Hari ini, hari yang sempurna untuk mendapatkan kesan pertama yang baik saat bertemu dengan adik kelas, di tahun ajaran yang baru di SMA Jaya.
Tentu saja saat Dasha berjalan di sepanjang lorong, ia sudah menjadi pusat perhatian semua murid yang berlalu lalang. Terutama adik kelas dari kelas 10 dan juga 11.
Tapi sepertinya kesan pertama mereka saat melihat Dasha, gadis itu terlihat dingin dan juga anggun.
Padahal sebenarnya gadis itu lembut dan juga baik. Keanggunannya? tentu saja akan terlihat jika dia tetap diam.
BRAKK!!!
"DASHA ADHARA HADIR! MAAF TERLAMBAT DATANG!"
Dan jika dia sudah berbicara, sepertinya keanggunannya itu akan luntur karena gadis itu memiliki kepribadian yang cukup barbar dan juga sedikit tomboy. Berbanding terbalik dengan wajahnya yang sangat cantik dan juga menawan.
"Nggak usah datang juga nggak papa, mending pulang aja dan lanjut tidur sana."
"Mulut siapa itu?! kok nggak dijaga?!" sentak Dasha selidik seraya menunjuk teman-temannya yang duduk di barisan depan.
"Mulut saya, mau apa kamu, hah?!"
Gadis itu spontan terperanjat kaget mendapati sudah ada guru yang mengajar, Pak Edi guru mata pelajaran matematika itu sudah berada disampingnya. Seraya memilin ujung kumisnya, Pak Edi melotot menatap Dasha yang cengengesan.
"Maaf Pak, saya terlambat. Soalnya saya harus tampil cantik. Kita 'kan udah kedatangan adik kelas yang baru." meski mengatakannya dengan setengah bercanda, salah satu siswa yang tidak pernah akur dengan Dasha lantas menanggapi.
"Tampil cantik apaan? dandanan udah kayak tante-tante ae, bukannya malah adik kelas yang kepincut, eh ternyata malah bapak-bapak!"
Tawa seisi kelas meledak, situasi yang lucu ketika teman mereka itu mulai mencari masalah dengan Dasha.
Padahal Dasha hanya memoles wajahnya dengan make up sederhana dan terkesan natural, tapi bukan Satya namanya kalau tidak pernah mencari masalah dengannya. Cowok itu selalu mengganggunya.
"Kalau bapak-bapak yang kepincut, berarti bapak Lo juga kepincut sama kecantikan gue! dengan begitu gue bakal nikah sama bapak Lo dan jadi emak tiri Lo. Gue bakal sita semua aset berharga termasuk handphone Lo itu, biar pas berak Lo cuma bisa mandangin belakang botol shampo doang!"
Mendengar Dasha mengomel sembari berkecak pinggang, semua teman sekelasnya kembali tertawa. Dan Satya, cowok itu mendengus kesal karena ucapannya barusan.
Buk!
"Ngomel aja terus kayak emak-emak, sana cepat duduk ke tempat kamu!"
Pak Edi yang gemas lantas menimpuk kepala Dasha dengan buku paket ditangannya, gadis itu merengek kesakitan sembari menggerutu kesal saat berjalan menuju tempat duduknya.
"Baiklah, kita mulai pelajaran hari ini. Buka buku paket kalian halaman 4----"
.
.
.
.
Bel istirahat baru saja berbunyi, setelah membereskan barang-barangnya, Pak Edi lantas berpamitan keluar kelas kemudian disusul sebagian muridnya yang ingin segera menuju kantin sekolah.
Terkecuali Dasha, dan juga teman sebangkunya. Ayara. Mereka berdua sedang berbincang-bincang ringan seraya membereskan buku di atas meja. Namun fokus Dasha teralihkan pada dua orang teman sekelasnya yang duduk di barisan paling belakang.
Mereka seperti asik sedang membicarakan sesuatu tentang sebuah permainan tantangan, karena penasaran Dasha lantas menghampiri mereka.
"Main apaan?" tanyanya yang membuat Lena dan Tara, kedua teman sekelasnya itu kompak menatapnya.
"Kenapa? mau ikut?" tanya Lena selidik.
"Ikut aja! jadi pas deh tiga orang! Lena kelas dua belas, gue kelas sebelas, dan Dasha kelas sepuluh." ucap Tara menunjuk ke arahnya.
Dasha mengernyit heran, "yaudah gue ikut, gimana caranya?" tanyanya tanpa berpikir dulu.
Ayara yang mendengar pembicaraan mereka, lantas menepuk dahinya dan geleng-geleng kepala kenapa Dasha langsung ikut saja tanpa bertanya lebih dulu. Padahal mereka tahu, Lena dan Tara itu selalu memainkan permainan yang aneh dan juga beresiko.
"Oke deal! nggak boleh mundur lagi ya, udah setuju buat ikut!" ucap Tara cengengesan.
"Gimana cara mainnya?" tanya Dasha lagi, penasaran.
Lena menghela napasnya sebentar kemudian menjelaskan permainan mereka hari ini.
"Ini namanya permainan cinta, lebih tepatnya kita bakal bersandiwara! karena target kelasnya udah di tentukan, sekarang Lo harus nyatain perasaan Lo dan ajak pacaran salah satu cowok dari kelas 10, random jadi bebas pilih mau yang mana!"
Mendengar penjelasan Lena, Dasha spontan menggebrak meja di hadapannya.
"GI-GILA! PERMAINAN MACAM APA ITU, MISKAH?!"
"Nama gue Lena, Miskah siapa?"
Dasha menutup setengah wajahnya yang memerah karena malu, "Gu-gue, belum pernah pacaran! dan lagi, kenapa harus sama adik kelas?! kalau kelas 11 sih nggak masalah, masa kelas 10?! yang ada gue malah dibilang lebih tertarik sama berondong lagi!"
"Lagian Lo cuma akting pura-pura suka dan jadi pacar yang baik aja, cuma selama satu bulan setelah itu putusin ae. Gimana? terdengar menantang bukan?!" Tara dengan antusias menatap Dasha dengan kedua alisnya yang naik turun.
Dasha lantas menoleh ke arah Ayara, menatap sahabatnya itu yang malah menatapnya datar seraya mendengus. Dari ekspresi Ayara sudah dapat Dasha pahami apa maksudnya.
Lena dan Tara, dua orang itu malah memainkan permainan sandiwara yang siapapun pasti berpikir, bahwa permainan ini mempermainkan perasaan tulus seseorang. Apa mereka tidak berpikir? saat mengetahui bahwa orang yang kita sukai hanya berpura-pura menyukai kita ... itu akan sangat menyakiti hati!
"Nggak bisa di batalin, ya, karena gamenya udah mulai. Oh iya, ada larangannya juga. Kalau sampai jatuh cinta beneran sama target, detik itu juga Lo harus akui kebohongan Lo itu di depan semua orang di tengah lapangan!" Lena tersenyum manis seraya bangkit dari duduknya.
"Kalau itu sampai kejadian, bukannya mereka semua bakal berpikiran bahwa kita jahat, ya, 'kan?" Dasha mendongak, bersusah payah menelan ludahnya yang terasa tercekat.
Lena lantas meliriknya, kemudian mengedipkan sebelah matanya. "Itu konsekuensinya!"
Tara yang berada disampingnya lantas mengangguk, "let's go! cari target!!!" serunya memimpin.
Saat Lena berlalu melewatinya, Dasha spontan mencegat tangannya.
"Tunggu! gue, gue nggak tahu mau nembak siapa! lagian mereka semua 'kan asing, mana gue kenal! masa gue nembak cowok yang nggak gue kenal sama sekali! entar gue malah salah pilih target! bisa repot entar kalau gue malah ketemunya sama jamet!" perkataan yang ada benarnya, namun terkesan ragu saat ia ucapkan.
Lena menjentikkan jarinya, "ah, gue tahu!" lantas membuat Dasha dan Tara spontan menatapnya.
"Apa?" tanya Dasha penasaran.
"Tadi pagi gue dengar cewek-cewek lagi gibah, katanya ada cowok yang ganteng banget dan juga keren! tapi sayangnya, mereka bilang cowok itu nggak banyak bicara dan juga terkesan cuek!"
Dasha mengangguk paham, "oke, siapa namanya?" tanyanya penasaran.
"Dia dari kelas 10 IPA 1, namanya----"
...••••••...
"Permisi, yang namanya Daren Aldevaro. Mana orangnya? bisa panggilkan?"
Menyadari kehadiran kakak kelas berwajah cantik namun asing bagi mereka, membuat sebagian murid di kelas itu tercengang dan saling bertanya-tanya kenapa kakak kelas itu mencari salah satu teman sekelas mereka.
"Tunggu Kak, aku panggilkan dulu."
Dasha mengangguk singkat seraya memandangi kuku jarinya, ia menunggu seraya bersandar pada dinding kelas tanpa menyadari bahwa murid-murid dari kelas itu mengintip dari kaca jendela karena penasaran dengan tujuannya.
"Siapa?"
Deg!
Suara yang terdengar serak itu masuk ke telinganya, spontan menoleh dan membuat Dasha tidak berkedip memandangi cowok yang berdiri di hadapannya sekarang.
Target permainan ini, awal kebohongan dari segala kebohongan yang akan terjadi ke depannya.
Meskipun terpaksa, dan mulai merasa bersalah saat menatap wajah itu. Mau tak mau Dasha harus melakukannya. Dan Dasha juga harus mengakui bahwa cowok di depannya sekarang, dia benar-benar tampan dan keren seperti yang Lena katakan.
"Daren ... 'kan?" kata Dasha dengan sedikit nada keraguan.
Cowok bernama Daren itu, lantas mengangguk kemudian tersenyum ramah.
"Iya, Kak." melihat senyuman itu, Dasha semakin merasa bersalah karena harus membohonginya.
"Kenalin, gue Dasha Adhara, kelas 12 IPS 4." ucap Dasha memperkenalkan dirinya, Daren lantas mengangguk dengan senyuman simpulnya.
"Ada apa, Kak?"
Dasha meneguk ludahnya, tenggorokannya kembali tercekat. Dengan sebisa mungkin mengontrol emosinya, Dasha lantas mengatakan apa tujuannya pada cowok itu.
"Daren, gue suka sama Lo. Ayo kita pacaran." kalimat yang sudah susah payah Dasha pikirkan, akhirnya keluar juga dari mulutnya.
Baiklah, ia tidak tahu ekspresi apa yang akan cowok itu tunjukkan. Tapi Dasha yakin, pasti cowok itu akan menunjukkan ekspresi marah atau bahkan langsung ilfil kepadanya.
"Sa-saya ...."
Deg!
Dasha spontan mendongak, ternganga memperhatikan ekspresi yang cowok itu tunjukkan. Bukan marah, ataupun memandang jijik ke arahnya! cowok itu malah mengusap belakang lehernya, dan memasang ekspresi gugupnya. Daren, sepertinya malu!
"Ah! Lo nggak harus jawab sekarang kok!" Dasha mencoba mencairkan suasana, ia lantas terkekeh pelan seraya membalikkan badannya. "Tapi jawaban Lo, gue bakal tunggu sepulang sekolah. Gue bakal tunggu Lo di taman sekolah. Oke, sampai ketemu nanti."
Ekspresinya yang kadang serius, dan pesonanya yang anggun itu membuat Daren tidak berkedip menatapnya, bahkan saat Dasha mulai melenggang pergi meninggalkannya.
Sepeninggal gadis itu, Daren kemudian menghela napasnya lega, dan menutupi sebagian wajahnya yang terasa panas dan sudah memerah seperti tomat yang di rebus!
...••••••...
"Gue berdosa banget!!! seseorang tolong hukum gue!"
Dasha memekik tertahan dengan mengepalkan kedua tangannya, mencoba menahan gejolak emosi yang dirasakan.
Ayara yang berjalan di sampingnya, lantas mencubit lengan Dasha sampai membuat gadis itu berteriak kesakitan.
"Udah gue hukum, puas?" Ayara dengan ekspresi datarnya membuat Dasha memanyunkan bibirnya.
"Kenapa Lo nggak bilang ke gue sih, harusnya Lo tegur gue gitu supaya gue nggak ikut permainan sialan itu!" Dasha berdecak kesal, bahkan menarik-narik lengan Ayara.
"Tanpa gue bilang juga harusnya Lo 'kan udah tahu, kebiasaan Tara dan Lena itu! harusnya jangan diikutin!"
"Yha, gimana dong! gue lupa!"
"Dasar!" delik Ayara kesal, seraya menghentikan langkahnya. Ayara lantas menoleh ke arah taman, "sana cepat, Lo tunggu dia dan dengar apa jawabannya."
Dasha mengangguk sedih, menatap Ayara dengan lekat. "Doain, ya!"
Ayara mengangguk, "semoga berhasil."
"Jangan berhasil! semoga nggak berhasil, dengan begitu permainan ini bakal selesai sebelum gue mulai! HUAHAHAHAHAHAHA UHUK-UHUK!"
Ayara mendengus seraya mengusap-usap punggung Dasha, "banyak gaya! tersedak, 'kan jadinya." ucapnya masih dengan ekspresi datar.
Dasha menepuk-nepuk dadanya, "ada nyamuk masuk, kampret!"
"Buka mulut Lo selebar goa, biar nyamuknya nemu jalan keluar." titah Ayara, Dasha dengan polosnya malah menurut dan membuka mulutnya.
"Oke, nyamuknya sudah keluar." kata Ayara, masih dengan ekspresi datarnya yang terkesan lesu itu.
Dasha mengangguk, "oke sip, gue pergi dulu."
"Hati-hati ...."
.
.
.
.
Sesuai perkataannya, sepulang sekolah Dasha sudah menunggu cowok itu di taman. Sembari duduk di salah satu kursi, Dasha mulai merenungkan perbuatannya hari ini.
Ia juga berharap bahwa cowok itu menolaknya atau bahkan mencampakkannya dengan kasar, seperti di film-film kebanyakan.
Lagipula dua orang yang tidak pernah kenal, masa tiba-tiba harus pacaran? 'kan tidak masuk akal! apalagi dia kelas 10 sedangkan Dasha kelas 12, semakin tidak masuk akal! apalagi jika si Satya tahu, cowok itu sudah pasti akan meledeknya habis-habisan karena memacari orang yang lebih muda darinya.
Dasha si penyuka brondong. Oke, mungkin panggilan itu tidak lama lagi akan terdengar dari mulut Satya! tapi itu tidak akan terjadi jika Daren menolaknya, oke semoga saja keberuntungan hari ini memihak kepadanya.
"Kak, saya sudah disini." Daren yang baru saja sampai terheran-heran mendapati Dasha yang tidak menyahut, sepertinya gadis itu terlalu larut dalam pikirannya sendiri sampai tidak menyadari kehadirannya.
"Kak, Kak Dasha ...."
Deg!
Dasha terlonjak kaget saat Daren sudah berdiri di depannya, lantas membuat Dasha bangkit dari duduknya.
"Gimana?" tanyanya tidak sabaran.
Daren terdiam sesaat, membuat Dasha kebingungan dan semakin lekat menatap Daren yang terbebani dengan tatapannya. Cowok itu kembali mengusap belakang lehernya, mengalihkan pandangannya dan enggan menatap Dasha yang sudah menantikan jawabannya.
"Sepertinya saya----"
"Sepertinya Lo nggak suka sama gue, dan nolak gue 'kan?" padahal belum selesai Daren berbicara, Dasha sudah lebih dulu menyela.
Raut wajah Dasha nampak sumringah memperhatikan Daren yang tertunduk murung.
YESSSS!!! MESKIPUN DIA ANAK YANG SOPAN DAN JUGA TERLIHAT PEMALU, APALAGI TAMPAN. MEMANG SAYANG SIH, TAPI MAU GIMANA LAGI?! GUE EMANG UDAH DITAKDIRKAN UNTUK MENJOMBLO!
HIDUP JOMBLO! HIDUP JOMBLO!
Kesenangan yang memuncak ini membuat Dasha ingin melompat kegirangan, ia bahkan sudah menahan senyuman dengan menggigit bibir dalamnya dan meremas ujung roknya.
Dasha lantas menghela napasnya, kemudian tersenyum. "Oke deh, gue pergi dulu, ya. Selamat tinggal."
Dasha melangkahkan kakinya pergi, dengan ekspresi sumringahnya. Namun senyumnya sirna tatkala secara tiba-tiba, Daren mencegat tangannya dan menghentikan langkahnya.
Ekspresi yang tercengang, dan tidak berkedip ini menatap Daren yang terlihat malu-malu untuk mengatakan sesuatu.
"Kak, saya juga! saya juga suka sama Kakak! ayo kita pacaran!"
Perkataan yang terdengar tulus itu membuat tubuh Dasha mematung ditempat, manik mereka bahkan saling berpandangan dan dapat Dasha lihat bahwa tatapan cowok itu sangat tulus dan juga lembut.
Daren bahkan melempar senyum manisnya pada Dasha, cowok yang Dasha kira memiliki kepribadian dingin dan kasar itu ternyata hanyalah cowok yang pemalu dan juga terlihat manis dengan tingkah polosnya.
"Saya suka Kakak."
Senyumannya itu ....
Membuatnya semakin merasa bersalah saja ....
...•••••...
..."Karena waktu yang salah, dan mempertemukan kita secepat ini."...
.......
.......
.......
...MOHON VOTE DAN KOMEN YA:) ...
...~~~~...
"Haaahhh ...."
Ini sudah berlalu beberapa hari setelah kejadian itu. Selama itu juga Dasha tidak bertemu dengan Daren, ia tidak kuat untuk melihat wajah pacarnya itu.
Dasha spontan mendongak. Pacar? Daren? mungkin lebih tepatnya, Pacar pura-pura! begitu pikir Dasha, ia lantas mendengus hingga membuat Ayara yang duduk disampingnya, memutar malas bola matanya.
"Selamat tinggal Dasha yang jomblo!" sentaknya sambil menggebrak meja, membuat Ayara mendelik kesal.
Perasaan menyesal dan bersalah ini sudah menghantui Dasha beberapa hari ini, bahkan setelah Daren menerima perasaannya dan mereka berpacaran. Dasha tidak pernah menghubungi cowok itu, bagaimana ingin melakukannya? ia bahkan lupa menanyakan nomor cowok itu saat bersamanya. Sandiwara yang benar-benar melelahkan, terlebih lagi Dasha berusaha menyembunyikannya dari semua teman sekelasnya.
"Oi jelek!"
Padahal suasana hatinya sedang tidak bagus, tapi seperti biasa, Satya datang dan selalu mengganggunya. Cowok itu menarik kuncir rambutnya yang spontan saja membuat Dasha berteriak kencang.
"BangSatya! sakit tahu!" kesal Dasha, Dan Satya hanya cengengesan melihat ekspresinya.
"Sok cantik Lo pake di kuncir segala tuh rambut!" ejek Satya, amarah Dasha kian memuncak.
"Terserah gue lah, kampret! mau di kuncir kek mau di botakin juga, bukan urusan Lo!"
Dasha mendengus kesal, mengalihkan pandangannya menuju kaca jendela. Moodnya hari ini semakin memburuk, perutnya juga sakit, mungkin karena masa menstruasi ini membuat Dasha ingin menghancurkan semuanya bahkan dunia sekalipun.
Satya yang mengamati sikap Dasha, lantas menghela napasnya seraya melirik ke pintu kelas. Satya terperangah kemudian menghampiri seorang cowok yang tidak ia kenal sama sekali.
Mungkin adik kelas, pikir Satya karena cowok itu terlihat lebih muda darinya.
"Nyari siapa?" tanya Satya, ekspresinya datar menatap cowok itu yang senyam-senyum memandangi paper bag yang ia bawa.
"Ah, saya nyari Kak Dasha. Ada?"
Mendengar nama Dasha disebut, ekspresi Satya berubah serius.
"Ada urusan apa Lo sama Dasha? kelas berapa Lo?"
"Saya kelas 10."
Dalam sekejap ekspresi Satya kembali berubah, berpikir bahwa cowok itu adalah adik Dasha.
Satya menoleh ke tempat Dasha berada, gadis itu masih mengalihkan pandangannya menatap kaca jendela.
"Oi Dasha jelek! Adek Lo nyariin nih." Satya berteriak kencang membuat seisi kelas menatapnya kecuali Dasha, gadis itu kebingungan sesaat setelah mendengar kata Satya barusan.
"Hah? adek gue?" Dasha menoleh ke arah Ayara, sahabatnya itu menatap dengan ekspresi datarnya. "Gue punya adek?" tanya Dasha, ekspresinya berubah cengo.
Ayara lantas menggeleng, "Lo 'kan, anak tunggal."
Satya kembali menoleh ke arah cowok itu, menatapnya seraya tersenyum manis. "Tunggu, ya, dek. Kakak Lo itu orangnya emang lemot, masa lupa sama Adeknya sendiri. Durhaka banget jadi orang."
Cowok itu menggeleng, ekspresinya berubah datar. "Saya bukan Adeknya," sahutnya.
"Lah? terus siapa?" tanya Satya, ekor matanya melirik Dasha yang sedang kebingungan berbicara dengan Ayara.
"Pacarnya."
"Oh!!!" Satya masih belum sadar, lantas menoleh ke arah Dasha. "oi Dasha jelek, ini bukan adek Lo, tapi pacar Lo nih!" teriaknya lagi.
Setelah ucapannya barusan, detik selanjutnya Satya tersadarkan. Ia berteriak kaget menatap cowok itu, begitupun semua teman sekelasnya.
"HAH?!"
"YEAYYY!" kecuali Lena dan Tara, kedua gadis itu malah teriak senang.
Menyadari kehadiran Daren, Dasha spontan berlari menghampirinya.
"Asdfkhjkl! ngapain kesini, Bambang?!" pekik Dasha melotot pada Daren.
"Nama Saya Daren, Kak."
Dasha menepuk dahinya kemudian melirik Satya, ekspresi cowok itu nampak kesal.
"Pacar Lo?" tanya Satya, Dasha lantas mendelik sembari melenggang pergi.
"Bukan urusan Lo."
.
.
.
.
Daren tanpa ekspresinya, lantas menoleh ke arah Dasha yang duduk memunggunginya. Gadis itu seperti menahan kekesalan, mungkin karena perbuatannya barusan.
Tapi memangnya tidak boleh, ya? menjemput pacar sendiri ke kelasnya. Kalau itu salah, Daren tidak akan mengulanginya.
"Kak, maaf. Gara-gara saya ...."
Dasha lantas menoleh, "kenapa minta maaf? ini bukan salah Lo, jadi nggak usah minta maaf. Oke?"
Mendengar perkataan Dasha, cowok itu perlahan mengukir senyumnya seraya menunduk malu. Melihatnya spontan membuat Dasha mencubit kedua pipinya.
"Gemas banget!!! apa Lo belajar 'cara jadi imut' setiap hari, huh?!" saat sadar dengan apa yang ia lakukan pada cowok itu, Dasha sedikit menjauh sembari berdehem karena merasa canggung.
"Maaf, spontan." kata Dasha, ekor matanya diam-diam melirik Daren.
Ekspresi Daren nampak senang, cowok itu tidak berhenti tersenyum seraya menurunkan pandangannya.
Gilak! kenapa dia imut banget kalau tingkahnya polos gini, tampan lagi! gue berasa orang paling beruntung banget, karena jadi pacarnya. Batin Dasha.
Tapi pemikiran itu tiba-tiba mengingatkan Dasha pada sandiwara yang sedang ia lakukan ini, cowok polos seperti dia yang sedang senang karena hubungan palsu ini, jika Dasha mengatakan yang sebenarnya ... apakah dia akan marah? apakah dia akan sangat tersakiti?
Memikirkannya saja membuat Dasha semakin sedih, perasaan bersalahnya semakin nyata pada cowok itu.
"Daren, kenapa Lo suka sama gue? apa yang Lo sukai dari gue?" pertanyaan yang tiba-tiba terlontar dari mulut Dasha, ia menatap Daren lekat.
Sesaat setelah terdiam karena kaget dengan pertanyaan itu, Daren akhirnya melempar senyumnya.
"Apa saya perlu alasan untuk suka Kakak?"
Jawaban yang terdengar tulus itu mengetuk hati Dasha, tangan kanannya perlahan mengusap lembut rambut Daren hingga membuat cowok itu terperangah menatapnya.
"Saya suka Kakak." perkataan yang spontan, saat melihat wajah gadis itu.
"Iya-iya, gue juga suka sama Lo."
Maaf ... gue tahu gue jahat, dan Lo boleh benci gue kalau tahu bahwa semua ini cuma kebohongan.
Daren baru teringat sesuatu, lantas menyodorkan paper bag pada Dasha, reaksi gadis itu terlihat kebingungan.
"Apa nih?" tanyanya penasaran.
"Kue coklat,"
"Wah, beli di mana?"
Mendengar pertanyaan itu, Daren sedikit murung. "Itu ... saya yang buat, Kak." jawabnya, Dasha menatapnya tidak percaya.
"Hebat banget! makasih, ya, gue emang suka makanan manis. Jadi gue bakal makan nanti pas di kelas," Dasha tersenyum, tangannya kembali mengelus rambut Daren, dan cowok itu menyukai perbuatannya.
Setiap melihat reaksi polos dan manis dari cowok itu, membuat Dasha ingin tertawa karena merasa gemas dengannya. Bahkan sakit perut yang sedari tadi ia rasakan, seperti sudah menghilang karena melihat cowok itu.
"Udah mau bel masuk, yuk pergi." kata Dasha seraya berdiri kemudian menoleh pada Daren.
"Pu-pulang sekolah nanti, mau pulang sama saya?"
Dasha termenung sesaat melihat ekspresi malu-malu yang Daren tunjukkan, detik selanjutnya Dasha tertawa renyah.
"Oke lah. Lo ke sekolah pake apa?" sembari berjalan di koridor, Dasha mulai basa-basi menanyai Daren.
"Mobil."
"HAH?!" jawaban cowok itu spontan membuat Dasha terkejut mendengarnya, bahkan mungkin ekspresinya sekarang terlihat seperti orang bodoh.
Daren menoleh kemudian terkekeh kecil dengan reaksi Dasha. Dia lucu, batin Daren.
"Ng-nggak terduga banget!" kata Dasha bersusah payah meneguk salivanya.
Orang kaya, jir!
...••••••...
Padahal bel pulang sekolah sudah berbunyi, bukannya langsung pulang sebagian teman sekelasnya ini malah mengerumuninya dan menghujaninya dengan ribuan pertanyaan.
"Lo pacaran sama cowok itu?!"
"Dia 'kan adik kelas yang banyak dibicarakan itu karena ganteng banget!"
"Nggak gue sangka Lo lebih suka sama yang lebih muda, daripada yang seumuran."
"Lihat kesana, pacar Lo udah jemput tuh."
Mereka semua kompak menoleh ke arah pintu kelas, berdecak kagum memandangi Daren yang sedang menunggu Dasha.
"Wah gila, ganteng banget!" Lena berdecak kagum, tidak percaya bahwa rumor tentang cowok itu yang sangat tampan ternyata memang benar.
"Dia ngelamun aja ganteng, apalagi kalau lagi ngupil!" timpal Tara menganga takjub.
Dasha menggebrak mejanya, membuat semua teman sekelasnya kompak menatapnya.
"Bubar kalian! pulang sana! emak nyariin tuh di rumah!" kesal Dasha, mendorong satu persatu teman-temannya untuk pergi.
Tidak sengaja matanya dan mata Satya saling bertemu, namun cowok itu seperti menatap tajam padanya sebelum akhirnya melenggang pergi keluar kelas.
Dasha mengangkat bahunya, bingung dengan ekspresi Satya barusan. Padahal biasanya cowok itu selalu yang paling terdepan untuk mengejek dan mengganggunya.
Yah, meski begitu Dasha tidak terlalu mempedulikannya.
"Yuk, pulang." Dasha melempar senyum pada Daren yang sudah dengan sabar menunggunya.
Daren mengangguk senang. Mereka berdua berjalan berdampingan di sepanjang koridor, tanpa berbicara sepatah katapun.
Tiba-tiba Dasha teringat sesuatu. Jika dua orang yang saling berpacaran itu, mereka selalu bergandengan tangan saat berjalan. Mungkin itu harus ia lakukan juga pada Daren, 'kan?
Dasha spontan menoleh pada Daren, cowok itu sedari tadi memandangi tangan kanannya. Ekspresinya dapat di baca, Dasha tersenyum karena cowok itu tidak berani sembarangan menyentuhnya tanpa ijin.
"Mau pegangan tangan?"
Daren spontan mendongak, terlihat senang. "Boleh?!"
Dasha mengangguk, "iya, masa enggak, kita 'kan pacaran."
Tanpa basa-basi lagi, Daren meraih tangan kanan Dasha, menautkan jari jemarinya pada genggaman tangannya yang saling mengunci jari satu sama lain.
Daren perlahan tersenyum saat menatap lekat tangan Dasha yang ia genggam, kemudian beralih menatap wajah Dasha dari samping.
"Tangan Kakak, hangat."
Perkataannya lantas membuat Dasha menoleh, lalu tersenyum manis seraya tangan kirinya mengusap pelan rambut Daren.
"Karena kita pacaran, selain genggaman tangan, gimana kalau kita ubah cara bicara kita juga?" usul Dasha, tanpa pikir panjang Daren lantas mengangguk.
"Gue tahu gue senior Lo di sekolah, tapi karena gue pacar Lo, jadi panggil gue Dasha aja. Oke?"
Daren terdiam sesaat, kemudian mengangguk. "Da-Dasha. Saya----"
"Eits! jangan pake kata 'saya', kesannya formal banget. Pake 'aku-kamu' aja, oke?" Dasha kembali tersenyum, dan Daren selalu suka saat wajah itu tersenyum.
Senyumannya dan tangannya yang hangat saat di genggam. Membuat Daren tidak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah itu.
Daren kembali menyunggingkan senyumnya, "aku suka kamu, Dasha." pernyataan yang tiba-tiba itu membuat Dasha termenung sesaat lalu tersenyum.
"Iya."
...••••••...
..."Semesta, jangan terlalu bercanda pada keadaan. Aku sedang tidak ingin berpura-pura bahagia."...
.......
.......
.......
...MOHON VOTE DAN KOMEN:) ...
...~~~~...
Setelah berkedip beberapa kali dengan ekspresi cengonya, Daren lalu tersenyum kecut menatap Dasha di hadapannya.
Pagi ini Daren menjemput Dasha di rumahnya, mereka akan bersama-sama pergi ke sekolah. Tapi ada satu masalah, Dasha tidak ingin pergi ke sekolah dengan mobil Daren. Gadis itu malah menyarankannya untuk memakai sepeda saja.
"Tapi, sepedanya cuma satu." kata Daren, ia kebingungan menatap sepeda berwarna pink itu, bahkan bagian depan keranjangnya memakai pita. Benar-benar sepeda yang feminim untuk perempuan.
Dasha terkekeh pelan, "ini sepeda aku waktu SMP, kita pakai ini aja ke sekolah." wajah Dasha yang semakin sumringah membuat Daren mau tak mau menuruti keinginan gadis itu.
"Tapi aku----" belum selesai Daren berbicara, Dasha sudah lebih dulu menyela.
"Biar romantis!"
Mendengar kata terakhir dari ucapan Dasha, sudut bibir Daren tertarik membentuk senyuman.
"Oke."
Alasan Dasha melakukan ini, sebenarnya bagian dari rencana yang ia pikirkan akhir-akhir ini. Jika kebohongan cinta ini terus berlanjut, terpaksa Dasha harus melakukan cara ini. Yaitu, jika Dasha tidak tega untuk meninggalkan cowok itu, maka Daren lah yang harus meninggalkannya.
Ya, salah satunya dengan cara ini. Membuat cowok itu malu karena harus berpacaran dengannya. Karena Dasha berjiwa bebas dan tidak tahu malu juga barbar, cowok itu pasti tidak akan tahan menjalin hubungan dengannya.
Mweheheheh, rencana yang sempurna! lalu, maafkan Dasha yang telah melakukan ini, toh ini semua juga ia lakukan untuk kebaikan Daren agar cowok itu tidak sakit hati saat mengetahui kebohongannya.
Dasha tersenyum miring memperhatikan Daren sedari tadi memandangi sepeda miliknya, sembari melipat kedua tangannya di depan dada, Dasha lantas membuka suara.
"Kenapa? malu? kalau malu, kamu pergi duluan aja sana ke sekolah, biar aku yang pakai sepedanya ke sekolah." perkataan yang terang-terangan itu membuat Daren tercengang, detik selanjutnya cowok itu menggeleng cepat.
"Nggak!" jawabnya menunduk murung, kemudian tersenyum. "Kalau itu sama kamu, aku nggak malu. Kalau kamu suka apapun, aku juga akan suka itu."
Jawaban yang tidak terduga dari cowok itu, alhasil membuat Dasha mendengus. Rencana pertamanya hari ini, gagal.
"Kalau aku suka makan tai ayam, kamu juga suka?"
Daren terbahak, "emangnya kamu suka makan itu?" tanyanya yang berhasil membuat Dasha malu.
"Nggak lah! yakali aku suka itu." jawabnya salah tingkah, "udah yuk! ayo berangkat, nanti telat. Oh iya, kamu yang bonceng aku ya!"
Ekspresi Daren berubah, "tunggu, Sha." ucapnya saat Dasha menarik tangannya dan menyuruhnya memboncengnya, namun gadis itu tidak menghiraukannya.
"Ayo, nanti telat."
Mereka berdua sudah menaiki sepeda itu, tapi Daren merasa ragu seraya menoleh ke belakang menatap Dasha. Namun yang membuat Daren kaget, tanpa berbicara apapun Dasha langsung memeluk pinggang Daren dari belakang.
"Oke, jalan!" seru Dasha semangat.
Perbuatan gadis itu membuat Daren tersenyum manis. Hangat, pikirnya, membuat Daren semakin yakin untuk mengayuh sepedanya.
Tetapi, baru saja Daren mengayuh pedal sepedanya, stang-nya sudah bergoyang-goyang kemudian miring dan malah berakhir mereka terjatuh bersama dari sepeda.
Brakk!
"?!"
Dasha dan Daren saling berpandangan, penampilan mereka sudah acak-acakan. Buru-buru Daren membersihkan rambut gadis itu dari dedaunan kering yang tersangkut di rambutnya.
Daren dengan ekspresi murungnya kemudian berkata, "Dasha, Sebenarnya aku nggak bisa naik sepeda."
"Kenapa nggak bilang dari tadi?"
"Maaf,"
"Yaudah, biar aku aja yang bonceng kamu."
KENAPA NGGAK BILANG DARI TADI?! KENAPA?! TELL ME WHY?! WHY?!
...••••••...
Kring! kring! kring!
Akhirnya mereka sampai juga ke sekolah, dengan Dasha yang membonceng Daren di belakangnya. Dan saat memasuki parkiran sekolah, sembari membunyikan bel sepedanya, Dasha berteriak bak seorang penjual es krim.
"Es krim! es krim! es krim enak!"
Daren yang duduk dibelakangnya, lantas tersenyum tanpa menghiraukan tatapan para murid yang memperhatikan mereka berdua naik sepeda.
"Tapi kita nggak bawa es krim," kata Daren membuat Dasha menoleh sebentar ke arahnya.
"Ada kok, kamu es krim-nya. 'kan kamu manis." sahut Dasha lantas Daren tertawa senang mendengarnya.
Dasha spontan menggigit bibir dalamnya. Kampret! kenapa gue malah gombal ke dia?! duh, kebablasan! siapa suruh jadi cowok polos banget, batin Dasha.
Setelah memarkirkan sepedanya, mereka saling menatap satu sama lain dan detik selanjutnya tawa mereka meledak. Baik Dasha maupun Daren, penampilan mereka acak-acakan. Bahkan di rambut Dasha, banyak menempel daun kering dan ranting kecilnya.
Karena saat di perjalanan, mereka berulang kali terjatuh dari sepeda.
"Sini aku bersihin," tangan Daren perlahan ingin membersihkan rambut Dasha, namun terhenti saat seseorang memanggilnya.
"Daren."
Mereka berdua spontan menoleh ke sumber suara. Dasha mengernyit heran memperhatikan siapa gadis yang memanggil Daren, tapi Daren terlihat mengenalnya.
Gadis itu mengernyitkan alisnya, memperhatikan dari atas sampai bawah penampilan Daren sekarang yang terlihat berantakan.
"Seragam kamu kenapa kotor?" gadis bernama Nasreen itu menatap Daren kaget.
Daren lantas menoleh, ekspresinya berubah datar, berbanding terbalik saat Dasha yang berbicara dengannya.
"Kenapa?" tanya Daren tanpa basa-basi.
Seraya ekor matanya melirik Dasha, Nasreen mulai mengatakan tujuannya. "Ada rapat OSIS, kita disuruh langsung ke ruangannya. Ayo bareng, nanti telat."
Ah iya, Dasha baru ingat. Cowok itu baru saja menjadi anggota OSIS, wajar ia akan lebih sibuk dari biasanya.
Tapi yang membuat Dasha merasa terganggu, tatapan gadis itu terlihat sinis padanya, dan Dasha sudah tahu bahwa gadis itu tidak menyukainya padahal baru pertama kali bertemu.
"Dasha, aku mau rapat dulu."
Deg!
Dasha spontan mendongak, cukup kaget karena di hadapan gadis itu, Daren tiba-tiba mengusap rambutnya dan membersihkan wajahnya yang sedikit kotor.
Perlakuan lembut cowok itu membuat Dasha tertawa, merasa lucu kenapa cowok sebaik ini pada akhirnya harus ia sakiti.
"Jangan tertawa." ekspresi Daren berubah serius seraya menyentuh wajah Dasha, ia tidak ingin melihat penampilan gadis itu berantakan di sekolah.
"Iya."
Sudut bibir Daren kembali tertarik, ia tersenyum memperhatikan wajah gadis itu. Kemudian Nasreen berdehem, membuatnya mau tidak mau harus meninggalkan Dasha.
"Bye." Dasha tersenyum lebar dan melambaikan tangannya, memandangi Daren yang mulai melenggang pergi bersama gadis itu yang sepertinya teman sekelas Daren.
Senyumannya mulai memudar bersamaan dengan kepergian cowok itu. Dasha menunduk murung, perasaan bersalah ini kian hari semakin menyelimutinya.
Ia ingin berhenti, dan mengatakan segalanya pada cowok itu. Tapi, bagaimana reaksinya nanti? saat mengetahui bahwa perasaan ini hanyalah pura-pura, dan karena permainan ini ia menjadi targetnya.
Tapi setiap kali Dasha ingin berhenti, tatapan dan senyuman penuh cinta dari cowok itu, membuatnya kembali ragu. Tanpa ia sadari, cowok itu menjadi kelemahannya sendiri.
"Plan B, gagal."
...••••••...
Tuk! Tuk! Tuk!
Sudah setengah jam Ayara memperhatikan Dasha, temannya itu sedari tadi hanya melamun seraya mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya.
Ayara tahu apa yang gadis itu pikiran, dan ia tidak ingin mengganggunya karena sudah mengetahui bagaimana kepribadian gadis itu yang suka menyimpan masalahnya sendiri.
Tapi Satya, cowok yang suka mengganggu itu berjalan menghampiri Dasha dan seperti mengambil sesuatu dari rambut Dasha.
"Apaan nih? ada daun di rambut Lo, ada rantingnya juga nih. Emang Lo habis nyungsep ke semak-semak, ya?"
Dasha menoleh, berdecak kesal menatap Satya.
"Sial! kenapa masih ada daun di rambut gue?!" keceplosan, Dasha tiba-tiba berkata kasar yang spontan saja Satya langsung membekap mulutnya.
"Mana gue tahu!" sahut Satya seraya mengambil duduk di depan gadis itu.
Dasha mendengus, memalingkan wajahnya dari Satya. Tidak sengaja matanya menangkap sosok Lena dan Tara yang sedang tertawa, lantas membuat Dasha berjalan menghampiri mereka.
"Gimana permainan kalian?" tanya Dasha tiba-tiba, kedua gadis itu kompak menatapnya.
"Lancar, target berubah jadi bucin ke gue." jawab Lena tersenyum miring.
"Abis itu tinggalin dia, pas satu bulan! pasti dia bakal nangis kayak anak bayi!" timpal Tara menatap Lena, mereka kemudian tertawa.
Dasha mengernyitkan keningnya, "kalian nggak ngerasa bersalah, ya?"
Lena menatapnya, "ngomong-ngomong soal merasa bersalah, emangnya Lo nggak ngerasa bersalah juga?" skakmat! Dasha spontan terdiam karena perkataannya.
"Ngapain mikirin itu? toh juga ini termasuk balasan buat cowok-cowok yang suka ninggalin cewek pas lagi sayang-sayangnya!" kata Tara membuat Dasha dan Lena kompak menatapnya.
"Nggak semua cowok gitu, 'kan." lirih Dasha, ia mengusap belakang lehernya karena tiba-tiba teringat dengan cowok itu.
"Sha." panggil Lena serius.
"Hm?"
"Masih ingat 'kan peraturan permainan ini? Lo nggak boleh berhenti ataupun mundur, dan nggak boleh juga mencintai cowok itu." Lena tersenyum simpul, memperhatikan raut wajah Dasha yang terlihat gusar.
Tara ikut menimpali, "apa salahnya sih? nikmatin aja hubungan sandiwara itu. toh juga nggak selamanya, cuma satu bulan doang!"
"Tapi 'kan----"
"Kalau mau berhenti, berhenti aja sekarang." Dasha tercengang menatap Lena yang kembali berekspresi serius menatapnya, "gue bakal suruh semua murid buat pergi ke lapangan, nonton pertunjukan Lo soal kebohongan Lo yang berpura-pura cinta sama cowok itu."
Tara mengangguk setuju, "Lo pasti nggak mau 'kan jadi bulan-bulanan semua murid di sekolah, cuma karena itu."
Dasha mengepalkan kedua tangannya. Ini namanya maju salah, mundur juga salah. Posisinya sekarang sangat sulit. Jika ia mengatakan yang sebenarnya pada Daren, cowok itu akan sangat tersakiti, tapi jika ia tidak mengatakannya dan melanjutkan saja hubungan ini sampai satu bulan ke depan, bagimana jika ... bagaimana jika Dasha malah benar-benar menyukai cowok itu dan tidak ingin melepaskannya?
Baik ia maupun cowok itu, pada akhirnya pasti akan sama-sama tersakiti 'kan?"
"Jangan khawatir, seiring berjalannya waktu perasaan bersalah itu pasti akan hilang." bersamaan dengan perkataan Lena, Dasha langsung melenggang pergi keluar kelas.
Dasha bahkan melewati Satya yang berada di depan pintu kelas, cowok itu mengernyit heran memperhatikan ekspresi Dasha yang tidak biasanya.
"Mau kemana, Sha?"
"Bukan urusan Lo."
.
.
.
.
Semilir angin yang menerpa seketika membuat tenang jiwa yang merasakannya, seakan angin itu memeluk segala kelelahan yang dirasakan.
Rambut panjangnya yang tergerai indah, bergerak saat angin meniupnya. pemandangan dari atas sini benar-benar indah, lebih tepatnya dari atas pohon.
Dasha sekarang sedang duduk di atas pohon, yang berada di pinggir lapangan.
Ia spontan menoleh saat beberapa murid yang berlalu lalang di koridor, terkejut melihatnya berada di atas pohon.
"Cantik-cantik tapi hobinya manjat."
"Monyet cantik!"
Bisik-bisik yang mereka lakukan membuat Dasha tersenyum kecut, mereka benar-benar menyebalkan. Memangnya salah, ya? kalau dia suka memanjat pohon, lagipula angin dari atas pohon selalu bertiup lembut, cocok untuk menenangkan pikirannya sekarang.
"Hai."
Deg!
Dasha spontan menatap ke bawah saat mendengar suara yang ia kenal, mendapati Daren sedang memperhatikannya dengan senyuman karena melihat dirinya yang berada di atas pohon ini.
Dasha tarik perkataannya barusan! cewek cantik seperti dia tidak boleh memanjat pohon! bisa-bisa Daren juga berpikiran yang sama seperti beberapa murid barusan yang mengatainya.
Eits, tapi bukankah ini juga kesempatan? plan C, membuat cowok itu semakin ilfil padanya. Mungkin cara ini akan berhasil!
Hohoho! lihatlah pacarmu yang barbar ini sedang duduk di atas pohon! memangnya cewek mana yang mau manjat pohon di sekolah? apalagi jika ia cantik dan anggun seperti Dasha, sudah pasti tidak ada!
"Pasti kamu berpikir, 'kan? pacarmu ini sedang cosplay jadi monyet." kata Dasha tersenyum sinis.
Daren tertawa renyah mendengarnya, seraya geleng-geleng kepala.
"Monyet cantik." kata Daren.
"Wah! parah!"
Mereka saling tertawa sesaat setelah akhirnya tawa Dasha menghilang, ekspresinya berubah murung memandangi Daren yang masih tersenyum memperhatikannya.
"Ayo turun, biar aku tangkap." Daren kembali tersenyum, menatap lembut Dasha seraya merentangkan kedua tangannya.
Sesaat Dasha termenung memperhatikan ekspresi cowok itu, hingga membuat suatu desiran aneh di tubuhnya. Perasaan bersalah ini membebani pikirannya.
Deg!
"Dasha!"
Daren spontan berteriak saat tanpa berkata apapun gadis itu langsung melompat ke arahnya.
BRAK!
Ekspresi Daren sangat syok saat tubuh gadis itu mendarat di atas tubuhnya, membuat mereka berdua sama-sama terjatuh ke tanah.
"Sha?"
Daren lantas mengusap rambut gadis itu, namun tidak ada sahutan darinya.
"Dasha?"
Detik selanjutnya Daren tersentak kaget saat Dasha meringis kesakitan, memegangi perutnya yang terasa sangat sakit.
"Per-perut aku ... sa-sakit!"
Pupil mata Daren mengecil, ia semakin syok saat gadis itu sudah pingsan dalam pelukannya.
"Dasha!"
...•••••...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!