"Jangan pernah bermimpi jika kedudukan kamu bisa sama denganku di hati mas Hamzah.
Kamu harus tau diri siapa kamu disini, cuma istri kedua yang dipungut oleh suamiku karena kami inginkan anak dari rahimmu."
Tatapan benci dan kata kata kasar selalu mewarnai hari hariku dari kakak maduku, mbak Bella, istri pertama mas Hamzah.
Aku hadir diantara mereka bukan karena aku yang menggoda dan punya niatan merusak rumah tangga orang lain.
Tapi, mbak Bella sendiri yang datang menjemputku untuk jadi istri kedua suaminya.
Mbak Bella tidak mau hamil karena takut tubuhnya rusak dan tidak langsing lagi, namun orang tua mas Hamzah menginginkan seorang cucu, dan kalau mereka tidak bisa memberikan cucu, terpaksa kedudukan mas Hamzah sebagai direktur perusahaan milik keluarganya akan di geser dan digantikan oleh adiknya.
Itulah kenapa, mbak Bella mendatangiku dan memintaku untuk menjadi istri kedua suaminya, agar aku bisa mengandung anak dari mas Hamzah.
Aku mau menerima tawarannya bukan semata aku menginginkan menjadi yang kedua, tetapi karena aku sedang butuh biaya untuk operasi ginjal adikku. Kami hanya hidup berdua dengan kondisi hidup serba keterbatasan, orang tuaku sudah meninggal tiga tahun yang lalu, karena kecelakaan lalu lintas. Sehingga aku harus berjuang keras untuk menghidupi diri kami sendiri dan menyekolahkan adikku yang masih kelas tiga SMU.
Dan ternyata dia mengalami sakit ginjal yang tak pernah kita duga sebelumnya.
"Mbak Bella tidak usah khawatir, aku masih cukup tau diri untuk itu semua.
Tapi tolong, jangan terus menghardik ku seperti ini, mbak. Aku sudah melakukan apa yang mbak Bella mau." Sahutku dengan suara bergetar, entah kenapa kali ini aku ingin sekali menjawab ucapannya itu, karena biasanya aku akan hanya diam saja oleh semua kelakuannya yang semakin lama semakin kasar padaku.
"Sekarang kamu berani ya, sudah berani melawanku, hah?
Apa mentang mentang sekarang kamu hamil, dan jadi disayang sama ibu mertua dan mas Hamzah, begitu?
Awas saja kamu macam macam, aku akan membuatmu menderita, paham?" Bentaknya sambil meneloyor kepala ini dengan kasar.
"Astagfirullah."
Bibir ini hanya mampu beristigfar, menahan perih di dalam hati.
Kalau saja bukan karena adikku yang butuh biaya, aku tidak akan pernah sudi terjebak dalam situasi seperti ini.
"Mbak, mbak Anniyah gak papa?" Bik Titin, pembantu dirumah besar mas Hamzah, adalah satu satunya yang sangat perduli dengan keadaanku disini, tatapannya selalu teduh dan membuatku merasa tenang berada di dekatnya. Sosoknya yang lembut mengingatkan pada almarhumah ibuku.
"Gak papa kok, bik.
Aku baik baik saja, em bik, dikulkas ada buah apa?
Aku pingin makan rujak, mulut rasanya asem sedari tadi." Aku berusaha mengalihkan obrolan, agar diri ini juga tak terlalu merasa tertekan dengan masalah yang selalu diciptakan oleh mbak Bella.
"Cuma ada apel sama jeruk, mbak.
Biar bibi belikan dulu di toko buah ujung gang sana, disana buahnya lengkap.
Mbak Anniyah mau buah apa?" Sahut bibi yang memang selalu tanggap dengan keinginanku yang suka aneh aneh ini. Mungkin efek hamil muda, jadi ada saja yang di mau.
"Kalau ada, jambu, mangga sama blimbing ya bik.
Biar aku siapin bumbunya.
Sebentar aku ambilkan uangnya dulu." Sahutku yang akan melangkah ke kamar untuk mengambil dompet.
"Gak usah, mbak.
Yang sisa belanja tadi masih cukup kok.
Biar bibi belikan sekarang. Ditunggu ya." Sahut bibi yang langsung berlari kecil untuk membeli buah yang aku inginkan. Alhamdulillah, masih ada yang perduli padaku disini.
Sambil menunggu bibi datang, aku membuat bumbu rujak yang sedikit pedas, gak tau kenapa dari tadi bawaannya pingin makan yang pedes manis saja.
Rumah ini sangat besar dan fasilitas juga lengkap. Namun sepi dan penuh dengan luka dari sikap istri pertamanya mas Hamzah. Aku harus bisa bertahan sedikit lagi, setelah melahirkan aku ingin pergi meninggalkan rumah ini, karena tugasku hanya memberikan anak untuk mas Hamzah saja. Meskipun naluri seorang ibu menolak untuk jauh dengan buah hati, namun apa dayaku, demi kesembuhan dan masa depan adikku, aku sudah berani menandatangani perjanjian gila yang dibuat oleh mbak Bella. Astagfirullah!
"Kamu lagi ngapain?
Jangan sok ngidam aneh aneh ya, baru hamil saja sudah banyak tingkah." Sindir mbak Bella saat dia pergi ke dapur untuk mengambil minum.
"Aku cuma pingin makan yang pedes mbak, ini juga buat sendiri kok. Cuma gula merah sama cabe." Sahutku yang berusaha bersikap tenang, menahan gemuruh di dalam dada ini.
"Owh, awas ya, jangan minta yang aneh aneh.
Jangan gunakan kehamilan kamu untuk memeras uang suamiku." Mbak Bella menatapku sinis, lalu pergi begitu saja setelah meminum air dingin dari kulkas. Pakaiannya rapi dan wangi, sepertinya dia akan pergi bertemu teman teman sosialitanya yang konon adalah para istri pejabat. Itu yang sempat aku dengar dari pembicaraan antara mas Hamzah dan mbak Bella sewaktu mas Hamzah protes dengan kelakuan istrinya, dia tidak suka mbak Bella sering keluar rumah dengan hal hal yang tidak jelas.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
Novel baru :
#Ayah Aku Juga Anakmu
#Tentang Luka istri kedua
Novel on going :
#Wanita sebatang kara
#Ganti Istri
#Ternyata aku yang kedua
Novel Tamat :
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)
#Coretan pena Hawa (Tamat)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)
#Sekar Arumi (Tamat)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )
#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)
#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)
#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)
#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ tamat ]
#Bidadari Salju [ tamat ]
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
"Owh, awas ya, jangan minta yang aneh aneh.
Jangan gunakan kehamilan kamu untuk memeras uang suamiku." mbak Bella menatapku sinis, lalu pergi begitu saja setelah meminum air dingin dari kulkas. Pakaiannya rapi dan wangi, sepertinya dia akan pergi bertemu teman teman sosialitanya yang konon adalah para istri pejabat. Itu yang sempat aku dengar dari pembicaraan antara mas Hamzah dan mbak Bella sewaktu mas Hamzah protes dengan kelakuan istrinya, dia tidak suka mbak Bella sering keluar rumah dengan hal hal yang tidak jelas.
Tak lama terdengar suara mobil keluar, entahlah aku merasa lega jika dirumah tak ada mbak Bella.
Bukan aku ingin menguasai rumah dan menjadi ratunya sendiri, tapi lebih pada ketenangan jiwa ini.
"Kok ngelamun, mbak?" tiba tiba Rena sudah ada di hadapanku dengan wajah mengernyit.
"Loh, Rena. Kapan datang?
Mbak kok gak tau." sahutku kaget, karena dia tiba tiba sudah ada di hadapanku. Rena adalah adik bungsu mas Hamzah, dia masih kuliah semester akhir. Sedangkan adik kedua mas Hamzah namanya Hyan, dia terlihat pendiam dan dingin, bicara pun sangat irit. Jarang datang kerumah ini, dia memegang jabatan wakil direktur di kantor milik keluarga mereka.
"Barusan, mbak.
Tadi juga papasan dengan mbak Bella.
Mbak Anniyah gimana, gak lemes atau ngidam apa gitu?" sahut Rena yang sudah duduk di kursi yang ada dihadapan ku.
"Ngidamnya wajar wajar saja, paling paling pingin makan yang asem tapi pedes. Ini lagi nungguin bibi, mau bikin rujak buah." sahutku sambil nunjuk bumbu sambel rujak buah yang baru selesai aku bikin.
"Mbak Anniyah betah seatap dengan mbak Bella?
Aku saja, ogah mbk.
Orangnya selain cerewet, nyebelin banget. Gak tau, kok mas Hamzah bisa betah dan cinta sama perempuan kayak dia." Cebik Rena yang membuatku tertawa geli.
"Jangan begitu ah, gak baik.
Bagaimanapun mbak Bella istrinya mas Hamzah." sahutku yang tak mau terlalu membicarakan apa yang menurutku tak harus dibicarakan, meskipun dalam hati juga membenarkan ucapan adik iparku ini.
"Habisnya nyebelin banget tau gak sih, bisanya cuma marah marah dan habisin duit." sungut Rena, dan aku tak mau menanggapi, takut jika bibir ini akan kebablasan membicarakan keburukan orang lain, sedangkan diri sendiri masih begitu banyak keburukan yang melekat.
"Mbak, gimana keadaan adik mbak?
Sudah keluar dari rumah sakit?" sambung Rena dengan mengubah bahan obrolan.
"Alhamdulillah sudah.
Semoga setelah operasi keadaannya kembali baik baik saja. Aamiin." sahutku menerawang mengingat wajah lemah adikku. Dia harus aku tinggalkan dirumah peninggalan orang tua kami, dan aku titipkan pada Bu Wati tetangga sebelah, Alhamdulillah, Bu Wati orang yang baik dan menyayangi kami dari kami sejak ditinggal oleh ayah dan ibu.
Anak anak Bu Wati semua ada diluar kota, suaminya juga sudah meninggal beberapa bulan yang lalu. Sehingga dengan senang hati Bu Wati mau menjaga Ayu dan menemaninya tidur dirumah.
"Terus, dirumah sama siapa?
Kenapa gak mbak ajak tinggal disini saja, kan masih banyak tuh kamar kosong." sahut Rena yang menatapku dalam-dalam.
"Tidak, Ren.
Aku masih tau batasan ku, aku tidak mau membuat penghuni rumah ini gak nyaman, Ayu ada yang menemani kok, ada tetangga sebelah yang mau menjaganya." aku menjawab jujur dan mengulas senyum tipis di bibir ini.
"Loh ada non Rena toh?
Maaf ya mbak Anniyah, kalau bibi lama, soalnya ketemu teman barusan dan diajak ngobrol sebentar, ini buahnya biar bibi bersihkan dulu." Bi Titin barusan pulang dari membeli buah, lumayan lama sih.
"Iya, bik. Gak papa kok." Bibi terlihat mencuci semua buah yang tadi dibelinya, lalu menyerahkan padaku beberapa biji saja dan sisanya dimasukkan ke dalam kulkas.
Aku menikmati rujak buah dengan perasaan senang, rasanya enak sekali meskipun hanya dengan bumbu sederhana, Rena memandangku dengan gemas, namun menolak saat ku tawari, katanya asem. Padahal seger dan enak banget.
•
•
•
Rumah kembali sepi, Rena mampir hanya sebentar dan dia pergi lagi. Katanya gak betah jika berlama lama dirumah kakaknya. Kesini hanya ingin menemuiku dan menanyakan keadaan kehamilan ini. Sepertinya, keluarga mas Hamzah memang benar benar begitu menunggu kehadiran bayi di dalam perut ini.
Aku kembali duduk di dalam kamar yang luas ini, isinya yang begitu lengkap membuat betah berdiam diri di sini, termenung menghadap arah keluar dari jendela kamar, kadang suka mendatangkan inspirasi untuk bahan menulis cerita di aplikasi berbayar berlogo biru.
Yah, aku memang suka menulis, dengan menulis bisa menumpahkan segala beban yang ada di hati ini. Dulu menulis hanyalah sekedar hobi, tapi lambat laun, menulis adalah caraku mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidupku dan adikku.
Kali ini, aku menulis cerita tentang luka istri kedua, yang aku ambil dari pengalaman pribadiku sendiri, menjadi istri kedua tak selalu bahagia karena diutamakan oleh suami. Tapi jika kasusnya sepertiku akan sangat berbeda, aku menjadi istri kedua karena ada perjanjian kontrak diantara kami, mas Hamzah hanya menitipkan benihnya saja untuk mendapatkan seorang anak dariku, tanpa cinta sehingga sikapnya dingin dan biasa saja terhadap diri ini. Meskipun akhir akhir ini aku merasakan ada perubahan dari caranya menatapku, bagaimana dia perduli dan mulai mengkhawatirkan diri ini. Mungkin karena aku tengah hamil anak yang sudah dia inginkan sejak dulu.
Aku mulai mengetik dengan laptop usang yang aku dapat dari salah satu temanku, kalimat demi kalimat mengalir begitu saja, sampai ada tangan yang menyentuh pundakku lembut.
Saat aku mendongakkan kepala, ternyata mas Hamzah sudah berdiri di belakangku dengan senyuman tipis di bibirnya. Dan sialnya kenapa hatiku berdesir tiap kali melihat wajah putih nan tampannya itu.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
Novel baru :
#Ayah Aku Juga Anakmu
#Tentang Luka istri kedua
Novel on going :
#Wanita sebatang kara
#Ganti Istri
#Ternyata aku yang kedua
Novel Tamat :
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)
#Coretan pena Hawa (Tamat)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)
#Sekar Arumi (Tamat)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )
#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)
#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)
#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)
#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ tamat ]
#Bidadari Salju [ tamat ]
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
Aku mulai mengetik dengan laptop usang yang aku dapat dari salah satu temanku, kalimat demi kalimat mengalir begitu saja, sampai ada tangan yang menyentuh pundakku lembut.
Saat aku mendongakkan kepala, ternyata mas Hamzah sudah berdiri di belakangku dengan senyuman tipis di bibirnya. Dan sialnya kenapa hatiku berdesir tiap kali melihat wajah putih nan tampannya itu.
"Mas.
Sudah pulang?" aku menghentikan aktivitas menulis dan beralih fokus pada lelaki yang kini ada di belakangku.
"Iya, baru saja.
Kepalaku sedari tadi pusing, sepertinya aku kurang enak badan. Makanya aku putuskan untuk pulang cepat." sahutnya yang menatapku lekat.
"Mas istirahat, akan aku buatkan jahe panas biar sedikit enakan. Mungkin mas masuk angin." sahutku yang langsung berdiri dan akan pergi ke dapur untuk membuatkan minuman hangat untuk suamiku.
"Makasih ya, maaf sudah mengganggu kegiatan kamu. Tadi aku sudah ke kamar Bella, tapi sepertinya dia sedang pergi." balasnya lirih dan ada perasaan sakit yang menancap di ulu hati, sesak. Nyatanya aku hanyalah pelarian untuknya.
"Mas sudah makan?" aku berusaha bersikap biasa saja, tak perlu menunjukkan rasa cemburu dan sakit hati ini. Aku harus tetap tau diri, siapa aku di rumah ini.
"Belum, lagi tak berselera, karena kepala rasanya berat." sahutnya yang langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur.
Akupun membantunya melepaskan kaos kaki dan astaga, badan mas Hamzah ternyata panas tinggi.
"Sebentar ya, mas.
Aku akan buatkan jahe panas dan bubur, agar mas bisa segera minum obat. Badan mas Hamzah panas banget." akupun segera keluar kamar, sedangkan mas Hamzah nampak menutup matanya dengan wajah yang terlihat pucat.
"mau bikin apa mbak Anniyah?
Bapak sepertinya sudah pulang." sambut Bi Titin saat aku menyalakan kompor mau merebus air.
"Iya, bi.
Mas Hamzah badannya panas banget.
Ini mau aku buatkan jahe sama bubur, biar nanti bisa minum obatnya." sahutku sambil tangan ini membersihkan jahe.
"Biar bibi bantu, mbak." akupun mengangguk dan bi Titin mulai menyiapkan bahan bahan untuk membuat bubur.
"Mas, makan dulu. Habis itu minum obat." aku membangunkan mas Hamzah dengan menepuk pipinya pelan. Lelaki itu membuka matanya dan menatapku dengan tatapan yang entahlah.
"Makasih ya, maaf sudah merepotkan." sahutnya lirih dan mas Hamzah membenarkan posisinya agak menyender di bahu ranjang.
"Aku siapin ya, mas. Habisin." aku menyuapi mas Hamzah dan Alhamdulillah dia sepertinya menyukai bubur buatan ku, buktinya dalam waktu sekejap saja bubur itu sudah habis. Dan aku langsung memberikan obat penurun panas yang ada di kotak obat.
"Anniyah, terimakasih sudah mau merawat ku." mas Hamzah tersenyum tipis dan menggenggam tanganku erat.
"Aku istrimu, mas. Sudah kewajibanku merawat suami yang sedang sakit.
Istirahatlah, semoga setelah minum obat demam mas Hamzah segera turun.
Aku akan melanjutkan mengetik novel." Mas Hamzah mengangguk dan memejamkan matanya, aku kembali ketempat semula untuk mengetik novel yang sedang on going. Karena bagaimanapun aku harus tetap mencari pendapatan sendiri untuk tabungan, jika suatu saat aku harus berpisah dengan mas Hamzah.
Karena pernikahan kami hanyalah pernikahan kontrak yang sudah kami sepakati.
Sudah pukul lima sore, mas Hamzah masih terlelap, aku yang sudah selesai mandi memutuskan untuk turun ke dapur menyiapkan makan malam. Tapi sebelumnya aku mengecek suhu badan mas Hamzah, Alhamdulillah panasnya sudah turun dan tubuhnya juga sudah mengeluarkan keringat. Semoga saat bangun tidur nanti, mas Hamzah sudah jauh lebih baik.
"Mau bikin apa lagi, mbak?" sambut Bi Titin saat melihatku membuka kulkas mencari bahan untuk dimasak.
"Bi, daging sapinya masih?"
"Masih, di taruh di atas. Buka saja, mbak Anniyah mau masak apa?" sahut bi Titin yang sibuk membersihkan meja.
"Mau bikin rendang, bi. Sekalian buat sarapan besok pagi." sahutku, sambil mengeluarkan daging dari lemari pendingin.
"Bumbunya sudah ada dikulkas, mbak Anniyah tinggal masak saja. Bentar bibi ambilkan." Bi Titin membuka kulkas dan mengambil bumbu yang sudah ditaruh di wadah Tupperware.
Tak membutuhkan waktu lama, karena semua bahan sudah siap, tinggal masuk masukin saja.
Rendang daging sapi sudah matang dan baunya begitu menggugah selera. Aku juga minta bi Titin untuk membuatkan sambel ijo, dan lalapan daun singkong. Rasanya sudah tak sabar untuk memakannya, perut langsung keroncongan. Tapi aku tidak boleh egois, mas Hamzah semoga sudah baikan agar kita bisa makan bareng.
"Bi tolong siapkan semua di atas meja makan ya, aku mau panggil mas Hamzah dulu. Semoga sudah baikan, tadi aku cek sudah gak demam lagi.
"Apa gak sebaiknya makan di atas saja, mbak.
Biar bibi antarkan makanannya ke atas." sahut bi Titin.
"Boleh, Bi.
Makasih ya." akupun kembali menaiki tangga dan ternyata mas Ilham sudah bangun dan hendak bangun dari tempat tidur.
"Gimana mas, sudah baikan?"
"Alhamdulillah, sudah.
Makasih ya, maaf sudah merepotkan." sahutnya mengulangi ucapannya tadi.
"Gak ada yang di repotin mas, sudah tanggung jawabku sebagai istri. Mas bersih bersih gih, aku sudah masak, kita makan bareng." sahutku sambil tersenyum dan membersihkan meja biar nanti cukup untuk menaruh makanan saat bibi datang.
"Pasti enak nih masakannya, mas mandi dulu ya. Perut juga sudah lapar." sahutnya yang langsung masuk kamar mandi.
"Gimana mas, enak?" aku menatap mas Hamzah yang makan dengan lahap, bahkan sampai minta nambah lagi.
"Alhamdulillah, enak banget. Ternyata kamu pinter masak juga ya.
Tadi buburnya juga sangat lezat makanya langsung habis. Nanti kalau kamu gak capek, masakin buat mas lagi ya." balas mas Hamzah dengan senyuman lebar, dan hatiku rasanya senang luar biasa.
"Mas!
Mas Hamzah!
Keluar kamu, mas. Keluar!"
Deg, suara teriakan itu, sebentar lagi pasti akan ada masalah yang diciptakan lagi.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
Novel baru :
#Ayah Aku Juga Anakmu
#Tentang Luka istri kedua
Novel on going :
#Wanita sebatang kara
#Ganti Istri
#Ternyata aku yang kedua
Novel Tamat :
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)
#Coretan pena Hawa (Tamat)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)
#Sekar Arumi (Tamat)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )
#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)
#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)
#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)
#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ tamat ]
#Bidadari Salju [ tamat ]
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!