Malam ini dua keluarga besar yang saling menjalin kerja sama dengan baik dan saling memperluas kekuasaan nya, yaitu keluarga Gates dan Laurie akan menyatukan keluarga mereka.
Dengan pesta pertunangan mewah nan meriah di sebuah hotel pencakar langit. Menyatukan anak tunggal keluarga Gates, yaitu Anastasya Gates yang akan bertunangan dengan putra sulung keluarga Laurie, Gio Van Laurie.
Dimana kedua nya memang sudah menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih selama tiga tahun belakangan ini.
Dan kini di dalam salah satu kamar hotel tersebut Anastasya tengah bersiap, memakai gaun yang begitu indah hingga menampilkan lekuk tubuh nya.
Polesan terakhir di wajah nya telah selesai, kelopak mata nya terbuka melihat wajah cantik nya lewat pantulan cermin.
"You're so beautiful, Ana" Ujar Pricilia selaku sahabat Anastasya yang saat ini tengah memeluk bahu nya dengan mata berbinar haru.
"Thank you, Cil" Balas Ana mengusap lengan sang sahabat.
Senyum manis terbentuk di bibir nya menambah kesan cantik, elegan dan mahal dari wanita itu.
"Huu,, sekarang tinggal aku yang masih sendiri sedangkan sahabat ku ini akan segera bertunangan" Seru sedih Priscilia atau biasa di sapa Cila.
"Jangan berlebihan Cila, aku baru bertunangan belum menikah" Jawab Ana menggeleng lucu melihat ekspresi sahabat nya.
Cila membantu Ana berdiri dari posisi nya, kedua nya berhadapan dengan tangan yang saling menggenggam.
"Tetap saja, tak lama setelah ini kamu akan menikah dan pasti setelah menikah kamu tidak punya waktu untuk main bersama ku"
"Lebih baik terima Steve dan setelah itu kamu akan mempunyai teman bermain sepanjang waktu"
"Huh, tidak mau! Aku tidak menyukai nya!" Dengus kesal Cila.
Tawa kecil terukir di bibir Ana, kemudian wanita itu melepas genggaman nya dan beralih memeluk tubuh Cila.
"Terima kasih sudah menemani ku sejauh ini, Cila" Ujar nya dengan nada yang terdengar sendu.
"Aku yang seharusnya berterima kasih pada mu, Ana" Jawab Cila membalas pelukan Ana.
Sesaat kedua wanita itu saling berpelukan, hingga akhirnya Cila pun mengurai pelukan mereka dan menyeka air mata sang sahabat dengan tissue.
"Sudah waktu nya kalian bertukar cincin, ayo kita turun" Ujar Cila yang mendapat anggukan dari Ana.
"Sebentar, minum dulu nanti jika sudah di pesta jangankan untuk minum. Duduk saja kamu tidak sempat" Cila mengambil sebotol air yang masih tersegel dan memberikan nya kepada Ana
"Terima kasih, cantik"
"Astaga hari ini sudah berapa puluh kali aku mendengar ucapan ini?" Ucap jengah Cila yang hanya di respon kekehan dari Ana.
Tak ada yang bersuara, Ana pun meneguk habis air di botol itu kerena memang diri nya sejak tadi sangat haus.
"Sudah?" Tanya Cila yang langsung mendapat anggukan dari Ana. "Baiklah Ayo" Lanjut nya mengandeng tangan Ana.
"Seharusnya orang tua ku yang menjemput ku di sini huh" Dengus Ana di sela langkah nya.
"Maklumi saja, orang tua mu sibuk menyambut tamu-tamu di aula"
Lagi-lagi Ana hanya mendengus pelan, cukup sebal namun memang seperti itu ada nya.
Hingga di pertengahan jalan langkah nya terasa mulai memberat, pandangan nya sedikit kabur membuat tubuh nya oleng.
"Hei astaga Ana! Are u okay?" Panik Cila menahan tubuh Ana.
Kepala Ana menggeleng samar. "Gapapa" Jawab nya setelah beberapa saat menerjabkan terus menerus kelopak mata nya.
"Beneran gapapa?"
Ana mengangguk sebagai jawaban. Wanita itu kembali melangkah dengan Cila yang berada di samping nya, menuntun nya.
Sampai di langkah ke lima tubuh Ana limbung ke lantai bersamaan dengan napas yang memberat.
"Ana!" Pekik Cila kaget.
Semakin lama pandangan Ana semakin kabur, kepala nya begitu pusing dan tubuh nya terasa begitu panas.
"Ana? Hei bangun!" Cila menggoyangkan tubuh wanita itu, namun sudah tidak mendapati respon yang terdengar hanya deru napas nya yang memberat.
"Keluar lah" Ujar dingin Cila seraya berdiri, melepaskan tangan nya dari tubuh Ana.
Dua orang pria berpakaian tertutup keluar dari persembunyian nya, kedua nya langsung menunduk hormat pada Cila yang nampak begitu arogan menampilkan seringai licik nya.
"Bawa dia ke kamar itu" Titah Cila menatap tubuh Ana yang tergeletak di lantai. Mulai menggeliat tidak nyaman.
"Baik nona" Tanpa banyak berkata-kata lagi du orang pria suruhan Cila pun langsung mengangkat tubuh Ana, membawa nya ke tempat yang di perintahkan oleh wanita itu.
Tidak ada raut bersalah atau menyesal, mata Cila pun menatap sekitar yang tidak terdapat CCTV di tengah lorong lantai lima puluh tersebut.
"Let's start.." Gumam nya seraya mendudukkan tubuh nya di lantai lorong tersebut. "I'm sorry Ana, aku mencintai tunangan mu" Lirih nya licik.
*
*
Sedangkan di dalam kamar nomor seribu delapan ratus tiga, saat ini seorang pria berseragam housekeeping hotel tersebut ber-name tag Luca Alfred baru saja tersadar dari pingsan nya.
Mata Luca seketika langsung melebar saat merasakan sentuhan pada tubuh nya, pria itu menunduk melihat tubuh nya yang ternyata sudah tidak tertutup apapun.
"No-nona!" Pekik kaget Luca mengenali siapa wanita di atas tubuh nya ini.
Dia Anastasya, benar Ana lah yang saat ini tengah menggerayangi tubuh polos Luca dengan wajah memerah dan tatapan begitu sayu.
Luca mendorong tubuh Ana yang sudah berantakan itu, kemudian menarik selimut untuk menutupi tubuh polos nya.
"Sentuh aku eugh.." Erang kepanasan Ana, mencoba menggapai tubuh Luca yang sudah berdiri menjauhi nya.
"Sadar nona!" Luca panik bukan main, wanita di depan nya bukan sembarang wanita dan wanita itu juga akan segera bertunangan.
"Eughh,, please sentuh aku.." Erang Ana semakin kepanasan. Tangan nya menarik kasar sisa gaun indah itu hingga terlepas dari tubuh nya.
Kepala Luca menggeleng cepat saat merasakan hawa panas yang sejak awal ia rasakan. "Ada yang tidak beres" Gumam nya.
Dengan cepat Luca mencari pakaian nya atau sekedar handuk kimono untuk ia pakai dan keluar dari kamar ini.
"Ah, sentuh aku please. Panas ughh.."
Des*han dan erangan Ana mengalun begitu indah dan menggelitik tubuh Luca, kepala pria itu rasa nya ingin meledak saat tak kunjung menemukan barang yang ia cari.
Greb!
"Nona!" Pekik kaget Luca saat tiba-tiba Ana menarik selimut nya dan langsung memeluk tubuh toples nya.
"Ah.."
"Persetanan dengan siapa anda karena anda yang menggoda saya terlebih dahulu nona" Erang frustasi Luca yang sedetik kemudian menyambar bibir tipis milik Ana.
"Eughh.."
Tidak ada suara, hanya des*han dan erangan yang keluar dari sela bibir Ana saat tubuh nya di dorong ke kasur dan mulai di jamah oleh pria di atas nya.
"Maaf,, maafkan saya nona.." Ucap lirih Luca dengan mata yang semakin menggelap di kuasai hasrat nya.
Setelah nya yang terdengar hanya erangan panjang kedua manusia itu saat milik mereka bersatu, melupakan sesaat kepahitan dunia.
"Percepat uh.."
...****************...
Hai hai, selamat datang di karya baru author👋🏻🥰
Jangan lupa berikan dukungan berupa like, komen, gift, dan vote nya agar author tambah semangat!!❤️🩹
"Cila.."
"Bangun Cila.."
Liora Gates terus menggoyangkan tubuh Cila bahkan sesekali menepuk pipi wanita yang terbaring di lorong lantai lima puluh itu sejak lima belas menit yang lalu.
Raut nya berubah pias melihat tubuh Cila yang tergeletak tanpa ada sosok putri nya di samping wanita itu.
"Cila, bangun sayang.." Panggil Liora lagi mencoba membangunkan Cila yang berada di pangkuan nya.
"Mom" Panggil pria dengan tuxedo putih di padukan dengan sepatu kulit berwarna putih senada kini berdiri di depan Liora dengan wajah di penuhi keringat.
"Bagaimana Gio? Apa kamu sudah menemukan Ana?" Tanya Liora pada calon menantu nya, sekaligus calon tunangan putri nya.
"Tidak Mom, Ana tidak ada di kamar dan aku sudah mencari ke beberapa tempat tapi Ana tidak ada" Jelas Gio.
"Papa tidak menemukan nya" Sambung Van, Papa Gio yang kini berjalan tergesa-gesa mendekati mereka dari arah lain.
"Daddy juga tidak menemukan Ana" Timpal Zico, Daddy Anastasya.
"Bagaimana ini hikss,, dimana Ana?" Tangis Liora tak tertahan kan, sungguh ia khawatir dengan putri nya yang tiba-tiba menghilang.
Belum lagi saat ini sahabat Ana yang sejak awal menemani putri nya itu tidak sadarkan diri.
"Papa sudah menyuruh orang untuk mencari Ana?" Ujar Ava, Mama Gio.
"Sudah Ma, mereka sedang mencari di sekitaran hotel dan sedang memeriksa CCTV" Jawab Van.
"Sttthh.."
Rintihan itu berhasil mengalihka fokus mereka yang kini langsung menatap Cila yang tengah mengusap leher belakang nya dengan ekspresi menahan sakit.
"Cila!" Liora memekik cukup senang melihat sahabat dari putri nya sudah sadar.
"Shh,, Mommy.. Kalian.." Desis lirih Cila mencoba bangun.
Dengan cepat Liora dan Ava pun membantu wanita itu untuk duduk. Tangan Cila pun terus memegang kepala nya.
"Cila, dimana Ana?" Tanya langsung Gio yang sangat khawatir.
"Ana?.." Sesaat Cila terdiam seakan mengingat sesuatu.
"Cepat jawab Cila, apa yang terjadi pada kalian?!" Ujar tak sabaran Gio.
"Sabar Gio, Cila sedang mencoba mengingat" Ucap Ava menenangkan putra nya.
Setelah beberapa saat kepala Cila menggeleng cepat. "Ga,, ga mungkin" Gumam nya terdengar tidak percaya.
"Ada apa? Katakan!"
Cila mengangkat pandangan nya, menatap satu persatu anggota keluarga itu. "Tidak.." Gumam nya lagi.
Gio yang semakin geram dan khawatir pun lantas mencengkram kedua bahu terbuka Cila dengan rahang mengetat. "Katakan Priscilia!!" Sentak nya tertahan.
"A-aku tidak tau apa yang terjadi, tetapi sebelum nya Ana meminta ku untuk berjalan lebih dulu dan dia di belakang ku" Ujar terbata Cila yang menarik napas nya sejenak.
"Lalu tiba-tiba aku merasakan punggung ku di pukul dengan keras, dan aku tidak ingat apa pun lagi.." Lanjut nya memegang kepala nya.
"Apa maksud mu, dimana Ana!!" Teriak Gio marah.
"Aku tidak tau Gio, aku tidak tau hikss.." Balas teriak Cila mulai terisak. "Terakhir aku mendengar ada seseorang yang menyebut lantai tiga puluh tiga hikss.."
Mendengar itu, tanpa berlama-lama lagi Gio pun melepaskan cengkraman nya pada bahu Cila dan langsung berlari ke arah lift yang di ikuti oleh Zico dan Van.
"Mommy hikss,, bagaimana dengan Ana hikss.." Isak nya.
Liora memeluk tubuh Cila, mengusap bahu wanita itu yang sudah ia anggap sebagai putri nya sendiri. "Kita harus cari Ana" Ucap nya berusaha tegar.
Liora melepas pelukan nya dan membantu Cila berdiri yang tentu nya di bantu juga oleh Ava. "Ayo kita susul mereka"
Cila mengangguk begitu pun dengan Ava, kini Ketiga wanita itu tergesa-gesa menuju lift yang ternyata sudah tertutup.
"Siall, aku ketiduran!" Batin kesal Cila mengusap leher nya yang terasa sakit.
Ting!
Pintu lift kembali terbuka, dengan langkah cepat mereka masuk dan menekan angka tiga puluh tiga.
Sedangkan para pria yang sudah sampai di lantai itu mulai membuka satu persatu kamar hotel tersebut yang memang selama lima hari ini hotel pencakar langit itu tidak di tempati siapapun kecuali keluarga mereka dan para tamu yang nanti nya akan menginap.
"Bagaimana Pa, sudah ketemu?" Tanya Ava yang baru saja sampai dengan tidak sabaran.
"Belum Ma, ayo bantu cari"
Ava mengangguk, para wanita pun ikut membuka satu persatu pintu kamar yang ada di lantai tersebut sampai akhirnya.
"Yang ini kenapa di kunci?" Tanya Cila cukup keras hingga mengalihkan perhatian mereka.
Denhan tergesa-gesa mereka pun mendekati Cila, lebih tepat nya kamar dengan nomor seribu delapan ratus satu.
"Tidak, kamar di sini tidak ada yang di kunci" Jawab Zico.
Mereka semua tersadar, dengan saling bertatapan saja para pria itu sudah mengerti.
"Kalian minggir lah" Ujar Gio menatap para wanita.
Liora, Ava, dan Cila pun menurut dan menjauh. Selang beberapa detik kemudian dengan kompak ketiga nya mendobrak pintu.
Beberapa kali percobaan gagal, hingga percobaan ke empat pintu itu terbuka lebar menampakkan sepasang manusia yang tengah bergelut di atas kasur yang sudah berantakan.
"Brengsek!!" Teriak murka Gio melihat dua orang itu.
Luca tersadar, dengan cepat mengeluarkan milik nya dan menarik selimut menutupi tubuh nya dan tubuh Ana yang terus menggeliat di bawah nya.
BUGH!
Satu tendangan begitu keras berhasil menghantam tubuh Luca hingga pria itu terpental membentur tembok.
Sedangkan di pintu sana para orang tua membeku melihat ke dalam kamar itu. Melihat secara langsung adegan tidak pantas.
"Uhh,, lagi.. Percepat emhh.." Desah Ana.
Gio melihat itu, melihat tubuh toples sang kekasih yang sudah di penuhi keringat dan bau menyengat dengan amarah yang menggebu-gebu.
"Baj*ngan!!" Teriak nya lagi, melompati kasur dan langsung menghujami wajah Luca dengan pukulan kuat nya.
"Ana!!" Pekik Liora menerobos masuk dan menutupi tubuh putri nya yang terus menggeliat.
Zico dan Van keluar sebelum Gio memukuli Luca, Zico terdiam dengan tatapan lurus, sedangkan Van menatap Zico begitu tajam penuh kekecewaan.
"Tidak aku sangka, ternyata anak mu seorang jal*ng" Desis remeh Van.
"Tutup mulut mu sialan!" Hardik tak terima Zico.
"Tutup? Apa yang harus aku tutup saat melihat secara langsung kegiatan panas putri mu dengan pria yang bukan kekasih nya, terlebih lagi hari ini hari pertunangan nya. Brengsek!" Emosi Van menggebu, diri nya dan nama besar keluarga nya merasa di rendahkan dengan kejadian ini.
"Mulai hari ini segala hubungan keluarga kita atau pun bisnis kita berakhir dan aku tidak sudi anak ku menikah dengan jal*ng seperti Ana!"
"Kau!!" Zico tak mampu berkata-kata, pria itu memegang dada nya yang tiba-tiba saja terasa sesak.
"Daddy!!" Pekik panik Cila menahan tubuh Zico.
Tanpa peduli lagi, Van pun kembali masuk ke dalan kamar hotel itu dan menarik tubuh putra nya yang terus memukuli pria yang sudah terkapar itu.
"Kita pulang sekarang, Hubungan kalian selesai sampai di sini!" Tegas Van.
"Lepaskan! Aku ingin memukuli nya sampai mati!!" Teriak Gio kesetanan.
"Cukup Gio, keluarga kita sudah di rendahkan!" Bentak murka Van menarik paksa putra nya dan di pintu sana ia menarik tubuh istri nya yang masih terdiam membeku.
"Mommy, Daddy pingsan!!" Teriak Cila dari luar.
...****************...
Pukul delapan pagi, kelopak mata Anastasya mulai bergerak tidak nyaman. Tubuh nya pun menggeliat kecil tanda sudah sadar dari alam mimpi nya.
Namun di samping wanita itu ada seorang pria yang terduduk lemah di lantai dingin kamar hotel tersebut dengan penampilan yang sangat berantakan.
"Em.." Lenguh Ana yang perlahan membuka kelopak mata nya, menyesuaikan cahaya yang menyerang pengelihatan nya.
"Anda sudah bangun, nona?"
Suara berat lirih yang terdengar penuh kesakitan itu berhasil menyadarkan Ana sepenuhnya. Dengan gerakan cepat wanita itu duduk dan menoleh ke asal suara.
"Kau..?!" Seru kaget Ana.
Luca sedikit menoleh membuat Ana dapat sisi wajah sebelah kanan yang membiru akibat pukulan itu.
"Kenapa--"
"Nona mandi lah, kita harus segera ke rumah sakit" Potong nya kembali meluruskan pandangan nya.
Ana tersadar semakin tersadar saat melihat sekitar, kini wanita itu pun beralih menatap tubuh nya yang ternyata bagian atas tubuh nya terekspos karena selimut di tubuh nya turun.
"Yak!!" Teriak kaget Ana. Kepala nya terasa berdenyut mencoba mengingat sesuatu tetapi si*l nya Ana tidak bisa mengingat apa yang terjadi sebelumnya.
Yang ia ingat bahwa ia akan bertunangan dengan Gio. Mengingat hal itu Ana kembali memekik dan turun dari kasur dengan menahan rasa perih dan nyeri pada inti nya.
"Apa yang terjadi, kenapa-"
"Saya mohon nona segera mandi, kita harus ke rumah sakit Ayah anda terkena serangan jantung semalam"
Deg!
......................
Ceklek~
"Mom.. Dad.." Panggil lirih Ana yang baru saja membuka pintu ruang rawat Zico dimana terdapat kedua orang tua nya.
Liora diam tidak mengeluarkan suara, tatapan nya berbeda tidak seperti sebelum nya. Namun lain hal nya dengan Zico yang awal nya menatap Ana kini langsung membuang pandangan nya.
Melihat semua itu tubuh Ana semakin melemas karena sebelum nya ia telah mendengarkan penjelasan pria yang ia lihat ketika bangun tidur dengan wajah yang babak belur itu.
"Mom,, Dad.." Panggil Ana lagi seraya mendekati.
Kedua orang tua nya masih diam tak merespon, hingga akhirnya Ana sampai di samping Mommy dan Daddy nya. Meraih perlahan tangan sang Mommy namun langsung di tipis.
"Jangan sentuh saya, kamu bukan anak saja!" Seru tajam Liora dengan mata penuh kekecewaan.
Kepala Ana menggeleng cepat. "Tidak Mom, aku-"
"Tujuan saya menyuruh pria miskin itu membawa mu ke sini adalah untuk memutus hubungan keluarga, kamu bukan lagi keluarga Gates!"
"Mommy!!" Seketika air mata Ana langsung menetes, kepala nya menggeleng cepat mencoba meraih tangan sang Mommy namun langsung di tepis.
"Daddy hikss,, maafkan Ana" Ujar nya terisak hendak menggenggam tangan Zico namun ternyata langsung di tepis juga.
"Keluarga Gates sudah kehilangan muka karena kelakuan memalukan mu, sekarang kamu bukan lagi keluarga Gates dan sana pergi bersama pria miskin yang kamu pilih!" Ucap tajam Zico penuh amarah.
Tubuh Ana meluruh ke lantai, diri nya bersimpuh dengan isak tangis yang begitu pilu. "Maafin Ana hikss,, Ana di jebak, Ana tidak mau seperti ini hikss.."
"Di jebak dalam kenikmatan? Seperti itu?" Sahut pedas Liora.
Kepala Ana menggeleng cepat. "Tidak Mom, Ana.."
"Jangan panggil saya Mommy lagi karena kamu bukan anak saya!" Tajam Liora.
Tidak ada lagi tatapan kehangatan dan penuh kasih sayang dari dua orang yang sangat Ana sayangi itu.
"Pergi!" Teriak murka Zico dengan tangan yang kembali menekan dada nya.
"Daddy!" Panik Liora.
Ana pun langsung bangun dan berniat mendekati sang Daddy, namun tubuh nya langsung di dorong oleh Liora.
Ana sudah pasrah jika tubuh nya terjatuh di lantai, namun sepasang lengan yang dibalut kemeja panjang itu menangkap tubuh nya.
"Pergi kalian, pergi!" Teriak Zico semakin muak saat melihat wajah Luca.
"Daddy hikss.." Isak Ana tak mampu berkata-kata menahan rasa sesak.
"Ambil barang-barang mu di rumah lalu menghilang dari hadapan kami dan yang terpenting tinggalkan semua kartu atm yang di berikan suami saya!" Ucap Liora.
Ana menggeleng cepat, mulut nya tidak mampu berkata-kata selain mengeluarkan isak tangis.
"Dan kau!" Mata Liora tertuju begitu tajam pada Luca. "Bawa wanita tidak tau diri itu jauh-jauh dari kami!"
"Maaf nyonya jika saya lancang, kedatangan saya ke sini untuk meminta izin karena saya akan menikahi nona Anastasya sebagai bentuk pertanggung jawaban"
"Tidak!" Teriak Ana, menjauhi tubuh Luca.
"Cih, terserah saya tidak peduli dan yang perlu saya tekan kan bahwa dia" Liora menunjuk Ana. "Bukan lagi anak saya!" Lanjut nya tajam.
"Mommy!!"
"Baik nyonya, terima kasih dan kami izin pamit" Ujar sopan Luca, menggenggam lembut tangan Ana yang terus memberontak.
"Ikut lah dengan saya, nona" Ujar lembut Luca.
"Tidak! Tidak akan pernah!" Teriak Ana mencoba menarik tangan nya.
"Pergi kalian dan silahkan membuat drama di luar!" Sentak tajam Zico membuat Ana terdiam seketika. Tak lagi memberontak.
Kini dengan perlahan Luca pun menarik tubuh Ana agar keluar dari ruangan itu, membawa nya ke dalam gendongan saat merasa tubuh Ana hampir terjatuh.
"Kenapa ini semua terjadi pada ku hikss,," Isak sendu Ana memeluk leher Luca dan menumpahkan rasa sesak nya pada ceruk leher pria itu.
Sedangkan Luca hanya diam dan terus melangkah mengabaikan tatapan para penghuni rumah sakit itu.
Keluar dari gedung tersebut, Luca pun langsung menghentikan salah satu taxi yang kebetulan lewat di waktu yang tepat.
"Westminster Cathedral" Ujar Luca sebelum sang sopir menanyakan tujuan nya.
"Baik tuan, di mulai dari nol" Jawab sang sopir seraya mengatur argometer di nominal nol nol.
Luca mengangguk samar, kemudian taxi itu mulai melaju ke tempat yang Luca sebutkan tadi. Sedangkan Ana yang sempat mendengar nama tempat yang disebutkan Luca seketika menegakkan tubuh nya dan berpindah duduk di samping pria itu.
"Tidak sir, kita ke Knightsbridge nomor seratus delapan saja!" Ujar Ana menahan isak kan nya.
"Tidak" Tolak Luca dengan nada yang terdengar dingin namun tatapan nya begitu lembut pada Ana. "Tetap ke Westminster Cathedral"
"Knightsbridge!" Paksa Ana menatap marah Luca.
Sopir taxi tersebut jadi bingung, kini di pertigaan mobil itu terhenti karena jika ke kanan akan menuju ke Knightsbridge, lalu jika ke kiri akan ke Westminster Cathedral.
"Kita akan kemana tuan, nona?" Tanya sang sopir.
"Knightsbridge!"
"Westminster Cathedral!"
Ujar kedua nya secara bersamaan. Saling memaksa namun beda nya tatapan Luca tetap terlihat lembut.
"Knightsbridge! Aku tidak mau menikah dengan mu!" Desis tajam Ana.
"Westminster Cathedral, karena jika tidak kita akan berdosa!"
Mendengar itu Ana terkekeh. "Anak tuhan rupanya?" Ejek Ana membuat tatapan lembut Luca berganti sedikit menajam sesaat namun kembali lembut.
"Turuti perkataan saya nona, karena anda tidak bisa pergi jika anda mengandung anak saya"
"Aku bisa mengugurkan nya, aku tidak sudi menikah dengan pria miskin seperti mu!" Desis nya tajam.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!