NovelToon NovelToon

HAI MANTAN! Kisah Kita Belum Selesai

Prolog

..."Merelakan adalah titik tertinggi mencintai seseorang, meskipun harus terluka tapi perlahan luka itu akan sembuh, hanya butuh waktu meskipun mungkin lama."...

..._Hai Mantan!_...

Seren memasuki Kosnya dengan badan yang basah kuyup. Gadis itu mengemas barang-barangnya di koper sambil menangis. Setelahnya Seren memesan taksi online, ia bergegas menuju bandara untuk pulang ke kampung halamannya. 

Sepanjang perjalanan, Seren menonaktifkan aplikasi whatsapp miliknya. Tapi berulang kali panggilan seluler masuk dari ponselnya, namun tidak ia indahkan. Seren menatap keluar jendela mobil yang ia tumpangi. Gadis itu berulang kali menghembuskan nafasnya pelan, sampai bunyi notifikasi dari instagramnya berbunyi. Ia melihat dengan jelas pesan masuk dari Farez, lelaki yang masih menjadi kekasihnya itu mengkhawatirkan Seren. Bukan hanya Farez, bahkan beberapa teman juga sahabatnya menanyakan keberadaan Serena dan mengkhawatirkan gadis itu.

Ia tersenyum, "Maafkan aku teman-teman, maafkan aku Farez, terimakasih untuk 3 Tahun kita bersama, maaf untuk tidak menjadi pacar yang baik. Aku pamit, aku tahu mungkin kamu akan lebih bahagia bersamanya. Sampai jumpa Farez," Batin gadis itu.

Airmata Seren terus jatuh tanpa bisa dihentikan. Ia menangis sambil memegangi dadanya, rasanya begitu sesak. Mencintai seseorang yang memang dari awal ingin pindah dan kamu memaksanya untuk menetap adalah hal yang menyakitkan. Maka dari itu, Seren memilih untuk mengalah, ia tidak sanggup melihatnya. Meskipun bukan dengan kata-kata, melihat Farez berpelukan dengan perempuan lain adalah salah satu pertanda jika Farez menyuruhnya untuk pergi, dan Seren mengerti itu meskipun tanpa dijelaskan.

"Dulu kamu sendiri yang mengatakan tidak akan pernah menyia-nyiakan aku. Dulu kamu sendiri yang mengatakan untuk ingin selalu bersamaku. Dulu kamu sendiri yang mengatakan tidak akan pernah bosan dengan hubungan kita. Dulu kamu sendiri yang berjanji untuk tetap ada ketika aku terluka, tapi nyatanya kamu mengingkari, karena justru kamu sendiri yang menyia-nyiakan aku, kamu yang memaksa aku menjauh, kamu yang bosan namun tak mengatakannya, kamu yang bersenang-senang dengan duniamu tanpa mempedulikan aku. Kamu nggak pernah sadar ada aku yang sering menahan lukaku,  kamu selalu beranggapan aku baik-baik saja padahal tidak. Aku membutuhkanmu, tapi kamu tidak membutuhkanku." 

Beberapa saat kemudian Seren turun dari taksi online yang ia pesan. Gadis itu menurunkan kopernya dan berjalan memasuki bandara. Semua orang yang ada di sana mungkin memandangnya aneh, karena penampilan Seren yang sangat jauh dari kata rapi, gadis itu sangat acak-acakan dengan baju basah, rambut kusut, beruntung wajahnya tertutup oleh masker.

Seren melakukan Check-in, beruntung ia tidak terlambat memesan tiket pesawat malam itu juga. 2 jam berlalu, panggilan bagi penumpang pesawat sudah berbunyi. Serena bergegas, gadis itu langsung memasuki pesawat dan duduk di kursi penumpang. Kebetulan Seren duduk di dekat jendela. Ketika pesawat mulai Take Off, Seren memandang keluar jendela, fikirannya melayang jauh, mengingat kenangan-kenangan yang ia lalui.

Dear Yogyakarta

Kisahku di kota yang kata orang istimewa ini mungkin hanya sampai hari ini. Meninggalkan kenangan merupakan sesuatu yang sulit, tapi aku tidak keberatan. Setelah hari ini aku berjanji akan hidup dengan diriku sendiri seperti apa yang pernah aku ucapkan dulu. Biarkan semua yang kita lalui tersimpan, mungkin aku salah tidak pamit, namun lebih baik seperti itu, aku tidak akan mudah untuk pergi jika harus pamit. Terimakasih untuk 3 tahunnya, aku mencintaimu dulu, sekarang mungkin hingga nanti.

Tertanda

Serena Neve Zelmira

Perjalanan dari Yogyakarta ke Bandara Internasional Supadio kota Pontianak Kalimantan Barat membutuhkan waktu sekitar 2 jam lebih 30 menit. selama di perjalanan itu, Seren tidak bisa memejamkan matanya, rasa sakit yang begitu menusuk bak belati yang mencabik-cabik dadanya, rasa sakit yang didapatkan dari orang yang kita cintai adalah sesuatu yang dapat membunuh secara perlahan.

Serena melihat ke arah luar jendela pesawat, kilatan cahaya dari petir yang menyambar di awan terlihat jelas, suasana langit malam yang mencekam tampak menemani perjalanan udara Seren kali ini. Bahkan, tidak sepatah katapun keluar dari bibirnya, hanya diam dan sesekali menghela napasnya dan sepasang earphone yang tersemat di telinganya.

Waktu berjalan dengan begitu cepat, suasana di atas awan yang kebetulan sedang turun hujan sangat mendukung menemani hati yang tidak karuan. Suara monitor pemberitahuan dari pramugari yang mengatakan jika pesawat sebentar lagi akan mendarat membuat para penumpang sibuk untuk siap-siap, begitu juga dengan Seren. Gadis itu memasang dan mengencangkan sabuk pengamannya sesuai arahan dari pramugari, lalu melihat ke arah depan.

sesaat kemudian, pesawat itu mendarat di atas lapangan udara internasional Supadio Pontianak, Kalimantan Barat. Sekali lagi, napas berat milik Seren ia hembuskan, setelah lama tidak pulang dan melanjutkan pendidikan S1-nya di Yogyakarta, akhirnya hari ini ia bisa kembali menapakkan dirinya kembali di provinsi tempat ia dilahirkan.

Seren terlihat cukup santai, ia membiarkan orang-orang untuk turun terlebih dahulu, kemudian setelah pesawat cukup kosong, akhirnya gadis itu juga turun, tidak lupa ia membawa koper kecil yang tadi ia bawa.

Sebenarnya, ingin sekali ia tersenyum, namun sayang, hati dan otaknya sedang tidak sejalan. Justru saat ini, airmatanya kembali menetes, mengingat kenangan bersama Farez sang kekasih yang sampai detik ini masih ia cintai dengan sepenuh hatinya.

Seren menyeret kopernya keluar bandara, namun sebelumnya, ia membuka ponselnya terlebih dahulu. baru saja ia membuka data internet miliknya, terlihat sudah lebih dari dua ratus pesan yang masuk, juga hampir seribu panggilan tak terjawab.

"Dek, mau pulang kemana? Mau pakai taksi aja?" tanya seorang bapak-bapak yang kebetulan salah satu pemilik taksi yang ada di bandara.

Serena tampak berpikir, gadis itu menimang-nimang apakah ia akan naik taksi bandara atau taksi online saja, setelah beberapa saat, akhrinya Serem memutuskan untuk naik taksi bandara.

"Iya Pak, tolong bawain barang saya ya Pak," ujarnya meminta tolong pada si supir taksi.

Setelahnya, Seren akhirnya berada di dalam taksi, gadis itu hanya termenung saja, pikirannya yang sedang kacau membuatnya tidak memiliki semangat untuk berbicara, padahal Serem termasuk gadis ramah dan humble pada siapa saja.

Ting!

suara notifikasi dari ponselnya berbunyi, Seren hanya melihat dari pop up layar tanpa ingin membukanya, karena pesan itu dari Farez yang bertanya saat ini Seren ada di mana.

tidak la kemudian, sebuah panggilan telepon dari Farez juga muncul, lagi dan lagi Seren memilih untuk mengabaikannya.

Ting!

[Ternyata hal yang selama ini aku takutkan benar-benar terjadi, kamu ninggalin aku, kenapa Serena?]

Seren hanya melihatnya saja tanpa berniat membalas, kemudian tanpa terduga, gadis itu langsung mengambil kartu yang ada di dalam ponselnya, lalu membuangnya ke luar jendela taksi yang ia tumpangi.

"Selamat tinggal kenangan, selamat tinggal Farez, sepertinya kisah kita memang benar-benar berakhir. semoga kamu selalu bahagia."

Bab 1. Welcome

..."Takdir kita adalah rahasia Tuhan, kita hanya bisa merencanakan yang terbaik, meskipun apa yang terjadi tidak seperti yang diinginkan."...

..._Hai Mantan!_...

4 Tahun Kemudian...

Yogyakarta Internasional Airport

Waktu menunjukkan pukul 19.30 WIB, Seorang gadis baru saja keluar dari ruang selamat datang bandara dengan menyeret koper berwarna hitam miliknya. Gadis dengan penampilan sederhana namun terlihat elegan itu melepas kacamata hitam yang ia kenakan. Ia berjalan pelan, menoleh ke kanan dan ke kiri mencari-cari sesuatu.

"SEREN!"

Gadis itu membulatkan matanya, lalu tersenyum dan berjalan cepat kearah orang yang memanggil namanya tadi.

"Giantra, gue kangen banget sama lo... Adek gue." Seren memeluk erat laki-laki bernama Giantra itu.

Giantra tersenyum, ia membalas pelukan Seren, meskipun ia tidak menyukai kalimat terakhir yang Seren ucapkan.

Seren melepas pelukannya dari Giantra, seketika senyum gadis itu menghilang. Giantra yang melihatnya menjadi bingung.

"Seren, lo kenapa tiba-tiba sedih?"

Seren menggelengkan kepalanya, lalu menatap Giantra dan tersenyum. "Gue nggak kenapa-kenapa. Cuma sedikit ingat mantan." Gadis itu terkekeh pelan.

Giantra memasang wajah datarnya melihat kekehan dari Seren. Ia tau jika seren memasang wajah seperti itu berarti ia sedang sangat sedih. Seren gadis yang kuat, ia berbeda, untuk itu Giantra menyukainya. Sudah menjadi rahasia umum dikalangan teman-teman Seren dan Giantra jika Giantra menaruh hati kepada Seren. Hanya saja Seren tidak pernah siap untuk jatuh cinta lagi, ia masih stuck dengan kisah masa lalunya.

"Ayo sekarang pulang aja. Lo pasti capek perjalanan selama 16 jam dari Belanda ke Indonesia." Giantra mengambil alih koper milik Seren dengan tangan kanannya, kemudian menggenggam pelan tangan Seren dengan tangan kirinya.

Seren hanya pasrah saja, gadis itu memang sangat lelah. "Kita naik apa?"

"Mobil."

"Mobil siapa?"

Giantra menghentikan langkahnya, kemudian ia menarik nafasnya pelan. "Mobil gue."

"Oh."

Giantra berusaha sabar menghadapi sifat Seren yang unfaedah itu.

Giantra melepaskan genggaman tangannya, kemudian ia membuka pintu bagasi belakang mobil dan memasukkan koper milik Seren. Lalu ia juga membukakan pintu mobil bagian depan sebelah kanan untuk Seren. Seren masuk kedalam mobil dan disusul oleh Giantra yang duduk di kursi pengemudi. Giantra menatap Serem sebentar, gadis itu menyenderkan kepalanya sambil memejamkan mata. Giantra langsung menurunkan posisi kursi penumpang agar Seren nyaman ketika tidur. Lalu laki-laki itu menjalankan mobilnya pelan.

Perjalanan dari Kulon Progo, tempat dimana Bandara terletak menuju ke Yogyakarta membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam. Jadi Giantra membiarkan Seren tertidur.

Giantra hanya ditemani dengan suara musik yang sengaja ia putar dengan volume kecil agar tidak mengganggu tidur dari Seren.

Sesekali mata lelaki itu menoleh kearah Seren yang tertidur. Sepertinya gadis itu sangat kelelahan. Giantra tersenyum, ia menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah cantik Seren.

"Cantik," gumamnya pelan, lalu kembali fokus mengendarai mobilnya.

Malam itu, langit terlihat mendung, kilat mulai bersahutan. Tiba-tiba saja hujan rintik-rintik jatuh diatas mobil Giantra.

"Hujan," gumam Giantra, wajah laki-laki itu tampak khawatir. Ia mengingat sesuatu jika Seren sangat takut dengan guntur. Ketika hujan mulai turun Guntur mulai terdengar dengan suara besar. Ia takut jika Seren terbangun dan panik.

Giantra menambah kecepatan mobilnya. Beberapa saat kemudian, mobil yang di kendarai Giantra sampai disebuah komplek perumahan elit. Giantra menghentikan mobilnya disalah satu rumah minimalis Namun terkesan mewah. Seorang satpam yang menjaga rumah itu membuka pagar, dan mempersilahkan Giantra masuk.

Giantra menghentikan mobilnya di depan pintu garasi rumah itu. Lalu keluar dari mobilnya, laki-laki itu perlahan membuka pintu samping sebelah kanan. Ia dengan pelan menggendong Seren ala bridal style.

"Nak Gian." Seorang wanita paruh baya membukakan pintu rumah. Wanita yang berumur sekitar 45 tahun itu masih terlihat cantik dan awet muda.

"Tante Vera, Gian mau nganterin Seren ke kamarnya. Kasian, kayaknya Seren butuh istirahat."

Vera mempersilahkan Giantra masuk. Giantra langsung membawa Seren ke kamar gadis itu dengan diikuti oleh Vera yang menunjukkan kamar putri semata wayangnya itu.

"Terimakasih nak Gian sudah mau menjemput Serena. Maaf merepotkan."

"Tidak apa-apa Tante. Saya juga sedang tidak ada pekerjaan, jadi tidak masalah."

"Oh iya, saya mau langsung pamit pulang saja. Kebetulan besok pagi saya harus meeting dengan klien."

"Loh cepat sekali, tidak mau minum dulu? Atau Tante bangunkan Serena-nya."

"Tidak apa-apa Tante, jangan bangunkan Seren, kasian dia kelelahan." Giantra tersenyum, lelaki itu kemudian bersalaman dengan Vera untuk berpamitan pulang.

"Bang Gian, ngapain disini?"

Giantra yang tadi akan masuk kedalam mobilnya mengurungkan niat ketika seorang laki-laki muda baru saja keluar dari mobilnya.

"Gevano, lo kok disini?" Heran Giantra melihat sosok Gevano, salah satu rekan bisnis sekaligus teman tongkrongannya.

"Gue yang seharusnya nanya Bang, lo ngapain dirumah gue?"

Giantra mengerutkan keningnya bingung, "Rumah lo?"

Dengan ragu Gevano menganggukkan kepalanya,dia sedikit heran dengan Giantra. "I--iya, rumah kakak gue lebih tepatnya."

"Kakak lo siapa? Tante Vera?"

"Gobl*k banget lo bang! Itu nyokap gue," balas Gevano dengan wajah datarnya.

"Ja--jangan bilang ka--kalau Seren--"

"Iya, Kak Serena Neve Zelmira. Itu nama Kakak gue."

Giantra membulatkan matanya lebar, memandang Gevano tidak percaya. "Serius?"

"Iya bang, ngapain gue bohong. Tanya aja sama mama gue atau kak Seren, pasti entar bener kalau gue bagian keluarga ini."

"Kok loe nggak pernah cerita sih Gev?" Geram Giantra mendengar ucapan Gevano.

"Lo nggak nanya."

"Pantesan gue kayak nggak asing sama muka lo. Ternyata Adeknya Seren, makanya mirip banget."

"Selalu dikatain mirip, disangka abangnya Kak Seren padahal gue Adeknya," ujar Gevano panjang lebar sambil bersenandung tidak terima.

"Dramanya mulai, gue balik aja deh. Besok gue kesini lagi ya?"

"Ngapain?"

"Mau nyamperin Kakak loe."

"Kakak?" Gevano bingung dengan ucapan Giantra. Laki-laki itu ingin bertanya tapi mobil Giantra lebih dulu sudah berjalan.

Daripada memusingkannya Gevano memilih untuk masuk kedalam rumah. Ia langsung menghampiri sang mama dan ingin menanyakan mengapa Giantra datang kerumah mereka.

"Ma, Bang Giantra ngapain kesini?"

"Dia nganterin Kakak kamu."

"Kakak? Kakak siapa ma?"

"Kamu punya berapa kakak Gevano? Kok pakek nanya." Vera kesal dengan Pertanyaan anak bungsunya itu. Ia memilih untuk masuk ke kamar meninggalkan Gevano sendiri.

"Lah gue salah apa coba nanya begitu. Tapi bener juga, gue kan cuma punya satu kakak dan satu Abang. Kalau kakak berarti kak Seren donk." Gevano membulatkan matanya, lalu ia berlari kelantai dua dan menuju kamar sang kakak.

Mata laki-laki itu terkejut dan langsung lompat keatas kasur untuk memeluk sang kakak.

"Huaa, kenapa tega balik ke Indo nggak ngabarin," ujar Gevano, Serena yang terkejut pun terbangun.

"Lepasin nggak, eh anak tuyul meluknya kekencengan, gue nggak bisa nafas," ujar Seren sambil memukul pelan lengan Gevano.

"Eh maaf Kak." Gevano melepaskan pelukannya, lalu mengangkat dua jarinya membentuk tanda V.

"Kok Kakak balik nggak ngabarin Gevan?"

Seren memutar bola matanya malas. "Nggak ngabarin matamu, kamu aja yang nggak balas chat kakak."

"Eh emang iya? Masa sih?" Gevano mengeluarkan ponselnya dari saku celana.

"Hape Gevan mati ternyata, maafin Gevan ya kak. Untung ada Bang Gian."

Seren melipat tangannya didepan dada, kesal dengan ulah adiknya itu.

"Kakak pulang ke Indonesia tujuannya apa? Kok tiba-tiba?"

Seren menghembuskan napasnya pelan, "Rindu kalian, terutama mama dan nenek."

"Bang Farez?"

Seren terdiam, ia berusaha mencerna ucapan Gevano. Gadis itu kemudian menggelengkan kepalanya.

"Nggak."

Bersambung. . .

Bab 2 Strong Women Seren

..."Setiap orang diciptakan dengan kemampuan masing-masing yang mereka miliki. Tidak ada manusia yang sempurna, ada kekurangan pasti punya kelebihan."...

..._Hai Mantan!_...

Seorang gadis menuruni anak tangga rumahnya. Gadis dengan penampilan simple namun anggun itu berjalan menuju ke meja makan rumahnya. Baju kemeja berwarna putih, rok berwarna cream dan juga beberapa aksesoris yang ia kenakan terkesan menambah manis penampilannya.

"Selamat pagi semua."

"Selamat pagi Kak Seren." Orang-orang disana, keluarga gadis itu membalas sapaannya.

Seren duduk disalah satu kursi di samping Gevano. Disana mereka berlima, karena nenek Seren sudah kembali dari Ngawi.

"Kakak mau makan apa?"

"Apa aja Nek, semua masakan di rumah ini enak."

Sang nenek tersenyum, Seren memang tidak pernah ingin membuat orang terdekatnya kecewa. Gadis itu akan menghargai semua yang dilakukan oleh orang terdekatnya jika itu untuk kebaikannya.

"Terimakasih Nek. Seren rindu Nenek, Seren senang liat Nenek selaku sehat."

"Nenek juga senang liat Seren, Seren kebanggan kami semua."

Seren tersenyum bahagia, ia memilih untuk memakan makanannya dan berdoa didalam hati agar semua keluarganya selalu diberkan kesehatan.

"Kakak mau Gevan anterin atau bareng mama, atau mau dianterin Bang Cakra?"

Gevano menyingkirkan alat makannya, laki-laki itu telah menyelesaikan sarapannya.

Seren tampak berpikir, gadis itu kemudian tersenyum. "Nggak usah Dek. Kakak sama Giantra."

"Aduh kenapa sama Giantra sih Kak? Nggak ada cowok lain apa?" Bukan Gevano, itu Cakra. Dari dulu memang Cakra tidak pernah cocok dengan Giantra. Sebenarnya Giantra seumuran dengan Cakra, jadi Giantra beda 3 tahun jika dibandingkan dengan Seren. Tapi Giantra adalah laki-laki yang dewasa, lagipula umur hanya sekedar angka, tidak ada salahnya bukan berteman dengan orang yang lebih muda daripada kita. Apalagi semenjak kejadian 4 tahun lalu, Seren menutup hatinya untuk siapapun bahkan untuk sekedar dekat atau berteman. Tapi berkat Giantra, gadis itu mulai membuka hatinya dan lebih berpikiran terbuka terhadap kaum berjenis kelamin lelaki, meskipun hanya sekedar teman atau sahabat tidak lebih.

"Kenapa emangnya Bang. Bang Giantra itu ganteng, baik, mana mapan lagi. Kalau Gevan sih yes. Mama gimana?"

"Mama terserah Kak Seren, kalau Kak Seren yes mama juga yes."

"Apaan sih ini Yas yes Yas yes, nggak, pokoknya kak Seren nggak boleh sama Giantra titik." Cakra dengan kesal menyudahi makannya dan beranjak dari meja makan.

Seren hanya menghembuskan napasnya pelan melihat itu, ia memandang punggung adik keduanya yang telah menjauh.

"Adek jangan gitu, kasian Bang Cakra sarapannya sampai nggak habis." Seren menasehati adik bungsunya dengan nada lembut.

"Lagi pula bang Cakra kenapa sih Kak? Heran banget, kenapa tiba-tiba marah gitu?"

"Kakak juga nggak tau. Lagi pula Kakak juga nggak suka sama Giantra, Kakak mau fokus sama karir kakak, mau bahagiain Mama, Nenek, Adek sama Abang aja. It's enough," Ujar Seren, gadis itu mengambil air minum digelas dan meminumnya.

"Tapi kenapa? Apa karena Bang Farez?"

Seren menggelengkan kepalanya, "Bukan, itu karena diri Kakak sendiri. Keluarga kakak itu segalanya."

"Seren?"

"Iya Nek? Kenapa?"

"Seren boleh memikirkan kami, bahkan kami sangat bahagia melihat Seren yang sekarang. Tapi tolong nak, kami juga berhak bahagia dengan orang yang kamu sayang selain dari keluargamu. Kamu berhak mendapatkan kebahagian itu."

Seren tersenyum, sang mama hanya diam menyaksikan hal itu. Ia tidak sanggup membuat hati putri kesayangannya sedih, karena ia yang paling tau Seren ia amat sangat menyayangi Seren.

"Nenek tenang aja, Seren bahagia dengan keadaan Seren yang sekarang."

"Ingat baik-baik pesan Nenek ya, Seren harus mencari kebahagiaan Seren selain dari keluarga ini, ini demi kebaikan Seren sendiri." Nenek Seren bernama nenek Suji, nenek dari sebelah ayahnya tapi memilih untuk tinggal bersama mama Seren dan cucu-cucunya. Nenek yang sangat Seren sayangi dan sangat menyayangi Seren.

"Iya Nek, kalau gitu Seren berangkat ke kantor dulu ya nek. Hari ini pembukaan cabang kantor baru yang di Jogja. Jadi Seren sebagai CEO sekaligus Owner harus hadir disana." Ujar Seren, gadis itu berpamitan dengan nenek dan mamanya.

"Kak, bareng ya kedepannya. Gevan juga harus ke kantor Gevan. Nanti Gevan mampir ke kantor Kakak ya, tapi agak siang." Gevano juga melakukan hal yang sama seperti Seren, laki-laki itu berpamitan dengan sang mama juga neneknya.

"Ayo." Seren menggandeng lengan sang adik. Keduanya sudah seperti pasangan, bukan kakak dan adik. Gevano yang memang memiliki tubuh tinggi sampai-sampai Seren yang sebenarnya juga memiliki tinggi 162 hanya sebatas dada Gevan saja.

"Mobil Bang Cakra udah nggak ada ya Kak?"

Seren menoleh kearah depan, mencari-cari keberadaan mobil adik keduanya. Namun nihil, sepertinya Cakra sudah berangkat ke tempat usahanya.

Tin tin tin

Suara klakson mobil berwarna hitam mengalihkan perhatian Seren dan Gevano. Seorang laki-laki dengan setelan kemeja berwarna Dongker dan celana bahan berwarna hitam turun dari mobil tersebut.

"Selamat pagi Seren, Gevano ganteng." Sapa Giantra, lelaki itu mengedipkan sebelah matanya kearah Gevano. Hak itu tentu saja membuat Gevano jijik, namun berbeda dengan Seren, gadis itu tertawa ngakak.

"Jijik gue bang. Najis bener muka lo kayak pedofil. Ngeri gue, hih." Gevano menjauh dari laki-laki tadi. Ia bersembunyi di balik punggung Seren.

"Jangan gitu ah sayang Gevan." Bukannya marah dengan kata-kata Gevano, laki-laki itu justru semakin menggoda Gevano dan mendekat kearah Gevano.

"Awas ya lo bang. Berani nyentuh gue, nggak gue restuin lo ngedeketin kakak gue. Mampus lo, kagak ada yang dipihak lo."

Seren semakin tertawa ngakak mendengar ucapan Gevano, apalagi ketika Giantra, laki-laki tadi terus menggoda Gevano.

"Ih kok gitu sih. Nggak apa-apa deh nggak sama Seren, aku sama kamu aja."

Plak

"Aww, sakit bego."

"Mampus, makan tuh sakit. Mau belok lo, mau jadi homo gara-gara Kakak gue nggak pernah nerima lo?" Gevano berkata dengan wajah datar, namun kata-kata yang menyelekit.

"Ya jangan mukul juga Bambang, kesannya lo yang homo, nyentuh-nyentuh gue."

Seren menarik tangan Giantra, "Ayo, udah jangan ribut lagi kalian. Gue lama-lama bisa telat nih. Ayo Gian, Gevan buru ke kantor kamu."

Kedua lelaki itu menghembuskan napasnya pelan, "Siap Boss."

Akhirnya Seren dan Giantra sudah berada didalam mobil dengan Giantra yang yang mengendarai mobilnya.

"Gimana?"

Seren mengerutkan keningnya menatap kearah Giantra yang sedang fokus mengendarai mobilnya. "Gimana apa?"

"Gimana, udah siap dengan cabang Neve publisher yang baru CEO sekaligus Owner?"

Seren tersenyum, "Tentu saja." Semangat Gadis itu.

Beberapa saat kemudian mobil yang Giantra kendarai telah sampai diparkiran gedung baru Neve publisher. Neve publisher yang dijogja merupakan cabang ke 9 milik Seren, hal luar biasa yang bisa Seren gapai. Setelah menjadi penulis best seller dari semester 4 diperkuliahan akhirnya sekarang gadis itu bisa mewujudkan mimpi-mimpi lainnya sekarang.

"Selamat pagi Nona Seren." Beberapa rekan bisnisnya sudah berada disana menunggu Seren, menyambut gadis itu dengan ramah. Menjadi orang yang sukses merupakan impiannya, dihormati semua orang dan menjadi kebanggan orang terdekatnya.

Seren tersenyum membalas sapaan mereka. Gadis itu bersalaman satu persatu dengan rekan bisnisnya. Disana juga sudah ada beberapa karyawannya yang hadir.

"Baiklah, karena Nona Serena Neve Zelmira sudah hadir, mari langsung saja kita resmikan kantor cabang dari Neve Publisher Yogyakarta ini. Untuk Nona Seren silahkan memotong pita ini." Seorang MC bersuara dan Seren akhirnya menerima gunting yang diserahkan kepadanya untuk memotong pita sebagai simbol telah diresmikannya perusahaan cabang milik Seren ini.

Giantra yang berada di samping Seren tersenyum melihat Seren. Gadis kuat yang berulang kali terjatuh namun selaku berusaha bangkit lagi, tidak pernah peduli dengan sakitnya luka yang ia rasakan.

"Serena Neve Zelmira, itulah kenapa aku sangat menganggumimu. Kamu adalah wanita kuat yang bisa mengubah lukamu menjadi sebuah pembuktian bahwa kamu bisa bangkit. Kamu berbeda, disaat semua wanita lebih mementingkan dirinya sendiri, kamu justru berjuang demi keluargamu. Aku tidak bisa menjauh darimu Seren. Aku akan memperjuangkan mu," Batin Giantra ketika Seren sedang mengucapkan terimakasih karena banyaknya ucapan selamat dari rekan-rekannya.

Bersambung. . .

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!