Pesta pernikahan baru saja selesai dilaksanakan.
Kini sepasang pengantin baru itu sedang berada didalam kamar hotel, dimana tempat mereka akan menghabiskan malam pertama.
Keduanya sama-sama masih mengenakan pakaian pengantin dengan duduk saling berjauhan.
Elena duduk ditepi ranjang dengan kaki yang diluruskan karena merasa pegal seharian berdiri, sedangkan Satria duduk disofa sembari memainkan ponselnya.
Pria itu berbalas pesan dengan seseorang.
Seseorang yang entah siapa namanya Elena juga tidak tahu.
"Mas, bisa minta tolong bukain reseleting gaunku?" pinta Elena.
Satri tidak mengindahkan permintaan Elena.
Pria itu masih terus berbalas pesan dan fokus menatap layar ponselnya dengan lekat, seolah-olah benda itu lebih menarik dibandingkan istrinya.
"Mas Satria," panggil Elena.
Satria yang dipanggil namanya beralih menatap Elena. Hanya menatap, tanpa mengeluarkan suaranya.
Tatapan Satria berubah 180 derajat dari sebelum mereka menikah.
Sebelum menikah pria itu menatap Elena dengan tatapan penuh cinta, tapi apa ini.
Satria kini menatap Elena dengan tajam seolah mereka adalah musuh.
Elena merasakan perubahan dari cara Satria menatapnya, namun sebisa mungkin ia abaikan.
Ia masih berfikir positif, dan mengira perubahan satria itu hanya karena tidak suka dimintai tolong.
"Mas, bisa minta tolong bukain resleting gaunku?" pinta Elena. Ia mencoba meminta tolong lagi.
Satria yang tadi duduk disofa kini bangkit dan menghampiri Elena, wanita yang baru ia nikahi.
Melihat Satria bangkit dan berjalan kearahnya, Elena segera berdiri untuk mempermudahkan Satria membuka gaunnya.
Dihampiri seorang pria tentu saja membuat Elena deg-degan karena merasa gugup.
Terlebih lagi, yang menghampiri Elena adalah suaminya sendiri.
Setibanya didepan Elena, Satria bukan membantu Elena membuka gaunnya. Ia justru mencengkram kuat rahang Elena.
"Akkhh! Sakit Mas," ucap Elena merasakan sakit, karena dicengkram rahangnya.
Satria menatap mata bulat Elena dengan tajam.
Mata pria itu kini dipenuhi dengan kebencian.
Iya.. Satria benci dengan wajah Elena.
"Sepertinya kamu harus tahu Elena," ucap Satria.
"Apa maksudnya mas?" tanya Elena.
"Aku menikahimu bukan karena aku mencintaimu, tapi untuk balas dendam pada Alena," ucap Satria menyeringai.
DEG!!
Elena terkejut mendengarnya.
Ia kira Satria mengajaknya menikah karena mencintai dirinya.
Tapi apa ini? pria itu justru mengatakan untuk balas dendam.
Mata bulat Elena saat ini perlahan berembun.
"Kenapa? Kamu kaget? Aku rasa kamu sudah tahu alasan aku dendam pada Alena," ucap Satria masih menatap benci pada Elena.
"Kamu dendam pada Alena kenapa kamu menikahi aku, Mas?" tanya Elena dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kamu akan tahu dengan sendirinya," ucap Satria menyeringai.
Brruukk!
Satria melepaskan cengkraman dirahang Elena dengan kasar, sehingga tubuh Elena terhempas kelantai.
"Akkhh!" teriak Elena antara terkejut dan sakit karena mendarat secara mendadak.
Hiks hiks hiks.
Air mata yang sejak tadi akan turun, sudah tidak bisa dibendung lagi.
Mata bulat Elena kini mengeluarkan air mata.
Ia tak pernah menyangka akan diperlakukan seperti ini oleh Satria.
Setelah melepaskan cengkraman pada rahang Elena, Satria segera keluar dari kamar hotel dan pergi meninggalkan wanita itu sendirian.
BRAKK!!
Satria menutup pintu kamar hotel itu dengan membantingnya.
Entah kemana perginya Satria. Elena tak sempat menanyakannya.
Meski ia menanyakan, belum tentu juga Satria akan memberitahukannya.
Hiks Hiks Hiks.
Elena masih menangis. Ia jadi teringat dengan ucapan saudara kembarnya Alena sebelum ia menikah dengan Satria.
'El, pikirkan lagi bila ingin menikah dengan Satria. Aku yakin dia memiliki maksud buruk pada mu, dan juga pada ku'.
Meski kini ia mengingat ucapan saudaranya, namun kini ia sudah terlanjur menikah dengan Satria.
Ada rasa sesal karena ia tidak mendengarkan nasehat saudaranya. Namun penyesalan itu tidak akan merubah keadaan.
Yang bisa ia lakukan, kini merubah suaminya agar mencintai dirinya, bukan untuk balas dendam lagi.
Elena menyukai Satria sudah sejak lama, saat pesta pernikahan kakak laki-lakinya.
Saat itu Elena masih berusia 17 tahun sedangkan Satria berusia sama dengan kakak laki-lakinya.
Elena kira, perasaannya pada Satria hanya sekedar menyukai saja. Namun semakin lama, perasaannya tumbuh semakin dalam.
Elena menyadari bila rasa sukanya telah berubah menjadi cintai.
Ia berusah mendekatkan diri pada Satria, namun justru saudara kembarnya lah yang menjadi kekasih pria itu.
Runtuhlah sudah harapan Elena bisa mendapatkan Satria.
Meski mencintai pria itu namun ia tak ingin merusak hubungan saudaranya.
Ia memilih memendam perasaannya seorang diri, agar tidak ada orang yang tahu bila dirinya mencintai pria itu.
Disaat Elena menyerah dengan cintanya.
Satria, pria yang ia cintai justru datang padanya dan mengajaknya menikah.
Hal itu tentu saja membuatnya bahagia, karena apa yang ia nantikan akhirnya terwujud.
Elena menerima ajakan menikah dari pria itu dan akhirnya hari ini mereka telah menikah.
Belum genap sehari mereka menikah, tapi Satria sudah menyakitinya.
Ia kira Satria mencintainya, namun ternyata salah. Ia hanya dijadikan alat balas dendam pada saudaranya.
Cukup lama Elena menangis dilantai, hingga akhirnya ia perlahan bangkit. Merayap pada pinggiran ranjang untuk berpegangan.
Sungguh tubuh Elena menjadi tak bertenaga, ia merasakan lemas sekali.
Bahkan untuk sekedar bangkit saja, ia harus berpegangan.
Hiks hiks hiks.
Tangisannya mengiringi dirinya naik keatas ranjang, lalu merebahkan tubuhnya disana.
Wanita itu masih terus menangis, hingga akhirnya ia terlelap dengan air mata yang membasahi hampir diseluruh wajahnya.
Bahkan make up yang belum sempat ia bersihkan itu sudah tak berbentuk riasan lagi.
Malam pengantin yang seharusnya dilalui dengan syahdu kini justru dilalui dengan air mata Elena yang masih terus mengalir.
Entah seperti apa perjalanan rumah tangga yang akan dilaluinya, Elena juga tidak tahu.
Pagi datang.
Elena mengerjapkan matanya yang lengket oleh air mata.
Ia bangun dari tidur, merasakan matanya yang bengkak dan kepalanya yang sakit, karena terlalu lama menangis.
Wanita itu menoleh pada ranjang disebelahnya yang masih rapih. Kemudian ia mengedarkan pandangannya kepenjuru kamar hotel itu.
Tidak ada tanda-tanda Satria pulang tadi malam.
Nyutt.
Hati Elena semakin terasa diremat. Sakit sekali.
Mengetahui suaminya tidak pulang.
Entah dimana sekarang Satria berada, Elena juga tidak tahu.
Namun ia akan memastikan keapartement pria itu dan berharap bisa menemukan Satria disana.
Wanita itu kemudian turun dari ranjang. Ia akan membersihkan diri terlebih dahulu barulah mendatangi apartement Satria.
Elena kesulitan membuka reslesting gaunnya, namun tetap ia buka secara paksa dan akhirnya terbuka, meski gaun cantik itu sedikit rusak.
Wanita itu mengguyur tubuhnya dibawah shower, menghapus jejak air mata diwajahnya serta membersihkan tubuhnya.
Dalam benaknya 'Aku harus kuat'.
Iya.. Elena memang harus kuat untuk menghadapi Satria dan dendam pria itu.
Tidak lama ia mengguyur tubuhnya, kini ia telah selesai dengan mandinya.
Elena segera berpakaian dan bersiap untuk mendatangi apartemet Satria.
Hemmm, Hufft.
Sebelum keluar dari kamar hotel, Elena menarik nafas dan menghembuskannya lebih dulu untuk mengurangi rasa sesak didadanya.
"Aku harus kuat," ucap Elena.
Elena keluar dari kamar hotel dengan tergesa
Ia ingin cepat-cepat memastikan pria yang baru menikahinya ada diapartement.
Tidak lama setelah Elena keluar dari hotel, taksi yang ditunggu-tunggu akhirnya datang.
Wanita itu bergegas masuk kedalam mobil taksi dan menyebutkan tujuanya.
Lama Elena berada di dalam taksi, karena memang jarak antara hotel dan apartement Satria lumayan jauh.
Setibanya ditempat tujuan, supir taksi tersebut menghentikan mobilnya.
Elena turun dari taksi tepat didepan gedung apartement dimana Satria tinggal.
Satria sebenarnya sudah memiliki rumah, tapi ia tidak memberitahukan pada Elena rumahnya itu.
Rumah itu, Satria buat bukan untuk tinggal bersama Elena melainkan tinggal bersama Alena, saudara kembar wanita yang ia nikahi itu.
"Semoga kamu disini mas," guman Elena sembari menatap gedung tinggi dihadapannya.
Elena, masuk kedalam gedung apartement dengan tergesa, membuat orang yang melihatnya merasa heran.
Setibanya didepan pintu lift, wanita itu segera masuk kedalalamnya.
Kemudian memencet angka 21 dimana lantai apartement Satria berada.
Elena baru sekali diajak oleh Satria keapartemennya, hanya untuk melihat tempat tinggal yang akan ia huni setelah menikah.
Ting.
Pintu lift terbuka. Elena bergegas keluar dari lift tersebut lalu menuju pintu apartement Satria.
Disinilah Elena menghentikan langkah kakinya, berdiri tepat di depan pintu bernomor 1001.
Hemmm, huuffftt.
Elena mengatur nafasnya lebih dulu, sebelum menekan kata sandi pintu apartement itu.
Setelah merasa tenang, wanita itu segera menekan kata sandi 'SALENA' lalu membuka pintu apartement tersebut.
Deg. deg. deg.
Jantung Elena berdegup kencang mengiringi langkah kakinya masuk kedalam apartement itu.
"Mas," paggil Elena disela-sela langkah kakinya.
Elena mengedarkan pandangan diruangan itu, namun ia tak melihat keberadaan Satria.
"Mas Satria," panggil Elena lagi.
Dicarinyalah Satria kedapur, barangkali pria itu sedang sarapan, tapi ternyata Elena tidak melihat siapa-siapa disana.
"Mas," panggil Elena, namun masih tidak ada yang menyahut.
"Apa Mas Satria masih tidur ya?" tanya Elena pada dirinya sendiri.
Ia bahkan mengangguk sendiri untuk menjawab pertanyaannya.
Alena berniat mendatangi Satria kedalam kamarnya untuk memastikan apa suaminya itu berada diapartement itu atau tidak.
Didalam apartement itu, ada dua kamar. Satu kamar yang ditempati oleh Satria, satunya lagi kamar kosong.
Elena beralih berjalan menuju kamar yang ditempati Satria.
Tok tok tok
"Mas," panggil Elena lagi, tapi tetap tidak ada yang menyahuti.
Karena tidak mendapat jawaban, Alena segera membuka pintu kamar Satria.
Ceklek.
Pintu kamar Satria tidak dikunci, dan bisa dibuka oleh Elena. Wanita itu melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar.
DEG!!
Elena terkejut, bahkan tubuhnya seketika kaku dengan air mata yang perlahan mengalir.
Didepan matanya, Satria sedang terlelap dibalik selimut yang tersingkap.
Satria terlelap tidak mengenakan sehelai benang pun. Hanya ditutupi selimut, tapi selimutnya tersingkap dan Elena bisa melihat tubuh polos pria itu.
Elena juga melihat, banyak tanda merah ditubuh suaminya.
Ia sudah bisa menduga bila Satria baru saja menghabiskan malam panas dengan wanita lain.
Padahal tadi malam itu adalah malam pertama untuk mereka.
Tubuh Elena yang tadi kaku, seketika luruh kelantai.
Ia melihat sendiri suaminya terlelap pulas, pasti kelelahan sehabis berciinta dengan wanita lain tadi malam.
Hiks hiks.
Tangis yang sejak tadi Elena tahan akhirnya pecah juga. Ia tak kuasa lagi menahan tangisnya.
Dadanya sesak sekali mengetahui penghianatan suaminya.
Entah dengan siapa Satria menghabiskan malam panas itu. Elena tidak melihat seorang wanita pun diapartement suaminya.
Mungkin saja wanita itu sudah pergi sebelum dirinya tiba diapartement, pikirnya.
Mendengar suara seseorang menangis, membuat tidur Satria terganggu.
Pria itu perlahan membuka matanya.
Dilihat olehnya, Elena sedang terduduk dilantai.
Satria juga bisa melihat bila Elena sedang menangis.
"Jadi kamu yang nangis?," tanya Satria tapi tidak mendapat jawaban dari Elena.
Hiks hiks
Bukannya menjawab, Elena justru menangis lebih deras.
Melihat itu Satria menyeringai. Satu langkah sudah berhasil ia lalui.
Ia ingin Elena merasakan apa yang pernah ia rasakan dulu karena saudara kembarnya.
Dengan masih menyeringai Satria perlahan turun dari tempat tidur.
Pria itu berjalan dengan tubuh polosnya masuk kedalam kamar mandi.
Brakk!
Satria bahkan membanting pintu kamar mandi sesaat ia masuk kedalamnya.
Elena yang masih terduduk dilantai hanya mampu menundukan kepalanya.
Ia tak sanggup melihat tubuh polos suaminya.
Bukan tak sanggup karena malu, melain tak sanggup melihat tubuh yang sudah dipakai orang lain.
"Apa ini cobaan rumah tangga yang harus aku hadapi?" lirih Elena bertanya pada diri sendiri.
Dengan masih berderai air mata, Elena kemudian bangkit. Ia memunguti satu persatu pakaian Satria yang masih berserakan dilantai.
Elena juga bisa mencium aroma parfume wanita dipakaian suaminya itu.
Deg!
Meski sudah menduga Satria telah menghabiskan malam panas dengan wanita lain, tapi tetap saja, hati Elena sakit mendapati pakaian dalam wanita bersama pakaian suaminya.
Pakaian dalam itu, jelas saja bukan miliknya.
Nyuttt.
Serasa dirematlah hati Elena.
Ceklek.
Pintu kamar mandi dibuka oleh Satria, lalu keluarlah pria itu dari dalamnya.
Mengetahui suaminya sudah keluar dari dalam kamar mandi. Elena buru-buru menghapus air matanya.
Satria keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk dibagian pinggang kebawah.
Bekas kecupan ditubuh pria itu nampak terlihat jelas oleh Elena.
"Ambilkan bajuku," titah Satria pada Elena.
"Iya Mas," jawab Elena dengan rasa sesak didadanya.
Elena meletakan pakaian yang baru saja ia punguti kedalam keranjang.
Lalu ia buka lemari pakaian milik suaminya, mengambilkan pakaian disana.
"Pakaikan bajunya," titah Satria pada Elena yang sudah berada dihadapannya.
Elena mengangguk. Ia membantu Satria mengenakan pakaiannya. Mengancing baju kemeja ditubuh pria itu satu persatu.
Wanita itu bisa melihat jelas bekas kecupan didepan matanya. Hal itu tentu saja membuat hatinya semakin diremat sakit.
Setelah selesai berpakaian, Satria bergegas mengambil kunci mobilnya.
"Kamu mau kemana mas?," tanya Elena.
"Jalan" jawab Satria singkat.
"Jalan? kita ini baru menikah mas, kita seharusnya menghabiskan waktu bersama bukannya kamu pergi jalan-jalan sendiri. Tadi malam juga kamu pergi dari hotel, ninggalin aku sendiri disana. Sedangkan kamu, kamu justru menghabiskan malam dengan wanita lain," ucap Elena protes, tapi tidak diherani Satria.
"Mas," panggil Elena, namun tidak dijawab oleh Satria.
Satria terus berjalan keluar dari kamar untuk pergi jalan, namun baru tiba diruang tamu ia sudah dihadang oleh Elena yang mengejarnya
"Mas Satria!" panggil Elena sembari merentangkan kedua tangannya didepan Satria.
"Minggir!" titah Satria.
"Tidak mas! Aku tidak akan minggir. Kita ini perlu bicara," ucap Elena.
Satria tidak tinggal diam, ia mendorong tubuh Elena agar menyingkir dari hadapannya.
Brukk!
Elena terjatuh disofa ruang tamu. Sedangkan Satria melanjutkan langkah kakinya.
"Aku ini sekarang istrimu mas! Tolong hargai aku! Itu saja yang aku minta, hargai aku!" ucap Elena dengan meninggikan suaranya.
Satria tidak mengindahkan ucapan dari Elena. Ia terus berjalan keluar dari apartement dan menutup pintunya.
Sedangkan Elena hanya mampu menatap nanar kepergian Satria dari tempatnya terjatuh.
"Apa salahku mas?" lirih Elena.
Elena menatap nanar pada pintu apartement yang baru saja tertutup.
Ia termenung disana. Pada kenyataannya, ia dinikahi hanya untuk balas dendam pria itu.
Elena perlahan bangkit dari tempat dirinya terjatuh tadi.
Wanita itu mengusap air matanya lebih dulu barulah masuk kedalam kamar Satria.
Disana Elena membersihkan kamar suaminya yang berantakan sehabis bercinta dengan wanita lain.
Berat rasanya untuk mengerjakannya, namun tetap ia kerjakan juga.
Elena ingin berbakti pada suaminya agar pria itu bisa melihat cinta tulus darinya.
Elena kemudian menarik seprai yang sudah kotor, lalu menggantinya dengan yang baru.
Menggulung seprei yang kotor, lalu ia masukan kedalam keranjang baju kotor.
Setelah selesai membersihkan kamar, wanita itu segera menghubungi jasa laundry untuk mencuci baju kotor disana.
Hemmpp, Hufftt.
Elena menarik nafasnya kemudian ia hembuskan.
Melakukan itu hingga tiga kali berturut-turut.
Berhasil. Rasa sesak didadanya sedikit berkurang.
"Sebaiknya aku masak saja," gumam Elena.
Wanita itu memasak makanan kesukaan suaminya.
Tidak butuh waktu lama, akhirnya masakan itu matang.
"Semoga Mas Satria suka," gumam Elena setelah selesai menyajikan makanam dimeja makan.
Tepat pukul dua belas siang, Satria datang.
Pria itu entah dari mana hingga siang hari baru pulang.
Kedatangan Satria segera disambut oleh Elena yang menghampirinya seraya menyunggingkan senyum manisnya.
Meski Elena tersenyum manis, namun Satria tidak melihatnya.
Pria itu enggan menatap Elena.
Elena mengulurkan tangannya untuk mencium tangan suaminya, namun tangan Elena ditepis oleh Satria.
Meski tangannya ditepis, namun Elena masih berusaha membujuk Satria.
"Kita makan siang ya, Mas," ajak Elena.
Satria tidak menanggapi ajakan makan siang dari Elena.
Pria itu terus berjalan menuju kamarnya.
"Mas," panggil Elena sembari mengikuti Satria.
Brakk!
Satria menutup pintu kamarnya dengan kasar.
Pintu tersebut nyaris mengenai Elena yang mengikuti Satria.
Wanita itu berdiri kaku didepan pintu yang tertutup itu. Namun ia buru-buru menyadarkan dirinya.
Tok tok tok
"Mas, ayo kita makan siang," ajak Elena lagi.
Wanita itu tidak menyerah. Sebisa mungkin ia dan Satria harus memiliki waktu bersama.
"Mas," panggil Elena lagi. Namun tetap tidak ada jawaban.
Elena membalikan tubuhnya, melangkah pelan menjauh dari pintu kamar Satria.
Namun baru tiga langkah, ia sudah mendengar pintu kamar Satria dibuka.
Ceklek.
Elena tersenyum.
Ia mengira suaminya keluar dari kamar hendak makan siang bersamanya.
Tapi, saat ia membalikan tubuh, senyum diwajahnya seketika hilang.
"Kamu mau kemana lagi mas?," tanya Elena pada Satria, pasalnya ia melihat pria itu sudah berpakaian rapih seperti hendak berangkat kerja.
Satria tidak menanggapi pertanyaan Elena. Pria itu justru melangkahkan kakinya.
"Kalau kamu mau pergi, aku harus ikut," ucap Elena mengikuti langkah kaki suaminya.
Satria yang diikuti Elena merasa geram.
"Jangan ikuti aku!" geram Satria.
Brukk!
Pria itu mendorong tubuh Elena kesofa namun sedikit meleset. Yang mengakibatkan kening Elena terkena tepi meja kaca.
"Aww!" ucap Elena.
Wanita itu segera memegang keningnya yang sedikit berdarah karena luka.
Satria tidak perduli pada Elena yang ia dorong.
Pria itu melanjutkan langkah kakinya, kemudian keluar dari apartement itu.
Elena yang ditinggal Satria, lagi-lagi hanya mampu menatap nanar pada pintu yang baru saja tertutup.
Tik.
Darah dikening Elena menetes bersamaan dengan air matanya yang menetes juga.
Sungguh, lukanya tidak terasa sakit, karena ada luka batin yang jauh lebih sakit.
Wanita itu bangkit dengan perlahan, kemudian mencari kota p3k untuk mengobati luka dikeningnya.
Setelah menemukannya, Elena segera mengobati sendiri luka itu.
"Kamu yang melukainya, seharusnya kamu yang mengobatinya juga Mas," gumam Elena sembari mengusap lagi air matanya.
Luka tersebut telah selesai Elena obati.
Wanita itu kini menghampiri meja makan yang sudah terhidang makanan kesukaan suaminya.
"Kamu bahkan tidak melirik masakan aku Mas," lirih Elena.
Elena kemudian duduk disalah satu kursi meja makan itu.
Ia mengambil nasi serta lauknya, kemudian memakannya seorang diri.
Rasanya ia tidak berselera, namun ia mengingat bila dirinya sejak tadi pagi belum makan.
*****
Malam datang, namun Satria tidak kunjung kembali keapartementnya membuat Elena mengkhawatirkan pria itu.
Elena mencoba menghubungi suaminya, namun tidak mendapat jawaban, padahal panggilan telepon itu berdering.
"Kamu kemana sih Mas?" tanya Elena.
Elena mencoba lagi menghubungi nomer ponsel Satria, tapi masih sama. Pria itu masih tidak menjawabnya.
Satria enggan untuk menjawab panggilan telepon dari Elena.
Pria itu saat ini sedang berada diruang private sebuah restorant bintang lima.
Ia sedang makan malam bersama seorang wanita.
Setelah makan malam, Satria akan mengajak wanita itu keapartementnya.
Titt titt titt
Lama Elena menunggu Satria, akhirnya ia mendengar suara seseorang menekan sandi pintu apartement.
Wanita itu segera menghampiri pintu untuk menyambut suaminya.
Elena juga sudah memasang wajah cantiknya dengan senyum yang manis.
Ceklek.
Pintu apartement itu dibuka dari luar oleh Satria.
Deg!
Elena terkejut, ternyata suaminya datang tidak sendirian.
Pria itu datang bersama dengan seorang wanita.
Wanita yang tidak Elena kenali.
Senyum manis yang tadi menghias diwajahnya perlahan pudar, berganti dengan wajah tak percaya.
Iya.. Elena tak percaya suaminya setega ini mendatangkan seorang wanita ketempat tinggalnya.
"Jadi ini istri kamu, Honey?" tanya seorang wanita sembari bergelayut manja dilengan Satria.
"Ya dia istriku, namanya Elena," jawab Satria menatap Elena yang diam kaku dihadapannya.
"Kalau begitu kenalin aku dong Honey, sama istri kamu ini," pinta wanita itu.
Satria menganggukan kepalanya tanda setuju dengan yang diminta wanita itu.
"El, kenalin ini Cecil wanita yang menghangatkan ranjangku," ucap Satria sembari menatap Elena.
Ia sengaja bicara seperti itu didepan Elena, karena ia ingin melihat ekspresi diwajah wanita itu.
"Hai, aku Cecil," sapa Cecil pada Elena.
Cecil mengulurkan tangannya pada Elena untuk berjabat tangan.
Namun Elena enggan untuk membalas jabatan tangan itu.
Mengetahui tangannya tidak dijabat oleh Elena, Cecil menarik lagi tanganya.
"Kita langsung kekamar aja ya, Honey," ajak Cecil pada Satria.
Satria tidak menjawab. Tapi pria itu melepaskan tangan Cecil ditangannya, lalu tangannya ia gunakan untuk merangkul pinggang wanita itu.
Perlakuan Satria pada Cecil jauh berbeda pada perlakuan pria itu pada Elena.
Satria dan Cecil berlalu dari hadapan Elena untuk masuk kedalam kamar.
Elena tidak mampu membayangkan apa saja yang akan mereka lakukan didalam kamar itu.
Wanita itu akhirnya memutuskan masuk kedalam kamar belakang.
Tadinya ia kira, dirinya akan tidur diranjang yang sama dengan suaminya.
Namun, pada kenyataannya suaminya itu justru mendatangkan wanita lain masuk kedalam kamarnya.
Elena yang sudah masuk kedalam kamar belakang segera mengunci pintu kamar itu.
Ia menyandarkan tubuhnya didaun pintu tersebut, lalu menangis.
Hiks hiks.
Saat ini yang bisa Elena lakukan hanyalah menangis.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!