NovelToon NovelToon

Terjebak LDR Sang CEO

Kehidupan LDR

"Halo assalamualaikum, Mas," jawab seorang perempuan di telepon.

"Waalaikumsalam, lagi apa?" ucap seorang laki-laki.

"Yaah kayak biasanya aja lagi nungguin kamu pulang kantor terus nelpon aku," ucap Diya.

"Gimana hari ini? Ada yang mau diceritain gak?" tanya Adit.

"Ya begitu deh Mas, begini terus. Banyak perjuangannya," jawab Diya pasrah

"Sabar, namanya juga berproses," ucap Adit yang selalu menenangkan.

"Mas Adit bosan gak sih nungguin aku?" tanya Diya insecure.

"Gak kok, aku akan tetep nungguin kamu sampai kamu siap nikah dan tinggal di Jakarta," jawab Adit tegas.

"Semoga usaha aku bisa berkembang ya Mas biar gak lama lagi kamu nungguin aku, capek juga LDR gini. Aku maunya setelah nikah nanti aku tetep bisa jalanin usaha ini," pinta Diya penuh harap.

"Aamiin. Pokoknya yang penting kamu harus tetep sabar sama prosesnya. InsyaAllah bisnis kamu akan berkembang baik," ucap Adit yang selalu menenangkan Diya yang sedang berjuang menjalankan bisnis pakaiannya.

"Eh iya, jangan lupa telepon ibu besok loh," ucap Diya mengingatkan Adit yang selalu lupa untuk menelepon orang tuanya setiap akhir pekan.

"Hehe iya sayang, besok ingetin lagi ya," pinta Adit.

"Bulan depan aku pulang ke Malang naik kereta. Kita ketemu ya," imbuh Adit.

"Yeay! Assiiik kita ketemu," ucap Diya dengan semangat.

Begitu bahagianya Diya menunggu kepulangan Adit karena dalam setahun bisa dihitung jari kapan Adit pulang. Diya dan Adit yang terpaksa hidup di dua kota yg berbeda membuat mereka harus selalu berkomunikasi setiap malam sepulang Adit dari kantor agar hubungan tetap berjalan baik. Sebenarnya bisa saja mereka menikah dan Diya ikut Adit hidup di Jakarta. Tetapi Diya belum tega meninggalkan orangtuanya yang sudah tua dan harus kontrol ke rumah sakit setiap bulannya sedangkan Diya anak tunggal. Terlebih lagi, saat ini Diya masih merintis usahanya, dan dua penjahitnya ada di Malang jadi tidak semudah itu meninggalkan mereka.

Semenjak lulus kuliah, sudah 3 tahun lamanya Diya melamar kerja dan belum ada satu pun perusahaan yang menerima. Hampir putus asa rasanya, tapi Diya tak pernah lelah untuk mencoba sampai akhirnya Diya membangun bisnis pakaiannya. Untuk memasarkan dan mengembangkan suatu merk yg diciptakan sendiri bukanlah perkara mudah.

Adit dan Diya menjalin hubungan selama 4 tahun sejak tahun terakhir Diya kuliah di Malang, di kampus yang sama dengan Adit. Secara umur, selisih mereka 3 tahun. Awal pertemuan mereka ketika Diya masih semester 3 dan Adit sudah mau wisuda. Singkatnya, mereka mulai menjalin hubungan ketika Diya masih mengerjakan skripsi. Dan Adit yang dahulu begitu lulus kuliah sudah harus merantau karena diterima bekerja di Jakarta, di suatu perusahaan milik negara, dengan jabatan yang lumayan menjanjikan.

...****************...

Sehari-hari Diya mengelola bisnis pakainnya yang masih terbilang belum begitu berkembang, sudah banyak uang yang keluar untuk promosi namun tetap saja selesai endorse, penjualannya sepi. Inilah yang membuat Diya down dan hilang semangat. Entah apa jadinya jika tak ada Adit.

Bagi Diya, Adit adalah penguatnya. Segala keluh kesahnya diceritakan pada kekasihnya itu setiap malam, dan Adit pun senang menjadi pendengar setia Diya. Adit juga seseorang yang bijaksana dan dewasa, itulah yg membuat Diya nyaman dan tak merasa sendiri di tengah nasibnya yang tak kunjung menemui puncak kesuksesan, di tengah ramainya sepupu dan para teman yang sudah melepas masa lajang dan mempunyai pekerjaan yang mapan.

Selain itu, bagi Diya, Adit adalah sosok kekasih, sahabat, sekaligus kakak yang selalu memberi support dan power untuk Diyah lebih kuat menjalani ujiannya. Adit adalah laki-laki bertanggung jawab. Selama satu tahun ini, setiap bulan Adit selalu mentransfer uang jajan pada Diya sebesar 500 ribu. Katanya sih belajar tanggung jawab jika nanti Adit sudah menjadi suami Diya. Walaupun tak sepeser pun digunakan Diya karena baginya, belum waktunya Adit melakukan hal itu jadi dia tak berhak menikmati uang Adit.

...****************...

"Mas, belum pulang ya?" tanya Diya dalam chat.

"Kok tumben jam segini belum di kos," tanyanya khawatir.

Begitulah isi chat Diya setiap malam jika lebih dari jam 8 Adit tak kunjung memberi kabar.

Hingga pukul 20.37 pesan singkatnya belum juga dibalas.

Pukul 20.56 hpnya berdering pertanda ada pesan masuk.

"Iya yang maaf gak ngabarin, tadi abis ngantor makan dahulu di mall sama temen-temen," balas Adit.

"Oh oke, istirahat gih," balas singkat Diya dengan sedikit kecewa karena malam ini tidak bisa ngobrol banyak dengan kekasihnya itu.

"Iya sayang kamu juga ya", balas Adit.

Tak lama hp Adit berbunyi tanda ada pesan masuk.

"Next time harus makan ke sana lagi ya," isi chat dari seorang perempuan tersebut.

...****************...

Pilihan yang Sulit

"Mas Adit jadi pulang Jumat ini?" tanya Diya dalam pesan singkatnya.

"Jadi sayang, seperti biasa, Jumat sore berangkat, Sabtu pagi sampe stasiun dijemput ayah. Sore kita jalan ya," balas Adit.

"Oke, aku tunggu ya Mas," balas Diya bersemangat.

Dengan perasaan bahagia Diya memandangi percakapan dalam pesan singkat dengan sang kekasih yang akan segera menemuinya tak lama lagi.

Sejujurnya, Diya ingin sekali bisa kerja di kota impiannya, Jakarta. Selain karena baginya Jakarta itu indah, dan dia bisa sering bertemu dengan Adit. Namun apa daya sepertinya takdir tak berpihak padanya. Ayah dan ibunya sudah tua dan sangat membutuhkan Diya di sisi mereka.

Entah apakah ini bisikan Tuhan hingga dia nekat membangun bisnisnya dengan modal uang seadanya. Diya mengumpulkan setiap uang saku pemberian pakde, paman, dan saudara lainnya saat hari Raya. Mungkin karena sudah lelah pula mencari kerja. Toh Diya memang suka belanja dari kecil dan punya clothing line adalah salah satu cita-citanya. Suatu ketika seperti biasanya, dia kumpulkan uang yang ada di tabungannya untuk kebutuhan endorse baju-bajunya dengan harapan penjualannya akan naik.

Di saat yang bersamaan pula, dia iseng melamar kerja di suatu CV kecil di Malang.

"Siapa tahu kalau perusahaan kecil mau memanggil untuk interview dan menerima aku," gumamnya dalam hati.

Dan benar saja, hanya selang sehari dari Diya melamar di perusaahan tersebut, dia dipanggil untuk tes dan interview besok lusa.

Dengan semangat Diya menceritakan hal ini di telepon pada sang kekasih saat malam hari seperti biasanya.

"Mas aku mau tes nih lusa di CV Lisa Interior, perusahaan desain interior, jadi administrator," jelasnya.

"Alhamdulillah dong, semangat ya," jawab Adit

"Mas seandainya aku ketrima di sana nanti kita mau tidak mau tetep LDR dulu, sambil aku ngumpulin uang untuk nikah dan abis itu aku resign ikut kamu ke Jakarta," terang Diya dengan antusias

"Kita pikirin lagi nanti soal itu sayang, yang penting kamu fokus untuk persiapan tes," ucap Adit.

"Oke Mas," jawab Diya bersemangat.

...****************...

Saat hari Kamis tiba, di mana Diya telah menyeleseikan tes kerjanya.

Selama di perjalanan pulang dia terus melamun mengingat ucapan pimpinan CV tersebut yang baru saja menginterviewnya.

Dia teringat akan gaji yang akan dibayarkan jika Diya mau bergabung di sana.

"Dipikir-pikir, memang gajinya di bawah UMR, sebulan cuma bisa nabung 100 200rb aja. Tp kerja full Senin sampe Jumat belum lagi kalau lembur di hari Sabtu. Sisanya habis di ongkos dan makan siang di kantor, itu juga belum bisa buat beli bedak," pikir Diya yg tiba-tiba tidak bersemangat.

Dalam hatinya Diya merasa lebih baik mengurus bisnisnya yang pasti suatu saat bisa memiliki pendapatan di atas itu dan tidak perlu lelah bekerja dari pagi hingga sore.

"Lagian nanti kalo aku kerja dari pagi sampe sore, terus bapak ibuk lagi butuh aku gimana ya? Kan gak mungkin aku izin, apalagi di kontrak tadi akan ada pengurangan gaji jika izin kerja," pikir Diya yg semakin yakin untuk tidak mengambil pekerjaan itu.

Ya, karena perusaahan itu sedang darurat membutuhkan 1 orang administrator untuk menggantikan pegawainya yang sedang hamil besar dan mengurus ibunya yang sakit keras. Perusahaan menilai Diya memenuhi kriteria perusahaan, jd setelah mengadakan sesi interview, pimpinan perusahaan tersebut langsung menawarkan kontrak kerja pada Diya dan memberikan waktu 2 hari untuk memikirkan jawabannya lalu segera menginformasikan pada pegawai rekrutmen apakah Diya menerima atau menolak tawaran tersebut.

Pada satu sisi, Diya sangat ingin menerima tawaran tersebut terlebih baru kali ini dia diterima kerja. Namun di sisi lain, dia memikirkan tentang orangtuanya jika ditinggal kerja dan uang yang didapat seakan tak sebanding dengan kerja kerasnya.

Keesokan harinya, Diya menginformasikan pada perusahaan akan keputusannya setelah dia menimang-nimang segala baik buruknya.

"Assalamualaikum wrwb.

Selamat pagi, Bapak/Ibu pimpinan CV Lisa Interior. Senang sekali saya bisa mendapat kesempatan untuk bisa bergabung dengan perusahaan ini. Namun karena satu dan lain hal, saya menginformasikan bahwa saya belum dapat bergabung dengan perusahaan Bapak/Ibu.

Mohon maaf atas keputusan saya.

Terima kasih atas kesempatan dan perhatian.

Bapak/Ibu.

Wassalamualaikum wrwb.

Ya, keputusan yang diambil memang cukup berat, namun setelah dia menceritakan pada Adit dan orangtuanya, akhirnya dia lega dengan keputusannya.

...****************...

"Jadi bagaimana yang, jadi kamu tolak?" tanya Adit di telepon.

"Iya Mas abisnya aku bingung, masa gajinya cuma segitu," jawab Diya mengadu.

"Yaudah senyamannya kamu aja kalau memang gak sreg jangan dipaksain," ucap Adit.

"Iya mas. Semoga pilihanku tepat ya," ucap Diya penuh harap.

"Aamiin. Kabar endorsan yang kemarin gimana? Udah ada progress belum?" tanya Adit.

"Alhamdulillah Mas dapat 10 orderan dari endors kemarin, sebenernya masih ada yang ingin order juga tetapi karena kain di tokonya udah abis dan mereka gak mau pake alternatif kain lainnya jadi ya pada gak mau order, maunya samaan sama selebgramnya," curhat Diya.

"Alhamdulillah berarti ada pengaruhnya, kalau butuh apa-apa kasi tahu Mas ya," pinta Adit.

"Iya ih berisik sekali hahah," ucap Diya menggoda.

"Dih selalu begitu, awas aja kamu ya. Tidur sana gih udah malem," sahut Adit.

Tut tut tut tut...

Di tengah obrolan mereka dalam telepon, tiba-tiba terdengar ada suara panggilan yang ingin masuk.

"Ada yang telepon kayaknya Mas, teman kamu ya?" tanya Diya penasaran.

"Iya mungkin, tadi ada teman yang mau telepon malem ini, diskusi untuk presentasi besok. Kayaknya dia sih," jawab Adit meyakinkan.

"Oke deh kalau begitu, jangan malam-malam tidurnya. Byee," pamit Diya.

"Bye sayang, mimpi indah ya," pamit Adit.

Tut. Telepon berakhir.

Tak lama, Adit memanggil kontak yang baru masuk. Tertulis nama "Maya".

...****************...

Pertemuan Terakhir

“Aku udah sampai stasiun nih lagi nungguin Ayah, pengen jemput katanya," ucap Adit di telepon.

“Alhamdulillah, hati-hati Mas,” sambut Diya.

“See you nanti sore sayang,” balas Adit.

Momen yang selalu ditunggu-tunggu Diya. Bertemu Adit. Karena memang hanya punya kesempatan bertemu dua atau tiga kali saja dalam setahun. Pertama saat lebaran hari Raya, kedua saat Adit ambil cuti di hari biasa, itupun juga cuma bisa ketemu 1 atau 2 hari saja. Ketiga saat liburan Nataru.

Selama 4 tahun LDR ini, Diya memang tak pernah menaruh curiga pada Adit karena komunikasi mereka sangatlah baik. Adit selalu dengan sabar menelepon dan menjadi pendengar setia Diya setiap malam, pun dalam kondisi lelah seharian bekerja. Begitupun Adit yang memang sangat dewasa hingga tak pernah mempermasalahkan sesuatu hingga jadi persoalan rumit. Apalagi, kedua orangtua mereka sudah merestui hubungan mereka.

...***************...

“Aku udah di depan nih, Bpk Ibu ada di rumah?” tanya Adit dalam pesan singkat.

“Ada Mas, masuk aja,” balas Diya.

“Assalamulalaikum, bu,” Adit mengulurkan tangan ingin salim pada ibu Diya yang sedang membukakan pintu.

“Waalaikumsalam, loh Adit kok di sini, libur ya?” tanya ibu Diya.

“Gak bu, Senin tetap masuk, cuma pengen pulang akhir pekan ini. Bapak mana bu?” tanya Adit

“Lagi istirahat, perutnya sempat tidak enak tadi, biasalah lambungnya kumat,” jawab ibu Diya.

“Oh, bapak masih rutin kontrol kan bu?” lanjut Adit.

“Iya masih, setiap bulan selalu kontrol.”

“Bu, aku keluar sebentar ya sama Mas Adit,” izin Diya pada ibunya.

“Jangan malam-malam loh,” Ibu Diya mengingatkan.

“Iya bu, Assalamualaikum,” jawab Diya dan Adit bersamaan.

Seperti biasa, ketika mereka bertemu rasanya masih ada kecanggungan, padahal usia pacarannya sudah 4 tahun. Tapi yang namanya lama gak ketemu pasti jadi kaku.

“Kita mau makan di mana?” tanya Adit saat sudah berada di mobil.

“Mile Cafe aja Mas nanti aku kasih tahu arah-arahnya, sekarang lurus aja sampai perempatan kedua belok kiri, terus lurus aja,” terang Diya.

“Oke.”

“Mas tadi aku dengar kamu gak ambil cuti ya, jadi cuma sampai besok di sini?” tanya Diya.

“Iya karena Senin siang ada audit jadi gak bisa cuti," jawab Adit.

“Oh,” gumam Diya sedikit kecewa.

“Maaf ya sayang,” ucap Adit sambil mengusap pipi Diya untuk menenangkannya.

Sesampainya di kafe, mereka banyak mengobrol karena hanya punya kesempatan malam ini saja untuk bertemu. Jika besok pun masih bisa bertemu, tidak akan banyak kesempatan untuk mengobrol lama karena siangnya Diya hanya ikut mengantar Adit ke stasiun. Saat mengobrol tak ada yang berubah, Adit tetaplah laki-laki manis yang memanjakan Diya.

Tiba waktunya mereka di mobil perjalanan pulang ke rumah Diya.

“Banyak kafe ya di Malang sekarang, makin rame. Bikin kangen terus,” ucap Adit sedikit senyum.

“Iya banget, tp aku jarang juga ke kafe soalnya gak ada temennya. Si Irma juga semenjak punya baby gak bisa sering-sering pergi sama aku. Neta juga udah gak di Malang lagi, jadi aku tunggu mereka pulang baru kita bisa ke kafe, sepi banget pokoknya. Aku juga sebenernya mau ajak kamu nonton besok, ada bioskop baru di sini, tapi ternyata besok malah udah pulang,” curhat Diya.

“Maafin ya sayang,” respon Adit menatap dalam Diya.

“Sayang, ada yang mau aku bicarakan sama kamu, tapi jujur ini berat,” kata Adit dengan sedikit gugup.

"Apa? Kok kayak nya serius banget," tanya Diya penasaran.

"Sayang maafin Mas Adit ya, dua bulan ini mas lagi dekat sama seseorang. Mas gak tau mau dibawa kemana hubungan kita. Jangan tanya tentang sayang karena sampai saat ini Mas masih sayang sekali sama Diya, tapi..."

"Tapi karna aku masih begini-begini aja kan Mas? No progress kan? Mas Adit malu kan punya pacar pengangguran. Kalah sama perempuan-perempuan Jakarta yang cantik dan wanita karir," sahut Diya.

"Udah bisa ditebak Mas tapi lucunya mulus sekali cerita kamu. Kemarin-kemarin selama berbulan-bulan ini kita masih biasa saja kayak gak ada apa-apa. Kamu masih perhatian sama aku seolah gak ada apa-apa. Rapi banget. Apa karena aku yang terlalu percaya sama kamu karena tersihir dengan semua kelebihan-kelebihan kamu jadi aku gak bisa lihat kalau kamu lagi menutupi sesuatu. Tapi memang wajar sih laki-laki mapan ganteng dan pinter kayak kamu memang gak pantes buat perempuan kayak aku," imbuh Diya lagi dengan nada pelan namun tegas.

"Aku udah sering bilang sama kamu, kamu gak seburuk itu kamu gak perlu minder. Kamu wanita hebat buat aku. Ini gak ada hubungannya dengan jadi apa kamu sekarang," bantah Adit.

"Lagi dekat aja atau sudah pacaran? Sudah berapa bulan berapa minggu berapa hari?" tambah Diya.

"Pacaran. Kita kenal dan dekat dari beberapa bulan lalu. Tapi baru jadian sebulan ini. Dan aku gak bisa lagi tutupin ini dari kamu, aku gak mau kamu makin sakit, " jawab Adit pelan.

"Ya oke. Aku tau harus gimana. Dan sudah jelas akhir dari hubungan ini," jawab Diya dengan senyum kecewa.

"Terima kasih banyak sudah dukung aku selama ini, sudah sabar dengan keluhan aku, dan sudah sabar memacari perempuan yang gak ada apa apanya ini, bahagia buat kamu Mas. Jangan pernah tinggalin sholat, jangan lupa telepon ibu setiap minggu. Aku masuk dulu. Besok hati-hati pulang ke Jakarta. Salam buat pacar kamu," pamit Diya sambil membuka pintu mobil yang sudah berhenti di depan rumah Diya.

Sunyi. Adit termenung. Seperti masih ingin menjelaskan tapi seperti sudah tak ada guna.

Dengan perasaan menyesal dan sedih Adit menginjak gas mobilnya untuk pulang.

...****************...

Hancurnya hati Diya saat itu. Laki laki yang sangat dikaguminya pergi meninggalkannya begitu saja hanya karena wanita lain. Semua terasa terjadi begitu cepat. Kemarin Diya begitu bahagia dan sekarang berubah 180 derajat.

Sedih, marah, kecewa, sakit semua kroyokan menghantam batin Diya.

Tak lama hpnya berbunyi tanda ada pesan masuk.

"Maafin aku gak bisa jaga hati kamu selama ini. Aku kalah. Kamu tetap perempuan baik dan hebat di mataku. Mas akan selalu sayang dan dukung kamu sampai kapanpun. Mungkin sekarang dan sampai nanti kamu akan marah sama Mas tapi satu hal yang harus kamu ingat. Mas Adit akan tetap jadi tempat kamu bercerita," pesan Adit untuk Diya.

Diya hanya membaca pesan tersebut dari notifikasi tanpa membukanya sembari mengusap air matanya. Dunia seakan runtuh. Dalam hati dia bergumam," Bagaimana bisa kamu tetap jadi tempat aku bercerita sedangkan kamu sudah bersama yang lain, bullshit!"

Diya mengambil buku catatan dimana dia mencatat semua uang bulanan dari Adit selama setahun terakhir ini. Ia hitung keseluruhannya dan mengembalikannya pada Adit.

Bukti transfer ke rekening Adit dia kirimkan melalui chat dan tak lupa Diya menyampaikan pesan, "Terima kasih sudah pernah belajar bertanggung jawab dengan memberikan uang bulanan ini. Belum ada yang aku pakai dan aku kembalikan semuanya. Aku gak berhak pakai uang ini. Kalo ada yang kurang bisa kasih tahu aku nanti aku transfer lagi. Dan jangan kirim uang lagi, Mas."

Adit yang baru saja memarkir mobilnya, membaca chat Diya.

Dengan perasaan sedih dia membaca isi pesan Diya. Adit berusaha menelepon Diya namun tak diangkat hingga berkali kali, kemudian Adit membalas pesan Diya.

"Kamu boleh marah tapi jangan seperti ini. Mas mau kita tetap baik-baik."

Namun tak ada satupun chat yang dibalas oleh Diya.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!