NovelToon NovelToon

Jiwa Yang Berbeda

Wanita Tangguh

Episode Satu (1)

Pranggggggg

Aaaaaaaaa!!!

Terdengar suara pecahan benda dan suara jeritan seorang wanita dari luar kamar Denisa hingga membuatnya terkejut hingga ia tak sadar telah melemparkan ponselnya yang tadi ia pegang.

" Ibu!" tanpa pikir panjang Denisa langsung berlarian keluar kamar nya untuk menghampiri sang ibu.

Namun langkahnya ia urungkan karena untuk yang kesekian kalinya ia menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya terjadi kembali.

" Ampun Mas arghhhh!" Denisa memalingkan wajahnya ketika sang ibu di dorong lalu di jambak rambutnya oleh sang ayah dengan sangat br*tal.

Bukan untuk yang pertama kali Denisa menyaksikan itu, hanya saja Denisa selalu tak sanggup saat melihat ibunya di si*sa tanpa ampun oleh sang ayah.

" Sudah kubilang, aku tidak suka masakan ini ini saja setiap harinya, kenapa kau tidak masak menu lainnya?" be*tak Doni ayah dari Denisa.

" Ampun Mas, aku tidak bisa menuruti keinginan mu. Uang simpanan kita untuk sebulan tidak cukup untuk membeli makanan yang mewah seperti yang kau mau. Mas kan tau sendiri aku cuma sebagai karyawan biasa dan gaji bulanan ku pun tentunya sedikit, tidak bisa untuk bermawah-mewah seperti dulu lagi," ungkap Lita yang tak lain adalah ibu dari Denisa.

" Arghhhh melawan saja bisanya." Doni kembali mendorong tubuh Lita dengan kencang hingga keningnya mengenai ujung meja hingga terluka dan berdarah.

" Ibu!" Terik Denisa, lantas ia pun menghambur memeluk sang ibu.

" Dasar wanita tidak berguna, menangis saja bisanya." Setelah mengatakan itu, Doni lantas meninggalkan ibu dan anak yang menangis pilu sambil berpelukan satu sama lain tersebut.

" Ibu tidak apa-apa kan? hiks hiks," tanya Denisa sambil memeriksa tubuh sang ibu kalau-kalau ada luka serius karena perlakuan sang ayah.

Lita lantas menggeleng. Air matanya tak henti-hentinya mengalir, sudah belasan tahun ia menerima siksaan demi siksaan dari suaminya yang memang sering bersifat tempramental terhadapnya tanpa tahu masalahnya apa.

Terkadang ia sering di salahkan hanya karena masalah sepele. Namun Lita memilih bertahan karena prinsip hidupnya yang menikah hanya sekali seumur hidup.

Aneh memang, tapi itulah Lita. Sebenarnya ia juga tak mau Denisa hidup tanpa kasih sayang seorang ayah.

Tiba-tiba Denisa langsung menghambur memeluk sang ibu yang masih terduduk di lantai.

" Ibu hiks hiks sampai kapan ibu bertahan seperti ini? Denisa tidak apa-apa kok jika Denisa tidak punya ayah, Denisa juga sudah dewasa Bu," kata Denisa yang menangis di dalam pelukan Lita.

" Ibu tidak apa-apa Nisa, ibu akan lakukan apa saja untuk kamu termasuk bertahan dengan ayah mu. Ibu juga tidak ingin meninggalkan kalian," ucap Lita sambil membalas pelukan sang anak.

" Tapi Nisa tak tahan melihat ibu disakiti terus menerus sama ayah, Nisa lebih menderita jika melihat ibu menderita seperti ini."

Lita menangkup wajah anaknya itu lalu menatapnya dengan tatapan sendu.

" Dengarkan ini Nak, ibu tidak apa-apa. Ibu akan terus bertahan selama ini masih hidup. Yang terpenting sekarang adalah kebahagiaan kamu, kamu jangan memikirkan ibu!"

Denisa pin terpaksa mengangguk, meskipun dalam hatinya masih tak terima atas perlakuan ayahnya selama ini terhadap ibunya.

Lita tersenyum senang karena akhirnya Denisa mau mendengarkannya.

" Ya sudah ibu mau membereskan kekacauan ini dulu," ucap Lita sembari menghapus sisa air matanya.

" Perlu Nisa bantu Bu?"

" Tidak usah, kamu kan mau berangkat kuliah, berangkat saja ibu bisa sendiri kok," ujarnya sambil memulai pekerjaannya.

" Baiklah, Nisa siap-siap dulu ya Bu." Nisa pun pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap. Tak lama berselang, Nisa sudah siap dengan auofit yang biasa ia pakai.

" Bu Nisa berangkat ya," kata Denisa sambil menyalami tangan ibunya dan menciumnya dengan takzim.

" Sebentar Nak!" kata Lita. Denisa yang sudah berada di pintu depan pun terpaksa menghentikan langkahnya dan menoleh pada Lita.

" Iya ada apa Bu?"

" Kamu lupa ya bawa bekal?." Lita pun memberikan sebuah kotak makan kepada Denisa.

" Oh iya, hampir saja kelupaan," ucapnya sambil menerima kotak makan tersebut dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya.

" Ya sudah bisa berangkat ya Bu." Untuk yang kedua kalinya Denisa menyalami tangan ibunya dan menciumnya lalu setelah itu barulah Denisa benar-benar pergi.

Namun bukannya ke kampus, Denisa malah berniat akan pergi ke tempat lain. Ia berbohong dengan mengatakan bahwa ia akan pergi ke kampus, sebab Denisa tak ada jadwal kuliah pagi hari ini. Dia hanya beralaskan saja agar ibunya tidak curiga dan khawatir bahwa sebenarnya ia ingin menemui ayahnya di tempat di mana biasanya ayahnya berkumpul bersama teman-temannya.

Brakkkk

Suara dobrakan pintu dimana tempat karaoke itu di tendang dengan keras oleh Denisa.

Sontak saja para pengunjung dan para pemandu karaoke terkejut dan menoleh secara bersamaan pada orang yang telah lancang mengganggu kesenangan mereka. Termasuk Doni yang sedang asyik minum ditemani oleh beberapa para wanita pemandu karaoke.

Denisa semakin di buat geram karena melihat sang ayah yang nampak bersenang-senang dan sama sekali tidak merasa bersalah atas apa yang baru saja ia lakukan terhadap ibunya.

Denisa yang memang mempunyai seni bela diri yang cukup tinggi tersebut tanpa takut menghampiri kerumunan para preman itu seorang diri.

Denisa juga meraih sebuah botol minuman keras yang terbuat dari kaca, dan tanpa takut sedikitpun Denisa melawan para anak buah ayahnya satu persatu hingga mereka semua di buat tumbang oleh Denisa.

Meskipun Denisa memiliki bobot tubuh yang lumayan gemuk, namun itu tidak menjadi penghalang untuk dia bisa belajar seni bela diri tersebut.

Denisa menekuni seni bela diri tersebut semenjak dia masih duduk di bangku SMA hingga saat ini ketika dia sudah kuliah.

Jadi tak khayal jika seni bela dirinya semakin fasyheh dan berpengalaman.

Kini giliran ayahnya sendiri yang ingin ia beri pelajaran. Denisa sudah berdiri tepat di depan Doni yang masih nampak santai dengan beberapa wanitanya sambil menenggak minuman keras.

Denisa meraih sebuah botol kaca lalu memainkan botol tersebut sambil membelainya dengan tersenyum sinis.

Denisa memang sengaja tidak melawan atau membela ibunya saat ayahnya tadi memukuli ibunya di rumah. Sebab itu adalah larangan dari sang ibu sendiri yang memang tidak membolehkan nya untuk melawan sang ayah apalagi saling menyakiti satu sama lain. Dan ini juga kali pertamanya Denisa melawan karena memang sudah terlalu geram dengan tingkah sang ayah yang semakin hari semakin tak terkendali.

" Apa yang kau inginkan anak kecil?" tanya Doni dengan santainya.

" Tidak banyak. Aku ingin kau jauhi ibu sekarang juga!" ucapnya dengan menatap tajam pada Doni.

Doni tersenyum mengejek mendengar permintaan Denisa, seakan permintaan tersebut hanyalah sebuah lelucon untuknya.

" Apa kau serius? kau tidak takut akan membuat ibumu semakin terluka dan akhirnya gila," ucap Doni dengan tertawa puas yang diikuti yang lainnya.

Ruangan remang-remang itu ramai dengan gelak tawa mereka yang ikut merendahkan ibunya. Denisa semakin di buat geram, dan tanpa aba-aba Denisa langsung menendang Doni hingga terjerembab ke lantai dengan hidung yang berlumuran darah.

" Sial. Kau berani melawan ku, apa kau tidak takut durhaka HAH?" teriak Doni sambil mengusap darah yang keluar dari hidungnya tersebut.

" Aku tidak akan pernah takut dosa karena telah melawan ayah yang jahat seperti mu," ucapnya sambil tersenyum licik.

" Kurang a*ar kau." Doni yang tersulut emosi langsung menyerang Denisa. Dan terjadilah perkelahian satu lawan satu antara ayah dan anak.

Namun tak berselang lama, dari luar terdengar suara sirine mobil polisi, dan membuat mereka semua lari kocar-kacir menyelamatkan diri masing-masing, termasuk Denisa dan Doni.

Peristiwa Naas

Episode dua (2)

Setelah berlari beberapa mil, akhirnya Denisa lolos dari kejaran para polisi.

Denisa mengatur nafasnya yang belum beraturan karena berlari begitu jauh.

Terasa melelahkan bagi Denisa dengan berat badan yang tak seperti kebanyakan gadis pada umumnya, namun itu tak membuatnya ingin menguruskan badannya. Ia lebih merasa nyaman dengan berat badannya yang sekarang.

Saat masih mengatur nafasnya, tiba-tiba Denisa melihat seseorang yang dia merasa mengenalnya. Denisa pun mempertajam penglihatannya untuk mengetahui siapa pria yang sedang menggandeng seorang wanita cantik yang dikeliling oleh beberapa pria berbadan besar, dan mungkin itu adalah bodyguard nya, pikir Denisa.

( Tetapi siapa mereka hingga harus di kawal seperti itu?) pikirnya dalam hati.

Namun ketika Denisa lebih memperjelas penglihatannya, Denisa pun merasa syok dengan apa yang baru saja ia lihat. Dia merasa tak percaya setelah sekian lama akhirnya ia bisa melihat kembali orang yang selama ini ia kagumi, bahkan kali ini melihatnya secara langsung.

Namun hatinya seakan menyangkal bahwa itu adalah orang yang selama ini ia tunggu kehadirannya.

" Apa mungkin itu dia?" pikirannya bermonolog sendiri.

" Tapi siapa wanita yang bersamanya, apa mungkin itu pacarnya?" Denisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Namun sepersekian detik kemudian ia kembali menyangkal pemikirannya sendiri.

" Akh mana mungkin dia ada di sini. Please Denisa, jangan berhalusinasi terus. Nanti kamu terjatuh dan akan sakit," ucapnya menasehati diri sendiri.

Denisa pun tak memperdulikan lagi apa yang baru saja ia lihat. Ia menganggap itu hanya halusinasinya semata saja.

Denisa pun meninggalkan tempat tersebut dan memilih untuk pulang saja, karena hari pun sudah mulai sore. Ia takut ibunya akan khawatir jika ia pulang terlambat.

*************

Menjelang malam, seperti biasanya. Denisa melakukan aktivitas seperti biasa ia lakukan. Setelah sholat, Denisa pun duduk di meja belajar untuk mengerjakan tugas kuliahnya, dan terkadang hanya belajar saja atau sekedar menulis kata-kata mutiara tentang kehidupannya.

Malam ini ia hanya berdua saja dengan ibunya, sebab sang ayah memang sudah biasa jarang pulang ke rumah. Jika pulang pun hanya seminggu atau dua Minggu sekali, itupun jika ia kehabisan uang untuk berjudi dan main wanita.

Pertengkaran tadi juga menjadi pemicu ketidak pulangan Doni ke rumah, entah itu karena Denisa, atau memang karena masih betah dengan wanita-wanita nya di luaran sana.

💞Tentang rasa yang terpendam selama bertahun-tahun.💞

Bisakah aku mengulang nya kembali, meski hanya sebuah hayalan yang tertutup oleh kabut kerinduan?🌫️💔

Bisakah aku membuatnya nyata meski hanyalah sebuah bunga tidur?🌹💤

Rasa yang tak mampu aku ungkapkan dengan kata-kata, ingin rasanya aku gambarkan lewat simbol aksara cinta.⚕️💞

Rindu yang ku pendam biarlah menjadi sebuah kenangan yang mungkin tak kan pernah kau rasakan. 💔🌹

Kau dan aku bagaikan minyak dan air, meskipun nyata namun tak kan bisa bersatu. 💔💞

" Nak, ayo keluar! kita makan malam dulu,"

Tiba-tiba suara Lita membuyarkan konsentrasinya. Ia usap air mata yang sempat terjatuh karena rasa yang begitu dalam yang ia ungkapkan meskipun hanya lewat tinta hitam.

" Iya Bu sebentar lagi," jawabnya. Lalu Denisa menetralisir kembali perasaannya yang sempat terbawa suasana.

" Ayo Nak kita makan bersama! itu bisa kau kerjakan nanti," ucap Lita yang masih ingin Denisa makan bersamanya.

" Baiklah Bu." Lantas Denisa pun menyudahi aktivitasnya dan segera menghampiri ibunya yang sudah menunggu sejak tadi.

Setelah selesai makan malam bersama meski hanya dengan ibunya, Denisa pun kembali lagi ke kamarnya untuk istirahat.

**************

Sinar Surya pagi mengintip lewat cela-cela jendela kamar Denisa. Namun Denisa sendiri sudah siap dengan aktivitas paginya.

Mulai dari sholat subuh, memasak, mencuci piring hingga menyapu sudah ia kerjakan semua. Saat ibunya sudah terbangun, Denisa pun sudah selesai menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Begitulah aktivitas yang dilakukan Denisa setiap pagi. Dia tak ingin ibunya yang bekerja di dapur selagi dirinya masih berada di rumah. Denisa hanya tak ingin ibunya kelelahan hanya untuk sekedar membersihkan rumah saja.

Setelah mereka selesai makan, mereka pun melakukan kegiatan mereka seperti biasanya. Denisa yang berangkat ke kampus, sedangkan Lita yang sudah siap dengan pekerjaan kantornya.

Denisa memang sengaja berangkat lebih awal karena memang ada yang harus ia urus. Denisa berencana setelah pulang sekolah ia ingin langsung bekerja, makanya pagi-pagi sekali Alina mencari pekerjaan tersebut.

Sedangkan di tempat lain, sepasang kekasih sedang bertengkar, lantaran si pria yang memergoki di rumah wanitanya ada seorang pria yang sebenarnya tak asing lagi bagi mereka. Pria tersebut tak lain adalah teman dekat si wanita, dan memang mereka sangat dekat bak sepasang kekasih. Wajar saja jika sang pria yang menjadi kekasih sebenarnya tersebut merasa cemburu. Dan itupun bukan kali pertama sang pacar melihat mereka sedekat itu. Dia juga sering menasehati wanitanya tersebut agar segera menjauhinya, namun mereka malah sering bertengkar karena si wanita yang selalu keras kepala dan tak mau menuruti nasehat sang pria.

" Apa yang kamu inginkan sekarang, Angel?" tanyanya dengan ciri khas cool dan bernada cuek.

" Keinginan ku tidak banyak, aku hanya ingin kau percaya padaku dan tidak selalu mengekang keinginan ku," jawab Angel.

" Apa kau ingin pria itu terus bersama mu?"

" Hey ayolah Alex. Dia hanya sahabat, tidak lebih."

Alexandra Darbara hanya mengangguk datar dengan menyunggingkan senyum getirnya.

" Aku pulang dulu," ucap Alexandra.

Tanpa basa-basi, dengan langkah cepat dan wajah cueknya, Alexandra pun meninggalkan apartemen Angela Merkel. Sebenarnya perasaannya hancur saat ini, namun itulah Alex.

Di dingin tanpa ekspresi tersebut tidak akan pernah menunjukkan pada siapapun bahwa dia sedang sakit hati.

Rasa cintanya kepada Angela membuat dia bertahan meski sebenarnya itu bukan kali pertama ia melihat sang kekasih mengizinkan pria lain untuk menginap di apartemennya.

Angela yang hendak mengejar Alex, karena ia tahu Alex tidak segampang itu percaya. Jika marahnya mereda, maka Alex akan memeluk Angela, namun kali ini Alex pergi begitu saja tanpa sepatah katapun. Membuat Angela takut bahwa Alex tidak akan memaafkannya lagi.

" Alex tunggu,,,,,! kau harus mengerti bahwa ini tak seperti yang kau bayangkan," teriak Angela. Namun sayangnya Alexandra Darbara tidak memperdulikan lagi teriakan Angela. Mungkin kali ini hatinya benar-benar sakit.

Bagaimana tidak, melihat orang yang paling dicintai lebih memilih sahabatnya daripada dirinya sendiri.

Alexandra Darbara orang yang susah sekali untuk jatuh cinta, namun jika ia sudah mencintai, maka dia akan setia bahkan menyayanginya lebih dari dirinya sendiri.

Angela Merkel adalah wanita pertama yang ia cintai sesudah almarhumah ibunya.

Mereka sudah menjalin hubungan asmara sejak mereka duduk di bangku SMA.

Angela yang takut akan kehilangan Alexandra pun tanpa berpikir panjang ia mengambil kunci mobil dan segera menancap gas untuk mengejar kekasihnya itu.

Namun nasib naas menimpanya. Karena gegabah, Angela menabrak seseorang dengan keras hingga membuat orang tersebut terpental hingga beberapa meter. Dan karena ia panik dan tak bisa mengendalikan mobilnya, akhirnya Angela membanting setir hingga membuatnya menabrak sebuah pohon besar dan membuatnya tak sadarkan diri setelah itu.

Angela Yang Aneh

Episode tiga (3)

" Denisa apa yang terjadi dengan mu Nak? ya Allah."

Isak tangis Lita seakan memenuhi ruangan koridor rumah sakit.

Ia meratapi nasib naas yang menimpa Denisa tadi pagi.

Denisa tertabrak mobil yang di kendarai oleh seorang wanita muda hingga membuatnya terluka parah.

Darah pun mengalir dari telinga,hidung dan mulut Denisa. Belum lagi luka goresan dan memar-memar di sekujur tubuhnya, membuatnya terlihat memprihatinkan.

Tadi setelah kejadian, orang-orang yang menemukan Denisa menelpon ibunya dan memberi kabar bahwa Denisa mengalami kecelakaan. Ibu Denisa langsung gerak cepat untuk menuju ke rumah sakit dengan perasaan yang sudah tak menentu.

Di rumah sakit yang berbeda, Angela yang belum sadarkan diri dengan luka gores di bagian keningnya juga di tolong oleh beberapa orang yang ada di tempat kejadian dan membawanya ke rumah sakit.

Mereka juga menelpon Alex karena nomor Alex lah yang berada di paling atas di panggilan keluar milik Angela.

Di kamar rumah sakit VVIV itulah Angela di rawat. Rumah sakit yang juga masih milik keluarga Alexandra Darbara.

Alex duduk di samping tubuh Angela yang belum sadarkan diri. Ia usap tangan halus milik Angela dengan sayang.

Rasa penyesalan seakan lebih dominan di banding rasa sakit yang di berikan oleh Angela padanya.

Ia seolah melupakan kejadian yang baru saja terjadi pada hubungannya dan Angela.

Begitulah sifat Alexandra Darbara. Meskipun terkesan mempunyai sifat dingin dan cuek, namun sebenarnya dia punya sisi hangat dan perduli terhadap siapa saja, apalagi terhadap orang yang ia cintai.

"Emmmmmh." Angela melenguh. Sepertinya dia sudah terbangun dari pingsannya.

" Kau sudah bangun?" tanya Alex dengan nada cuek seperti biasa.

" Aku di mana? apa aku sudah di surga atau neraka?" ucapnya dengan mata setengah terbuka. Ia pun belum menyadari bahwa ada seseorang di sampingnya.

Tiba-tiba saja Angela langsung terjingkat kaget dan bangkit dari tempat pembaringannya. Seolah dia sedang teringat akan sesuatu.

Dan itu membuat Alex mengerutkan keningnya heran.

" Oh astaga, apa aku benar-benar sudah mati? bukankah tadi aku tertabrak mobil?" Angela menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Matanya membulat sempurna mengingat kejadian yang baru saja terjadi padanya.

Sepersekian detik kemudian, Angela menoleh ke samping karena merasa ada orang di sampingnya.

Rasa terkejutnya tak sampai di situ. Ia kembali di buat terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat di depan matanya.

Ia kembali menutup mulutnya yang ternganga karena merasa tak percaya dengan apa yang ia lihat.

" Ya Tuhan, apa ini?" ucap Angela.

" Aku pasti bermimpi lagi," ucapnya lagi dengan mengalihkan pandangan ke arah lain.

Namun Alex memeriksa kening Angela menggunakan punggung tangannya, dan itu membuat Angela empat kali lipat merasa tak aman dengan jantungnya.

" Tidak panas," ucap Alex, lalu menurunkan kembali tangannya dari kening Angela.

" Ya Tuhan ini seperti nyata," ucap Angela sambil memegang keningnya yang di pegang Alex tadi. Ia juga berjingkrak sangking senangnya.

Alexandra semakin di buat heran dengan tingkah konyol Angela yang tidak seperti biasanya. Alex pun melipat kedua tangannya sambil memandang heran pada gadis yang ada di depannya tersebut.

" Ah tidak apa jika hanya di dalam mimpi. Nikmati saja alurnya," ucap Angela dengan tersenyum malu, lalu beralih menatap Alex.

" Eeeee, ehemmm." Angela mencoba menetralisir degup jantungnya yang masih tak beraturan. Ia juga menyelipkan anak rambutnya untuk menutupi rasa gugupnya.

" Kak Yo, eh maksud ku kak Alex. Kenapa ada disini?" tanyanya dengan tersenyum malu-malu.

Untuk kesekian kalinya Alex mengerutkan keningnya karena tingkah kekasihnya itu.

" Kak, sejak kapan kau memanggilku dengan sebutan kak?" tanyanya heran.

" Sejak pertama kali melihatmu," Angel kembali salah tingkah dengan ucapannya sendiri.

" Apa maksudmu? Bukankah pertama kali bertemu kau sudah memanggilku dengan sebutan nama saja? apa kau sedang mengigau?"

" Mungkin saja begitu. Tapi jika kakak tidak suka dengan panggilan itu, aku bisa mengubahnya. Nama mungkin," ucap Angela dengan wajah polosnya. Ekspresi wajah yang tak pernah Alex lihat pada diri Angela yang dulu. Sesaat Alex terkesima dengan wajah polos itu. Menurutnya wajah itu seperti tanpa beban dan terlihat tenang.

" Kak!" seketika lamunannya buyar saat mendengar Angela memanggilnya. Lalu Alex kembali menatap fokus pada Angela.

" Ah bukan tidak suka, hanya saja terdengar aneh. Tapi aku nyaman dengan panggilan itu, aku merasa lebih di hormati oleh mu," tuturnya.

" Baiklah, aku akan tetap memanggil mu dengan sebutan kakak mulai sekarang," kata Angela tersenyum senang.

" Emmmm oh ya, soal yang tadi,,,,,," kata Alex yang ingin memulai percakapannya namun terdengar ragu.

" Soal yang tadi? Apa?"

" Itu, soal teman mu itu, aku sudah melupakannya dan mencoba memaafkan mu," ucap Alex, namun terdengar ambigu di telinga Angel. Ia mencoba mencerna ucapan Alex dan mencoba mengingat nya. Namun tetap saja ia di buat bingung oleh ucapan Alex tersebut.

" Teman? Renata maksudnya, atau Boby yang gendut itu?" Kini giliran Alex yang di buat bingung, karena ia merasa tidak mengenal nama-nama tersebut.

" Sungguh aku tidak mengenal teman-teman mu, tapi bukan mereka maksudku," kata Alex yang mulai kesal karena ia mengira Angela telah mempermainkannya dan berpura-pura tidak mengingat kejadian tadi pagi.

" Lalu kalau bukan mereka, siapa? aku hanya memiliki teman itu saja, yang lain tidak mau berteman denganku karena aku miskin dan jelek," ucapnya kembali dengan wajah polos yang ia tunjukkan.

" Apa lagi yang kau ucapkan itu, sejak kapan kau terlahir miskin dan jelek?" Alex semakin di buat tak mengerti bahkan saat ini ia sudah frustasi menghadapi tingkah Angela yang menurutnya konyol dan tak masuk akal.

" Memang itu kenyataan kan?"

Karena sudah geram dengan tingkah Angela yang menurutnya hanya berbohong untuk menutupi kesalahannya, Alex pun mengambil cermin yang tersedia di kamar pasien tersebut lalu memberikannya kepada Angela.

" Ini lihat dirimu, siapa yang akan mengatakan bahwa kau itu jelek?" ucapnya sambil meletakkan cermin tersebut di pangkuan Angela.

Angela pun menuruti apa yang di perintahkan Alex padanya. Dia pun perlahan melihat kearah cermin tersebut.

Arhhhhhhhhh

Angela berteriak sekencang-kencangnya hingga membuat Alex segera menutup mulutnya karena takut pasien yang berada di kamar lain akan terganggu oleh teriakan tersebut.

" Emppppp." Angela memberontak dan meminta agar Alex melepaskan bekapannya.

" Huffff," ucapnya setelah Alex melepaskan tangannya.

" Dasar. Kau mau semua orang di rumah sakit ini mendatangimu, termasuk hantu di sini?"

Dengan cepat Angela menggeleng dengan wajah memelas nya.

" Aku tidak mau. Mereka pernah memberikan ku pengalaman yang mengerikan. Aku sangat jera," ucap Angela.

" Lalu mengapa kau berteriak seperti tadi?"

" I_ini, ini wajah siapa? apakah aku operasi plastik karena tadi wajah ku rusak? tapi mengapa tubuh ku tiba-tiba menjadi kecil? apa yang terjadi pada ku?" kata Angela syok melihat wajah dan tubuh asing itu.

" CUKUP Angela!!"

Angela terkesiap mendengar bentakan Alex. Dia baru mengenal Alex yang sekarang. Karena sebelumnya yang ia tahu hanya Alex yang bersifat dingin dan cuek namun bukan Alex yang kasar seperti ini.

Entah mengapa hatinya terasa sakit karena di bentak oleh orang yang selama ini ia kagumi. Tak terasa air matanya menetes di pipi mulusnya.

" Cukup Angela! aku sudah muak dengan akting mu sejak tadi, jadi jangan membuat ku kehilangan kesabaran karena ini!" Alexandra masih masih berusaha untuk mengontrol emosinya.

" Tapi aku bukan Angela, aku Denisa. Kenapa bisa begini ya Tuhan? hiks hiks hiks." Angela atau Denisa tertunduk sedih dengan nasib yang ia alami saat ini.

" Denisa? siapa Denisa?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!