Di salah satu sekolah menengah atas yang ada di ibu kota, kegiatan belajar mengajar nampak sedang berlangsung. Namun, tidak bagi ketiga siswa yang sedang mendapat hukuman, karena tidak mengerjakan tugas matematika yang sudah diberikan minggu lalu.
Mereka adalah Zio, Tomy dan juga Mike. Tiga berandal sekolah yang sudah tak asing ditelinga dewan guru maupun kepala sekolah. Akan tetapi mengapa mereka masih dipertahankan? Karena mereka mengantongi nama ayah masing-masing sebagai penyandang dana terbesar.
Dan karena itu semua, mereka jadi kerap bersikap semena-mena. Seperti saat ini, bukannya menjalankan hukuman yang sudah didapatkan, mereka malah bermain basket di lapangan.
"Capek-capek dateng ke sekolah, disuruh ngerjain tugas di rumah, emang kadang-kadang guru nih aneh," cerocos Zio, yang memiliki nama lengkap Abercio El Barack. Nama panggilannya nampak tidak nyambung bukan? Itu semua karena Zio tidak suka panggilan masa kecilnya. Jadi, dia membuat nama panggilan sendiri yang jauh lebih keren.
"Yang lebih aneh lagi kita disuruh belajar aljabar, biar apa coba? Dipake juga kagak," timpal Tomy seraya melompat untuk memasukkan bola ke dalam ring.
Namun, tiba-tiba fokus ketiga pemuda itu teralihkan saat Mike berkata dengan nada antusias, "Bray, ada Bu Aura."
Aura Zoe Ximena, seorang guru cantik dengan tubuhnya yang semampai. Membuat ia kerap mendapat perhatian lebih dari para siswanya. Saat ini, wanita muda berusia 23 tahun itu sedang berjalan meninggalkan kelas, karena hendak mengambil buku yang tertinggal.
Namun, ia tak sadar, kalau sedari tadi sudah menjadi pusat perhatian ketiga pemuda yang ada di lapangan basket. Langkahnya yang lenggak-lenggok, membuat siapa saja terpikat dan betah memandangnya lebih lama.
"Body-nya." Mike langsung menggerakan tangan seolah tengah menggambar gitar. "Beuh, mantep. Udah fiks ini idaman gue."
Namun, bukannya mendapat dukungan, Mike malah mendapat sebuah toyoran dari Tomy, "Tapi sayang, lo bukan idaman Bu Aura. Mana mau Bu Aura sama buleleng kaya lo!"
"Lebih tepatnya bulepotan sih." Zio menambahi membuat Tomy langsung terkekeh keras. Wajah Mike langsung berubah kusut, tetapi karena tak ingin diremehkan lantas dia pun melayangkan sebuah taruhan.
"Gimana kalo kita bikin taruhan, siapa yang bisa masukin bola paling banyak. Dia yang boleh deketin Bu Aura dan anter dia balik hari ini!"
Mendengar itu, Zio dan Tomy langsung tersenyum remeh. Bagi mereka bermain basket adalah hal yang sangat mudah. Jadi, dengan senang hati kedua pemuda itu menerima taruhan Mike.
"Oke, siapa takut. Tapi yang kalah harus jajanin yang menang selama sebulan," ujar Zio dengan sudut bibir yang tertarik ke atas.
"Setuju!" jawab Tomy dan Mike secara berbarengan.
Akhirnya selama jam pelajaran berlangsung, mereka berlomba-lomba untuk memasukkan bola ke dalam ring sebanyak-banyaknya. Seragam putih yang mereka kenakan berubah basah kuyup, karena keringat yang terus mengalir deras.
Hingga taruhan itu dimenangkan oleh Zio. Pemuda itu langsung melompat tinggi-tinggi karena berhasil mengalahkan kedua sahabatnya, lalu menyugar rambutnya yang sedikit panjang, membuat ketampanannya bertambah berkali-kali lipat.
"Gue bilang juga apa? Lo berdua gak bakal bisa kalahin gue. Pulang nanti, lo dan lo harus bisa bujuk Bu Aura biar mau pulang sama gue!" ujar Zio seraya menunjuk kedua sahabatnya secara bergantian. Lantas setelah itu dia melangkah ke arah kantin, karena tenggorokannya benar-benar terasa kering.
Sementara Mike dan Tomy mengekor di belakangnya.
"Zi, lo gak ada niat buat ngasih hadiahnya ke gue gitu?" seru Mike, karena tak ikhlas jika Aura harus pulang bersama Zio.
"Ya gimana ya, Mek? Masa rejeki nomplok ditolak, gue juga pengen kali dipeluk sama gitar spanyol," jawab Zio sambil terkekeh, sampai di kantin dia langsung membuka lemari es dan mengambil satu botol air mineral. Dalam satu waktu ia menenggak minuman itu hingga tandas tak tersisa.
Dan seperti kesepakatan yang sudah terjadi di antara mereka bertiga. Saat pulang sekolah, ketiga pemuda minim akhlak itu mendekati Aura yang berdiri di sisi gerbang.
Karena tidak membawa mobil, terpaksa Aura harus memesan taksi online. Namun, sepertinya banyak pengguna yang sedang memesan, jadi tak ada yang menerima orderan darinya.
"Bu, lagi pesen taksi ya?" tanya Tomy.
Aura menoleh saat mendengar sebuah pertanyaan yang tertuju padanya.
"Iya," jawab wanita itu singkat, karena tak mau berurusan dengan Zio dan kedua sahabat sablengnya.
"Dianter sama Zio aja, Bu. Dijamin aman sentosa, paling nyemek-nyemek dikit lah," ujar Mike, yang langsung mendapat tabokan dari Tomy.
"Si anjiing! Ngapain lo ngomong begitu? Yang ada Bu Aura makin ngehindar," bisik Tomy, tapi masih terdengar di telinga Aura yang setajam silet.
"Maaf, sebaiknya kalian langsung pulang saja. Saya nggak mau dianter sama siapa-siapa," sambar Aura. Padahal sedari tadi dia sudah cemas, karena keluarganya yang ada di luar kota berencana datang hari ini.
"Bentar lagi ujan, Bu. Udah ikut saya aja, jangan khawatir, gak bakal saya apa-apain," ujar Zio seraya menunjuk langit yang sudah tertutup awan hitam.
"Iya, Bu, dah jangan dengerin si Mekiii. Mulutnya emang bocor," timpal Tomy yang saat itu duduk di balik stir, sementara Mike membonceng di belakang.
Aura melirik ponselnya, pesanan yang dia buat masih belum ada yang menerima. Sementara sekolah sudah mulai sepi, karena baik siswa maupun guru sudah berangsur pulang ke rumah masing-masing.
Aura berdecak kecil seraya melirik Zio sekilas. Dia tidak tahu keputusannya benar atau tidak, tapi yang jelas mau tak mau dia pun menerima tawaran pemuda itu. Lantas dia menerima helm dan naik ke atas motor sport milik Zio, tetapi tak sedikit pun dia berniat untuk berpegangan.
"Jangan lupa pegangan, Bu. Saya gak tanggung jawab lho kalo Ibu tiba-tiba jatoh," ujar pemuda itu lengkap dengan seringai, tetapi Aura tetap bergeming.
Hingga Zio sengaja menarik gas, membuat tubuh Aura terhuyung ke depan dan tak sengaja memeluk pinggang Zio.
"Zio, jangan kurang ajar kamu!" cetus Aura, tetapi Zio pura-pura tak mendengar. Dia malah terus menancap gas, membuat Aura semakin ketar-ketir.
Sementara di belakang sana, Tomy dan Mike diam-diam mengikuti Zio hingga sampai di rumah Aura. Namun, saat di pertengahan jalan hujan turun dengan lebat, membuat tubuh mereka semua basah kuyup.
Tiba di rumah Aura, Zio langsung masuk tanpa menunggu izin. Aura ingin marah, tetapi dia tahan begitu mengingat Zio sudah membantunya.
"Heh, kamu mau apa?" cetus Aura cepat saat Zio hendak melepas sweaternya yang basah. Dia juga reflek menutup pintu, takut ada yang melihat kelakuan Zio yang tak tahu malu.
"Hp saya di dalem kantong, Bu, bisa bahaya ini. Lagi juga baju saya basah, yang ada masuk angin! Harusnya sebagai bentuk terima kasih ibu kasih saya baju ganti dong," cerocos Zio yang membuat Aura menganga.
Namun, perkataan Zio ada benar juga, sehingga dia tak bisa membantah.
"Ya sudah, kalau begitu tunggu di sini."
Akhirnya Aura melenggang ke arah kamar, sementara Zio memeriksa ponselnya yang basah karena air hujan. Lalu di mana Tomy dan Mike? Kedua pemuda itu berada di luar, di bawah pohon jambu depan rumah Aura keduanya berteduh.
"Sialan, kita di sini ujan-ujanan tuh bocah malah enak-enakan di dalem. Gue gak terima!" seru Mike dengan sengit.
"Gimana kalo kita kerjain?" balas Tomy dengan ide jahilnya. Dan hal tersebut langsung disetujui oleh Mike, keduanya melihat-lihat sekitar, ada beberapa orang berlalu lalang entah itu berjalan kaki ataupun memakai kendaraan.
"Buibu, pakbapak! Di dalem ada orang yang lagi berbuat mesyum noh!" seru Tomy dan Mike, membuat warga sekitar yang awalnya acuh tak acuh jadi mendekat.
"Di mana?" tanya mereka.
"Di rumah onoh noh!" tunjuk Mike ke arah rumah Aura.
Sementara di dalam rumah, Aura menyerahkan satu baju kaos pada Zio. "Habis ini saya minta kamu langsung pulang."
"Iya-iya, Bu."
Namun, karena terkejut pintu digebrak dari luar Zio yang sedang berjalan lantas tergelincir dan menarik Aura jatuh bersamanya.
Brugh!
Mereka berdua jatuh ke lantai yang sedikit basah itu dengan Aura yang berada di bawah tubuh Zio. Sedangkan ketukan dari luar sana semakin menggema, membuat keduanya kalang kabut.
"Hei, mereka benar-benar sedang berbuat mesyum!" seru seseorang yang mengintip dari balik jendela. Bahkan salah satu dari mereka tak segan untuk mengabadikan momen memalukan itu melalui ponsel pribadinya, sebagai bukti jika keduanya mengelak.
***
Halo Readeranu, di sini buaya muda mau beraksi, masih inget kan Abercio El Barack? Cucu buaya yang suka gangguin ponakannya 😂
Hihi, jangan lupa dukungannya ya, klik subscribe, like dan komen. Ditunggu juga kembang kopinya, yang manis biar buayanya doyan🤭🤭🤭
Belum sempat Zio bangun dari tubuh Aura, pintu sudah didobrak oleh para warga, membuat jantung keduanya berdebar dengan keras. Bahkan secara reflek Aura berteriak, karena segerombolan orang tiba-tiba masuk ke dalam rumahnya.
"Astaga, kalian ini benar-benar memalukan!" cetus salah satu dari mereka, membuat Zio dan Aura menganga. Sontak saja Zio yang saat itu hanya memakai celana sekolah segera bangkit, sementara Aura terduduk di lantai, masih syok dengan situasi yang sedang terjadi.
"Heh, ini ada apaan sih? Maen dobrak-dobrak rumah orang, dasar gak sopan!" cetus Zio dengan alis yang bertautan. Dia melihat ke arah Aura yang tampak kebingungan, sedangkan yang lain seolah tak mau tahu, karena bukti sudah ada di depan mata.
Melihat Zio yang tidak memakai baju, dan penampilan Aura yang berantakan sudah dipastikan dua sejoli itu habis melakukan sesuatu. Apalagi ditambah cuaca yang sedang mendukung, pasti hasrat mereka mudah naik ke puncak ubun-ubun.
"Harusnya kami yang tanya, kalian ini sedang apa? Berduaan di dalam rumah dengan pakaian seperti ini, kalian pasti sedang berbuat mesyum 'kan?" tuding seorang wanita yang memang hobinya menggosip. Dan tentunya pernyataan tersebut mendapat dukungan dari yang lain.
"Iya bahkan sebelum kami, dua pemuda yang sepertinya muridmu sudah mengetahuinya lebih dulu. Kamu ini benar-benar memalukan, Aura. Guru macam apa kamu?" cerca yang lain. Sementara dua pelaku yang sudah memprovokasi para warga sudah kabur dengan gelak tawa.
Mereka tak tahu bahwa kejahilan itu akan berbuntut panjang, karena kini warga semakin berdatangan. Tak peduli meski gerimis masih melanda, jiwa kepo mereka lebih tinggi dengan berita yang sedang panas-panasnya.
Mendengar itu bukan hanya terkejut, tetapi Aura langsung marah karena dituduh melakukan hal yang menurunkan harga dirinya. Apalagi dengan profesinya sebagai seorang pendidik, sungguh dia merasa terhina.
"Ibu jangan asal bicara!" ketus Aura yang saat itu sudah berdiri di samping Zio. Sementara pemuda itu sedang berpikir siapa dua orang yang telah mengerjai dia dan Aura.
Seketika rahang Zio mengeras.
"Si anjinggg Tomy, Mekiii!" teriak Zio dengan begitu lantang, dia hendak keluar untuk menghampiri dua sahabatnya, karena dia sangat yakin dua setan itu yang telah membuat para warga menjadi salah paham.
Namun, Zio yang baru saja berjalan beberapa langkah langsung ditahan oleh para pria yang ada di sana. Dan mendengar bahasa Zio yang begitu kasar, mereka sudah bisa menebak bahwa pemuda ini adalah bocah berandal. Hobi celap-celup tanpa berpikir resiko apa yang akan didapatkan.
"Tanggung jawab dulu, jangan main kabur-kabur aja kamu!" tukas seorang pria, membuat Zio menahan kekesalannya. Dia mengepalkan tangan dengan dada yang bergemuruh hebat. Andai Tomy dan Mike ada di depannya, jangan harap kedua pemuda itu selamat dari amukannya.
Setan lu bedua! Umpat Zio di dalam hatinya.
"Pak, Bu, kami tidak melakukan apa-apa. Saya berani bersumpah, dia hanya mengantarkan saya karena saya tidak membawa mobil," ujar Aura dengan menggebu-gebu. Namun, satu kancing yang terlepas dari kemejanya akibat tarikan Zio sebelum terjatuh, membuat mereka semakin tak bisa percaya.
"Sudahlah, Bu Aura tinggal mengaku saja apa susahnya. Dari pada nanti aib Ibu disebarin di sosial media."
"Kenapa kalian tidak bisa percaya padaku? Apakah hanya karena kalian melihat kami berada dalam satu rumah lantas kalian bisa berpikir dan menuduh kami dengan tuduhan yang menjijikan?"
Aura nampak frutasi, apalagi saat melihat Zio tak memberikan pembelaan pada dirinya. Dengan geram dia menabok lengan Zio dengan begitu keras.
PLAK!
"Ayo katakan kalau kita tidak melakukan apa-apa! Kenapa kamu hanya diam saja?" teriak Aura dengan bola mata yang sudah memerah. Dia tidak mau citranya buruk hanya gara-gara berita omong kosong ini. Sumpah demi apapun, sekarang dia menyesal karena mengambil keputusan untuk pulang bersama Zio.
"Gini aja deh, sekarang kalian mau apa? Kalo pun gue sama Bu Aura sawadikap skidipapap gak ngerugiin kalian juga 'kan?" cetus Zio yang membuat mulut semua orang menganga, termasuk Aura.
Tanpa segan Aura langsung memukul kembali lengannya dan berteriak sekencamg-kencang mungkin. "ZIOOO!!!" Sumpah serapah rasanya ingin Aura luapkan, tetapi dia masih sadar apa profesinya sekarang.
"Ya walaupun itu semua tidak merugikan kita secara material. Tapi kalian tidak bisa dijadikan contoh yang baik, apalagi Bu Aura ini adalah seorang guru dan kamu muridnya, kalau mau gitu-gituan ya udah nikah, jangan bisanya cuma nyangkul, tapi tidak mau bertanggung jawab," timpal si ibu yang sudah gatal ingin bicara.
"Betul itu, kita juga sudah panggilkan Pak RT, supaya kasus seperti ini ditindak lanjuti!" seru yang lain.
Dan yang membuat Aura sesak nafas adalah saat keluarganya tiba-tiba datang, dengan sambutan yang benar-benar memalukan.
"Ada apa ini?" tanya Rendra, ayah Aura. Melihat putrinya yang berantakan dan juga pemuda yang bertelanjangg dada.
***
Sabar sabar, mulut Zio ini memang kudu dilakban 🤣🤣🤣
Aura hanya bisa tergugu ketika para warga meminta agar Zio menikahinya. Bagaimana bisa dia menerima keputusan tak berlandaskan itu, sementara ada sosok yang ia tunggu kepastiannya.
Jangan sampai kesalahpahaman ini menghancurkan semua impian yang sudah dia susun sejak lama. Menikah dengan Zio? Astaga salah dan dosa apa yang sudah Aura perbuat, hingga ia harus melewati ujian yang begitu berat.
"Bukti sudah di depan mata, jadi tunggu apalagi? Jangan sampai ada pasangan lain yang berbuat mesyum seenaknya hanya karena kita mudah memaafkan perbuatan bejatt mereka!" ucap pria yang baru saja memperlihatkan sebuah video pada Rendra. Sebuah bukti yang membuat Aura dan Zio tak bisa berkutik.
Seketika itu juga dada Rendra terasa sesak. Sebagai seorang ayah, tentu dia tidak terima jika anak perempuannya hanya dijadikan budak nafsuu, apalagi oleh muridnya sendiri. Dia melihat ke arah Zio yang senantiasa bergeming, sedari tadi pemuda itu tak melakukan pembelaan, karena ia yakin semua itu akan percuma, tidak akan ada yang percaya pada ucapan dia dan Aura.
"Hubungi keluargamu, suruh mereka segera menghadapku!" cetus Rendra yang membuat Zio mengangkat kepalanya.
Namun, bukan pemuda itu yang menjawab. Karena dengan cepat Aura menimpali ucapan ayahnya. "Papah mau apa?!"
Jangan sampai Rendra menyetujui ide warga. Sumpah demi apapun, dia tidak akan pernah setuju kalau harus menikah dengan Zio.
"Tentu saja membicarakan hubungan kalian berdua. Kamu pikir Papah akan diam saja? Kamu tinggal sendirian di kota, dan lihat, ketakutan Papah justru menjadi kenyataan," seru Rendra yang membuat para penggosip memasang telinga mereka dengan sangat tajam.
"Tapi, Pah. Ini semua cuma salah paham, aku tidak mungkin melakukan hal-hal seperti itu. Apalagi dengan—" Aura melirik ke arah Zio, ah, rasanya dia benar-benar ingin mengamuk sekarang.
"Sudahlah, kali ini Papah tidak bisa percaya begitu saja. Andai bukti itu tidak ada, mungkin Papah juga akan membelamu habis-habisan!" pungkas Rendra.
Namun, karena tak ingin menjadi bahan omongan, Rendra meminta semua orang untuk pergi dari rumah putrinya. Karena dia ingin menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Hanya ditemani Pak RT sebagai perwakilan, Rendra menunggu orang tua Zio datang.
Aura semakin menangis kencang di pelukan sang ibu, Syanas. Sementara Zio berusaha menghubungi sang ayah, Alessandro. Pada dering pertama, telepon Zio diabaikan sehingga membuat dia berdecak kesal.
"Sibuk apaan sih nih PakBapak, gak tahu apa anaknya mau dikawinin secara paksa," gerutu Zio. Padahal di ujung sana Alessandro sedang duduk santai di meja kebesarannya. Dia sengaja mengabaikan telepon si bungsu, karena sudah pasti ada maunya.
"Bagaimana?" tanya Rendra membuat fokus Zio jadi teralihkan.
"Belom diangkat, Pak. Bentar saya usahain lagi," balas Zio. Kali ini dia menghubungi ibunya, berharap wanita paruh baya itu segera mengangkat panggilan darinya.
"Ayolah, jangan bikin gue kaya kambing congekk," gumam Zio dengan perasaan cemas. Belum lagi melihat tatapan mata Rendra yang sudah seperti ingin melahapnya hidup-hidup.
Seperti harapannya, Arabella yang sedang menikmati semangkuk mie instan segera menggeser ikon hijau di layar pintarnya.
"Kamu di mana, Sayang? Kok jam segini belum pulang, kejebak hujan ya?" tanya Arabella bertubi, meskipun kerap membuat ulah, tetapi sebagai ibu dia akan selalu mengkhawatirkan anak-anaknya.
"Mom, ini lebih dari sekedar kejebak ujan. Daddy ke mana sih? Kenapa gak angkat telepon aku?" balas Zio dengan menggebu-gebu.
"Daddy di kantor dong, Cio. Memangnya kenapa, hem?" Ya, panggilan masa kecil itu hanya boleh dilontarkan oleh anggota keluarganya saja, selain itu jangan harap Zio akan menoleh.
Sebelum menjawab Zio menghela nafas lebih dulu. Dia juga sempat melirik ke arah Rendra, lalu berkata dengan jujur pada ibunya, "Mom, Zio mau dikawinin."
Uhuk!
Arabella langsung tersedak kuah mie, hingga membuat dia terbatuk-batuk. Detik selanjutnya wanita paruh baya itu membelalakan matanya karena terlalu terkejut, "Apa? Cio, kamu jangan bercanda!"
"Beneran, Mom, makanya cepet telepon Daddy. Nanti dijelasin di sini. Jangan lama-lama, ntar ekor buaya Zio keburu ilang, dicincang sama Bapaknya Bu Aura," cerocos Zio setengah merengek.
"Apa? Bu Aura?" tukas Arabella karena merasa tak asing dengan nama tersebut. Jantungnya dibuat terperanjat beberapa kali, karena informasi yang diberikan oleh putranya.
"Iya, Mom, itu yang body-nya kaya guitar spanyol."
Di saat-saat genting seperti ini Zio malah mengurusi bentuk tubuh Aura yang sangat proporsional. Sementara Arabella mendadak pusing, karena tak bisa menerka apa yang sebenarnya terjadi pada putra bungsunya.
Akhirnya setelah panggilan Zio terputus. Arabella langsung menghubungi suaminya. Tak butuh waktu lama panggilan itu sudah terhubung, karena Alessandro akan selalu memprioritaskan wanita itu.
"Kenapa, Mom? Bukannya Daddy baru transfer ya kemarin buat beli tas?" sapa Alessandro dengan suaranya yang terdengar lembut.
"Dad," lirih Arabella, sementara tatapannya terlihat sayu.
"Kenapa sih, Sayang? Kamu sakit?"
Arabella menggelengkan kepala seolah Alessandro dapat melihatnya. "Ada kabar buruk dari Cio." jawab wanita itu dengan pasrah.
"Hah sudah tidak aneh. Kenapa lagi dengan bocah itu? Dia buat masalah sama guru yang mana, Mom?" cerocos Alessandro berpikir sang anak ada masalah di sekolah.
"Cio buat masalah sama Bu Aura, Dad."
"Ya sudah, nanti biar Daddy ke sekolah. Mommy tidak perlu memikirkannya."
"Bukan."
Alessandro langsung mengeryit heran, "Bukan apanya, Mom?"
"Bukan di sekolah, tapi di rumah Bu Aura. Mereka dipaksa menikah oleh warga."
"WHAT? MENIKAH?"
DUAR!
Bagai disambar petir di siang bolong, Alessandro merasa sangat terkejut mendengar berita bahwa putra bungsunya yang masih duduk di kelas XII SMA dipaksa menikahi gurunya.
Dada pria itu terasa sesak hingga membuatnya terengah-engah. "Ampun gue mah ... punya anak kok hobi-nya buat masalah, gak yang gede gak yang kecil, dua-duanya sama. Seneng banget nyiksa bapaknya." Gerutu Alessandro yang saat itu didengar oleh sahabat sekaligus asistennya.
"Kenapa lagi sih, Al?" tanya Boby yang saat itu baru masuk, setelah membuat segelas kopi hitam.
Alessandro memijat kepalanya yang tiba-tiba berdenyut. Tak dapat dibayangkan apa yang sudah menimpa Zio dan Aura. Karena tiba-tiba digrebek para warga.
"Si bontot bikin ulah?" tebak Boby yang membuat Alessandro mendesaahkan nafas kasar.
"Gue cabut dulu deh, Bab. Mau ngunduh mantu," ujar Alessandro seraya berjalan menuju pintu, melewati meja Boby yang memang letaknya tak jauh dari benda persegi panjang itu.
Kening Boby mengernyit, karena ia memang tak sempat mendengar percakapan Alessandro dengan istrinya, "Ngunduh mantu? Siape yang kawin? Si Ghara mau poligami?"
Mendengar itu sontak saja Alessandro langsung menghentikan langkah dan memicingkan mata ke arah sahabatnya, "Gue lakban mulut lu ya, Bab, ngomong sembarangan."
"Padahal gue cuma nanya lho, Al," seru Boby tak terima disalahkan begitu saja. Karena rasanya tidak mungkin kalau Zio yang akan menikah, pemuda itu kan belum lulus sekolah.
Alessandro menyugar rambutnya yang sudah mulai memutih. Dengan tampang frustasi dia berkata, "Buaya cilik lepas dari kandangnya."
Persis seperti reaksi Alessandro, Boby pun tampak terperangah, karena tanpa menyebutkan nama sudah tentu ia tahu siapa yang Alessandro maksud. "Kok bisa, Al? Gimana ceritanya, Zio buntingin anak siapa?" Tanya Boby bertubi-tubi, tetapi tak ada satu pun yang dijawab karena detik selanjutnya Alessandro sudah keluar dari ruangannya untuk pergi ke rumah Aura.
Dia tak sendiri, karena sebelumnya dia sudah janjian dengan Arabella. Hingga kini kedua orang itu tiba di kediaman Aura, yang dikenal sebagai guru bahasa di sekolah putra mereka.
Pertemuan antar kedua orang tua itu, membuat kepala Aura terasa ingin meledak. Karena dengan begitu mudahnya Rendra memutuskan bahwa Zio harus menikahinya. Padahal mereka tidak pernah melakukan apa-apa.
Impian Aura untuk bisa bersama dengan pria pujaannya benar-benar harus pupus, karena tepat hari ini juga pernikahan tak berlandaskan cinta itu dilangsungkan.
"Jadi nikah nih?" tanya Zio dengan tampang cengo. Dia benar-benar tak menyangka, kalau akhirnya dia harus menikahi Aura, sang guru yang menjadi primadona di sekolah.
"Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Saya tidak mau, kalau sampai Aura dicap sebagai wanita nakal, hanya gara-gara bujuk rayuan kamu. Masih muda, kamu ini sudah pintar main sama wanita dewasa," ceplos Rendra yang membuat Alessandro dan Arabella saling pandang.
Mereka benar-benar sangat malu dengan kelakuan Zio. Namun, ada benarnya juga kalau pemuda itu dinikahkan. Karena dengan begitu Zio akan mengerti bagaimana poros kehidupan.
Meski sama seperti pernikahan putra sulung mereka yang harus disembunyikan terlebih dahulu karena memiliki beberapa alasan.
Mereka yakin, bersama Aura pemuda itu akan berubah.
"Pah, apakah semuanya benar-benar tidak bisa dibicarakan dengan baik-baik?" tanya Aura sekali lagi, sudah tak tahu harus bagaimana dia menyikapi kejadian ini.
"Bukankah semua ini juga kita lakukan untuk kebaikan? Terlebih kebaikanmu, karena seorang wanita harus memiliki harkat dan martabat! Apalagi dengan statusmu sebagai pendidik, apakah pantas kamu memiliki skandal seperti itu?" tegas Rendra yang seolah tak bisa dibantah.
Aura tak dapat menimpali ucapan ayahnya. Kali ini dia hanya bisa pasrah, saat akhirnya Zio benar-benar mengucapkan janji suci di depan semua orang yang menyaksikan pernikahan dadakan itu.
"Ke depannya saya tidak mau mendengar kalau kamu kabur dan lari dari tanggung jawabmu. Kalau sampai itu terjadi, saya sendiri yang akan menyeretmu kembali dan mencincang habis masa depanmu!" tukas Rendra, tak ingin Zio menyakiti, apalagi meninggalkan putrinya.
Tak hanya Zio yang merasa merinding, ternyata Alessandro juga ikut ketar-ketir dengan ancaman besannya.
"Saya akan mengingatkan dia tentang itu semua, Tuan Rendra, anda tenang saja," timpal Alessandro yang sedari tadi lebih banyak diam. Karena posisi Zio memang tak pernah bisa mendapat pembelaan.
Namun, bukannya lekas memikirkan apa saja yang harus dia lakukan setelah menjadi seorang suami. Zio malah senyam-senyum, lalu melontarkan sebuah pertanyaan dengan wajah tanpa dosa, "Tapi saya sama Bu Aura udah boleh itu kan ...."
Paham ke mana arah pembicaraan Zio, Aura lantas mendelikkan matanya. Dia pastikan bahwa tidak akan pernah ada kontak fisik, selama pernikahan mereka berjalan.
Jangan sampai dia menyentuhku! Batin Aura dengan sungguh-sungguh.
***
Revisi ya gaes🤭
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!