NovelToon NovelToon

Suami Dingin Tapi Perhatian

Bab 1 Menikah Karena Perjodohan

"Kamu harus mau dijodohkan. Kalau tidak, mau sampai kapan kamu menjomblo dan hidup sendirian sementara umurmu sudah 26 tahun? Ibu dan Bapak sudah tua, Kakak-kakakmu sudah pada menikah, tinggal kamu yang belum," ucap Pak Yoda penuh harap pada Yila anak bungsunya.

"Iya, Nak. Kamu harus mau. Mau sampai kapan kamu hidup sendiri sementara Ibu dan Bapak sudah menua?" sambung Bu Yuli sama saja seperti Pak Yoda mendesak dan penuh harap pada anak bungsunya yang harus mau dijodohkan.

"Tapi, Yila takut, Bu, Pak, kalau laki-laki yang kalian jodohkan tidak menyayangi Yila," sahut Yila lemah menyimpan rasa takut.

"Kamu harus jalani dulu perjodohan ini. Kalau kamu memang tidak mau dan ada calon yang sudah siap dihadapkan pada kami, silahkan kenalkan dia dan ajak pada kami, biar kami tanya apakah serius menjalani hubungan dengan kamu atau sekedar main-main," tekan Pak Yoda tegas.

Yila menggeleng dengan apa yang diucapkan Pak Yoda, sebab dia memang tidak mempunyai calon untuk dihadapkan pada kedua orang tuanya. Pacaran saja tidak pernah sejak enam tahun yang lalu. Kesibukan Yila dengan pekerjaan rumah dan membantu usaha rumahan milik Ibunya, yakni usaha ketring dan kue, membuat Yila lupa memikirkan jodoh. Sehingga kedua orang tuanya merasa khawatir dengan sikap Yila yang cuek akan jodohnya. Kalau tidak disinggung, maka Yila tidak mau membicarakan. Sebab Yila merupakan orang yang sangat tertutup.

"Persiapkan diri kamu besok. Keluarga lelaki akan datang kemari untuk melamarmu," tekan Pak Yoda jelas, tidak menunggu bantahan atau sanggahan apapun dari Yila. Yila hanya mampu diam, dalam hatinya meronta, sebab dia telah memendam cinta pada seseorang sejak lama. Namun lelaki itu bukan siapa-siapa, pacar dan kenalan saja bukan, sehingga Yila tidak bisa menghadapkan dia pada kedua orang tuanya.

Besoknya, ba'da Magrib, rombongan keluarga laki-laki yang akan dijodohkan sekaligus melamar Yila datang. Yila masih diam di kamar dengan wajah yang dirias sederhana oleh Yuri sang Kakak, yang sengaja datang untuk menghadiri acara perjodohan adik bungsunya ini.

"Cantik banget kamu Yil, adik bungsu teteh akhirnya akan menikah. Kamu harus siap dan menerima perjodohan ini dengan lapang dada. Daripada pacaran, hanya akan menimbulkan dosa. Lagipula kamu ini tidak pernah mengenalkan lelaki ke rumah sebagai calon suami, jadi Bapak dan Ibu terpaksa harus menjodohkanmu," ujar Yuri sang Kakak ikut antusias akan perjodohan ini.

"Tapi, Teh. Yila takut," ujar Yila tersendat tidak mampu melanjutkan kata-katanya.

"Takut kenapa? Bismillah saja dulu dan jalani. Pelan-pelan kamu pasti bisa menerima lelaki itu. Teteh yakin lelaki itu baik kok," ujarnya memberi keyakinan pada Yila sang adik.

"Iya, kenapa kamu harus takut Yil, Aa yakin laki-laki itu terbaik buat kamu," timbrung Yudha sang Kakak pertama yang tiba-tiba muncul dari pintu kamar. Yudha duduk di atas ranjang menyaksikan kedua adiknya bercengkrama, ada yang menguatkan ada juga yang sedang dikuatkan. Yudha sebagai Kakak pertama memang terpaut usia enam tahun dengan Yila, sedangkan dengan Yuri empat tahun. Mereka tiga bersaudara yang kompak dan saling menguatkan. Contohnya saat ini, ketika sang adik bungsu akan dilamar seseorang, mereka berdua kakak-kakaknya datang memberi dukungan.

"Tapi, A. Yila takut dan masih asing dengan lelaki itu," ujar Yila lagi menyampaikan perasaan hatinya yang kini dia rasakan.

"Sudah, jangan dibesarkan dulu rasa takutnya. Dijodohkan itu belum tentu menakutkan, kalau kita saling ikhlas dan menerima dengan hati yang lapang dada. Contohnya Aa sama Teh Risa, kami juga dijodohkan, tapi sampai sekarang kami Alhamdulillah bahagia, saling mencintai dan memahami. Bahkan karena perjodohan itu, hadir Yuna dan Yahya yang cantik dan ganteng. Intinya kita harus ikhlas. Tawakal saja pada Allah, anggap saja jalan taqdir jodoh kamu adalah harus lewat perjodohan," ujar Yudha sang Kakak pertama menguatkan Yila.

Tiba-tiba Bu Yuli datang ke kamar memberitahukan bahwa keluarga laki-laki sudah datang. Yila dengan berat hati keluar kamar menghadapi tamunya yang tidak diinginkan.

Namun, ketika sampai di ruang tamu, Yila mendadak tersentak karena tamu yang ditemuinya merupakan tetangga satu komplek di perumahan Kenanga Residence. Yila pikir Bu Rosi dan Pak Riza yang merupakan tetangga depan rumahnya, adalah tamu undangan orang tuanya juga yang khusus diundang untuk menghadiri acara perjodohan dirinya dengan lelaki pilihan orang tuanya.

Sontak Yila menghampiri kedua orang tua itu, memberi salam dan penghormatan.

"Ibu dan Bapak menghadiri acara ini juga?" tanya Yila.

"Tentu saja Nak, bukankah yang akan melamar kamu adalah anak kami." Sontak Yila terkejut bukan main saat mendengar bahwa yang akan melamarnya adalah anak mereka. Lantas anak yang mana yang akan melamarnya? Sedangkan anak lelaki kedua Pak Riza dan Bu Rosi sedang studi ke Amerika menuntut ilmu di Harvard, mengambil program S3 dan sudah memiliki istri serta tinggal di sana.

"Apakah?" Yila tidak meneruskan dugaannya. Mulutnya terkatup, tapi hati berbicara dengan dugaan-dugaan yang tidak pernah dia sangka sebelumnya. Dia tidak bisa mempercayai jika yang akan melamarnya adalah anak pertama mereka yaitu Yara, duda sepuluh tahun yang lalu.

Yila masih melongo terlebih saat lelaki yang dia cintai secara sembunyi-sembunyi itu, kini sudah berada di ruang tamu, berdiri memberikan salam pada kedua orang tuanya, juga pada kedua Kakak Yila, walaupun kedua Kakak Yila masih lebih muda usianya dibanding Yara.

Yara saja merupakan kakak kelas Yudha dua tahun di atasnya dan usinya juga dua tahun lebih tua. Namun keduanya memang terbilang akrab. Meskipun pekerjaan mereka di bidang yang berbeda. Namun, keduanya selalu akrab.

"Silahkan, Mas Yara." Begitu Pak Yoda memanggil Yara dengan sebutan Mas Yara, sebagai panggilan penghormatan karena mengikuti anak-anaknya yang selalu memanggil Mas Yara, lebih dari itu Pak Yoda dan Bu Yuli sudah tidak sungkan lagi dan menganggap anaknya Pak Riza dan Bu Rosi seperti anaknya sendiri. Karena mereka bertetangga dan dekat.

Setelah membicarakan hal inti, yakni perjodohan sekaligus lamaran yang mau tidak mau sudah disetujui keluarga Yila, Yila yang diam saja dianggap setuju terlebih dalam hatinya Yila memang memendam rasa cinta pada Yara. Sehingga Yila tidak banyak bicara.

Akhirnya setelah satu bulan acara perjodohan dan lamaran itu berlalu. Hari ini di kediaman orang tua Yila sebuah ijab qabul tengah diselenggarakan.

"Saya terima nikah dan kawinnya Yila Permata binti Yoda Lodaya dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan satu set emas seberat 20 gram, dibayar TUNAI." Ikrar ijab qabul telah diucapkan dengan jelas dan lancar tanpa hambatan oleh Yara Delangga, lelaki dewasa yang selalu dingin jika bertemu dengan Yila saat Yila datang ke rumah Bu Rosi dan Pak Riza untuk mengantar pesanan kue.

Tapi, kini lelaki dingin itu sudah sah menjadi suami Yila yang sesungguhnya sudah Yila cintai sejak enam tahun yang lalu.

"Sah, sah, sah." Kata sah dari semua tamu yang hadir terdengar riuh. Mereka nampak bahagia dengan pernikahan Yila dan Yara.

Bagaimana kisah selanjutnya? Yuk ikuti terus karya baru saya yang masih seputar rumah tangga.....

Bab 2 Pindah Rumah

Setelah beberapa jam menikah di kediaman orang tua Yila, Yila dan Yara berpamitan pada kedua orang tuanya maupun pada kedua mertuanya. Mereka diantar oleh kedua orang tua masing-masing. Rupanya rumah baru yang akan ditempati Yila dan Yara masih satu komplek di sana. Hanya berbeda dua rumah. Meskipun demikian, jarak antara rumah ke rumah satunya lagi memang agak berjauhan, sebab rumah di kawasan perumahan ini lumayan luas-luas. Yang memisahkan mereka hanyalah pagar pembatas yang tingginya kurang lebih dua meter.

Kalau jalan kaki pun, bisa ditempuh cukup 10 menit saja, sebab jaraknya juga hanya kurang lebih 200 meter.

"Kami antarnya sampai pintu depan saja, ya, kalian kalau ada apa-apa, tinggal datang saja ke rumah kami," ujar Bu Yuli sembari mengarahkan telunjuknya pada diri dan suaminya serta pada kedua besannya. Bu Yuli tersenyum bahagia menatap kedua anak menantunya yang baru saja menikah dan akan menempati rumah baru. Di dalam hatinya terselip doa-doa supaya pernikahan anak menantunya diberkahi dan diberi jodoh yang panjang.

"Iya, Bu. Tidak apa-apa," sahut Yila membalas senyum.

"Kalian yang akur, jangan ada berantem," nasihat Bu Rosi sebelum meninggalkan rumah baru anak dan menantunya.

Baik, Ma. Makasih kalian sudah mengantar kami," ucap Yara sembari menyalami Mama Papanya serta kedua mertuanya. Mereka berdua menatap kepergian kedua orang tua masing-masing dari depan pintu pagar.

Yara membalikkan badan, sementara Yila masih di mulut gerbang. Yila melihat Yara beranjak tanpa menyapa dirinya atau mengajak. Yila menutup gerbang lalu mengikuti Yara masuk ke dalam rumah.

Yila menatap punggung Yara yang melangkah ke dalam rumah. Lelaki itu kini sudah menjadi suaminya. Namun, baru hari pertama saja Yara begitu dingin tanpa basa-basi. Bagaimana bisa Yila menjalani rumah tangga ini sementara sikap Yara cuek dan dingin?

Yila masuk dengan perasaan ragu, langkah kakinya tersendat di depan pintu. Kini kakinya seakan berat untuk melangkah.

"Kenapa di sana? Masuklah!" perintahnya, terdengar kaku tapi tegas dan tidak ada romantis-romantisnya. Yila dengan terpaksa masuk dengan ucapan salam yang sedikit terdengar bergetar.

"Assalamualaikum," ucapnya bergetar. Baru beberapa langkah masuk ke dalam, Yila sontak mengibas-ngibas tangannya karena asap rokok yang sudah memenuhi ruang tamu. Yara merokok di sana dengan posisi duduk di sofa dan kaki terbuka lebar, seolah sedang melepaskan segala lelah yang ada.

"Kalau tidak suka dengan asap rokok, masuklah. Jangan berdiam diri di sana," peringatnya kaku dan tegas. Yila patuh dan segera ke dalam. Di ruang tengah Yila bingung kembali, dia harus masuk ke mana, ke kamar atau ke mana. Daripada salah Yila memutuskan ke dapur saja untuk sekedar melepas canggung setelah beberapa detik berinteraksi dengan Yara suaminya.

Yila mengambil gelas di rak, lalu menyalakan dispenser untuk mengambil air jernih. Diteguknya air itu, seketika kerongkongannya yang kering basah kembali akibat suasana yang tegang yang dia rasakan tadi. Yila duduk di kursi meja makan sembari meraih HPnya dan mengetik sesuatu yang dikirimkan pada Ibunya.

"Assalamualaikum, Bu. Ini bagaimana? Yila rasanya canggung banget sama Mas Yara. Mas Yaranya juga sangat dingin mirip kutub utara. Lalu apa yang harus Yila lakukan, Bu? Tolong jawab cepat, ya, Bu!" pesan WA terkirim dan langsung centang biru dua. Yila senang bukan kepalang. Kini dia sedang menunggu balasan WA dari Ibunya.

"Waalaikumsalam, Neng. Kalau Mas Yara sikapnya dingin, Neng tinggal hangatkan saja dengan bikinkan teh hangat, jangan lupa tanya dulu suka manis atau tidak. Lalu sertakan juga camilan jika ada," saran Bu Yuli membalas pesan WA Yila.

"Lalu besok kalau pagi-pagi gimana, Bu?" pesan WA dari Yila terkirim lagi.

"Neng tanyakan mau sarapan apa, nasi goreng atau apa? Jika Mas Yara suka roti pakai selai, kamu siapkan saja roti selai. Lalu jika suka nasi goreng kamu bikinkan nasi goreng, kamu kan paling pandai bikin nasi goreng, Neng. Kamu sudah pandai masak, tinggal tanya kesukaan Mas Yara apa."

"Usahakan komunikasi ya, Neng. Mas Yara memang orangnya dingin, mungkin pengalaman dahulu menjadikannya seperti itu. Pokoknya apa-apa kamu tanyakan dulu ke Mas Yara, ya, biar nanti tidak salah," pesan Bu Yuli dari WA untuk yang terakhir.

"Masih bertanya sama Ibu, ya, bagaimana cara melayani aku?" Tiba-tiba Yara mengejutkan Yila yang baru saja mengakhiri pesan WAnya bersama Bu Yuli. Sontak Yila terkejut dan menaruh HPnya di atas meja.

"Mas Yara." Hanya itu yang mampu keluar dari mulut Yila saking gugupnya. Yila berdiri dan hendak menuju rak untuk mengambil gelas. Niat dia akan membuatkan teh hangat buat suaminya.

"Sudah, tidak perlu! Aku belum mau minum," cegahnya membuat Yila kembali terbengong.

"Duduklah. Aku mau bicara sedikit." Yila kembali duduk dengan sedikit tegang seakan dalam persidangan.

"Tidak perlu tegang seperti itu, bukankah aku sudah menjadi suami kamu?" tukasnya membuat suasana berubah semakin tegang. Yila menarik nafasnya perlahan, membuang rasa tegang di dadanya.

"Aku hanya ingin kamu lakukan tugas kamu seperti biasa saat di rumah kedua orang tua kamu, cuma bedanya di sini kamu hanya mengurus aku. Tentunya kamu siap menikah, siap juga dengan segala tugasnya, bukan?" Yara balik bertanya dengan menatap tajam mata Yila. Yila dengan cepat menunduk menyembunyikan ketegangan yang kian memuncak.

"Di rumah ini ada tiga kamar, dua kamar utama dan satu kamar tamu. Kamu memilih kamar yang mana untuk tidur malam ini?" tanyanya membuat Yila benar-benar bingung menjawab. Untuk beberapa saat Yila diam dan tidak tahu harus menjawab apa. Ini tentu pilihan yang sulit. Jika ia memilih kamar tamu, sekarang dia bukan tamu melainkan istri dari pemilik rumah. Lalu kalau memilih salah satu kamar yang menjadi kamar utama, Yila harus pilih yang mana? Mereka suami istri, masa harus tidur terpisah.

"Yila!" serunya menyadarkan kebingungan Yila.

"Ya, Mas?" sahut Yila sedikit gugup.

"Kamar yang mana yang akan kamu pilih?" ulangnya memberi pilihan.

"Saya tidak bisa memilih Mas. Bukankah kita sudah menikah. Dan jika sudah menikah tentunya kita satu kamar, kan?" tanya Yila ragu. Yara terlihat sedikit menyunggingkan senyum. Pria kutub itu tersenyum? Sungguh hal yang langka bagi Yila.

"Apakah malam ini kamu mau tidur bareng saya atau misah kamar?" Pertanyaan konyol apa yang diucapkan Yara, membuat Yila semakin bingung. Mungkinkah Yara menginginkan tidur misah kamar atau bagaimana? Yila bertanya-tanya dalam benaknya, bingung dengan pertanyaan Yara seperti itu.

"Sebagai perempuan yang sudah sah menjadi istri Mas Yara, saya tentu saja harus tidur bareng dengan Mas Yara. Sebab saya sudah milik Mas Yara," jawab Yila pelan dan hati-hati. Yara terlihat menyunggingkan senyum.

"Benarkah? Jadi, kamu sudah siap jika aku miliki?" Yila bingung kembali dengan pertanyaan Yara seperti itu. Untuk sejenak dia hanya bisa diam tapi dalam hatinya berkata.

"Saya sudah sah menjadi milikmu Mas. Maka saya harus siap lahir batin dimiliki olehmu."

Bab 3 Cinta Terpendam

"Naiklah ke atas duluan, kamar yang sebelah kiri adalah kamar kita," titah Yara sembari menuju pintu depan dan keluar. Tidak berapa lama, bunyi motornya terdengar entah mau pergi kemana.

Yila masuk kamar yang ditunjukkan suaminya. Kamarnya luas dan bersih, serta wangi. Untuk sejenak Yila terkagum-kagum dibuatnya. Ternyata Yara sudah menyiapkan rumah yang lumayan besar ini untuk menyambut kedatangan istri barunya.

Yila segera berjingkat menuju kamar mandi, dia harus membersihkan diri supaya tidurnya malam ini nyenyak. Setelah membersihkan diri dan gosok gigi, Yila segera mencuci muka dengan face tonic dan susu pembersih. Sekalipun wajahnya dicuci Yila tetap terlihat ayu dan mempesona.

Yila segera naik ranjang dan membaringkan tubuhnya yang sangat lelah dan pegal. Sekujur tubuhnya terasa kaku. Jika ada yang ngurut rasanya senang dan bahagia.

Yila menoleh ke arah pintu kamar, tapi pintu itu masih saja tertutup. Yila heran kemana perginya Yara, sementara hari ini merupakan hari paling bersejarah bagi mereka berdua. Tanpa terasa Yila tertidur, mungkin saking lelahnya akibat acara siang tadi dan menunggu Yara yang belum kembali.

Jam 22.00 malam, Yara pulang. Entah dari mana, yang jelas Yara seperti membawa sebuah amplop yang isinya dua buah tiket. Entah tiket apa.

Yara sejenak melihat ke arah Yila yang sudah nyenyak. Sepertinya Yila memang benar lelah, deru nafasnya juga menandakan dia benar-benar lelah.

Perlahan Yara pun ikut naik ranjang dan baring di samping Yila. Akhirnya dia juga sama ambruknya saking lelah dan ngantuk.

Pagi menjelang, setelah Subuh tadi. Yila sibuk di dapur. Memasak untuk menyiapkan sarapan pagi bagi sang suami. Apalagi ini perdana baginya menyiapkan sarapan bagi seorang suami. Yila belum tahu sarapan pagi apa yang Yara mau. Yang jelas Yila sudah masak nasi di megicom. Dan jika Yara suka sarapan ala western, Yila siap buatkan roti selai atau yang lainnya.

Tidak berapa lama Yara datang dengan kaos santai dan celana pendek. Yila heran, kenapa Yara belum siap-siap memakai baju untuk ke kantor, padahal Yila sudah siapkan bajunya yang tergantung di paku.

"Mas Yara, mau sarapan apa?" Yila bertanya dengan nada yang sangat terdengar ragu.

"Kalau aku pesan nasi goreng spesial, kamu bisa buatin, nggak?" tanyanya serius. Yila langsung mengangguk dan segera mendekati kompor lalu mencari bumbu untuk nasi goreng.

Akhirnya setelah kurang lebih 10 menit, nasi goreng spesial buatan Yila siap dengan harum yang menggoda iman. Yila dengan sigap dan mahir menyiapkan nasi goreng buatannya di depan Yara. Tanpa pikir panjang Yara segera menyantap nasi goreng udang buatan Yila.

Yila melihat nasi goreng udang buatannya hanya tinggal beberapa sendok lagi. Hati Yila bersorak ternyata masakan dia disukai.

Yara berjingkat dari kursinya menuju ruang tamu. Nasi goreng udang buatan Yila habis tanpa sisa. Namun, Yila baru sadar dia lupa menyiapkan minuman teh hangatnya. Segera Yila menuangkan air panas dan teh celup ke dalam gelas. Setelah beberapa detik, teh celupnya diangkat dan disisihkan. Yila segera membawa teh hangat buatannya ke ruang tamu.

"Mas, minta maaf. Ini teh hangatnya lupa," ujar Yila sembari meletakkan secangkir teh hangat di depan suaminya.

"Kenapa air minumnya bisa lupa, apakah karena kamu terlalu gugup atau kamu tegang berhadapan dengan aku yang tampan ini?" tanyanya bikin Yila semakin keder. Yila tidak menjawab, sebab jawabannya sama dengan apa yang dipertanyakan Yara suaminya.

"Eummm, Mas, apakah hari ini tidak berangkat kerja?" tanya Yila bermaksud mengingatkan. Yara tidak menjawab, dia meraih cangkir teh hangatnya dan meneguk kembali teh hangat itu.

"Buat apa aku kerja kalau masih dapat cuti?" Yara malah balik bertanya. Yila jadi tersipu malu. Bertanya salah tidak bertanya juga salah.

"Duduklah, aku mau bicara," titahnya sembari menepuk sofa di sampingnya. Yila duduk dengan perasaan yang campur aduk.

"Aku mau bertanya sedikit tentang masalah pribadi kamu. Apakah sebelum menikah denganku kamu sedang memiliki kekasih?" tanya Yara langsung pada inti masalah. Yila sebenarnya tidak bingung menjawab, dia tinggal menjawab tidak dengan gampangnya.

"Saya tidak sedang pacaran Mas."

"Terus kapan kamu terakhir pacaran?" tanyanya lagi penasaran.

"Enam tahun yang lalu," jawab Yila pendek. Yara menyunggingkan senyum yang sulit diartikan.

"Lalu pernahkah kamu menyimpan cinta sama seseorang dan dipendam?" Pertanyaan ini sontak membuat Yila membeku sebab jawabannya ada di depan matanya.

"Tidak ada Mas," bohongnya dengan wajah menunduk menyembunyikan kebohongannya.

"Tapi, aku menemukan sebuah buku diary kecil ini yang terjatuh dari dompet kamu dan aku tidak sengaja membacanya. Di sana ada ungkapan hati kamu pada seseorang berinisial YP. Alangkah romantisnya dan mengharukan," ujarnya menatap tajam ke arah Yila.

Jantung Yila mendadak berdetak lebih cepat dan tubuh seakan terasa tegang. Yila merasa apa yang selama ini disimpannya rapat-rapat malah terbongkar sendiri oleh orang yang menjadi cinta terpendamnya itu. Yila mengatur nafas dalam-dalam untuk membuang ketegangan yang saat ini tengah menimpanya.

"Besok adalah hari di mana aku harus bisa melupakanmu Mas YP, karena besok aku sudah menikah dengan lelaki pilihan orang tuaku. Mas YP Cinta terpendamku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!