...'Dia bersembunyi di Dasar Gunung Merah dan suatu hari bertemu Elf yang terluka'...
...*****...
Dunia Tengah di huni berbagai ras.
Ras Elf, makhluk bertelinga runcing dan satu-satunya yang menguasai sihir. Ras ini memiliki kecerdasan yang hebat dan ahli memanah. Mereka adalah penguasa Dunia Tengah.
Di bawah kekuasaan ras Elf, hiduplah ras lain yang terdiri dari Dwarf, Orc, Hobbit, dan Manusia. Mereka berselisih satu sama lain, tetapi tunduk pada bangsa Elf.
Ras yang tidak terikat dengan kekuasaan bangsa Elf adalah para Wolf. Mereka merupakan serigala yang hidup berkelompok, sulit diajak berkomunikasi, liar, dan bisa menyerang siapa pun.
Selain kengerian ras wolf, tidak ada lagi ras yang berani menentang bangsa Elf. Dunia Tengah saat itu terlihat damai hingga sebuah geraman menggetarkan tanah terdengar.
Langit ditutupi awan merah. Kilatan petir melukis langit dan itu merupakan pertanda lahirnya Sang Naga. Di saat yang sama, ini adalah awal penyebab ketakutan para ras yang menghuni Dunia Tengah.
Ras Elf tahu bahwa kelahiran Sang Naga berbahaya bagi kekuasaannya. Mereka mengirim para ras lainnya dan bekerja sama untuk bisa memusnahkan Naga tersebut.
Perang yang pertama itu pun dimulai.
Sebagai penguasa, ras Elf berada di garis terdepan. Sementara ras Dwarf yang hanya tahu cara menambang berusaha membuat jebakan untuk melawan Sang Naga, mereka dibantu oleh ras Hobbit.
Orc melakukan pengkhianatan dengan tidak ikut berperang. Di sisi lain ras manusia yang paling lemah justru sangat disepelekan dan hanya menjadi korban untuk makanan Sang Naga.
Hanya ras Elf yang mampu memberikan perlawanan dengan sihir dan keahlian mereka dalam memakai senjata. Namun tidak banyak yang bisa dilakukan.
Naga yang merupakan lawan mereka terlahir dengan energi sihir murni yang luar biasa dahsyat.
Di saat perang itu tidak menemukan jalan kemenangan, ras manusia menggunakan segala cara untuk bisa membalik keadaan termasuk melakukan perjanjian dengan Iblis.
Legenda mengatakan bahwa perjanjian itu telah membuat manusia juga mampu menggunakan sihir seperti yang ras Elf lakukan.
Tidak hanya manusia, perjanjian itu juga memungkinkan setiap ras lain memakai sihir. Semua ini dilakukan sebab manusia tidak ingin menjadi target permusuhan di saat mereka baru menguasai sihir, termasuk dari bangsa Elf.
Penggunaan sihir ini membuat para ras menjadi sejajar, bangsa Elf terancam kehilangan kekuasaannya dari Dunia Tengah. Namun di saat memikirkan hal itu, Sang Naga mulai menggila.
Korban berjatuhan, para ras menyatukan sihir mereka untuk mengalahkan Sang Naga tapi ini masih belum cukup. Hingga seseorang dari kalangan Hobbit datang dengan sebuah pedang di tangannya dan melakukan pertempuran.
Satu bantuan kecil itu mengubah alur, bahkan membawa kemenangan bagi para ras. Naga yang memiliki sihir terkuat pun bahkan tunduk dan takluk di bawah pedang itu.
Kekalahan Sang Naga tidak berarti Dunia Tengah menjadi damai. Karena pedang hebat itu, keserakahan mulai terlihat bagi setiap ras dan rencana demi rencana licik mulai dijalankan.
Perang besar yang lebih mengerikan kini terjadi dan dampak dari itu semua ialah perpecahan antar ras. Pedang yang diperebutkan menghilang dari peradaban. Ada yang berkata senjata itu sudah musnah sebab mengalami kerusakan ketika dipakai bertarung melawan naga dan harus kembali melawan banyak ras.
Ada yang bilang pedang itu dikuasai iblis, menghisap daya hidup siapa pun yang memegangnya sampai tidak ada satu orang pun yang selamat, lalu kemudian menghilang. Dan setelah 50 Tahun, tidak ada seorang pun yang berani membuka sejarah kelam ini.
*
*
Dunia Tengah, Tahun ke-100, Gunung Merah.
"10.000? 15.000?"
Seorang lelaki dengan tubuh setinggi 130 cm menyusuri jalan hutan bakau untuk mencari makanan. Manik matanya mengamati sekeliling, terkadang melihat cahaya matahari dari celah dedaunan.
Perut lelaki itu kembali bergemuruh, dia merasakan lilitan di dalam perutnya. Dua hari terakhir ini dia tidak keluar rumah akibat hujan dan karena terus bersembunyi----sekarang dia sangat kelaparan.
Rumahnya yang berada di lubang pohon Dracovudu tidak menghasilkan apa pun, selain aroma daging busuk. Tidak ada yang bisa dikunyah dan bahkan dia juga kehabisan kayu bakar untuk penghangat ruangan.
Ini adalah hutan bakau penuh tanah berlumpur dan dalam. Arslan Galie sudah mencari ikan di hutan ini selama hampir empat jam dan belum menemukan apa pun. Buruknya, terik matahari seakan ikut menyiksanya dengan membuat air di hutan bakau ini terasa panas.
Sangat beruntung jika Arslan Galie bisa menemukan ikan, tetapi jika tidak---maka dia terpaksa memakan ulat kumbang pelangi lagi. Ulat yang rasanya pahit dan beraroma paling tidak sedap sepanjang sejarah.
Pakaiannya sudah kotor di mana-mana, dia bahkan harus selalu berhati-hati saat melangkah. Karena hujan, akar pohon di sekitarnya menjadi licin, belum lagi itu semakin diperparah dengan tanah yang berlumpur ini. Dia harus berhati-hati membawa tubuhnya yang kecil bila tidak ingin jatuh terperangkap ke dalam tanah berlumpur yang lebih tebal.
!!
Arslan Galie berteriak, baru saja dia memperingatkan diri sendiri dan kakinya sudah terpeleset. Dia jatuh tepat di tengah-tengah tanah berlumpur dan buruknya, itu menghisap.
"Ga-Gawat!" Arslan Galie mengangkat kedua tangannya dan berusaha untuk tenang. Di situasi ini, banyak bergerak justru akan cepat terhisap masuk ke dalam lumpur.
Arslan Galie tidak bisa meminta tolong karena tahu bahwa di tempat ini, tidak ada orang lain selain dirinya. Buruk bila dia berteriak memanggil bantuan, yang ada mungkin binatang buas akan kemari.
"Solventus examus!"
Seruan lantang dari Arslan Galie adalah mantra sihir yang rusak. Kedua kakinya seperti terdorong keluar dari lumpur dengan kuat sampai membuatnya terpental sangat tinggi.
Dasar Gunung Merah lebih banyak ditumbuhi pohon Dracovudu yang besar dengan dahan-dahan yang kokoh. Arslan Galie beruntung sebab terpental ke atas dan hanya menabrak ranting serta daun pohon itu.
Dalam pandangan beberapa detik itu, cahaya matahari langsung menyilaukan pandangannya dan pemandangan di bawah indah jika saja dia punya waktu memperhatikannya. Namun sayang sekali, Arslan Galie selalu menutup mata ketika terpental naik dengan mantra sihirnya dan pasrah ketika jatuh.
Solventus examus, sihir ini lebih kepada menarik penggunanya secara vertikal ke langit dengan kecepatan tinggi. Rasanya seperti ikan yang ditarik dengan kail pancing, kuat, menekan dan bisa saja membentur apa pun di jalannya.
Sihir ini bertahan selama 15 detik, jadi bisa dibayangkan secepat apa Arslan Galie terangkat naik bahkan terlempar ke atas pohon Dracovudu yang tinggi rata-ratanya adalah 20 meter.
Ketika kekuatan dari mantra sihir yang diucapkan sudah menghilang, jatuhnya tubuh Arslan telah berada dalam mode normal orang jatuh. Kali ini matanya sudah terbuka dan dia berusaha mengurangi cedera sebisa mungkin.
Pohon dracovudu meski mengeluarkan bau yang menyengat dan dahannya sangat kuat, namun daun-daunnya lembut. Itu cukup empuk bagi pendaratan Arslan sehingga lelaki itu tidak akan terlalu merasakan sakit.
Selain itu. Tubuhnya yang kecil dan ringan justru membawa keberuntungan. Apalagi dia sendiri cukup pintar untuk memanfaatkan waktu yang singkat itu ke dalam pendaratan yang lebih banyak daun Dracovudu-nya.
Ketika tubuh Arslan mendarat, rasanya seperti menghantam kasur kapuk. Meski keras, tapi tidak terlalu menyakitkan.
Arslan Galie menatap langit di atasnya. Dia bergumam--itu masih seperti yang pernah disaksikannya. Sekarang 50 Tahun sudah berlalu dan luka di hatinya belum juga sembuh.
"10.000? 15.000 atau 18.000?"
Dia selalu menghitung hari, namun tidak bisa menemukan jawaban yang tepat. Ini sudah 50 Tahun dan usianya sendiri lebih dari itu. Semangat masa mudanya sudah lama menghilang, lebur dan mencair ditelan waktu.
Arslan Galie menarik napas panjang dan baru akan mengembuskannya ketika sebuah lesatan cahaya melintas dari langit dan jatuh di antara dedaunan pohon Dracovudu. Suara ledakan kemudian terdengar.
Arslan Galie tentu saja terkejut. Lelaki itu bahkan menahan napas sebelum dengan agak ragu mulai mendekat. Dia mencari pijakan yang baik di antara dedaunan pohon Dracovudu, sangat berhati-hati mengambil setiap langkah.
Baru setelah keraguan akan pijakannya datang, dia pun memutuskan untuk turun dan melanjutkan perjalanan ke tempat di mana ledakan tadi berasal.
"..............."
Arslan Galie mendengar suara rintihan dan mempercepat langkahnya. Dia membungkuk ketika harus melewati akar pohon Dracovudu dan tersentak saat melihat sosok lain selain dirinya di tempat ini.
Ada seorang gadis yang terlihat berusia sekitar 16 Tahun dengan kulit putih serta rambut panjangnya yang merah. Gadis berwajah oval itu bersandar di batang pohon dan seperti sedang meringis.
Arslan Galie membeku di tempat. Dari penampilan yang dia lihat, gadis muda dan cantik itu mempunyai telinga runcing yang menandakan tentang ras-nya. Dia jelas adalah seorang Elf.
Sebelum kehadirannya diketahui, Arslan Galie memilih untuk bersembunyi di salah satu akar pohon Dracovudu. Dia terkadang mengintip untuk melihat Elf itu yang sedang memakai sihir penyembuh.
"Elf ... Bagaimana bisa ada di sini?" Arslan Galie menahan napas. Sudah lama sejak dia melihat makhluk dari ras lain.
Elf berusia muda itu sendiri nampak tidak menyadari kehadiran orang lain. Dia fokus pada sihir penyembuhan meski kemampuannya masih terlalu awam.
"SIAPA DI SANA?!" Elf itu berseru saat mendengar suara. Dia sangat terkejut dan langsung menarik busurnya.
"Sebaiknya keluar sekarang juga!" Elf itu kembali buka suara.
Arslan Galie masih bersembunyi. Gemuruh dari perutnya sudah membuat Elf itu sadar. Dia pun dengan sangat terpaksa mulai keluar dari persembunyian meski merasa takut.
!!
Elf berambut merah dengan hidung mancung itu bernama Sofia Bellwings. Dia tertegun melihat seseorang yang keluar dari balik akar pohon Dracovudu. Sosok yang tidak pernah ada dalam bayangannya.
Tanpa melonggarkan busurnya, Sofia Bellwings menatap tajam ke arah sosok di hadapannya dan bersuara dingin, "Sebutkan nama dan Ras-mu?"
Arslan Galie tersentak, dia mengangkat kedua tangannya. "Na-namaku Arslan. Aku ... Hanya penebang kayu biasa."
Sofia Bellwings menyipitkan mata, nada suaranya tetap dingin. Dia meminta orang asing itu mendekat dan berkedip saat memperhatikan dengan baik sosok yang bernama Arslan itu.
"Apa kau berasal dari Ras Manusia?" Sofia Bellwings menggumam pelan, agak kebingungan menebak ras lelaki di hadapannya.
Sosok yang dilihatnya nampak seperti manusia, namun mempunyai ukuran tubuh lebih pendek dengan wajah seperti pria dewasa. Jika disebut ras Dwarf, sosok ini jelas lebih tinggi dan tentunya bukan salah satu dari Orc karena Arslan tidak terlihat buruk rupa atau pun ganas.
"Sebutkan asal Ras-mu..!" Sofia Bellwings tidak bisa mengambil risiko karena ada kemungkinan sosok ini berhubungan dengan ras yang mengejarnya.
"Na-namaku Arslan, aku ... Berasal dari ras Garielnains."
".... Garielnains?" Sofia berkedip, bingung dengan jenis ras yang disebutkan oleh pemuda di hadapannya.
Menyadari kebingungan Elf yang dilihatnya membuat Arslan kembali berkata, "Itu jenis ras yang ada di tempat ini. Kau... Mungkin tidak akan tahu karena kami tinggal di bawah tanah."
"Hanya kaum Dwarf yang memiliki peradaban di bawah tanah. Lainnya adalah Goblin atau mereka yang berasal dari Ras Giant. Kau ini... Tidak mirip seperti mereka,"
Arslan Galie menelan ludah. Elf merupakan ras yang cerdas, jadi tentu saja subjek di depannya akan curiga. Tetapi tetap saja, gadis yang dia lihat masih sangat muda. Dia mungkin dapat mengelabui orang ini.
Arslan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia berkata, "Akulah yang seharusnya merasa kebingungan. Di tempat ini... Aku tidak pernah melihat makhluk sepertimu. Kau berasal dari Ras apa?"
"Hah?" Sofia tersentak. Dia terperangah ketika mendengar pertanyaan yang baru pertama kali ditujukan padanya.
Bagaimana mungkin ada makhluk di Dunia Tengah yang tidak tahu tentang kaumnya? Bahkan mereka yang bersembunyi di bawah tanah pun akan langsung mengenalinya sebagai Elf hanya dengan sekali melihat. Tidak perlu memperhatikan telinganya yang runcing, para makhluk itu akan bisa mengenalinya dengan kecantikan yang dia miliki.
"Apa kau... Tinggal di langit?" Arslan kembali bertanya. Tingkahnya yang terlihat polos membuat Sofia tidak tahu harus bereaksi seperti apa.
"Hmph, dasar bodoh." Sofia menggumam, dia pun menatap subjek di hadapannya dan lantas berkata. "Dengar, aku adalah Sofia Bellwings. Putri Kerajaan Elmora dan kau harus tunduk di bawah kakiku."
"..............." ekspresi Arslan sama sekali tidak nampak terkejut. Sejujurnya dia sudah bisa menebak bahwa subjek ini akan berbicara dengan nada yang angkuh. Tentu saja, rata-rata ras Elf memiliki kecenderungan untuk bersikap sombong.
Sofia sendirilah yang justru nampak terkejut, "Kenapa responnya seperti itu?! Apa dia bahkan tidak tahu keagungan kerajaanku? Apa caraku memperkenalkan diri kurang mengguncang?! Aduh..."
"Sepertinya kau terluka," Arslan Galie mengusap hidungnya dengan jari telunjuk, "Aku tidak akan mengganggu lagi. Kau bisa pergi dari sini setelah mengobati lukamu,"
"Tunggu!" Sofia benar-benar kesal dengan makhluk kerdil yang tingginya bahkan tidak perlu dibicarakan lagi. Pipinya yang putih nampak memerah saat dia mulai buka suara.
"Kenapa kau tidak menanyakan tentang Kerajaan Elmora? Apa kau sama sekali tidak mau tahu aku berasal dari mana?!"
"............. Kau sudah mengatakannya," Arslan Galie menggaruk pipinya dan berkata, "Kau adalah Elf dan berasal dari Kerajaan Elmora. Apalagi yang harus kuketahui? Sudah yah, aku masih harus mencari makanan. Hati-hati saja di jalan dan jangan sampai tersesat,"
"Kau! Hei..!"
Sofia Bellwings benar-benar syok dengan sifat dari makhluk pendek itu. Bagaimana dirinya bisa diabaikan begitu saja? Bukankah selama ini tidak pernah ada makhluk yang bisa mengalihkan pandangan darinya?! Bahkan siapa pun itu jika tahu caranya berkomunikasi, maka akan langsung menundukkan kepala saat dia menyebutkan namanya dan juga kerajaannya.
"Tidak mungkin..." Sofia Bellwings baru saja akan mengumpat saat perih pada punggung dan kakinya kembali. Dia melihat luka lebam pada pergelangan kakinya dan ingat dengan seberapa tinggi dirinya terjatuh.
"Holy benedicta, festo gardien, vocatiom mon adimple et sana!"
Sofia Bellwings merupakan pengguna sihir cahaya. Mantra sihir yang dia rapalkan sayang hanya bisa sedikit mengurangi rasa sakit pada lukanya. Dia tahu itu dengan jelas sebab usianya masih 16 Tahun dan sebenarnya dia merupakan Elf yang belum mahir dalam penggunaan mantra sihir.
Ekspresi wajah Sofia berubah, hidungnya mulai mengendus sesuatu dan seolah dia mulai terganggu dengan bau yang ada di sekitarnya. Dalam waktu sekejap, Sofia mulai menutup mulut seolah menahan untuk muntah.
"Ya ampun, tempat apa ini?! Baunya.. Uh! Astaga.." Sofia terbatuk, namun perih pada punggungnya kembali dan membuatnya meringis.
"Aku sudah belajar sihir. Hanya itu mantra penyembuhan yang kutahu, tapi kenapa rasa sakitnya masih ada? Aduh.. Aku akan mati jika terus di tempat ini. Di mana orang yang tadi?"
Sofia berusaha mencari keberadaan lelaki bertubuh pendek tadi, tetapi hanya ada rimbunan pohon dracovudu disertai bau menyengat di sekitarnya.
Arslan Galie sendiri ada di tempat yang cukup jauh. Dia terlihat menusuk tubuh ulat kumbang pelangi dengan akar pohon dracovudu yang diambilnya.
Arslan tidak bisa menemukan ikan dan perutnya sudah beberapa kali bergemuruh. Satu-satunya hewan yang bisa dia temukan hanyalah makhluk sebesar kepalan tangan yang berwarna hijau dan menggeliat tersebut.
Saat sedang mengumpulkan ulat kumbang pelangi, Arslan Galie teringat dengan Elf yang dia lihat sebelumnya. Sudah lama dia tidak mendengar tentang Kerajaan Elmora, namun tidak ada yang patut diingat mengenai masa lalu.
Arslan menghentikan pekerjaannya saat mendengar suara gemerisik. Dia berbalik dan melihat gadis Elf berusia muda itu berjalan mendekat.
"Apa yang sedang kau lakukan?" Sofia buka suara.
"Sebaiknya kau tetap di sana, tempat ini bau."
"Aku juga tahu itu." ekspresi Sofia terlihat pucat saat dia berkata, "Tempat ini benar-benar bau. Sangat menjijikkan,"
"Lantas kenapa kau belum pergi?"
"Kau tidak lihat keadaanku?" Sofia meringis. "Aku terluka tahu..!"
Arslan Galie menaikkan sebelah, "Apa kau tidak bisa sihir penyembuhan?"
Sofia terkejut, tetapi tidak mungkin dia jujur dengan mengatakan kelemahannya. Dia pun lantas terbatuk dan berkata, "Sa-saat ini aku haus dan kelaparan. Aku tidak bisa memakai sihir dengan kondisi yang kekurangan tenaga. Kau dari ras apa tadi..?"
"Garielnains,"
"Ah, benar. Itu. Jadi bawa aku ke tempat tinggalmu. Itu sudah kewajibanmu untuk membantuku, mengingat kau menemukanku saat terluka." Sofia menyilangkan tangan, nada suaranya terdengar sombong dan membuat Arslan Galie tertegun.
"................"
"Kenapa kau diam saja? Bawa aku ke tempat tinggalmu. Tidak lihat bagaimana kondisiku saat ini, huh?"
Arslan Galie berkedip. Dia menggaruk kepalanya dan memperhatikan subjek di depannya dengan saksama. Dirinya pun mengembuskan napas dan menggeleng pelan.
...******...
...'Elf itu bernama Sofia Bellwings, gadis cerewet. Dia mengusirnya, namun Elf itu justru mengajak bertualang.'...
...*****...
Sofia memakai busurnya sebagai penopang tubuh serta menggunakannya untuk berjalan. Dia menatap pemuda di hadapannya yang begitu pendek dan dalam hati berusaha mengingat-ingat tentang ras Garielnains, namun tidak ada yang bisa dibayangkan.
"Hei, aku tidak memaksamu untuk membawaku ke kediamanmu yah. Ini sudah jadi tanggung jawabmu," Sofia buka suara dan membuat Arslan menatap ke arahnya.
Arslan Galie hanya memperhatikan Sofia sejenak sebelum kembali memandang ke depan. Sejujurnya dia tidak pernah berkata apa pun. Gadis inilah yang memutuskan sendiri dan mengikutinya pulang.
"Sebenarnya kau ingin apa dengan ulat menjijikkan itu? Melihatnya membuatku merinding," Sofia kembali buka suara.
"Ini makananku,"
"Ma-makanan?! Kau... Memakan makhluk yang ukh! Kau serius akan memakan itu?" Sofia merasa pucat, perutnya jadi sakit.
"Kau pikir aku akan bermain-main?" Arslan berbicara singkat dan selanjutnya tidak mengatakan apa pun lagi, bahkan tidak merespon ucapan Sofia yang mengajaknya bicara.
Aroma menyengat semakin kuat saat Sofia terus mengikuti Arslan, tempat di sekitarnya penuh dengan pepohonan besar dan benda yang dipijaknya adalah jenis tanaman lumut yang terlihat sangat kotor. Dia benar-benar ingin protes, tetapi masih berusaha menahan diri karena lukanya butuh diobati.
Sofia mengerutkan kening saat menyaksikan ada sebuah pohon dracovudu tua yang memiliki lubang. Dia pun mengikuti Arslan masuk ke lubang tersebut walau harus membungkukkan tubuh.
"Baunya sangat menyengat. Rasanya seperti aku berada di bawah tumpukan bangkai," Sofia nyaris muntah tetapi Arslan tiba-tiba buka suara.
"Kau jangan mengotori tempat tinggalku dengan muntahanmu. Sebaiknya kau tahan itu jika tidak ingin kuusir,"
Sofia menutup hidungnya sambil mengedarkan pandangan. Dia sebelumnya membungkukkan badan saat masuk karena lubang di depannya terlalu pendek, tetapi ternyata isi di dalam pohon dracovudu ini luas dan ada beberapa perabotan yang terlihat.
Sofia melihat ranjang mungil dan kemudian duduk di sana. Dia bertanya, "Apa kau tinggal di sini? Di mana semua orang?"
"Kau mencari siapa?" Arslan mengambilkan air dan memberikannya pada Sofia. Benda di tangannya adalah gelas kayu berisi air yang bahkan tidak terlalu jernih.
Sofia menelan ludah, dia tidak ingin minum air yang kotor, tetapi di satu sisi dia benar-benar haus.
"Aku akan menutup mataku saja," Sofia mulai meminum air yang diberikan Arslan. Dia bisa merasakan ada tekstur berpasir, namun paling tidak tenggorokannya kini basah.
Sofia terbatuk dan berkata, "Aku mencari keluargamu. Tidak mungkin kan kau tinggal sendirian di sini?"
Arslan Galie mengembuskan napas. Dia berjalan ke arah lemari yang terbuat dari akar dracovudu dan mengeluarkan beberapa tanaman kering.
Sofia melihat Arslan menumbuk beberapa tanaman dan kembali bertanya, "Jadi bagaimana? Apa orang tuamu sedang pergi keluar?"
"Aku tinggal sendirian,"
"Mn? Tinggal sendirian? Jadi apa ada ras sepertimu di sekitar sini? Ini pemukiman kalian, kan?"
"......... Hanya aku,"
Sofia berkedip, "Kau tinggal jauh dari ras-mu atau bagaimana? Aku sama sekali tidak mengerti,"
"................" Arslan menatap sejenak ke arah Sofia dan berkata, "......... Tinggal terpisah seperti ras Giant."
"Oh, benarkah? Jadi Garielnains itu ras yang hidup sendiri-sendiri. Tapi biasanya ras Giant paling tidak akan tinggal bersama dua atau tiga orang dari kaumnya sendiri-"
"Tapi Garielnains memang tinggal sendiri," Arslan memisahkan tanaman herbal yang dia tumbuk. Sebagian dia campurkan dengan air dan kemudian mulai berjalan ke tempat Sofia.
Arslan berkata, "Minum ini dan herbal yang lain kau oleskan sendiri di lukamu. Aku memiliki pekerjaan yang lebih penting,"
Sofia tersentak, "Jadi maksudmu aku yang sedang terluka ini tidak lebih penting dari pekerjaanmu?"
"Tentu saja. Aku lapar dan tidak ada yang lebih penting dari makan," Arslan menjawab tenang dan mulai mengambil ulat kumbang pelangi yang sebelumnya dia tangkap.
Sofia memperhatikan Arslan yang mulai memotong-motong ulat itu. Bulu kuduknya berdiri saat menyaksikan ulat itu bahkan masih menggeliat saat bagian tubuhnya sudah terpotong-potong.
"Hei, mungkin kau harus tahu ini... Tapi Elf sepertiku tidak makan binatang." Sofia berkata, "Kami hanya makan buah-buahan dan sayuran, jadi kau tidak perlu repot."
"Hmph, siapa juga yang memasak untukmu? Aku membuatnya untuk diriku sendiri." Arslan berujar, "Jika kau sudah selesai dengan herbal itu maka segeralah pergi. Tempat ini terlalu kotor untuk makhluk sepertimu,"
!!
Mendengar ucapan dari pemuda yang setinggi 1,3 meter ini membuat Sofia Bellwings mendengus. Dia meminum herbal yang diberikan padanya, rasanya sedikit berbeda namun tidak ada waktu memikirkan hal itu.
"Aduh.. Punggungku sakit," Sofia meringis dan perlahan mulai berbaring. Dia melihat lampu lilin di atasnya. Tempat tidur ini terbuat dari kayu dengan jerami sebagai alas.
"Astaga... Kau memasukkan apa ke dalam bantalmu ini? Apa ini rumput kering? Oh ya ampun. Apa tidak ada bulu angsa atau yang lebih lembut? Ini benar-benar keras. Kau yakin bisa tidur nyenyak dengan bantal seperti ini? Aku sendiri tidak mungkin akan bisa tidur jika sekeras ini."
Arslan sama sekali tidak habis pikir dengan jenis Elf yang tiba-tiba saja masuk ke rumahnya tanpa diundang. Subjek yang tidak punya sopan santun dan tanpa ragu mengomentari rumah yang menjadi tempat bernaungnya. Haah... Dia sampai kehabisan kata-kata.
"Tempat tidurmu benar-benar pendek. Lihat. Tidak ada tempat untuk kedua kakiku," Sofia kembali buka suara, "Aku seperti raksasa jika tidur di sini. Kau yakin bukan dari klan Dwarf? Kau memang lebih tinggi dari dwarf yang sering kutemui, tapi kau sangat pendek jika disebut manusia. Aku tidak bisa berpikir tentang ras Garielnains. Apa kau dapat memberiku petunjuk?"
Sofia menoleh dan melihat Arslan yang begitu serius memasak tanpa menghiraukan dirinya. Pipinya bergelembung dan memerah saat dia kembali buka suara.
"Hei..! Apa kau bahkan tidak mau bertanya tentang bagaimana aku bisa terluka?!"
".............. Palingan kau jatuh," Arslan menjawab tanpa menoleh dan membuat Sofia tersentak.
"Menyebalkan..! Orang lain juga akan tahu jika aku terluka karena jatuh. Tapi apa kau tidak penasaran dengan bagaimana aku bisa jatuh?! Kau tidak menanyakan apa pun tentangku sebelumnya, ini mengganggu tahu."
"Hmph, aku tidak mau tahu dan juga tidak peduli. Jika kau merasa terganggu, maka pintuku itu selalu terbuka. Kau bisa pergi dengan mudah,"
"Kau selalu saja mengusir..." Sofia berujar pelan, "Aku ini sedang terluka tahu. Aku jatuh dari ketinggian yang bahkan tidak bisa kuhitung. Kupikir aku sudah mati, beruntung langit menyayangi gadis yang cantik sepertiku hingga aku masih hidup sampai sekarang."
"Kau harus bersikap baik padaku..." Sofia berkata, "Jika kau melakukan itu... Maka aku bisa memastikan kau akan mendapatkan apa pun yang kau mau,"
Arslan mengembuskan napas dan lantas menggeleng, "Kau mengatakan seolah kau bisa memberikan kebahagiaan pada seseorang. Apa kau akan menggunakan kekuasaan kerajaanmu untuk hal itu-"
Arslan melihat elf berkulit putih itu sudah tidur. Dia menghela napas dan mulai memakan hasil masakannya. Gadis itu padahal sudah berkata tidak akan bisa tidur dengan memakai bantal yang keras, tetapi lihatlah sekarang. Elf itu terlihat sangat tenang.
"........ Haaah... Terserah sajalah." Arslan berjalan keluar dari rumahnya. Dia pergi dan meninggalkan Sofia yang masih tidur nyenyak.
Sofia sendiri baru bangun setelah kurang lebih tertidur selama 5 jam. Saat membuka mata, kondisi di sekitarnya sudah hampir gelap. Dia meringis karena kembali merasakan sakit pada punggungnya walau tidak lagi separah yang tadi.
Dia kembali menggunakan mantra sihir dan kali ini lukanya sudah tidak terasa sakit lagi. Sofia menatap ke arah herbal yang sebelumnya diberikan Arslan dan lantas menggeleng pelan.
"Orang itu sangat tidak sopan. Bukannya menyiapkan air hangat atau memintaku untuk membersihkan diri... Dia malah tidak peduli sama sekali. Ehm... Di mana dia?"
*
*
Kondisi di bawah Gunung Merah selayaknya hamparan kabut. Di baliknya adalah bentangan hijau dari pohon Dracovudu yang berusia sangat tua, menaungi rawa-rawa dan tanah berlumut di bawahnya.
Lokasi ini sangat luas dan membentang begitu jauh. Tidak ada hal yang patut dikatakan selain bahwa tanaman Dracovudu mengeluarkan bau menyengat seperti bangkai dan semakin diperparah dengan bau dari tanah berlumpur serta tumbuhan lumut di sekitarnya.
Siapa pun pasti tidak akan tahan, termasuk Sofia. Dia bahkan sudah muntah tiga kali saat keluar dari kediaman Arslan. Perutnya sakit dan selain rasa haus, dirinya pun kelaparan.
Sofia hampir menangis karena bau yang diciumnya saat tiba-tiba mendengar suara gemerisik dari aliran air. Dia melebarkan mata dan segera bergegas untuk mencari asal dari suara itu. Bahkan tidak butuh waktu lama sampai dia menemukan sumber air di balik pohon dracovudu.
!!
Ada sungai dengan banyak bebatuan penuh lumut di hadapannya. Walau itu adalah air yang mengalir di antara bebatuan tersebut, namun Sofia teramat senang sebab dia bisa minum dan membasuh wajahnya.
"Aku selamat..." Sofia segera mendekat. Dia melepaskan sepatunya dan kemudian mulai duduk di salah satu batu.
Baru saja kedua tangannya hendak menyentuh air ketika dia merasakan kehadiran seseorang. Sofia pun menoleh dan berkedip saat melihat Arslan yang sedang mencuci buah tidak jauh darinya.
"Kenapa kau meninggalkanku?" Sofia langsung berseru dan membuat Arslan menoleh.
"Oh, kau sudah bangun?" Arslan terlihat tenang saat merespon. Tindakannya membuat Sofia terperangah.
"Kau ini sangat kelewatan. Dasar jahat," Sofia mencuci wajahnya dan kemudian mulai mendekati Arslan. Dia duduk di salah satu batu tempat pemuda itu berada dan kembali buka suara.
"Kau meninggalkanku yang terluka begitu saja, apa kau ini tidak punya hati?"
"............ Aku sudah membuatkanmu obat dan mengizinkanmu tidur di rumahku. Apa itu masih disebut sebagai 'tidak punya hati'?" nada suara Arslan tidak berubah.
"Dengar yah, kau tidak akan bisa punya teman jika masih bersikap seperti itu." Sofia tanpa peringatan langsung mengambil salah satu buah yang baru saja selesai dicuci bersih oleh Arslan. Tindakannya mendapat tatapan dari pemuda bertubuh pendek di sampingnya ini.
"Aku lapar tahu..." Sofia cemberut, "Kau jangan melihatku seperti itu."
".............."
Sofia terus mengikuti Arslan. Di sepanjang jalan, elf itu terus bicara tanpa henti. Walau memang kisah yang diceritakan Sofia lebih banyak tentang kehidupannya di istana Elmora.
"Kerajaanku itu sangat terkenal. Dengan tanah yang subur sehingga dikatakan bahwa ia diberkahi oleh langit. Tidak hanya tanahnya, bahkan pengguna sihir terhebat berasal dari kerajaan kami dan aku merupakan pengguna sihir cahaya yang langka."
Sofia berkata, "Namaku sangat terkenal dan itulah sebabnya aku terkejut karena kau tidak mengenaliku, apalagi kau hanya merespon normal saat mendengarkan tentang Kerajaan Elmora. Itu mengesalkan tahu!"
"Jika kau memang sangat terkenal, lalu kenapa kau bisa jatuh ke tempat seperti ini?"
Sofia tersenyum dan kemudian berkata, "Lihat. Kau penasaran, kan? Hmph. Siapa yang sebelumnya berkata tidak ingin tahu dan tidak peduli tentangku, hm?"
Arslan menatap Sofia, ekspresi wajahnya tidak berubah saat berkata. "Baiklah, tidak perlu katakan jika kau tidak mau. Aku hanya berharap kau bisa diam dan tidak mengganggu pendengaranku."
"Kau pendek yang menyebalkan," Sofia menggelembungkan pipinya sebelum tersenyum. Dia pun dengan semangat mulai buka suara.
Sofia berkata, "Dengarkan. Aku saat ini sedang dalam petualangan seru. Saat ini... Di seluruh tempat di Dunia Tengah... Semua orang ribut tentang Pedang Penakluk Naga. Apa kau tahu Pedang itu? Aku yakin kau bahkan tidak tahu apa pun tentangnya-!"
Sofia tersentak saat Arslan tidak berjalan di sampingnya. Dia berhenti berjalan dan melihat pemuda setinggi 1,3 meter itu berhenti melangkah entah sejak kapan.
"Kenapa kau diam di sana? Aku masih belum selesai bicara,"
Ekspresi wajah Arslan sejenak berubah sebelum kembali normal. Dia kembali berjalan tanpa mengatakan apa pun. Sofia seolah tidak merasakan adanya perubahan suasana hati subjek di sampingnya dan lantas kembali berujar.
"Dahulu kala, para ras bertarung melawan naga dan berhasil menang dengan menggunakan sebuah pedang luar biasa. Sejarah yang aku tahu, pedang itu telah bersemayam iblis dan banyak ras yang sedang mencarinya untuk mendapatkan kekuatan pedang itu. Aku..."
Arslan menatap Sofia karena tiba-tiba gadis ini menggantung ucapannya. Dia baru saja akan bicara ketika Sofia kembali buka suara.
Sofia berkata, "Ada banyak orang yang ingin memiliki pedang itu, tetapi sebenarnya pedang tersebut tidak boleh sampai muncul lagi karena yang kudengar adalah---Kehancuran dunia akan datang bersamaan dengan hadirnya pedang itu. Kerajaanku sendiri akan berada dalam bahaya,"
Sofia menarik napas dan menengadah. "Sejak dahulu, ras-ku dipercaya untuk melindungi kunci menuju lokasi pedang itu dari mereka yang berhati serakah. Namun entah bagaimana tersebar peta tentang lokasi pedang itu dan ini sangat berbahaya,"
"Aku melakukan petualangan mencari pedang itu untuk melindunginya. Namun saat sedang terbang, aku dikejar oleh penyihir hitam dan bahkan dihadang oleh kawanan *Vultour hingga membuatku terjatuh."
^^^*Sejenis burung bangkai^^^
Sofia menyadari ada perubahan pada tatapan mata Arslan dan kemudian berkata, "Penyihir hitam itu hanyalah pemula. Aku berhasil lolos dari mereka walau dengan susah payah. Tunggu! Aku sedang menceritakan tentang Pedang Penakluk Naga, bukan tentang penyihir hitam. Jadi bagaimana pendapatmu?"
"Tidak ada pendapat,"
Sofia cemberut saat dia sudah panjang lebar bicara dan Arslan hanya memberinya respon yang ketus. Dia pun berkata, "Apa kau tidak penasaran dengan kekuatan besar yang dimiliki oleh pedang itu? Kudengar siapa pun yang mendapatkannya, maka ia akan bisa menaklukkan seluruh ras di Dunia Tengah."
"......... Tidak tertarik,"
"Astaga, kau ini menyebalkan sekali." Sofia menyusul Arslan saat pemuda itu berjalan meninggalkan dirinya. Dia tidak menyerah dan kembali buka suara.
"Bagaimana jika kau ikut denganku dan bertualang mencari pedang itu?"
!
Arslan berhenti melangkah, dia menatap Sofia dan tanpa nada berkata. "Kuharap aku tidak salah dengar dengan ucapanmu tadi,"
"Memang tidak. Aku mengajakmu bertualang mencari pedang itu. Ini pasti akan jadi petualangan yang seru," Sofia tersenyum dan berkata, "Kau tenang saja. Aku sangat ahli memanah, aku akan melindungimu."
"Hmph, tidak tertarik."
!!
Sofia membeku sebelum akhirnya berkata, "Ada banyak orang yang menginginkan pedang itu. Sementara kau bilang... 'Tidak tertarik'? Astaga... Apa ras Garielnains itu makhluk yang tidak peduli pada apa pun? Dunia saat ini sedang berguncang tahu..!"
"Kalau begitu pergilah. Cari orang yang tertarik dan jangan ganggu aku,"
"Kau..!" Sofia menggelembungkan pipinya. Dia menghentakkan kaki dan mengikuti Arslan pulang.
Di rumah Arslan, Sofia terus membahas tentang Pedang Penakluk Naga dan membujuk agar pemuda itu keluar untuk bertualang bersamanya. Hanya saja, respon Arslan tetap sama. Pemuda itu menolak pergi.
Bahkan Sofia membantu saat Arslan berburu, dia menggunakan teknik memanah yang hebat saat Arslan sedang berusaha menangkap ikan dengan tangan kosong.
Sofia hanya menggunakan satu buah panah dan berhasil menangkap dua ekor ikan yang besar. Dia tersenyum dan berkata, "Lihat. Aku ini bisa melindungimu. Kau tenang saja. Jika ikut denganku, kau tidak akan kelaparan."
"Tidak tertarik,"
"Aku sebenarnya kasihan padamu. Kau tinggal sendirian di sini dan tidak ada teman untuk ditemani bicara. Dunia itu sangat luas dan ada banyak tempat yang hebat. Apa kau sungguh tidak mau melihat dunia luar?"
"................"
"Mencari keberadaan Pedang Penakluk Naga sambil menjelajah dunia adalah hal yang menakjubkan. Tidakkah kau bisa bayangkan petualangan yang akan terjadi. Ini akan seru sekali. Pikirkanlah. Apa kau tidak mau keluar dari tempat yang buruk ini?"
"................"
Arslan tetap saja menolak. Bahkan ketika berada di dalam rumahnya, Sofia terus membujuk agar Arslan mau keluar melihat dunia.
"Aku serius mengajakmu. Bertualang denganku itu sangat seru. Aku bahkan bisa mengajarimu caranya memanah untuk menangkap ikan,"
".......... Tidak perlu. Dan lagi, apa kau sungguh tidak akan pergi dari sini?"
"Aku harus pergi ke mana? Malam sudah sangat larut. Di luar sana gelap. Kau sangat jahat karena mengusir gadis cantik sepertiku,"
"Kalau begitu berhentilah bicara atau aku benar-benar menendangmu keluar dari sini."
"Hmph, bagaimana bisa kau tidur dengan tempat sekecil ini? Dan walau aku tidak pernah mengatakannya karena ini tidak sopan, tapi rumahmu bau. Kau harusnya tidak memilih tinggal di bawah pohon bangkai ini, sangat menjijikkan dan kotor."
Arslan memperhatikan subjek yang katanya tidak bisa tidur itu. Entah sadar atau tidak, tapi Sofia secara spontan menepuk-nepuk bantal seolah melembutkannya. Gadis itu bahkan seakan sudah terbiasa dan nampak mengambil posisi ternyaman untuk tidur.
"Kau harus memikirkan baik-baik ucapanku," Sofia bergumam sebelum mulai menguap. Dia berujar, "Kau sudah menolongku dan aku tidak ingin melihatmu terus berada di tempat yang kotor ini."
"..............."
Melihat elf tersebut yang mulai tidur membuat Arslan juga ikut berbaring. Dia menumpuk jerami di tanah dan dekat dengan kursi kayu miliknya.
"..............."
Arslan menatap langit-langit rumahnya yang merupakan bagian dari akar pohon dracovudu. Dia memikirkan ucapan Sofia, namun ekspresi wajahnya sama sekali tidak berubah. Itu adalah ekspresi wajah yang sama sekali tidak tertarik, apalagi memiliki gairah petualangan.
"15.000.... 15.001...."
Arslan mempunyai sesuatu yang tersembunyi dalam tatapan matanya. Entah Sofia sadar atau tidak, tetapi jelas terlihat bahwa Arslan sama sekali tidak ingin terlibat dengan dunia luar.
.........
Ketika pagi hari saat Arslan terbangun, dia tidak menemukan keberadaan Sofia. Hanya ada sebuah anak panah yang tertancap di atas meja kayu dan sebuah surat yang rupanya ditulis oleh Sofia.
Ekspresi Arslan tidak berubah walau tatapan matanya jelas memperlihatkan sesuatu yang lain. Dia baru akan bergumam ketika mendengar sebuah suara di pintu.
Arslan tersenyum samar dan kemudian berjalan. Dia membuka pintu rumahnya dan berkata, "Sudah kuduga kau akan tersesat-"
Ucapan Arslan tertahan. Dia membeku saat tahu bahwa yang berdiri di depan pintunya bukanlah Sofia, tetapi seseorang bertubuh lebih pendek darinya, berpakaian serba putih, berwajah tua, namun dengan janggut yang sangat panjang.
"Bagaimana kabarmu?"
Suara yang didengar Arslan bernada berat. Subjek di hadapannya adalah sosok yang dikenal Arslan dan orang ini pun mengenalinya dengan baik. Dia bernama Gearl Howl, penyihir dari ras Dwarf.
"Tuan Gearl Howl...?" ekspresi Arslan tidak banyak berubah, namun tatapan matanya jelas mengandung keterkejutan. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa sosok yang akan mengetuk dan berdiri di hadapannya adalah Gearl Howl.
"Boleh aku masuk?"
"............" Arslan terdiam, memperhatikan subjek yang lebih pendek darinya itu sebelum akhirnya berjalan masuk ke dalam rumahnya.
Meskipun tidak menjawab ucapannya, namun tindakan Arslan sudah menjadi isyarat bahwa Gearl Howl diizinkan masuk. Penyihir tua itu mengedarkan pandangan dan melihat setiap sudut di dalam rumah Arslan.
...******...
...'Gearl Howl datang dan berkata bahwa dunia membutuhkannya dan dia pun memulai perjalanan panjang dengan setengah hati.'...
...*****...
Terakhir kali Gearl Howl datang ke rumah Arslan adalah sekitar 20 Tahun yang lalu dan tidak ada yang berubah. Gearl Howl menarik napas dan mengingat beberapa hal ketika suara Arslan menyadarkan dirinya.
"Apa yang membuatmu datang kemari?" Arslan terlihat bersandar di dinding rumahnya. Nada suaranya serius, namun dari tatapan matanya jelas memperlihatkan bahwa dia tidak ingin bicara terlalu lama dengan Gearl Howl.
"Kulihat tempat ini tidak banyak berubah. Kau juga masih sama dengan saat terakhir kali aku melihatmu. Apa... Kau baik-baik saja?"
"Langsung saja, Tuan Gearl. Kau tidak perlu mengatakan hal basa-basi. Apa tujuanmu datang kemari?"
"............" Gearl Howl menatap Arslan dan dalam hati menarik napas pelan. Pemuda ini selalu bersikap dingin ketika dia datang, tapi tetap saja dirinya tidak mengambil hati hal semacam itu.
"Arslan, dunia membutuhkanmu."
!!
Mata Arslan melebar. Tangan yang sebelumnya bersilang kini terkepal kuat. Dia membuang muka dan lantas mendengus, "Omong kosong."
"Arslan..!" Gearl Howl memanggil saat Arslan hendak berjalan keluar. Dia berseru, "Kau tidak bisa terus bersembunyi di tempat ini. Sekarang, dunia sedang berguncang dengan kemunculan Pedang Penakluk Naga. Para ras berusaha mendapatkan pedang itu demi keserakahan mereka. Kau sangat dibutuhkan!"
"........... Tuan Gearl Howl. Jika tidak ada hal lain yang ingin kau katakan, maka pergilah. Aku masih harus mencari makanan,"
"Apa yang kau dapatkan dari terus bersembunyi di tempat ini?" Gearl Howl berkata dan membuat Arslan yang melangkah keluar dari rumahnya kini berhenti tiba-tiba.
"Arslan, sudah cukup bagimu untuk bersembunyi. Kau sama sekali tidak bersalah atas kejadian di masa lalu. Sudah cukup... Bagimu untuk menghukum diri sendiri,"
"............" Arslan menurunkan pandangan matanya. Dia berbalik dan menatap pria tua dengan janggut panjang itu.
Arslan berkata, "Pergilah Tuan Gearl. Tidak ada alasan apa pun untukku kembali, apalagi meninggalkan tempat ini."
"Ada alasannya," Gearl Howl menarik napas dan berkata, "Pedang Penakluk Naga telah bersemayam iblis. Siapa pun yang mendapat pedang itu, maka akan dikuasai hasrat membunuh yang kuat. Tidak ada yang bisa menghentikan ini selain dirimu. Hanya kau yang tahu rahasia dari pedang itu,"
"Tuan Gearl Howl..!" Arslan menggeleng, "Hentikan ini. Aku tidak ingin terlibat dalam apa pun, bahkan tidak untuk dunia. Aku tidak bisa melakukan apa yang kau minta. Aku tidak mungkin membawa perubahan seperti itu. Justru... Kehadiranku sama sekali tidak dibutuhkan. Jadi aku minta padamu... Pergilah,"
Arslan merasakan sakit di tenggorokannya saat berkata, "Aku... Hanya ingin melakukan penebusan dosa dan itu adalah menjauh dari dunia. Aku tidak ingin kembali..."
Gearl Howl berkata, "Jika kau menganggap bahwa bersembunyi di tempat ini hingga mati adalah cara untuk menebus dosa-dosamu, maka kau salah besar. Bukan seperti ini cara yang tepat untuk menebus semuanya,"
Gearl Howl menarik napas pelan dan berujar, "Kau... Adalah orang yang tahu benar tentang pedang itu dan kekacauan dahsyat apa yang bisa dibawanya jika jatuh ke tangan orang lain. Di dunia ini... Kau adalah satu-satunya orang yang bisa menghentikan bencana yang akan dibawa oleh pedang itu."
"Pikirkan ucapanku," Gearl Howl berkata. "Jika kau bersembunyi di tempat ini hingga menunggu kematian, maka ada cara mati yang lebih baik. Untuk terakhir kalinya bantulah dunia ini dan dapatkan kematian terhormat yang dapat membuat seluruh kesalahanmu terhapus. Matilah... Tanpa rasa penyesalan."
!!
"............."
Arslan memperhatikan saat Gearl Howl berjalan keluar dari rumahnya. Penyihir dari ras drawf itu berhenti tepat di samping Arslan sebelum kembali buka suara.
Gearl Howl berkata, "Aku minta maaf karena melibatkanmu kembali pada sesuatu yang sangat ingin kau lupakan. Tapi aku tidak bisa memikirkan cara yang lain selain mengingat tentang dirimu. Pikirkanlah baik-baik dan jika kau membutuhkan bantuan... Kau tahu bagaimana caranya menghubungiku."
Arslan memperhatikan saat Gearl Howl mulai berjalan pergi dan meninggalkannya. Dwarf itu memang pernah datang dan memintanya keluar dari tempat ini, namun dia menolak. Sekarang, Gearl Howl justru menggunakan alasan Pedang Penakluk Naga dan ini membuatnya terganggu.
Sebelumnya, dia bertemu Elf bernama Sofia dan gadis itu juga menceritakan tentang Pedang Penakluk Naga. Lalu sekarang ada Gearl Howl. Kehidupannya yang biasa-biasa saja selama bertahun-tahun ini kini berubah setelah kedatangan dua orang yang tidak pernah disangka-sangka.
Bayangan dari masa lalu seolah melintas di hadapan matanya. Arslan menutup mata dan seolah mendengar banyak suara yang tidak hanya berasal dari teriakan, tetapi juga geraman hewan buas, termasuk suara ledakan yang saling bersahut-sahutan.
Itu adalah kejadian lebih dari 50 Tahun yang lalu. Seharusnya dia sudah melupakan detail dari setiap tragedi berdarah itu, tetapi entah mengapa bayangannya benar-benar jelas. Seolah kejadian tersebut baru saja terjadi kemarin.
Arslan tidak ingin pergi, namun ketika dia menatap ke dalam rumahnya---pandangan matanya langsung tertuju pada anak panah yang berada di atas meja kayu miliknya.
Arslan berjalan mendekat dan kemudian mengambil surat yang ditulis oleh Sofia. Elf itu tetap memintanya untuk bertualang dan melihat dunia dan bahkan dibalik tulisan pada kertas ini----ada gambar dari peta Dunia Tengah dan lokasi yang ditandai sebagai tempat Pedang Penakluk Naga berada.
Arslan tentu saja terkejut dan membalik kertas di tangannya. Dia memperhatikan peta itu dan rasa syok menghampirinya. Sofia benar-benar niat menginginkan dirinya untuk bisa keluar dari tempat ini.
Arslan menarik napas. Dia cukup lama berpikir sebelum kembali teringat dengan ucapan Gearl Howl. Dirinya pun lantas menoleh dan melihat lemari kecil miliknya dan lalu menggulung kertas di tangannya.
Arslan berjalan ke arah lemari kayu itu dan mengambil beberapa set pakaian. Dia pun membungkusnya dengan kain dan lalu mulai mengambil sebuah belati yang diselipkan di pinggangnya.
Dia juga membawa senjata lain seperti palu dan kapak. Arslan memasukkannya ke dalam bungkusan kainnya beserta anak panah dan peta pemberian Sofia. Ia pun mengganti sepatunya dan kemudian berjalan keluar rumah dengan bungkusan di tangan.
Arslan berjalan beberapa langkah sebelum berbalik untuk melihat rumahnya. Dia menarik napas, ekspresi wajahnya tenang, tetapi tatapan matanya memperlihatkan bahwa dirinya masih merasa berat untuk mengambil keputusan ini. Dia masih tidak mau pergi dan meninggalkan rumahnya dalam waktu yang lama.
"Aku hanya akan memeriksanya sebentar. Jika ini lebih berbahaya dari yang kubayangkan, maka aku akan kembali." Arslan sudah membuat keputusan dan lantas pergi. Ini masih belum bisa dikatakan petualangan sebab niatnya masih setengah hati.
Sambil menyusuri tanah yang berlumut dan licin, Arslan Galie juga mencari makanan. Dia mengumpulkan buah-buahan liar yang bisa ditemukan dan bahkan menangkap beberapa ulat kumbang pelangi.
Arslan menyusuri aliran sungai kecil. Dia berusaha menangkap ikan bahkan dengan cara membuat bendungan, tetapi tetap saja tidak berhasil menangkap satu ekor pun.
Dia akhirnya menyerah dan memutuskan untuk mengolah ulat kumbang pelangi yang dia tangkap tadi ketika merasakan kehadiran sesuatu. Arslan pun tersentak dan segera menoleh dengan pandangan mata yang waspada.
!!!
Tepat di seberang sungai, Arslan melihat ada tiga wolf berwarna hitam dan mengeluarkan suara aneh. Air liur nampak menetes di mulut serigala yang menakutkan tersebut. Wilayah di bahwa Gunung Merah memang bukanlah wilayah yang aman sebab ada banyak makhluk liar di tempat ini dan salah satu jenisnya tentu saja adalah para wolf.
"............." Arslan menahan napas. Dia dengan hati-hati mengeluarkan belati miliknya dan bersamaan dengan hal tersebut, ketiga wolf itu menggeram dan berlari ke arahnya.
"Crevaison lux!"
Cahaya tercipta dengan sekali hunusan belati dari Arslan. Cahaya yang tiba-tiba muncul dan sangat menyilaukan itu membuat ketiga wolf itu terkejut dan lantas berlari menjauh. Arslan akhirnya bisa menarik napas lega karena mampu mengusir para wolf itu dengan sihir sederhana miliknya.
"Apa.... Sebaiknya aku kembali saja?" Arslan berpikir akan mempertimbangkan kembali keputusannya. Dia merasa bahwa ini bukanlah keputusan yang tepat untuk keluar dari tempat persembunyiannya. Jelas sekali bahwa tugas menyelamatkan dunia itu... Bukan sesuatu yang mudah dilakukan, apalagi jika hanya dirinya sendiri.
"Aku akan pulang-"
"Dunia membutuhkanmu."
Ucapan Gearl Howl tiba-tiba terngiang di kepala Arslan. Kakinya baru saja hendak dilangkahkan untuk pulang, tetapi ingatan tentang Gearl Howl membuatnya berhenti.
"Pedang Penakluk Naga telah bersemayam iblis. Siapa pun yang mendapat pedang itu, maka akan dikuasai hasrat membunuh yang kuat. Tidak ada yang bisa menghentikan ini selain dirimu. Hanya kau yang tahu rahasia dari pedang itu,"
"..... Untuk terakhir kalinya bantulah dunia ini dan dapatkan kematian terhormat yang dapat membuat seluruh kesalahanmu terhapus. Matilah... Tanpa rasa penyesalan."
Arslan memejamkan matanya. Rasanya sakit saat dia menelan ludah dan sangat menyesakkan saat dia menarik napas. Dirinya menengadah dan menatap pohon besar yang menjulang tinggi di atasnya.
"Kau memberiku... Tugas yang berat..." Arslan perlahan berjalan. Dia tahu bahwa dirinya bisa saja mengabaikan ucapan Gearl Howl, namun entah mengapa ada satu titik di dalam hatinya yang benar-benar menginginkan kematian tanpa rasa penyesalan. Dia.... Paling tidak ingin menebus kesalahannya dengan cara yang benar.
Arslan terus berjalan di dekat aliran sungai. Dia bahkan menaiki batu besar dengan pohon kecil serta lumut yang tumbuh di atasnya. Jalan ini akan sangat panjang, namun mengikuti aliran sungai akan bisa membuatnya keluar dari hutan dracovudu. Sama seperti saat dirinya datang ke tempat ini bertahun-tahun yang lalu.
Arslan baru mengambil beberapa langkah saat menuruni bebatuan sebelumnya ketika mendengar suara sesuatu yang bergerak. Dia pun berbalik dan terkejut bukan main saat tahu bahwa batu yang dinaikinya tadi bukanlah batu biasa, melainkan sesosok troll.
"Gawat..!"
Troll adalah makhluk yang mempunyai tubuh keras dan mirip seperti batu. Mereka sering menyelimuti tubuh dengan lumut atau bahkan sengaja berdiam diri cukup lama di tanah sampai tubuh mereka ditumbuhi rumput atau tanaman lainnya, itu adalah cara mereka menyamar dan mengelabui buruan.
Makanan troll tentu saja adalah makhluk hidup jenis apa pun, bahkan Arslan pun akan terlihat seperti makanan di matanya. Tidak perlu ditanyakan tentang wajah troll, itu sangat mengerikan dengan gigi runcing yang luar biasa tajam. Dan satu hal yang pasti adalah bahwa troll ini tidak akan lari ketakutan hanya dengan sihir sederhana.
"Crevaison lux!" Arslan tahu hal itu, namun tetap menggunakan sihirnya. Cahaya yang menyilaukan membuat troll itu mengeluarkan suara yang keras seperti sangat marah.
Arslan menggunakan kesempatan ini untuk lari dan menyelamatkan diri, namun troll tersebut mengejarnya. Dia terpaksa masuk ke dalam hutan dan menggunakan pohon dracovudu untuk menyulitkan troll itu dalam mengejarnya.
Arslan terus berlari. Troll itu sendiri semakin cepat dan bahkan sesekali mengeluarkan teriakan memekakkan telinga dan membuat merinding siapa pun, bahkan termasuk Arslan.
Keadaan ini jelas sangat buruk. Rasanya seperti dikejar oleh raksasa dengan gigi yang tajam dan bahkan kondisi tanah ini pun sangat menyulitkannya. Arslan harus hati-hati karena jika tidak... Dirinya mungkin akan terpeleset dan jatuh.
Membayangkan kata jatuh sama dengan berakhir di mulut troll membuat jantungnya berpacu kencang. Arslan jelas tidak mau mati dengan cara yang seperti ini, apalagi ketika dia belum melakukan apapun untuk menebus kesalahannya. Dia harus hidup mengingat Gearl Howl mengatakan bahwa saat ini dunia membutuhkannya.
"Solventus examus!" Arslan mengucapkan sebuah mantra sihir dan membuatnya langsung melesat ke atas dengan kecepatan yang tinggi.
Kali ini dia tidak menutup mata. Di kecepatan yang luar biasa itu, dirinya berusaha agar kepalanya tidak sampai membentur dahan pohon dracovudu yang keras atau itu akan menjadi akhir riwayatnya.
Arslan berhasil naik ke permukaan dan jatuh di atas dedaunan pohon dracovudu. Napasnya terlihat tersengal-sengal dan baru saja hendak menenangkan diri... Pohon tempat Arslan berada bergetar kuat.
Tanpa menunda waktu, Arslan kembali berlari. Keuntungannya adalah bahwa rimbunan pohon dracovudu membuat daun-daun yang dia pijak cukup kuat, apalagi tubuhnya ringan dan dia sendiri selalu berhati-hati dalam mengambil setiap langkah.
Suara keras kembali terdengar dan Arslan bisa melihat beberapa bagian daun yang bergerak. Jelas itu pertanda bahwa troll yang ada di bawah menggoyangkan pohon dracovudu dan bahkan menyundulnya dengan tenaga yang besar.
Arslan melambatkan langkahnya sebelum pada akhirnya diam. Troll bergerak dengan insting dan walau ini termasuk pohon yang tinggi, namun troll tersebut bisa melihat pergerakan daun karena dia berlari sebelumnya. Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah harus diam selama beberapa saat sampai troll itu merasa bahwa mangsanya sudah melarikan diri.
"................"
Arslan menelan ludah. Dia tidak berani mengintip apa yang dilakukan oleh troll di bawah sana. Dia bahkan tidak tahu bahwa troll tersebut sedang berusaha memanjat salah satu pohon dracovudu walau berakhir sia-sia.
Suara geraman kembali terdengar, namun Arslan tetap tidak bergeming. Dia menatap pemandangan di atasnya dan melihat langit biru yang cerah. Untuk sejenak, dia merasakan sedikit ketenangan.
Baru setelah tidak ada suara geraman serta pergerakan daun... Arslan pun memberanikan diri untuk mengintip ke bawah. Dia melihat troll itu sudah mulai berjalan pergi dan ini membuat dirinya bisa mengembuskan napas lega.
"Haaah...." ini bahkan belum setengah perjalanan dan dirinya sudah mengalami beberapa kesulitan. Arslan mengusap-usap dadanya dan teringat bahwa bertahun-tahun yang lalu... Dirinya beberapa kali bahkan mengalami hal yang lebih buruk dari ini.
******
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!