NovelToon NovelToon

Isteri Kontrak Tuan Kejam

Bab 1

“Tanda tangan!” lelaki itu melempar map ke arah gadis di depannya.

Gadis itu meraih map di meja lalu membukanya. “Apa ini?” tanya gadis itu.

Lelaki itu berdecak, “Lo buta! Baca sendiri lah.”

Gadis itu meringis pelan mendengar bentakan si lelaki. “Surat kontrak?” tanyanya memastikan.

“Hmm, pernikahan kita cuman satu tahun, setelah semuanya selesai lo bebas pergi dan otomatis lo lepas dari gue. Syarat lo, lo hanya perlu hamil dan tinggalin anak lo sama gue,” ujar si lelaki menjelaskan isi kontrak tersebut.

“Jadi, aku cuman istri kontrak kamu?” tanya gadis itu dengan suara bergetar.

Lelaki itu tersenyum miring, “Kenapa? Lo berharap gue anggap lo istri sah gitu? Lo itu cuman orang asing yang kebetulan singgah di hidup gue. Lo sama gue cuman orang asing, garis bawahi itu.”

Gadis itu merasakan sesak di dadanya. Apa ini? Kenapa rasanya sesakit ini. Jadi, dia dinikahi hanya untuk melahirkan anak lalu meninggalkannya. “Tapi---”

“Gak ada tapi-tapian. Terima gak terima ya terserah lo! Satu hal yang harus lo ingat, jangan pernah campuri hidup gue!” tekan si lelaki penuh ancaman.

Gadis itu menundukkan kepalanya meratapi nasibnya yang begitu miris. Pernikahan yang selama ini ia dambakan ternyata sesakit ini, meskipun berdasar perjodohan tapi dia berusaha untuk menerimanya.

“Gak usah sok sedih lo, serbet--- siapa nama lo, oh beth---”

“Annabeth!” ujar gadis itu membenarkan, panggil dia Anna.

“Lah itu, gak penting juga. Lo harus patuhi semua peraturan yang tertulis di kontrak itu, lo berani ngadu sama bokap gue, lo habis sama gue!” ujar lelaki itu mengancam.

Anna diam tidak menjawab. Dia bingung.

“Jawab!”

“I–ya, Leon.”

Leon pergi meninggalkan Anna yang masih tertunduk gugup. Jangankan mengajak Anna, bertanya pada Anna pun tidak ia lakukan, sekarang apa yang harus Anna lakukan.

Anna mulai membaca tiap nomor di dalam kontrak tersebut. Mata Anna membulat kaget saat membaca setiap peraturan yang tertera di sana.

Pihak kedua tidak berhak mencampuri urusan pihak pertama.

Pihak pertama selalu benar.

Pihak kedua wajib menuruti perintah mutlak pihak pertama.

Tidak satu kamar. Tidak ada penolakan!

Bikin anak lancar.

Dst.

Sepertinya untuk poin 4 dan 5 agak aneh. Anna mengerutkan keningnya, tidak sekamar? Bagaimana bisa bikin anak kalau tidak sekamar, pikir Anna.

Anna memukul kepalanya. “Mesum!”

Anna menggeret kopernya. Dia bingung harus pergi kemana, mau ke kamar Leon tapi tidak tahu, ingin ke kamar lain dia tidak tahu juga. Rumah ini terlalu besar dari rumah biasanya, seperti mansion yang ada di televisi.

“Nyonya?” panggil salah satu maid sembari menghampiri Anna.

Anna menoleh, dia melihat maid yang berjalan tergopoh-gopoh ke arahnya. “Kenapa kamu lari-lari, ada apa?”

Maid itu menundukkan kepalanya hormat. “Tuan muda Leon memberikan ini untuk Nyonya.”

Maid itu menyodorkan secarik kertas kepada Anna. Anna menerimanya lalu membacanya.

“Kamar lo ada disebelah kamar gue. Mau tolak ataupun tidak itu terserah lo, mau tidur di gudang pun terserah.” Anna terkekeh pelan sambil membaca surat kecil itu.

“Saya permisi dulu Nyonya.”

“Eh sebentar, kamar Leon ada dimana?” tanya Anna.

“Di sebelah sana Nyonya, mari saya antar.”

“Tidak perlu. Terimakasih!”

***

Anna menatap sekeliling kamar barunya. Saat di rumahnya kamarnya tidak sebesar ini, kamar ini setara dengan ruang tamu di rumahnya. Anna tidak bisa membayangkan sekaya apa keluarga suaminya.

Annabeth Syhna Lovani gadis berusia delapan belas tahun yang harus mengalami nasib buruk, yaitu harus menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak ia kenal. Pemaksaan dari Ayah tirinya membuat Anna tidak bisa berkutik, jika dia menolak maka Ibunya akan menderita. Ancaman Ayah tirinya itu tidak main-main, walaupun harus berkorban demi keluarga tapi Anna tetap bersyukur bahwa dia masih bisa melanjutkan Sekolahnya dengan status barunya.

Anna memasukan baju-bajunya ke dalam lemari. Setelah selesai dia mengganti bajunya lalu pergi tidur. Sudah dua jam lamanya Anna bergerak tidak nyaman, sekarang sudah larut malam tapi Anna tidak bisa memejamkan matanya.

“Ayo tidur. Janji deh, besok gak akan ikut ekskul sehari,” gumam Anna sembari memukul kepalanya kasar.

“Ayolah!”

Anna membuka ponselnya lalu memutar lagu kesukaannya, Anna berharap dia segera tidur karena besok adalah hari yang melelahkan. Anna menutup seluruh tubuhnya dengan selimut lalu memejamkan matanya sambil menikmati alunan musik.

Tepat di kamar sebelah Anna. Leon membanting semua benda yang ada di sekitarnya. Tidak tanggung-tanggung dia membanting vas bunga yang harganya setara dengan motornya, Leon tidak peduli sekarang dia hanya ingin meluapkan amarahnya.

“Damn it! Harusnya lo tolak. Lo bego banget Leon!” Leon menarik rambutnya kasar.

“I'm sorry Princess ....”

Leon tertunduk lesu sambil menelungkup kan wajahnya diantara lututnya. Pikirannya kacau, dia butuh ketenangan namun ketanangan itu telah hilang membawa seluruh jiwanya.

Leon mengambil ponselnya lalu menghubungi seseorang.

“Gue butuh itu sekarang!” perintahnya.

“............”

“Bodo amat! Mau gue mati sekalipun, gue gak peduli.” Leon mencengkram kuat ponselnya.

“...........”

“Banyak bacot lo! Cepet bawa atau rumah lo gue bakar!” ancamnya tidak main-main.

Leon menutup telponnya sepihak. Tidak penting dengan gerutuan di seberang sana, yang pasti dia butuh ketenangan sekarang, meskipun dengan cara yang dilarang.

“Hug me Princess ....”

“I love you.” Perlahan tapi pasti Leon menutup matanya.

Pagi-pagi sekali Anna sudah rapi dengan seragam sekolahnya, dia sedang berada di dapur bersama beberapa maid mambantunya memasak. Anna mencoba menyesuaikan diri di rumah ini walaupun sebenarnya masih terasa kaku.

“Tuan muda menyukai makanan manis Nyonya, misalnya dessert dan cake coklat,” ujar maid itu memberitahu.

Anna mengangguk mengerti, lain waktu Anna ingin membuatnya. “Mmm, ada lagi selain itu?”

“Tuan muda paling suka ayam kecap tapi, segala olahan ayam pun Tuan muda menyukainya.”

Sekarang Anna sedikit tahu tentang kesukaan Leon. Anna membawa masakannya ke atas meja, dia segera pergi ke kamarnya untuk mengambil tasnya.

“Leon makan dulu.” Anna melihat Leon yang baru turun.

Leon menatap malas Anna. “Jangan caper! Gak ada pengaruhnya buat gue.”

Anna menunduk, padahal dia tulus membuat sarapan untuk Leon tapi, Leon salah mengartikan semua itu. “Tapi---”

“Halah banyak bacot lo! Kasih aja sama kucing, kalo nggak buang aja.” Leon pergi dengan kata-kata pedasnya.

Mata Anna berkaca-kaca. Anna sadar dia hanya istri kontrak, tapi apa Leon sama sekali tidak menghargainya setidaknya dia mencicipi sedikit saja sudah membuat Anna senang.

Sesakit inikah menikah dengan Albert Leonard Cenze.

***

Anna berjalan memasuki kelasnya. Di sana sudah ada Eliza yang menunggunya. “Sorry, gue lama ya?”

Eliza berdecak kesal. “Mau beruban gue nunggu lo kayak orang bego di sini.”

Anna tertawa pelan, Eliza ini memang tipe cewek yang sulit diatur dan tidak suka menunggu, walaupun begitu bagi Anna, Eliza adalah sahabat sekaligus rumahnya.

“Tumben lo telat? Pasti karena si tua bangka gak berguna itu, kan?” tanya Eliza sambil mengepalkan tangannya.

Anna tak habis pikir, sebenci itukah Eliza kepada Ayah tirinya. “Jangan begitu, dia tetap orang tua yang harus kita hormati.”

Eliza memutar bola matanya jengah. “Nah ini masalahnya, lo terlalu baik sampai semua orang manfaatin lo termasuk si tua itu.”

Anna mengusap punggung sahabatnya. Anna sangat beruntung memiliki sahabat seperti Eliza yang perhatian kepadanya. “Udah jangan marah-marah nanti cepet tua menurut teori warga 62+.”

Mata Eliza melotot sempurna. “Apa-apaan itu?!”

“Jangan dipikirin mending ke kelas.”

Anna berlari menuju lapangan, setelah selasai rapat osis dia langsung menyusul Eliza di sana. Sekarang Sekolah mereka akan tanding basket dengan Sekolah tetangga. Mereka tampak antusias menyambut acara besar ini, dimana para suporter akan saling menyemangati masing-masing club.

Anna adalah seorang ketua osis jadi, dia yang bertanggungjawab dengan acara ini. Anna duduk pojokan bersama Eliza dan juga teman sekelasnya. Anna melihat pertandingan tersebut dengan penuh semangat, namun matanya memicing saat melihat sosok yang dikenalinya.

“Leon?” gumamnya pelan.

Anna tidak menyangka jika Leon merupakan anak Sekolah tetangga. Anna juga tidak tahu kalau Leon ikut tanding hari ini, tahu begitu Anna akan menyiapkan bekal untuk Leon. Ingatkan Anna bahwa Leon tidak menganggapnya!

Anna diam-diam tersenyum memperhatikan Leon. Wajah Leon yang penuh keringat itu semakin menambah kesan seksi di mata Anna dan dia sangat tampan.

Tanpa Anna sadari, tingkahnya tak luput dari pandangan seseorang.

Pertandingan pun selesai. Poin kedua tim itu sama, rencananya akan dilanjutkan besok untuk memastikan siapa yang kalah dan yang menang. Pertandingan ini bukan untuk mengetes siapa yang paling hebat, tapi untuk mempererat tali persaudaraan antara sekolah mereka.

Anna mengangkat satu kotak berisi air mineral untuk para pemain basket. Anna sedikit kesusahan tiba-tiba ada seseorang yang membantunya.

“Biar gue bantu,” ujarnya sembari memegangi ujung kotak.

“Terimakasih!”

“Woi! Minum dulu, cewek gue udah bawain.”

Anna tersentak kaget, itu tidak benar dia tidak memiliki pacar. “Kenzo,” cicit Anna pasalnya mereka menjadi pusat perhatian.

“Kenapa? Sebentar lagi lo akan jadi pacar gue.” Kenzo menekankan kata-katanya.

Itu tidak mungkin, dan tidak akan pernah terjadi.

Anna tersenyum tipis, dia menyodorkan sapu tangan miliknya kepada Kenzo.

“Wih, cewek gue emang perhatian banget.” Kenzo mengambil sapu tangan itu lalu mulai mengelap keringatnya.

“Genit ya lo!”

Refleks Anna menoleh ke belakang. “Leon?!”

Bab 2

“Genit ya lo!”

Refleks Anna membalikan badannya. “Leon?!”

Anna tidak menyadari jika Leon di belakangnya tadi. Anna meringis takut kalau Leon marah padanya, bagaimanapun ia istri Leon walaupun pernikahan kontrak.

“Jadi ini sifat busuk lo, lo ternyata genit juga. Caper sana-sini, sok perhatian, busuk lo!” Leon tersenyum miring.

Hati Anna terasa sakit mendengarnya. Semua ini tidak seperti yang Leon bayangkan, dia dan Kenzo memang terbiasa saling perhatian hanya saja Kenzo menyalahkan arti perhatian Anna.

“Ini gak seperti yang kamu bayangkan Leon, aku--”

“Banyak bacot lo! Lagian gue gak peduli, mau lo Deket sana waria pun terserah lo!” Leon berdecih pelan sembari meninggalkan Anna.

Anna hendak mengejar Leon, namun tangannya dicekal oleh Kenzo. “Lo kenal sama Leon?”

Anna bingung harus menjawab apa, ingin mengatakan yang sebenarnya takut Leon marah. “Nggak, dia---” Anna tidak melanjutkan ucapannya dia langsung pergi mengejar Leon.

“Leon!” seru Anna sembari menghampiri Leon yang duduk di bawah pohon.

Leon menatapnya sekilas lalu memalingkan wajahnya. “Apaan?! Lo mau jelasin, gak usah! Lagian gue gak peduli siapa cowok itu.”

Anna meremas jarinya gelisah. “Aku sama dia gak ada hubungan apa-apa Leon.”

“Gak nanya!”

Anna bingung sekarang, dari ekspresinya Leon seperti marah tapi jawaban Leon seolah mengartikan jika dia memang tidak peduli.

“Leon, maaf.” Anna menundukkan kepalanya.

“Berisik!” pekik Leon. Leon menghampiri Anna yang berdiri beberapa langkah di depannya.

“Lo cuman orang asing, tahu orang asing? Kita sama-sama asing. Jadi lo jangan beranggapan seolah kita punya hubungan.” Leon berlalu begitu saja.

Fakta itu sangat menyakitkan hati Anna. Jadi, selama satu tahun lamanya dia akan menjadi orang asing di hidup Leon, sanggupkah Anna menjalaninya. Anna begitu lemah dengan hatinya, dirinya bisa saja jatuh cinta kepada Leon, Anna tidak siap jika harus mengalami rasa sakit itu nanti.

“Ya, kita adalah dua orang asing yang disatukan dalam ikatan sakral, yang sialnya membuat gue berangan tinggi.” Anna mengusap air matanya lalu pergi dengan kesedihannya.

Sesampainya di kelas, Anna mengambil ranselnya lalu merapikan laptopnya. Setiap hari Anna selalu membawa laptop untuk keperluan kegiatannya. Sekarang Anna harus ke ruang osis untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda, mungkin hari ini dia akan pulang telat.

“Kenzo?” panggil Anna.

Kenzo berdiri dari duduknya dia langsung menghampiri Anna. “Lo belum pulang?” tanya Kenzo.

Anna menggelengkan kepalanya kemudian menarik kursi lalu duduk di sebelah Kenzo. “Belum, ada tugas yang belum aku kerjain Ken, kalo mau pulang, pulang aja aku gak papa.”

Kenzo menggelengkan kepalanya sembari menghampiri Anna. “Gue akan tunggu lo sesuai janji gue sama lo.”

Anna menghela nafas berat. Melawan Kenzo sama saja membuat masalah, sekeras apapun Anna menolak, sekeras itupun Kenzo berusaha.

“Soal cowok tadi ....” Kenzo sengaja tidak melanjutkan perkataannya berharap Anna mengerti maksudnya.

“Maaf Ken, aku tidak ingin membahasnya.” Anna sedang tidak mood untuk membahas Leon, apalagi kata-kata Leon tadi sangat menyakitinya.

Anna sadar dia hanya istri sementara untuk melahirkan anak lalu meninggalkannya.

“Iya. Ayo gue bantuin Na.”

***

Anna memarkirkan sepedanya. Hari sudah malam, Anna berharap Leon sudah tidur dengan begitu dia tidak akan marah padanya. Jika Kenzo tidak membantunya mungkin Anna masih belum pulang sekarang.

“Puas jalan-jalannya?” Leon menyalakan lampu sambil menatap tajam Anna.

Anna tersentak kaget, dia menundukkan kepalanya takut. Entah mengapa ketika dia berhadapan dengan Leon rasa takutnya semakin tinggi.

“Aku ada tugas Leon, kita tidak jalan-jalan,” jawab Anna dengan suara bergetar.

“Kita? Jadi lo seharian sama dia. Wah, selain genit lo nyosor juga ternyata.” Leon tersenyum sinis.

Anna hanya diam. Anna ingin menyangkalnya tapi omongannya tidak mungkin Leon percaya, Anna hanya bisa diam sambil menerima hinaan Leon.

“Tidak Leon, aku--”

“Halah banyak bacot lo! Dengar Anna, gue gak mau ambil resiko kalo semisal bokap sama nyokap gue tahu. Lo gak mau citra lo buruk, kan Anna? Jadi jangan macem-macem atau lo habis sama gue!” ancam Leon sembari mencengkram dagu Anna.

“Lepas--- Leon ... Sakit!” Anna berusaha menarik tangan Leon dari dagunya.

Katakanlah jika Leon tidak punya hati. Karena itu benar, hati Leon sudah tertutup, hatinya sudah hilang di ambil seseorang yang berarti untuknya. Jadi pernikahan ini tidak ada artinya untuk Leon.

“Kalo sampai bokap gue tahu, lo berurusan sama gue Anna. Bertahan satu tahun itu tidak sulit Anna, setelah kontrak selesai lo bebas pergi, mau jual diri pun lo bebas melakukannya!” Leon menghempaskan dagu Anna kasar.

Anna terduduk lesu sambil memegangi dagunya. Belum dua hari saja sudah ada kejadian seperti ini, Anna tidak tahu bagaimana hari-hari selanjutnya.

Anna berjalan gontai menuju kamarnya, diliriknya kamar Leon yang sudah tertutup. Anna ingin menjelaskan kalau dugaan Leon salah, tapi buat apa pasti semuanya akan sia-sia.

Leon mengepalkan tangannya. Mengingat laki-laki itu Leon ingin membunuhnya. Berani sekali dia masuk ke pekarangan rumahnya apalagi mengantar Anna dengan tidak sopannya. Leon memukul kepalanya, dia tidak boleh berlaku seperti ini, dia tidak boleh jatuh cinta kepa Anna karena cintanya hanya untuk dia seorang.

“Princess, maaf.” Leon mengusap foto yang terlihat usang lalu memeluknya. Barang ini sangat berharga untuk Leon dan hidupnya.

Leon menyandarkan tubuhnya di sofa. “Princess ... I'm not fine.”

“Princess ....”

Sudut mata Leon basah, dia menangis untuk yang kesekian kalinya. Benar kata orang, penyesalan tidak datang diawal tapi diakhir dan Leon tidak menyangkalnya.

Anna merapikan bukunya setelah mengerjakan tugasnya. Hari ini adalah hari yang melelahkan untuk Anna, urusan pertandingan pun belum selesai ditambah lagi dengan perkara Leon, Anna bingung harus menghadapinya dengan cara apa.

Anna membuka lemarinya lalu mengambil sebuah kotak kecil di sana. Anna membukanya, isinya adalah kalung bermotif bunga matahari kesukaannya. Anna mengusap kalung itu, kalung itu adalah pemberian dari seseorang yang berharga untuknya, tapi sayang dia sudah pergi meninggalkannya.

_”Aku akan kembali Nana, tunggu aku.”

Gadis kecil bermata polos itu memegang erat kotak pemberiannya. Dia tersenyum senang sembari memakainya, “Nana akan sedih, berjanjilah untuk kembali.”

_“Aku berjanji.”

Mengingat kenangan itu membuat Anna sedih. Sudah bertahun-tahun Anna menunggunya, tapi dia tidak datang, dia pergi meninggalkannya untuk selamanya.

“Semoga kamu tenang di sana. Aku akan selalu mendoakan mu.” Anna menyimpan kotak itu kembali, biarlah semuanya menjadi kenangan saja, sekarang dia sudah memiliki Leon yang dia tidak tahu apakah Leon menganggapnya.

***

Pagi-pagi sekali Anna sudah berkutat di dapur bersama para pembantu. Anna akan memasak makanan kesukaan Leon pagi ini, Anna berterimakasih kepada maid itu karena sudah memberitahu kesukaan Leon padanya.

Setelah beberapa menit, ayam kecap buatan Anna siap disajikan. Anna meletakkannya di atas meja lalu menata piring sambil menunggu Leon.

“Leon,” panggil Anna saat melihat Leon turun dari kamarnya.

Leon menghentikan langkahnya. “Apaan?”

“Aku udah masakin makanan kesukaan kamu, ayo kita makan. Kamu harus mencicipinya,” Anna menarik tangan Leon menuntunnya ke meja makan.

Dengan cekatan Anna mengambil nasi beserta lauk pauknya untuk Leon. Anna berharap masakannya tidak mengecewakan Leon.

“Ayo dimakan,” mata Anna berbinar saat Leon melahap makannya, sekarang Anna menunggu respon Leon terhadap masakannya.

“Gak enak!” Leon memuntahkan makanannya sambil membanting sendok dengan keras.

Anna menatap nanar masakannya. Dulu ibunya selalu memuji masakan Anna, katanya masakan dirinya tidak ada tandingannya. Tapi, Leon berkata lain semuanya tidak seperti yang Anna harapkan.

“Pede banget lo! Masakan lo gak enak! Gak layak gue makan! Buang-buang waktu gue aja.” Leon pergi begitu saja meninggalkan Anna yang masih terdiam di sana.

Anna menatap sedih masakannya, suburuk itukah nilai masakannya sampai gak layak untuk dimakan. “Berarti Ibu cuman menyenangkan hati aku supaya tidak kecewa? Kenapa sakit sekali.”

“Nyonya yang sabar, masakan Nyonya sangat enak, hanya saja Tuan muda gengsi untuk mengatakannya.” Maid itu mengusap pelan punggung Anna.

Anna menghapus air matanya. Dia tidak boleh cengeng dengan masalah kecil ini, Anna akan belajar lagi sampai dirinya bisa. Anna mengambil tas ranselnya lalu menyalimi maid di sampingnya.

“Saya pergi dulu Bi.”

“Nyonya tidak makan dulu?”

“Sudah telat Bi.”

Anna menggayuh sepedanya sedikit cepat. Jarak dari rumah Leon ke sekolahnya lumayan jauh, Anna tidak boleh telat dia harus menjaga kedisiplinannya. Jika saja Anna tidak memasak tadi, mungkin dia tidak akan telat.

“Syukurlah,” Anna bernafas lega karena bel masuk belum berbunyi, untung saja dia sedikit cepat tadi kalau tidak pasti dia sudah terlambat.

Anna sedikit berlari menuju ruang osis ada beberapa berkas yang harus dia selesaikan sekarang. Anna mengerjakannya dengan cepat, dia takut terlambat untuk memberikannya kepada kepala Sekolah.

Kenzo memasuki ruang osis sambil menenteng keresek kecil ditangannya. Kenzo sudah lengkap dengan jerseynya, pertandingan sebentar lagi akan dimulai.

“Buat lo dari Bunda,” Kenzo menyodorkan keresek tersebut kepada Anna.

Anna membuka isi keresek tersebut. Matanya berbinar saat melihat di dalamnya, “Mochi matcha! Makasih ya.” Anna tersenyum senang sembari memakan mochi pemberian Kenzo.

Kenzo menganggukkan kepalanya. “Lahap banget, padahal itu gak enak.” Kenzo bergidik ngeri melihatnya, mencium aromanya saja Kenzo tidak suka apalagi memakannya.

“Ini enak Ken, kamu harus mencobanya.” Anna menyodorkan satu mochi untuk Kenzo.

Kenzo menggelengkan kepalanya. “Nggak, buat lo aja. Gue pergi dulu ya.”

“Iya, semangat Ken!” Anna mengepalkan tangannya ke atas.

Kenzo tersenyum melihatnya, hatinya menghangat ketika melihat senyum Anna. “Anna ... You mine!”

Pertandingan babak kedua pun dimulai. Terlihat Kenzo yang fokus mendribble bola menuju ring. Kenzo sangat lihat jika dalam urusan basket dan dia selalu mencetak poin tertinggi dalam timnya, untuk itu dia diangkat sebagai Kanpten basket di Sekolahnya.

“Gerakan yang bagus bro.” Leon berhasil mengambil alih bola dari tangan Kenzo. Kenzo menggeram kesal melihat kelicikan Leon dimatanya, apalagi mengingat kemarin Anna mengejarnya itu membuatnya kesal.

Leon menyeringai, dia tersenyum miring sambil terus menggiring bola menuju ring lawan. Sedikit lagi dia akan menang, tim mereka sudah unggul tiga poin dari tim Kenzo. Berhasil! Leon berhasil memasukan bola di detik-detik terakhir, timnya menang dan Leon senang akan hal itu.

Kenzo membanting kasar bola basket di tangannya. Dia menatap Leon dengan sorot mata permusuhan, Leon seperti sengaja membiarkan dirinya di atas dulu lalu menjatuhkannya. Licik sekali trik Leon, Kenzo berdecih pelan.

“Lo hebat!” Leon menepuk kasar bahu Kenzo, “Tapi sayang, lo kalah dari gue.”

Kenzo menepis kasar tangan Leon. “Permainan lo menjijikan!”

Leon menaikkan satu alisnya. “Why? Lo gak terima sama kekalahan lo, it's oky suatu saat nanti lo pasti menang.”

Kenzo mengepalkan tangannya. “Anna milik gue, jangan pernah sentuh dia.”

“Anna? Cewek genit itu, lo jangan khawatir gue gak selera dengan cewek genit seperti dia.” Sebelum pergi Leon menepuk sebentar punggung Kenzo.

***

Anna memunguti kertas yang berserakan di tengah lapangan. Karena kecerobohannya, dia mengalami masalah sekarang semua kertas hasil kuis para murid beterbangan karena dirinya tidak teliti dalam berjalan, alhasil semua kertas itu berserakan kemana-mana.

“Masih banyak, mana jauh-jauh lagi.” Anna mengelap keringatnya, cuaca hari ini cukup panas, kepala Anna sedikit pusing mungkin ini efek dirinya belum makan.

Anna berjalan pelan memunguti kertas-kertas yang berhamburan di tengah lapangan. Matanya berkunang-kunang dan keringat semakin deras membasahi pelipisnya. Anna memegangi kepalanya, tanpa dia sadari cairan merah kental keluar dari hidungnya, Anna mimisan.

“Sshh ....” Anna mendesis pelan, kemudian tubuhnya ambruk ke tanah.

Anna merasakan ada seseorang yang menggendongnya, samar-samar Anna mendengar suara sebelum ia menutup matanya.

“Nyusahin!”

Bab 3

Leon merasakan ada sesuatu yang menggerayangi tubuhnya. Perlahan Leon membuka matanya, alangkah terkejutnya ia melihat Anna yang tengah duduk di atas perutnya.

“Lo--” Anna menempelkan jari telunjuknya di bibir Leon. Leon terdiam melihat itu semua, tubuhnya terasa kaku untuk merespon setiap pergerakan Anna.

Perlahan jari telunjuk Anna turun semakin turun hingga berhenti di jakun Leon. Anna menaik-turunkan jarinya searah jakun Leon, Leon panas dingin melihatnya seperti ada sesuatu yang bergejolak di dalam tubuhnya.

“Jangan kurang ajar lo!” Leon mencekal tangan Anna yang hendak menyentuh dadanya.

Anna menyeringai misterius, dia melepas cekalan Leon lalu tangannya mengusap-usap bibir bawah Leon. “Apa salahnya kamu, kan suami aku?”

Leon membulatkan matanya, Anna sungguh berani dengan jiwa singa seperti Leon. “Lo!”

“Diam Leon, tenang kamu akan menikmatinya.” Anna mendekatkan wajahnya hingga bibir mereka menempel. Leon memejamkan matanya diikuti tangannya yang menahan tengkuk Anna.

“Anna ....” Leon memejamkan matanya menikmati. Aksi Anna yang sangat liar menurutnya, entah mendapat keberanian darimana hingga Anna bisa melakukan semua ini.

Tangan Anna bergerilya nakal dibalik kaos tipis yang dipakai Leon, tangannya membelai naik turun dada bidang Leon.

“Anna ... Mmhh ....”

Leon membuka matanya kaget, dia mengatur nafasnya kasar sambil memukuli kepalanya. Leon memandang Anna yang tertidur di sofa sambil membelakanginya, jadi semua itu hanya mimpi. Bisa-bisanya dia bermimpi liar seperti itu, dan lebih parahnya lagi dia memimpikan Anna yang bergerak liar di atas tubuhnya.

“Jal4ng sialan!” Leon mengumpati Anna. Leon menyesal telah mengajak Anna untuk tidur di kamarnya tadi.

Perlahan Leon beranjak dari ranjang lalu menghampiri Anna. Leon memandang lama wajah teduh Anna, rasanya nyaman melihat wajah Anna yang terlihat polos. “Gue gak mau semakin jauh Anna, gue belum siap.”

Anna melenguh pelan. Leon membenarkan letak selimut Anna lalu menyelimutinya. Leon ingin berlama-lama menikmati wajah teduh itu, Leon mengulurkan tangannya lalu membenarkan beberapa helai rambut Anna yang menutupi wajahnya.

Setelah kejadian tentang mimpinya tadi malam. Leon mendiamkan Anna pagi ini. Anna menggaruk kepalanya bingung, jika dipikir-pikir kemarin Anna tidak membuat kesalahan tapi Leon tiba-tiba mendiamkannya.

“Leon makan dulu.” Anna menyodorkan piring yang sudah diisi dengan nasi dan lauk pauknya.

“Ini masakan Lina, Leon. Kamu tidak usah khawatir aku tidak akan masak lagi sesuai perintah kamu.” Semenjak Leon menghina masakan Anna, Anna memutuskan untuk tidak memasak lagi untuk Leon setelah ia pikir-pikir cukup lama.

Leon memandang makan di depannya dengan malas, apalagi setelah mendengar kata-kata Anna. “Baperan lo!”

“Kaku bilang masakan aku gak layak untuk kamu makan.” Anna mengulang perkataan Leon tempo lalu.

“Berisik!” sekarang mood Leon sedang buruk. Leon masih merutuki dirinya yang bermimpi liar tadi malam. Leon menatap Anna intens, apakah Anna juga bermimpi seperti dirinya tadi malam.

Anna yang ditatap seperti itu menjadi gugup. “Kenapa Leon? Ada yang salah dengan diriku?” tanya Anna sambil meneliti penampilannya.

Tidak ada yang aneh dengan penampilan Anna, malahan dia terlihat cantik dengan blonde bunga matahari di kepalanya. “Lo suka bunga matahari?”

Anna berpikir sebentar, untuk apa Leon menanyakan hal yang tidak penting. “Iya, karena--”

“Gue gak nanya alesan lo!” Leon berdecak kesal.

Anna mengerucutkan bibirnya, ia kira Leon ingin tahu tentang dirinya, dengan senang hati Anna akan memberitahunya. “Oh begitu, terus ngapain kamu tanya?”

“Salah gue nanya gitu sama lo?!” jawab Leon ngegas.

Anna menggelengkan kepalanya cepat, hari ini Leon sensi sekali seperti sedang datang bulan saja. “Nggak Leon, kamu selalu benar.” Anna mengingat isi kontrak bahwa di sana tertulis jika pihak pertama selalu benar.

Leon mendengus kesal, selera makannya sudah hilang sekarang. Leon membanting sendok ke bawah hingga menimbulkan suara.

“Leon mau kemana? Kenapa gak makan dulu?” teriak Anna dari sana yang melihat Leon pergi begitu saja.

“Males,” Leon memakai sepatu putihnya lalu mengambil kunci motornya.

“Aku bikinin bekal ya?” tanya Anna sembari mengambil kotak bekal dari lemari.

“Gue bukan bocah! Gak usah sok perhatian deh lo, enek banget gue liatnya.” Seketika pergerakan Anna terhenti, padahal Anna takut Leon kenapa-napa jika tidak sarapan mungkin Anna terlalu lebay.

Anna menaruh kembali kotak bekal itu. Dilihatnya Leon yang sudah pergi tanpa berpamitan padanya. Anna mendesah sedih. Anna siapa? Anna hanya istri kontraknya Leon saja, Anna tidak pantas menerima semua perhatian Leon, Anna pun tidak berhak memaksa Leon untuk mencintainya lagipula kontrak mereka hanya satu tahun, itu waktu yang singkat bukan?

***

“Hari ini toko roti rame, kata Mama lo dateng pulang Sekolah nanti gue anterin.”

Anna menganggukkan kepalanya. Sudah dua tahun lebih Anna bekerja di toko roti milik Mamanya Eliza untuk menghidupi kebutuhan ekonominya. Ayah tirinya hanya bekerja sebagai kuli bangunan dan Ibunya bekerja sebagai pencuci piring di restoran kecil.

“Kalo memang masih sakit gak usah dipaksain Na, gue bisa bilang sama Mama nanti,” ujar Eliza dengan kejadian yang terjadi kemarin membuat Eliza khawatir kepada Anna.

Anna menggelengkan kepalanya. Kemarin Anna sudah meliburkan diri karena pernikahannya, Anna butuh pekerjaan itu untuk Ibunya. “Aku gak papa El, nanti aku datang.”

“Oky! Nanti berangkat bareng gue.” Eliza merangkul bahu Anna.

“Iya.”

Di sisi lain tepatnya di Sekolah Leon. Leon tengah duduk di bawah pohon sembari memainkan gitarnya. Di sampingnya ada Vano yang setia menemaninya.

“Bosen gue, dari tadi lagu sedih mulu yang lo nyanyiin,” ujar Vano sambil mengeluh pelan. Sudah dua jam ia menemani Leon di sini, tapi dia tidak terganggu sedikitpun dengan keberadaannya apalagi Leon terus menyanyikan lagu sedih, sangat mendukung sekali padanya yang baru putus cinta.

“Kalo bosen ya, tinggal pergi apa susahnya.” Leon memukul kepala Vano dengan gitarnya pelan.

Vano meringis sambil memegang kepalanya. “Anjir, bisa-bisa otak gue pecah, kalo gue mati gimana hah!”

“Mati ya, tinggal mati aja apa susahnya,” dengan watadosnya Leon berkata.

Vano membulatkan matanya tak percaya. Giliran susah aja Leon datang padanya, dan sekarang Leon berkata seolah tidak menyakiti. Sungguh biadab sekali Leon.

“Gue mati lo sedih.” Dramatisir Vano sembari mengusap matanya pelan.

“Mau lo mati, kecebur got, guling-guling di api, gue gak peduli.” Leon tertawa pelan sembari melihat ekspresi kesal Vano.

“Wah anak anj*ng! Gue sumpahin lo mati kesepian!” Vano mengepalkan tangannya hendak meninju wajah Leon.

Leon menahan tinjuan Vano. “Cih baperan!”

Vano mendengus kesal, awas saja dilain waktu Vano akan membalasnya sampai Leon bertekuk dan menyerah padanya. “Awas lo!”

“Van?” panggil Leon sembari melihat Vano.

“Apaan?! Mau minta maaf, cih! Gak sudi gue.” Vano menyilangkan kedua tangannya.

Leon menggeplak lengan Vano. “Pede banget lo. Gue mau tanya kalo mimpi gituan itu mimpi apaan?” tanya Leon penasaran dengan jawaban Vano.

Vano mengerutkan keningnya tidak faham. “Gituan apaan bego?” tanya Vano.

“Ya, gituan. Lo jangan pura-pura polos gue tahu lo sering nonton, kan? Malahan lo diusir emak lo gara-gara nonton tuh film.” Leon menjelaskan aib Vano yang selalu nonton film biru di bawah kasur Ibunya.

“Jangan buka-buka aib gue bego!” Vano tidak terima aibnya dibeberkan apalagi mereka di lingkungan Sekolah, bagaimana jika ada.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!