gumam Revia.
" Kamu itu terlalu sibuk memimpin perusahaan ini, sampai sampai jadwal sekolah anak kamu sendiri saja kamu tidak tahu Re." Ujar Sonia duduk di sofa yang ada di ruangan Revia.
" Maklumlah San, aku single parent yang harus melakukan apa apa sendiri. Memikirkan pekerjaan saja sudah pusing, di tambah lagi mengurus Arvian. Kadang aku lupa jadwal kesehariannya karena terlalu banyak hal yang harus aku ingat." Sahut Revia.
" Makanya menikah Re. Biar ada yang membantu kamu memimpin perusahaan ini." Ujar Sonia.
" Nggak kepikiran ke sana San, kalau aku bisa sendiri ngapain aku punya pasangan. Lagian semua laki laki sama saja, sama sama kurang bersyukur dan sama sama tidak bisa mencintai satu wanita." Sahut Revia.
Revia Anggara seorang janda muda berusia dua puluh lima tahun yang di tinggalkan sang suami karena tergoda dengan wanita lain di saat perusahaannya di ambang kebangkrutan. Hal itu membuat Revia trauma dengan yang namanya pernikahan. Beruntung Revia bisa memulihkan kondisi perusahaannya hingga kini perusahaannya menjadi perusahaan terbesar nomer satu di negara ini.
Banyak pria yang ingin menjadikan Revia sebagai istrinya, namun Revia selalu menolaknya karena ia merasa tidak membutuhkan yang namanya sosok suami.
Revia membesarkan Arvian sang putra tercinta sendirian, tanpa adanya bantuan dari seorang babby sister sekalipun. Ia menjadi wanita tangguh selama hampir tujuh tahun ini dengan menjadi seorang mahasiswa dan ibu sekaligus saat itu hingga ia berhasil mendapat gelar S2nya. Ia meluapkan semua kasih sayangnya kepada sang putra tercinta hingga Arvian tumbuh menjadi anak yang cerdas.
" Re." Sonia mengguncang bahu Revia membuat Revia sadar dari lamunannya.
" Maaf jika ucapanku membuatmu sedih begini." Ucap Sonia merasa bersalah.
"Its ok. Tidak perlu merasa bersalah seperti itu. Aku baik baik saja." Sahut Revia.
" Ya sudah cepat selesaikan pekerjaannya, aku harus segera menjemput Arvi." Sambung Revia.
Ting...
Ponsel Revia berdenting tanda pesan masuk. Ia segera membukanya karena itu pesan dari Zayn.
Anak anak pulang jam sepuluh Bu
Revia menatap jam yang ada di layar ponselnya yang menunjukkan pukul sembilan lebih empat puluh menit. Itu artinya kepulangan putranya dua puluh menit lagi.
Baik Pak terima kasih
Revia mengetikkan balasan untuk Zayn. Tak lama ia mendapatkan balasan dari Zayn.
Sama sama
Revia segera melanjutkan pekerjaannya.
Jam sepuluh kurang lima menit, Revia keluar dari kantornya. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju sekolah Arvian yang lumayan jauh dari sana.
Sampai di sekolah, Arvian nampak duduk di pos satpam menunggunya bersama wali kelasnya. Revia segera turun dari mobil menghampiri mereka berdua.
" Pagi menjelang siang Pak." Sapa Revia menatap Zayn. Pria tampan berusia dua puluh delapan tahun namun belum ada niatan untuk menikah.
" Siang Bu." Sahut Zayn menatap Revia dengan jantung yang berdebar debar.
" Ayo sayang kita pulang!" Ajak Revia.
" Mom Arvi mau jalan jalan ke mall, tapi Arvi ingin mengajak pak guru." Ucap Arvian.
Revia menatap Zayn begitupun sebaliknya.
" I'm sorry sayang, Mommy tidak bisa. Hari ini jadwal Mommy padat sekali. Lain kali saja ya kita jalan sama aunti Sonia." Ujar Revia.
" Tidak mau, Arvi maunya sekarang Mom." Rengek Arvian seperti anak kecil pada umumnya.
Bukan tanpa alasan Revia menolaknya, ia tidak nyaman jika harus berjalan bersama Zayn yang notabene nya bukan siapa siapa.
" Sayang, pak guru juga nampak sibuk. Mungkin pak guru tidak bisa ikut dengan kita, bukan begitu pak guru?" Tanya Revia menatap Zayn.
" Iya Arvi, pak guru ada...
" Pak guru bohong, tadi bilangnya tidak sibuk. Pak guru jadwalnya pulang kan jam segini. Arvi ingin sekali kali jalan sama pak guru dan mommy." Sahut Arvi.
" Mau ya Mom? Please Arvi mohon!" Arvian menarik narik tangan Revia sambil menampilkan wajah puppy eyesnya. Kalau sudah seperti ini, Revia tidak bisa menolaknya.
Revia menghela nafasnya dalam dalam.
" Baiklah kita jalan." Sahut Revia.
" Tapi tanyakan dulu sama pak guru, apa pak guru bisa ikut atau tidak." Sambung Revia.
" Pak guru bisa ikut kan? Arvi mohon, please!" Arvian menatap Zayn.
" Kalau mommymu tidak keberatan, Pak guru akan menemani kalian." Sahut Zayn.
" Gimana Mom?" Tanya Arvi menatap Revia dengan memelas.
" Baiklah ikut saja." Sahut Revia.
" Yeiii." Sorak Arvian.
Arvian menggandeng tangan Revia dan Zayn seperti anak lain menggandeng orang tuanya. Revia menggelengkan kepala sambil tersenyum melihatnya. Zayn yang melihat senyuman itu, mendadak merasakan keteduhan di dalam hatinya.
" Ya Tuhan senyumannya begitu meneduhkan hati. Andai saja aku punya kesempatan untuk melihat senyumannya setiap hari, pasti aku sangat bahagia." Batin Zayn.
Sampai di depan mobil Revia.
" Pak guru depan." Revia memberikan kunci mobilnya kepada Zayn.
" Baiklah." Sahut Zayn.
Zayn duduk di kursi kemudi, sedangkan Revia duduk di sampingnya. Berbeda dengan Arvian, ia memilih duduk di kursi belakang.
Zayn melajukan mobilnya menuju mall ternama di kota itu. Entah apa yang Arvian cari di sana, keduanya hanya menuruti kemauan Arvian saja agar Arvian bahagia.
Sampai di mall xx, mereka bertiga segera turun dari mobil. Arvian membawa mereka ke wahana permainan untuk bermain sesuatu di sana.
" Pak guru ayo kita bermain bola basket!" Ajak Arvian.
" Oke siapa takut, Pak guru ingin tahu bagaimana permainanmu. Kalau bagus besok pak guru ikutkan lomba." Ucap Zayn.
" Oke." Sahut Arvian.
Arvian dan Zayn bermain memasukkan bola basket ke dalam ring. Sedangkan Revia duduk di kursi yang ada pojokan sambil memainkan ponselnya.
" Mom, Arvi haus." Teriak Arvian.
" Akan Mommy belikan." Ujar Revia.
Revia pergi membeli makanan ringan dan air mineral. Setelah mendapatkan apa yang ia cari, ia kembali menghampiri keduanya yang nampak sedang asyik bermain.
" Sayang ini minumnya." Ucap Revia memberikan sebotol air mineral yang sudah ia buka kepada Arvian.
" Ini untuk Bapak." Revia juga memberikan barang yang sama kepada Zayn.
" Terima kasih." Ucap Zayn di balas anggukkan kepala oleh Revia.
Revia membantu Arvian minum, sambil mengusap keringat yang menetes di kening Arvian.
" Anak Mommy sampai keringetan begini, memangnya mainnya menguras tenaga ya?" Ujar Revia.
" Iya Mom, kata pak guru kalau kita keluar keringat itu tandanya kita sehat." Sahut Arvian.
" Iya kamu benar, pintar sekali anak Mommy." Revia mengecup pipi putranya.
Entah mengapa semua itu terlihat indah di mata Zayn. Ia merasa kagum dengan Revia yang mampu membesarkan dan mendidik anak sendirian.
" Ayo Pak kita main lagi!" Ajak Arvian.
" No." Ucap Revia.
" Sekarang saatnya makan siang, Mommy juga harus kembali ke kantor karena peker... "
" Pekerjaan lagi, Mommy selalu begitu. Selalu pekerjaan pekerjaan dan pekerjaan yang mommy pikirkan. Mommy.. "
" Stop it Arvi!" Ucap Revia dengan nada tinggi. Ia paling tidak suka jika putranya memotong pembicaraan.
" I'm sorry Mom." Ucap Arvian menundukkan kepalanya.
" Mommy maafkan, tapi lain kali jangan kamu ulangi lagi. Tidak sopan memotong pembicaraan orang. Apa kamu mengerti?" Revia menatap Arvian.
" Yes Mom." Sahut Arvian.
" Kalau begitu ayo kita cari makan!" Ajak Revia. Arvian menganggukkan kepalanya.
Arvian berjalan sambil menggandeng tangan Zayn tanpa menggandeng Revia. Revia hanya bisa menghela nafasnya saja, ia tahu jika Arvian sedang kesal dengannya.
Sampai di resto yang ada di mall itu, mereka segera memesan makanan sesuai selera mereka. Setelah makanan datang, mereka mulai memakannya dengan khidmat.
" Sini sayang Pak guru suapin." Ucap Zayn menatap Arvin yang hanya diam saja.
" Tidak perlu Pak, biarkan Arvi makan sendiri." Ucap Revia.
" Maaf Bu, bukannya saya mau ikut campur. Tapi untuk anak seusia Arvi tidak boleh mendidiknya untuk terlalu mandiri. Di usianya sekarang ini dia masih membutuhkan kasih sayang untuk bermanja manja dengan orang orang di sekitarnya. Jangan didik dia untuk menjadi pribadi yang tidak membutuhkan orang lain. Atau dia akan kesusahan saat dia dewasa nanti. Dan kesempatan untuk menyalurkan kasih sayang terbesar adalah saat anak anak makan." Ujar Zayn.
Revia menatap Arvian, benar kata Zayn. Selama ini ia memang menyayangi Arvian tapi ia juga mendidiknya mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.
" Baiklah lakukan saja." Sahut Revia pada akhirnya.
Arvian nampak senang mendengar ucapan ibunya.
" Pak guru ayo suapi Arvi, selama ini Arvi selalu ingin tahu bagaimana rasanya di suapi oleh seorang ayah karena Arvi tidak punya ayah." Ucapan Arvi membuat hati Revia mencelos.
" Baiklah, sekarang anggap saja pak guru adalah ayah Arvi. Ayo buka mulutmu! Pesawat akan masuk ke dalam terowongan." Zayn menyuapi Arvi sebagaimana ia menyuapi anak berusia dua tahunan yang tidak mau makan. Arvi nampak bahagia, sesekali ia tertawa lepas bersama Zayn.
" Apakah sebegitu rindunya kamu dengan sosok ayah sayang? Maafkan mommy yang tidak bisa mempertemukanmu dengan pria brengsek itu yang sayangnya adalah papamu." Batin Revia.
TBC
Hai hai author datang dengan membawa cerita baru. Jangan lupa tetap dukung author dari awal sampai akhir seperti biasa... Tapi kali ini sedikit slow aja ya, biar kedekatan antara mereka terjalin dengan sempurna..
Terima kasih...
Miss U All...
Malam ini Revia sedang mengerjakan pekerjaannya di ruang kerjanya. Tiba tiba Arvian datang menghampirinya.
" Mom, ajari Arvi perkalian sama seni budaya. Arvi tidak paham soal perkalian ganda Mom." Ujar Arvian.
" Arvi please jangan ganggu Mommy dulu! Mommy sedang meneliti berkas untuk rapat besok pagi sayang. Nanti kalau sudah selesai, akan Mommy ajari." Ujar Revia fokus pada laptopnya.
Arvian menghela nafasnya, selalu saja seperti ini.
" Andai saja Arvi punya ayah, pasti Mommy tidak akan sesibuk ini." Gumam Arvian lesu.
Revia merasa bersalah setelah mendengar ucapan Arvian. Ia beranjak lalu mendekati Arvian.
" Sayang maafkan Mommy ya, Mommy tidak bisa menjadi mommy yang baik untukmu. Walaupun selama ini Mommy selalu berusaha menjadi ayah dan ibu yang terbaik untukmu namun pada akhirnya Mommy gagal sayang. Maafkan Mommy!" Ucap Revia mencium pipi Arvian.
" Kalau begitu lebih baik Mommy menikah lagi, dengan begitu Mommy tidak perlu capek capek cari uang. Mommy hanya mengurus Arvi dan papa saja di rumah." Ucap Arvian.
" Sayang Mommy tidak berpikir ke arah situ dulu, Mommy tidak mau merasa kehilangan lagi. Mommy harap kamu bisa memahami Mommy sayang." Ucap Revia memeluk Arvian.
" Tapi umur setiap orang berbeda beda Mom, tidak mungkin umur orang yang akan menjadi papa Arvi sama dengan umur papa kandung Arvi Mom. Jika Mommy ikhlas menerima kepergian papa, pasti Mommy tidak akan takut kehilangan lagi. Kata pak guru, dengan ikhlas kita bisa menghadapi semua kesulitan dengan mudah." Ujar Arvian.
Ya... Revia memberitahu Arvian jika ayahnya sudah tiada agar Arvian tidak lagi menanyakan identitas ayah kandungnya yang entah pergi kemana. Revia terlalu malas untuk membahasnya.
" Kau benar sayang, mommy sudah ikhlas menerima kepergian papamu tapi mommy masih takut untuk menjalin hubungan baru. Mommy terlalu takut di tinggalkan lagi." Batin Revia.
" Mommy apa boleh Arvi mengatakan sesuatu?" Tanya Arvian menatap Revia.
" Tentu sayang, apapun untukmu." Sahut Revia.
" Arvi ingin pak guru yang menjadi papa Arvi."
Deg....
Jantung Revia berdetak dengan kencang.
" Pak guru baik Mommy, dia sangat menyayangi Arvi di banding dengan murid lainnya, dia juga sangat tampan. Kalau Arvi lihat lihat, pak guru sangat cocok dengan Mommy." Ujar Arvian.
" Stt.... Jangan katakan ini pada orang lain sayang, atau mereka akan menghujat Mommy. Sekarang belajarlah sendiri dulu! Mommy akan menyelesaikan pekerjaan Mommy dulu." Ucap Revia.
" Apa Arvi boleh menelepon pak guru Mom? Arvi mau meminta pak guru untuk mengajari Arvi." Ujar Arvi.
Revia nampak berpikir.
" Baiklah Mommy tanya pak guru dulu ya, barang kali pak guru juga sibuk seperti Mommy." Ujar Revia.
" Baik Mom." Sahut Arvian.
Revia mengambil ponsel di atas meja , ia segera mengirimkan pesan kepada Zayn.
Di lain tempat saat ini Zayn sedang duduk bersandar pada headboard. Pikirannya melayang entah kemana, bayangan senyuman Revia terus terngiang di dalam pikirannya.
" Shh.. Kenapa aku malah kepikiran sama mommynya Arvi sih. Ya Tuhan... Hilangkan pikiranku tentangnya. Aku tidak boleh memikirkan dia. Sadarlah Zayn siapa kamu dan siapa dia. Kami sangat jauh berbeda, dia bagaikan bulan di atas langit sedangkan aku bagaikan bumi yang tidak akan pernah bisa sejajar dengannya." Monolog Zayn.
Ting...
Ponsel Zayn berdenting tanda pesan masuk. Ia segera membukanya, senyuman mengembang di sudut bibir Zayn saat melihat kontak Revia.
Maaf pak, Arvi mau telepon. Apakah bapak ada waktu?
Zayn segera mengetikkan balasan kepada Revia.
Tentu Bu
Tak lama ponselnya bergetar tanda panggilan video masuk dari Revia, ia segera menerimanya. Nampak wajah cantik Revia di depan kamera. Zayn tersenyum ke arahnya.
" Selamat malam Pak, maaf mengganggu waktu Bapak." Ucap Revia di sebrang sana.
" Tidak apa apa Bu, kebetulan saya lagi senggang. Apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya Zayn.
" Arvi mengalami kesulitan dalam belajar Pak, dan seperti biasa saya sedang sibuk dan tidak bisa membantu belajarnya. Bisakah Bapak membantunya?" Revia bertanya lagi.
" Tentu saja bisa Bu." Sahut Zayn.
" Terima kasih Pak." Ucap Revia.
" Sayang ini pak guru mau mengajari kamu, cepat selesaikan pekerjaan rumahmu lalu pergi tidur. Mommy akan menyusul setelah pekerjaan Mommy selesai." Ucap Revia memberikan ponselnya pada Arvian.
" Oke Mom." Sahut Arvian keluar dari ruang kerja Revia.
Arvian masuk ke dalam kamarnya. Ia duduk di meja belajarnya lalu meletakkan ponselnya di depannya.
" Materi apa yang membuatmu kesusahan Arvi?" Tanya Zayn.
" Perkalian ganda pak guru." Sahut Arvian.
" Baiklah,Pak guru akan menjelaskannya. Simak dengan baik ya." Ujar Zayn.
Arvian nampak mendengarkan penjelasan dari Zayn.
Satu jam kemudian, Revia masuk ke dalam kamarnya. Ia menggelengkan kepalanya saat melihat Arvian tertidur sambil duduk di meja belajarnya. Ia mendekati Arvian lalu menatap ponsel yang masih menyala. Ternyata panggilan video sedang berlangsung.
" Maaf Pak, Arvi malah tertidur. Dia benar benar merepotkan Bapak." Ucap Revia.
" Tidak apa apa Bu, silahkan di pindahkan dulu Arvi ke ranjang. Takutnya nanti badannya malah pegel pegel semua." Ujar Zayn.
"Iya Pak, jangan di tutup dulu ada yang ingin saya sampaikan pada Bapak." Ujar Revia.
" Baik Bu, saya akan menunggu." Sahut Zayn.
Revia menggendong Arvian menuju ranjangnya. Ia merebahkan Arvian di atas ranjang lalu menyelimutinya sebatas dada. Tak lupa ia mencium kening putranya.
Revia duduk di meja belajar Arvian meneruskan panggilan videonya kepada Zayn.
" Begini Pak, kalau saya meminta Bapak untuk menjadi guru les privat Arvi gimana? Apa Bapak punya waktu? Berapapun bayarannya saya siap untuk membayarnya." Ujar Revia menatap Zayn melalui kamera ponselnya.
Zayn tersenyum lebar, hatinya merasa berbunga mendengar ucapan Revia. Jangankan di bayar, suka suka saja pasti Zayn akan melakukannya, pikir Zayn.
" Bagaimana Pak?" Tanya Revia saat melihat Zayn hanya diam saja.
" Iya boleh, mau setiap hari atau seminggu sekali, atau bagaimana?" Tanya Zayn.
" Seminggu tiga kali Pak, setiap hari senin, rabu dan sabtu. Soalnya biasanya di hari hari itu saya sedang sibuk sibuknya." Ucap Revia.
" Hari Sabtu juga sibuk Bu?" Tanya Zayn.
" Iya Pak, karena biasanya di hari Sabtu saya melakukan sweeping bersama karyawan saya." Sahut Revia.
" Pantas saja tidak ada waktu untuk anaknya, ternyata pekerjaannya sangat menyita waktunya." Batin Zayn.
" Baiklah Bu saya bisa." Sahut Zayn.
" Bapak tinggal datang ke rumah aja, sekitar jam empat sore nanti sampai sebelum maghrib ya Pak." Ujar Revia.
" Baik Bu, kebetulan juga rumah saya tidak terlalu jauh dari rumah Ibu. Mau mulai kapan lesnya?" Tanya Zayn memastikan.
" Besok juga nggak apa apa Pak." Sahut Revia.
" Baiklah kalau begitu, besok jam empat sore saya akan ke sana." Sahut Zayn.
" Terima kasih atas bantuannya Pak, saya sengaja memilih Bapak sebagai guru les Arvi karena Arvi tidak nyaman bersama orang lain. Sekali lagi maaf merepotkan dan terima kasih." Ucap Revia.
" Sama sama Bu, selamat malam." Ucap Zayn.
" Malam." Sahut Revia mematikan sambungan teleponnya.
" Ternyata alam menginginkan kita dekat, di saat aku ingin menjauh justru alam mendekatkan kita berdua. Semoga ini jalan Tuhan menyatukan kita." Batin Zayn tersenyum senang.
TBC....
Jodoh nggak nih kira kira ya? Jangan lupa tekan like, koment vote dan hadiahnya biar author makin semangat.
Hari telah berganti, jam empat sore Zayn datang ke rumah Revia.
Ting Tong..
Zayn memencet tombol bel yang ada di samping pintu. Tak lama seorang wanita paruh baya membukanya.
" Den Zayn ya, pak gurunya den Arvi?" Tanyanya.
" Iya Bu, apa Arvinya ada di rumah?" Tanya Zayn sopan.
" Ada Den, silahkan masuk!" Ucap bi Asih, art yang di pekerjakan oleh Revia beberapa hari lalu.
Zayn masuk ke dalam, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru rumah. Rumah mewah, ruang tamu yang luas dan tiang penyangga yang besar besar berwarna gold membuat rumah ini semakin mewah.
" Silahkan duduk dulu Den! Bibi akan membuatkan Aden minuman." Ujar bi Asih.
" Terima kasih Bi." Sahut Zayn duduk di sofa ruang tamu.
Tak lama bi Asih membawa secangkir kopi dengan satu toples kue di tangannya.
" Silahkan Den di nikmati dulu, saya akan panggilkan Den Arvi."
Bi Asih meninggalkan Zayn sendirian, ia memanggil Arvi di kamarnya. Arvi nampak senang mendengar Zayn datang. Ia berlari menuruni anak tangga menghampiri Zayn yang sedang menyeruput kopinya.
" Sore Pak guru." Sapa Arvi duduk di sofa sebrang.
" Sore sayang, sudah siap untuk belajar?" Tanya Zayn menatap Arvi.
" Sudah donk Pak." Sahut Arvi penuh semangat.
" Mau belajar apa hari ini?" Zayn bertanya lagi.
" Mau belajar kesenian Pak, ayo kita ke ruang belajar!" Ajak Arvi menggandeng tangan Zayn menuju ruang belajarnya.
Ceklek...
Arvi masuk ke dalam di ikuti Zayn dari belakang. Nampak ruangan belajar yang sangat rapi, buku buku tertara rapi di tempatnya dan meja belajar yang lumayan besar serta dekorasi dinding yang nampak seperti alam terbuka membuat suasana nampak tenang. Siapapun akan betah belajar di sini.
" Sayang ini ruang belajarmu atau mommymu? Kelihatannya semalam kamu belajar di dalam kamar." Ujar Zayn.
" Ini ruang belajar Arvi Pak, semalam mommy meminta Arvi belajar di kamar jadi kalau Arvi mengantuk biar bisa langsung tidur." Sahut Arvi.
" Oh." Gumam Zayn.
" Ya sudah, ayo kita mulai belajarnya." Ucap Zayn.
Zayn mulai mengajar Arvian sama seperti saat di sekolah, bedanya jika di sini Zayn mengajarnya di selingi candaan. Arvi nampak sangat senang karena ada yang menemani belajar seseru ini.
" Arvi, dimana mommy kamu?" Tanya Zayn menatap Arvi.
" Mommy belum pulang kerja Pak, paling sebentar lagi." Sahut Arvi.
" Memangnya setiap hari begini? Arvi tinggal bersama art saja di rumah?" Entah kenapa Zayn semakin penasaran dengan kehidupan Revia.
" Tidak Pak, bi Asih baru kemarin kerja di sini. Biasanya sepulang sekolah Arvi ikut mommy ke kantor, terus nanti pulangnya sore atau malam hari." Ujar Arvi.
" Kasihan sekali anak sekecil ini di bawa bekerja di kantoran. Tidak kebayang betapa bosannya Arvi di sana." Batin Zayn.
" Ya sudah sekarang ayo lanjut belajar lagi." Ujar Zayn.
" Siap Pak guru." Sahut Arvi.
Hampir jam setengah enam, Revia belum juga pulang. Arvi tidak mau di tinggal oleh Zayn membuat Zayn bingung.
" Pak guru jangan pulang dulu! Tunggu mommy pulang baru Pak guru pulang." Ucap Arvi memegangi lengan Zayn.
" Tapi ini sudah sore Arvi, Pak guru harus pulang sekarang. Kalau pak guru tidak pulang, nanti mommy kamu akan marah." Ujar Zayn.
" Tidak mau, pokoknya Pak guru harus menemani Arvi sampai mommy pulang." Ucap Arvi kukuh.
Zayn menatap bi Asih di balas anggukkan kepala olehnya.
" Baiklah Pak guru akan menemani Arvi sampai mommy kamu pulang." Ucap Zayn duduk di sofa ruang tamu sambil menunggu Revia.
Di dalam ruangan Revia di kantornya, ia nampak terkejut saat mendengar adzan maghrib.
" Ya Tuhan ternyata sudah maghrib. Arvi pasti takut kalau di kamar sendirian. Oh ya, Pak Zayn sudah pulang belum ya? Mending aku telepon deh. Begini nih kalau tidak Sonia, semua pekerjaan harus aku yang menghandle sendiri sampai tidak ada yang mengingatkan waktu." Gerutu Revia menutup laptopnya.
Revia mengambil ponselnya, ia segera menelepon Zayn. Telepon tersambung, tinggal menunggu Zayn mengangkatnya. Tak lama terdengar suara Zayn dari ponselnya.
" Halo Bu."
" Halo Pak, apa Bapak masih di rumah saya?" Tanya Revia.
" Iya Bu masih, Arvi tidak mau saya tinggal. Dia meminta saya menunggu ibu pulang." Ujar Zayn.
" Iya Pak nggak apa apa, tolong jaga Arvi! Saya akan segera pulang." Ujar Revia.
" Baik Bu." Sahut Zayn mematikan sambungan teleponnya.
Detak jantung Zayn berdebar kencang, itu sebabnya ia segera mematikan teleponnya.
" Ya Tuhan jantung ini... Apa aku benar benar terpesona dengan mommynya Arvi? Apa perasaan ini sudah tepat? Apakah perasaan ini tidak salah? Ya Tuhan... Jika memang dia jodohku, maka dekatkanlah. Tapi jika bukan jodohku, maka hilangkanlah perasaan ini! Aku tidak mau tersiksa karena menyimpan perasaan yang tidak seharusnya aku miliki." Batin Zayn.
" Pak guru, apa itu mommy?" Tanya Arvi menatap Zayn.
" Iya sayang, mommymu bilang dia akan segera pulang. Kita di minta untuk menunggu sebentar." Sahut Zayn di balas anggukkan kepala oleh Arvi.
" Mending kita sholat maghrib dulu, tunjukkan pada pak guru dimana pak guru bisa sholat?" Ujar Zayn.
" Arvi tidak tahu, selama ini Arvi tidak pernah melihat mommy sholat." Jawaban Arvi membuat Zayn terkejut.
" Kenapa mommy tidak sholat?" Tanya Zayn.
" Mommy tidak ada waktu, waktu mommy habis untuk bekerja Pak guru." Sahut Arvi.
" Astaghfirullahal'adzim."
" Kalau begitu ayo kita sholat di ruang belajarmu saja! Pak guru akan jadi imam dan kamu jadi makmum. Kita praktekkan pelajaran yang kita ajari di sekolah." Ujar Zayn.
" Baik Pak." Sahut Arvi.
Keduanya menuju ruang belajar Arvi, mereka mengambil air wudhu di kamar mandi yang ada di sana. Setelah itu mereka sholat maghrib berjama'ah.
Revia yang baru saja pulang langsung menuju ruang belajar Arvi setelah menanyakan keberadaan Arvi kepada bi Asih.
Ceklek...
Revia termangu melihat Arvi dan Zayn yang sedang sholat. Arvi mengikuti setiap gerakan Zayn dengan benar. Hati Revia merasa tersentuh melihat semua itu.
" Tanpa aku sadari, aku terlalu jauh darimu ya Tuhan. Selama ini aku lupa menyembahmu karena terlalu sibuk dengan pekerjaanku." Gumam Revia.
Tanpa Revia sadari, Zayn dan Arvi sudah selesai melaksanakan sholatnya. Keduanya menghampiri Revia yang nampak termenung.
" Mommy sudah pulang." Ucap Arvi mengguncang lengan Revia membuatnya tersadar dari lamunannya.
" Ah iya sayang." Sahut Revia.
Zayn menatap Revia begitupun sebaliknya.
" Apa ibu sudah sholat?" Tanya Zayn sengaja ingin tahu.
" Ah saya sedang tidak sholat Pak." Sahut Revia.
" Sesibuk apapun ibu dalam pekerjaan, ibu tetap tidak boleh meninggalkan sholat, karena sholat itu kewajiban. Dosa hukumnya jika ibu tinggalkan begitu saja. Harta tidak akan di bawa mati tapi iman, bisa menyelamatkan kita di akhirat nanti." Ucap Zayn menohok hati Revia.
" Terima kasih sudah mengingatkan saya, tapi saya harap jangan melebihi batasan anda Pak Zayn." Ucap Revia.
" Baiklah maafkan saya, sebagai sesama saya hanya mencoba mengingatkan saja. Karena di sini yang rugi anda sendiri bukan saya." Ucap Zayn.
" Sudah sudah, mommy sama Pak guru jangan bertengkar lagi. Arvi lapar mau makan, ayo kita makan malam bersama." Ajak Arvi menarik tangan Revia dan Zayn membuat keduanya mengikuti Arvi.
Sampai di meja makan, lagi lagi Arvi nampak bermanja manja dengan Zayn. Ia meminta Zayn untuk menyuapinya, walaupun Revia sudah berusaha melarangnya namun ia tetap kalah dari putra tercintanya.
Revia menatap Arvi yang nampak senang di suapin oleh Zayn. Ia jadi merasa bersalah karena telah memisahkan Arvi dari ayah kandungnya.
" Mommy, Arvi punya satu permintaan pada Mommy." Ucap Arvi sambil mengunyah makanan di mulutnya.
" Telan dulu makanannya baru bicara sayang." Ucap Zayn.
" Katakan apa keinginanmu sayang!" Ucap Revia menatap Arvi.
" Tapi Mommy janji harus mengabulkan permintaan Arvi yang satu ini." Ucap Arvi.
" Mommy janji tapi tidak untuk yang satu itu." Ucap Revia yang sangat di pahami oleh Arvi.
" Bukan itu Mommy, tapi Arvi ingin.."
Ingin apa ya? Jangan lupa tekan like koment vote dan hadiahnya yang banyak. Karena di akhir bab nanti author pilih tiga pendukung terbanyak yang akan memenangkan pulsa sebesar dua puluh ribu rupiah.
Terima kasih...
Miss U All...
TBC....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!