NovelToon NovelToon

Tiba-Tiba Membawa Madu

1. Membawa Madu.

Rania sedang menyisir rambutnya di kamar dia tersenyum membayangkan pernikahan mereka yang harmonis, sosok suami yang baik, perhatian tanggungjawab, Rania sangat bersyukur di pernikahannya yang memasuki sepuluh tahun baik-baik saja walau mereka kadang juga bertengkar tapi itu tak lama karena Aditama pasti akan membjuk Rania agar tidak merajuk.

Sebuah bel terdengar membuat Rania segera bergegas karena sudah pasti sang suami yang datang.

Rania membuka pintunya dengan melebarkan senyumannya namun dia sedikit terkejut ketika ada sosok perempuan di belakang suaminya yang sedang menunduk.

"Mas, siapa dia?" tanya Rania sambil menatap Aditama.

"Kita masuk dulu sayang," ujar Aditama sambil mengecup kening istrinya lalu menggandeng tanganya. Wanita itu mengikuti mereka di belakang.

"Adriana dimana?" tanya Aditama sambil meneguk air minum yang sudah di sediakan oleh Rania. Aditama melihat jam tangannya menunjukan pukul sembilan malam.

"Sudah tidur," jawab Rania sambil menatap wanita yang di bawa suaminya yang sedang menunduk tajam.

"Sebelumnya, mas, mau minta maaf sama kamu, mungkin ini akan terdengar menyakitkan," ujar Aditama sambil membuang napasnya lalu menggengam tangan sang istri.

"Katakan ada apa? Dan siapa dia?" kata Rania mengangkat dagunya ke arah Khansa yang dari tadi menunduk.

"Rania, dia adalah adik madu mu, Mas harap kamu bisa menerima dia,"

Bak petir di siang bolong Rania kaget bukan kepalang, dia menggelengkan kepalannya antara percaya dan tidak.

"Katakan ini becanda, kamu becanda kan mas! Kamu bohongkan sama aku!" mata Rania mulai berembun dia mencoba untuk tidak percaya ucapan suaminya.

"Sayang, mas tidak sedang becanda dia benar adik madu kamu," Aditama menatap mata Rania yang meneteskan airmatanya.

"Tidak, aku tidak mau di madu mas!" teriak Rania sambil bangkit dari duduknya.

"Kamu tunggu di sini, saya akan membujuk Rania dulu," ujar Aditama, Khansa menganggukan kepalannya. Lalu Aditama mengejar sang istri.

"Sayang dengar kan aku dulu, mas akan jelaskan semuanya," Aditama menggengam tangan Rania.

"Apapun itu alsannya membuat aku sakit hati mas," sahut Rania dengan suara bergetar." Apa mas tidak berfikir dampak kedepannya seperti apa? terlebih ada Adriana," isak Riana pada ahirnya bahunya berguncang Riana meleruhkan badannya yang langsung di tangkap oleh Aditama lalu membawa kepelukaknya.

di kejauhan Khansa melihat adegan itu dia menghela napasnya sambil membuang pandangan karena melihat mereka berpelukan, ada rasa sesak di dadanya melihat mereka seperti itu.

"Aku minta maaf sayang, mari kita bicar baik-baik biar tidak ada kesalah fahaman sampai mas bisa nikahi dia," bisik Aditama sambil mengeratkan pelukannya. karena dia juga tidak tega melihat Rania menangis seperti itu.

Aditama merangkul pundak sang istri mereka melangkah di mana Khansa sedang duduk.

"Siapa nama mu?" tanya Rania membuat Khansa mendongakan kepalanya.

"Khansa, Mbak. Maaf jika kehadiran ku membuat Mbak tidak nyaman," ujarnya lalu dia kembali menunduk.

"Mas akan jujur kenapa mas menikahi dia, Mas harap kamu mengerti dan Faham kondisi seperti ini. Jujur Mas juga tidak ada niat untuk mendua dari kamu," Aditama menjeda ucapannya lalu menatap Rania terdengar helaan napas darinya.

"Mas kasian sama dia, dia akan di jadikan wanita malam sama orang tuanya. Melihat itu, mas gak tega dia menangis minta tolong karena di bawa paksa sama peria hidung belang, sementara ibunya tersenyum sambil mengipaskan uangnya ke mukanya. Mas yang kebetulan ada di rumah ibu tidak tega melihat itu semua dan..."

"Apa tidak ada solusi lain selain menikah?" Potong Rania dengan suara bergetar.

"Dengarkan mas dulu ya sayang, mas belum selesai bicara," Aditama mengelus kepala Rania, sementara Rania meneteskan air matanya. Khansa dari tadi diam saja sambil memainkan jari-jarinya.

"Mas berusha bicara baik-baik sama Ibunya, Khansa, namun gak mempan, ahirnya mas spontan bicara akan menikahi dia dengan jaminan Khansa akan hidup terjamin.

"Ekonomi mereka sedang di uji, usahanya menurun hutang di mana-mana, karena gelap mata Khansa di suruh menjadi wanita malam, alsannya bukan karena hutang piutang saja melainkan karena tidak mau melihat Khansa kekurangan uang, dari situ ibunya Khansa menyuruh dia menjadi wanita malam dengan harga yang sangat fantastis karena dia masih Virgin," Aditama menjelaskan panjang.

"Tapi ini bukan solusinya mas!" tekan Rania sambil melirik sama Khansa yang sedang menatapnya lalu kembali menunduk.

"Sayang, Mas, melakukan ini karena mas yakin kamu akan mengerti, Mas juga menikahi dia karena tahu kehidupan dia seperti apa, mas sudah kenal dia lama dia orangnya baik, mas yakin kalian akan hidup akur," Ujar Aditama.

Rania tidak habis fikir dengan jalan pikiran suaminya, hanya karena itu dia mau menikahi Khansa dan lebih menyakitkan mereka menikah siri diam-diam tanpa memberi tahunya terlebih dahulu.

"Disini saya yang salah Mbak, saya gak papa tidak di anggap sebagai istri," Khansa membuka suaranya yang sejak tadi diam saja mendengarkan percakapan suami istri itu.

"Beri aku waktu untuk berfikir," Rania beranjak dari duduknya sambil menghapus airmatanya yang sejak tadi tidak mau berhenti.

"Kamu tidur dulu di kamar tamu, istirahatlah!" Aditama menatap Khansa yang menganggukan kepalanya. Lalu ia bangkit dari duduknya dan mengejar sang istri, Khansa membuang napasnya lalu ia juga bangkit dari duduknya menuju kamar ruang tamu yang tadi sudah di tunjuk oleh Aditama.

Rania terisak di kamarnya dia menyelimuti tubuhnya, perasaan benci, kecewa, sakit hati berkecamak dalam dirinya. Rasa sesak yang teramat sangat menyakitkan untuk Rania.

Sebuah ketukan di pintu terdengar namun Rania memilih diam, Aditama masuk terlihat Ranisa sedang meringkuk terdengar isakan pelan dari Rania. Aditama lalu duduk di samping sang istri.

"Sayang," ujar Aditama sambil mengecup pucuk kepala sang istri, membuat Rania memejamkan matanya tetesan airmata itu terus membanjiri pipinya.

"Sayang, Mas, mengerti tidak mudah untuk kamu menerima ini semua, mengingat ini sangat mendadak tapi percayalah cinta mas cuma buat kamu seorang, tidak semudah itu mas mencintai seseorang. Khansa tetangga mas tapi mas tidak begitu dekat dengannya apalagi karena perbedaan usia kami yang terpaut lima tahun, itu tandanya kamu seumuran sama dia,"

Ranisa beringsut dari tidurnya lalu duduk dan menatap Aditama dengan tatapan sendunya.

"Bagai mana jika Adriana menanyakan Khansa itu siapa? Bagai mana jika dia tahu ayahnya menghianati ibunya! bahakn bagi anak perempuan sosok seorang ayah adalah cinta pertamanya, kamu bukan cuma menghianati aku saja mas! tapi Adriana pasti akan sakit hati!" sahut Ranisa sambil menghapus air matanya sementara Aditama menghela napasnya sambil menunduk.

"Bukan itu solusi untuk menyelamtkan dia, Mas bisa menghubungi kantor polisi dan urusan Khansa biar polisi yang menanganinya, bukan berarti Mas menikahi dia," tekan Rania di ahir kalimatnya.

"Saat itu mas panik sayang, mas tidak berfikir jauh dan spontan mas bicara seperti itu," ujar Aditama sambil mengangkat tangannya hendak menghapus air mata Rania namun segera di tepis oleh Rania.

"Tinggalkan aku sendiri, mas. Aku ingin sendiri," kata Rania sambil membaringkan tubuhnya dan membelakangi suaminya.

"Rania.."

"Pergilah ke istri barumu biar bagai manapun dia wajib untuk kamu gauli karena sudah menjadi suami istri," Rania bicara masih membelaking suaminya.

"Rania, mas minta maaf, mas salah, aku tidak bermaksud untuk menyakiti mu," Aditama ikut berbaring di dekat sang istri lalu Aditama mengertakn pelukannya. Tangisan Rania makin menjadi air mata itu keluar dengan derasnya dan berualng kali Rania menghapusnya.

"Pergilah mas!"

"Aku akan tetap disini," Aditama mengeratkan pelukannya.

"Aku bilang pergi!"

"Rania.." Aditama terisak pada ahirnya.

"Biarkan aku tenang dulu." kata Rania.

"Baiklah, namun kamu harus ingat bahwa cinta mas sangat besar untuk kamu satu hal yang harus kamu tahu, Mas tidak mencintai dia," Aditama bangkit lalu mengecup pipi sang istri.

"Mas akan tidur di sofa ruang tamu,"lanjut Aditama sambil menyeka sudut matanya.

Terdengar pintu tertutup, Rania menangis sejadi-jadinya dia tumpahkan sambil tangannya meremas selimut sangat kuat.

2. Rambut yang Basah

Pagi menjelang, Rania bangkit dari tidurnya ia melangkah gontai menuju kamar mandi, ia bersihkan badannya setelah selesai Rania menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim, dia solat dengan khusyu Setelah selesai Rania pun berdo'a.

"Ya allah, aku tahu Engkau tidak akan menguji hambanya melebihi kemampuannya, setiap ujian akan ada hikmah di dalamnya. Maka berilah aku keikhlasan untuk menjalankan semua ini, berilah kesabaran yang tidak terbatas. Aku pasrahkan kepadaMU Ya Allah," Rania meneteskan air matanya ia terisak, bersimpuh memohon kekuatan tak lupa ia juga meminta ampunannya.

Setelah selesai Rania melangkah hendak ke dapur, terlihat Khansa sudah ada di sana sedang mengambil air minum.

"Pagi Mbak," ucap Khansa gugup sambil menudukan kepalnya.

"Iya," jawab Rania datar, lalu ia memulai menyiapakan bahan untuk di masak.

"Aku bantu, Mbak," tawar Khansa, namun gak ada jawaban dari Rania, dia terus mengelurkan bahan untuk nasi goreng buat sarapan.

Dii tengah aktifitasnya Aditama datang menghampiri mereka.

"Pagi sayang," Aditama mengecup kepala sang istri lalu membelai rambut Khansa.

Rania yang melihat itu menarik napas berat lalu menatap sang suami kemudian Khansa, keduanya terlihat rambutnya basah. Kemudian dia kembali membelakangi sang suami dan melanjutkan memasaknya.

Pikiran Rania sudah pasti mereka telah mengerjakan kewajibannya sebagi suami istri, bayangan suaminya melakukan seperti itu dengan wanita lain membuat dia memejamkan matanya sambil menarik napas berat.

"Adriana belum bangaun, Ma?" tanya Aditama sambil mengancingkan lengan kemejanya.

"Belum," jawab Rania tanpa menoleh sedikitpun.

"Mas akan bangunkan dia kalau begitu," ucap Aditama sambil melangkah Khansa pun pamit ke kamarnya.

"Dasar laki-laki! Bilangnya gak cinta tapi nyatanya? Mereka sudah melakukannya." ujar Rania seorang diri sambil memotong wortel sangat kencang setelah selesai dia pun terisak.

"Mama," teriak sang anak sambil sedikit berlari lalu memeluknya dari belakang.

"Sayang sudah banguan rupanya, wah hebat sudah rapih anak Mama." ujar Rania sambil berjongkok mensejajarkan dengan putrinya.

"Iya, pas Mas masuk kamar dia sudah rapih," ujar Aditama, Rania hanya menatap sepintas Aditama.

"Mama, kenapa ko kaya habis nangis?"Adriana menatap mata sang ibu yang terlihat memerah.

"Enggak sayang, mata Mama merah karena habis ngiris bawang," jawab Rania sambil menunjukan bawang mereh di tangannya lalu tersenyum ceria.

Sengaja Rania menutupi karena tidak mau anaknya tahu yang sebenarnya. Sementara Aditama mengehela napasnya dia tahu bukan karena bawang mereh penyebabnya.

"Khansa mana, Ma?" tanya Aditama sambil duduk sementara Rania berdiri dan melanjutkan masaknya.

"Di kamarnya mungkin," jawab Rania yang tangannya sekarang sudah mengaduk nasi itu.

"Khansa siapa, papa?" tanya Adriana sambil duduk di dekat sang papa.

"Nanti biar papa jelaskan ke Adriana, siapa itu Khansa, Ok!" ucap Aditama menyatukan ibu jari dan jari telunjuknya membuntuk bulat.

Setelah selesai, Rania menata makananya di atas meja tak lupa dia menyediakan minum air hangat dan buah apel yang sudah di belah menjadi enam.

Rania tidak memiliki ART yang standby di rumah, biasanya si Mbok akan datang di jam tujuh pagi dan pulang jam lima sore, karena itu jika pagi Rania yang menyiapkan sarapan.

"Aku akan panggilkan Khansa dulu." kata Rania sambil melangkah.

Namun ketika hendak mengetuk pintu Rania mendengar percakapan Khansa yang sepertinya sedang melakukan sambungan telepon.

"Iya, pokonya beres. Aku sudah pikirkan masak-masak, Ibu jangan hawatir kaya gak tahu Khansa saja,"

Rania sedikit membuka pintu itu agar terdengar jelas, terlihat Khansa sedang membaringkan badannya di atas kasur sambil menghadap ke tembok sehingga keberadaan Rania tidak di sadarinya.

"Mama tahukan, Mas Aditama sebenrnya juga cinta sama aku, dia yang bilang seperti itu,"

Deg.

Rania merasakan sakit yang teramat mendengar ucapan dari Khansa, sebutir air mata keluar dari matanya. Tidak mau terlalu lama mendengarkan ucapan Khansa, Raniapun mengetuk pintunya.

"Sarapan sudah siap," ucap Rania datar.

Perasaan Rania berkecamuk, akankah madunya itu sedang merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan dia dari kehidupan Aditama, lalu kenapa dia bilang mas Aditama mencintainya sedangkan mas Aditama sediri bilang tidak mencintainya. Mana ini yang benar. Sebuah pergolakan hati yang di rasakan Rania.

Khansa segera bangkit dari kasurnya lalu melangkah dan bergabung dengan mereka.

Rania menaruh nasi di piring lalu dia berikan sama suaminya.

"Terimakasih," ujar Aditama sambil tersenyum.

"Tante siapa?" tanya Adriana membuat Rania, Aditama saling menoleh lalu Aditama menoleh ke arah Khansa.

"Nanti, sepelas pulang sekolah, Papa akan cerita sama Adriana." kata Aditama sambil menarik kedua sudut bibirnya.

Sepanjang makan tidak ada yang bicara, Rania terus menatap Khansa dengan tatapan selidik. Terlihat dari mukannya dia seperti polos berbeda dengan Rania yang memiliki sifat ke ibuan, walau usiannya seumuran entah kenapa sampai sekarang Khansa belum menikah juga.

Setelah sarapan Rania dan Khansa mengantar suaminya ke depan sementara Adriana mengikuti langkah sang ayah, langkah Aditama kembali mendekati kedua istrinya setelah Adriana benar-benar masuk ke dalam.

"Mas berangkat dulu, nanti malam Mas tidur di kamar kamu," ucap Aditama mengecup kening sang istri. Lalu menatap Khansa dan menyentuh pipinya terlihat ada rona merah di wajahnya dan itu tak luput dari pandangan Rania.

Setelah mengantarkan sang suami keduanya masuk tak lama Mbok datang sambil mengucap salam, si Mbok napak kaget dengan perempuan asing di rumah ini pasalnya dia belum pernah melihat sebelumnya.

"Mbok, kenalkan ini istri mas Aditama,"

"Apa?" pekik si Mbok sambil menatap sang majikan dengan tatapan tak percaya sekaligus kaget.

"Iya Mbok, mereka telah menikah siri tanpa sepengetahuan aku, luar biasa sekali bukan," sahut Rania sambil menatap ke arah Khansa yang sekarang dari sorot matanya sedikit berbeda terlihat berani.

"Karena aku sama mas Aditama saling menyukai sejak dulu," ujar Khansa sedikit angkuh.

"Baiklah sekarang tugas kita harus di bagi, mengingat kamu juga istrinya mas Aditama," Ucap Rania lembut.

Si Mbok yang melihat majikannya itu terlihat tegar namun dari sorot matanya jelas dia merasakan sakit hati yang teramat, bahkan si Mbok pun seolah merasakan sakit hati. Si Mbok yang sudah lama bekerja dengan Rania dia tahu bahwa Rania itu sangat baik dan yang tidak percaya kenapa sang bapak tega menghianati padahal istrinya sangat cantik.

"Permisi, Mbok mau mengerjakan pekerjaan dulu, sing sabar ya nduk," lirih Mbok sambil mengusap punggung Rania, sementara Rania tersenyum sambil menganghukan kepalanya.

"Mau tahu kenapa mas Aditama mau menikahi ku?" ucap Khansa membuat Rania yang mau melangkahkan kakinya berhenti lalu menoleh.

Khansa mendekat ke arah Rania kini keduanya saling bertatapan hingga airnya Khansa membisikan ketelinga Rania.

Seketika Rania terbelalak dengan tangan menutupi mulutnya sementara Khansa tersenyum melihat reaksi Rania yang shock.

3.Pertengakaran hebat.

"kamu kaget? Jangan mudah percaya sama suami kamu," ujar Khansa sambil melipatkan kedua tangannya di dada.

Rania terduduk dia tidak kuat untuk memopang tubuhnya, kakinya tiba-tiba lemas air matanya menetes.

"Jika tidak percaya tanyakan langsung sama mas Aditama," lanjut Khansa, si Mbok yang melihat itu langsung menghampiri sang majikan lalu di dudukan di sofa yang ada di ruang tamu.

"Sabar, Nduk." Kata Si Mbok menatap majikannya lalu menatap Khansa yang tersenyum penuh kemenangan.

"Aku kesini hendak menjemput mas Adit, dia cinta pertama ku dan kami sudah kenal lama," Khansa terus bicara sementara Rania diam membisu seoalah mulut itu susah untuk di gerakkan.

"Ck, Kita lihat siapa yang akan bertahta dan memenangkan hati mas Adit,"

"Sudah cukup! Aku tidak mau mendengarkan ucapan kamu, itu masa lalu kalian tidak seharusnya kamu membuka aib kamu sendiri!" ujar Rania dengan suara bergetar.

"Baiklah, lihat saja nanti siapa yang akan di pilih oleh mas Adit nantinya, AKU atau KAMU!" tekan Khansa di ahir kalimat lalu ia melangkah meningglkan Rania dan si Mbok.

Rania menangis di pelukan si Mbok, dia tumpahkan agar rasa sakit itu sedikit berkurang, si Mbokpun ikut meneteskan air matanya bahkan dia juga sampai terisak melihat majikannya menangis dia ikut merasakan apa yang di rasakan Rania.

Tangisan Rania terdengar sangat pilu bahkan napas dia sedikit tersengal.

"Ini ujin Nduk, sing sabar, Mbok juga ikut sedih melihat Nduk seperti ini," ucap si Mbok sambil mengelus kepala Rania.

"Aku gak menyangka Mas Adit melakukan hal seperti itu sebelumnya," isak Rania dengan suara terbata.

"Jangan mudah percaya, mungkin itu akal-akalan dia, Mbok tahu pak Adit itu sangat baik,"

Gak ada jawaban dari Rania, dia terus terisak dengan bahu berguncang hingga lama kelamaan isakan itu semakin pelan.

"Terimakasih Mbok, Mbok sudah aku anggap ibu sendiri." Kata Rania sambil melerai pelukannya.

"Iya, Mbok juga sayang sama kamu," si mbok menghapus air mata di pipi Rania, berbarengan dengan air mata si Mbok yang terjatuh.

Si Mbok sudah lama kerja di sini, semenjak mereka menikah. Jadi sudah tahu karakter masing-masing. Maka dia sedikit terkejut ketika tahu Aditama menikah lagi. Karena setahu si Mbok, Aditama sangat mencintai sang istri bahkan dia termasuk laki-laki idaman perempuan.

Setelah tenang Rania pun hendak ke kamarnya. Namun ketika si Mbok menawarkan diri untuk mengantarnya, Rania menolak.

Ketika melintas di kamar Khansa dia berhenti karena mendengar Khansa sedang berbicara lewat sambungan telepon.

"Iya Ibu tenang saja, Khansa, akan menghancurkan mental dia dulu. Ibu tahu? tadi Khansa sudah bilang sama dia bahwa Khansa sudah gak perawan gara-gara mas Adit, hahahah lucu bukan!"

Rania memejamkan matanya, kalimat sudah gak perawan terngiang di pikirannya. Rania menarik napas berat lalu melangkah dengan gontai dia menaiki anak tangga satu persatu dengan perasaan berkecamuk.

"Akan aku adu domba kalian biar pisah, dan sepenuhnya mas Adit akan jadi milik aku," gumam Khansa ketika panggilan sudah terputus,

dia begitu ambisi dengan Aditama.

Waktu sudah menunjukan pukul dua siang namun Adriana belum juga pulang.

Rania pun menghubungi supir yang biasa mengantar jemput. Sekoalah Adriana memiliki fasilitas kendaraan yang bisa mengantar jemput anak didiknya, apa lagi yang jaraknya luamayan jauh seperti halnya Adriana.

"ko gak di angakat!" gumam Rania sambil kembali menghubungi supir itu.

Khansa tiba-tiba mendekati Rania dan ikut duduk di sebelahnya. Tak ada obrolan dari keduanya.

"Secepatnya aku akan menyuruh mas Adit untuk meresmikan pernikahan kami," ucap Khansa pada ahirnya, lalu ia menatap Rania yang menatap lurus.

Di saat bersamaan mobil berhenti terlihat Adriana sedikit berlari sambil merentangkan kedua tangannya lalu memeluk sang Mama yang di balas oleh Rania.

"Uhhh, anak Mama. Gak kerasa sudah besar," Rania membelai rambut Adriana yang di ikat menjadi dua bagian.

"Tante ko belum pulang?" tanya Adriana sambil menatap Khansa yang tersenyum.

"Tante akan selamanya tinggal di sini, akan menemani Papa," jawab Khansa sambil melirik ke arah Rania yang menghembuskan napasnya namun pandangnnya masih menatap lurus.

"Ayo kita tidur siang sebentar," ajak Rania sambil menggenggam tangan Adriana.

"Kalau bukan karena mas Adit ogah banget bersifat manis sama anak itu," gumam Khansa ketika mereka sudah benar-benar masuk ke dalam.

Waktu sangatlah cepat si Mbok sebelum pulang dia sudah menyiapkan makanan untuk makan malam, dan sekarang sudah pukul tujuh malam.

Terdengar deru suara mobil dan itu sudah sangat hafal di telinga Adriana dan Rania. Adriana berlari lalu membuka pintu dan langsung memeluk sang ayah.

"Anak ayah," kata Aditama sambil membelai rambut Adriana yang terurai. Mereka berjalan beriringan, Adriana sangat manja dengan Aditama. Mereka pun duduk di ruang santai lalu Rania ikut duduk di kursi tunggal.

Tak lama Khansa ikut gabung dengan mereka.

Rania mengamati perbedaan wajah Khansa, sungguh sangat berbeda ketika Aditama ada di rumah, wajah polos dan alimnya ia tunjukan di depan Aditama sangat berbeda ketika tidak ada Aditama.

"kalian sudah makan?" tanya Aditama sambil menatap satu persatu.

"Belum," jawab Rania dan Khansa bersamaan.

"Papa, tante ini ko belum pulang dari rumah ini? Apa dia akan kerja di sini?" ujar Adriana dengan wajah polosnya has anak-anak umur delapan tahun, pun Adirana usianya delapan tahun.

Aditama menatap Rania yang memasang wajah datar lalu dia menghembuskan napasnya perlahan.

"Kita makan dulu, yuk!" ajak Aditama antusias sengaja agar anaknya lupa dengan pertanyaan itu, karena sebenrnya Aditama juga bingung hendak menjelaskan seperti apa agar anaknya itu tidak terpukul dengan sebuah kenyataan.

Walau dia tidak mencintai Khansa namun dia memilki kewajiban terhadap Khansa.

"Menurut kamu! bagai mana kita memberi tahu Adriana, bahwa Khansa Ibunya juga?"kata Aditama. Mereka sekarang sudah ada di kamar setelah selesai makan.

"Pikir saja sendiri," ucap Rania dengan ketus.

"Sayang ko seperti itu?" Aditama memeluk sang istri dari belakang.

"lepas mas! Aku jijik sama kamu!" sahut Rania sambil berontak matanya mulai berembun.

"Sayang lihat mas," ucap Aditama sambil membalikan Rania kini keduanya saling menatap satu sama lain.

Air mata Rania tidak bisa terbendung lagi hingga ahirnya lolos dengan sendirinya.

"Sayang, mas sangat terpukul melihat kamu seperti ini," Aditama memeluk Rania, Rania berontak menolak di peluk oleh Aditama.

"Mas bohong! Khansa bilang mas sudah merenggut kesucian dia sebelum kamu nikah sama aku! Dan kalian saling mencintai!" Rania menatap Aditama yang menunduk.

"Jawab mas!" ucap Rania dengan suara parau.

"Diamnya Mas, sudah cukup membuat aku mengerti," lanjut Rania sambil menghapus air matanya dengan kasar.

"Dengarkan mas dulu sayang, mas bisa jelasin semuanya," Sahut Aditama sambil mengenggan tangan Rania yang langsung di tepis olehnya.

"Apa? Kebohongan apa lagi yang mas akan berikan kepadaku, hah!"ujar Rania.

"Aku sakit hati mas! Aku benci kamu!" teriak Rania sambil menujuk ke muka Aditama.

"Iya aku mencintainya, Aku sudah merenggut kesucian Khansa, dan semua cerita di awal itu bohong! puas kamu!" Balas Aditama yang tak kalah tinggi suaranya.

Rania yang baru pertama kali di bentak oleh suaminya, meluruh seketika dia terduduk sambil bersandar di dinding. Rania terus menangis hingga bahunya berguncang hebat.

Aditama yang merasa khilaf dia mendekat lalu mensejajajrkan dengan Rania. Aditama mencoba membawa Rania ke pelukaknya lagi dan lagi Rania mencoba menolaknya namun tenaganya tidak kuat lagi hingga ahirnya Aditama berhasil membawa Rania kepelukannya, kini keduanya menangis dalam pelukan.

Aditama menyesal telah membentak Rania. Sementara itu Khansa yang dari tadi menguping dengan sedikit membuka pintunya tersenyum bahagia penuh kemenangan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!