"Aarrgghh!" teriak seorang pria karena merasa frustasi.
"Enggak bisa! Aku harus memenangkan dan membawa semua uang ini!" ucap seorang pria yang tengah duduk dan menatap kartu remi serta uang yang tertumpuk di meja bulat.
"Apa kau yakin akan bermain sekali lagi denganku? Bagaimana jika kau kalah? Pikirkan hutangmu padaku!" tegas seorang pria dengan pakaian rapi.
"Itu tidak mungkin! Aku akan membawa pulang semua uang ini. Lihat saja!" pria bernama Devanka itu menyeringai penuh keyakinan.
"Baiklah, tidak perlu banyak bicara! Sekarang kita mulai saja." Pria tampan bernama Akandra tersenyum meledek ke arah lawan mainnya.
Akandra Xaquille adalah seorang pria dewasa berusia 34 tahun yang merupakan pewaris hotel Xaquille serta pemilik Bar yang terkenal dengan nama Bar AX. Tak heran jika dia selalu datang untuk berjudi hanya untuk menghilangkan rasa penatnya saja. Tidak masalah jika uangnya habis untuk berjudi, toh selama ini belum pernah ada yang bisa mengalahkan dirinya.
Sedangkan Devanka Edelsteen yang biasa dipanggil Devanka ini hanya seorang pria miskin yang bekerja serabutan untuk menafkahi keluarganya. Benar, dia sudah memiliki seorang istri, berbeda dengan Akandra yang masih single. Walau Devanka sudah memiliki istri dan tanggungjawabnya, dia tetap saja masih kecanduan minum minuman beralkohol serta berjudi.
Permainan pun dimulai, keduanya begitu fokus menatap kartu yang mereka pegang sebelum menunjukkannya pada lawan. Setelah beberapa saat kemudian, permainan berakhir dan membuat Devanka kembali frustasi. Dia benar-benar kesal karena dia kembali kalah untuk yang kesekian kalinya.
"Terlalu percaya diri itu tidak baik! Lihatlah! Semua uang ini kembali padaku, haha." Akandra meledek kekalahan Devanka.
"Ayo kita main sekali lagi!" tantang Devanka.
"Jangan bodoh! Kau sudah kehabisan uang. Bahkan kau juga belum melunasi hutangnya!"
"Jangan cemaskan itu, Pak Akandra. Bagaimana jika aku membayarnya dengan menggadaikan sesuatu?" Devanka menatap licik ke arah Akandra.
"Gadai? Kau pikir aku ini pegadaian apa? Memangnya apa yang mau kau gadaikan?" tanya Akandra seraya memperhatikan gerak-gerik lawannya.
"Istriku! Bagaimana? Aku akan menggadaikan istriku padamu," jawab Devanka dengan sedikit meyakinkan lawannya.
"Brengsek! Apa kau sudah tidak waras? Kenapa kau menggadaikan istrimu? Kau akan menyesalinya suatu saat nanti!"
"Tidak ada cara lain selain menggadaikan istriku. Lagipula Pak Akandra berhak melakukan apa pun selama aku belum menebusnya." Devanka menaik-turunkan alisnya sambil menyeringai penuh kelicikan.
Sejenak Akandra terdiam. Dia mencoba mempertimbangkan ide gila Devanka. Setelah beberapa menit membisu, pria tampan berbulu mata lentik ini tersenyum smirk.
"Tunjukkan foto istrimu!"
Mendengar itu, Devanka langsung merogoh saku celana untuk mengambil ponselnya. Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, jemarinya travelling ke galeri dan mengklik foto istrinya. Setelah itu, barulah dia memperlihatkan foto tersebut pada Akandra.
Akandra menyambar ponsel itu dan melihat wanita cantik yang terpampang jelas di layar ponsel kelas bawah. Tanpa dia sadari, bibirnya tersenyum licik. Saat itu juga dia menyetujui ide gila Devanka.
"Setuju! Saya ingin malam ini juga kau antarkan istrimu ke rumahku! Buat dia secantik mungkin! Ayo," ajak Akandra kepada anak buahnya.
Sebelum Akandra pergi, dia sudah mengembalikan ponsel jadul itu kepada Devanka. Setelah itu barulah dia pergi dengan diikuti beberapa anak buahnya dari belakang. Sementara itu, Devanka masih terdiam mematung. Dia tidak percaya jika Akandra akan menyetujui ide gilanya.
****
Bugh! Bugh! Bugh!
Sesampainya di depan rumah, Devandra langsung menggedor pintu rumah dengan sangat keras. Sehingga tak membutuhkan waktu lama, pintu pun dibukakan oleh istrinya yang bernama Audrey. Audrey membukakan pintunya dengan ekspresi yang menyejukkan hati.
Namun, Devanka tidak melirik dan mempedulikannya. Dia langsung nyelonong masuk tanpa mengatakan apa pun. Sementara itu, Audrey hanya bisa mengelus dada sembari mengucapkan istighfar dalam hatinya.
Audrey menutup pintu dan menyusul suaminya yang sudah masuk lebih dulu. Begitu sampai di ruang tengah, dia duduk di sebelah suaminya dan menatapnya dengan tatapan yang lekat. Sebisa mungkin dia tetap bersikap ramah pada suaminya walaupun hatinya sering disakiti oleh perlakuannya selama ini.
"Mas, ada apa? Kenapa wajahmu kusut seperti ini? Apakah ada masalah? Ceritalah padaku." Audrey mengelus lembut lengan suaminya.
"Berdandanlah secantik mungkin! Malam ini juga kamu akan aku gadaikan!"
Deg!
****
Stay tune :)
"Gadai? Apa maksudmu, Mas?" tanya Audrey dengan penuh tanda tanya dalam benaknya.
"Aku akan menggadaikanmu pada Pak Akandra," jawab Devanka dengan nada santai serta memasang wajah tanpa dosa.
"Tapi kenapa, Mas? Kenapa kamu mau menggadaikanku? Itu sama saja kamu dengan menjualku!" Audrey melirik suaminya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Aku tidak menjualmu! Aku hanya menggadaikanmu saja sampai semua hutangku dianggap lunas. Setelah itu, barulah aku akan menebusmu kembali,"
"Gila kamu, MAS! Aku ini istrimu! Aku bukan barang yang bisa kau gadaikan seperti ini! Aku tidak akan menuruti semua ide gilamu ini! Aku tidak akan menjadi pelacur yang bisa kamu kirim aku ke sembarang lelaki! Aku masih punya harga diri! Lebih baik aku kerja banting tulang dari pada harus digadaikan kek gini!" Seketika Audrey naik pitam. Wajahnya merah padam karena marah.
Plakk!
Tanpa mengatakan apa pun, Devanka langsung melayangkan, sebuah tamparan keras di salah satu pipi istrinya. Tentu saja Audrey yang mendapat serangan secara tiba-tiba ini langsung membelalakkan matanya. Dia memegangi pipi yang terasa perih, panas dan meninggalkan bekas tamparan itu.
"Apa salahku, Mas? Sehina itukah aku di matamu?" Kini nada bicara Audrey terdengar lirih.
"Aku melakukan semua ini demi kebaikan kita berdua. Hanya ini satu-satunya cara agar kita terbebas dari hutang. Ayolah, kamu harus bantu suamimu. Ini waktu yang tepat untuk berbakti pada suamimu," ujar Devanka.
"Mas, selama ini aku selalu berbakti padamu. Aku selalu berkorban untukmu, bahkan aku rela mencari uang dengan berjualan keliling hanya untuk kebutuhan keluarga kecil kita. Tolong, mengertilah ... aku tidak bisa melakukan ini semua. Aku tidak mau mengkhianati pernikahan kita. Aku tidak mau menjadi noda dalam pernikahan kita." Audrey memelas dengan meneteskan air mata.
Dia berharap suaminya akan luluh dan mengurungkan niatnya. Istri mana yang mau digadaikan oleh suaminya sendiri. Itu sangat menyakitkan untuknya, karena digadaikan seperti ini sama saja suaminya telah menjual kehormatan yang selalu dia jaga selama ini.
Tanpa Audrey duga, Devanka menjambak rambutnya dan menyeretnya ke dalam kamar. Sesampainya di kamar, dengan kekuatannya sebagai seorang laki-laki, dia membanting tubuh Audrey ke ranjang. Dengan darahnya yang sudah mendidih sedari tadi, dia langsung merobek pakaian istrinya tanpa merasa iba sedikitpun. Kini tubuh Audrey sudah polos tanpa sehelai benang pun.
"Jangan membuatku murka! Cepat pakai pakaian seksimu dan rias wajahmu secantik mungkin!" perintah Devanka dengan mata yang membola dan berwarna merah pekat.
"Kamu jahat, Mas!" Audrey menangis merasakan sakit pada fisik dan hatinya.
Tidak masalah jika Devanka menyiksa fisiknya karena dia masih bisa menahannya. Tapi kali ini dia ingin menjual kehormatan yang selama ini dia jaga. Dosa apa yang dia lakukan sampai suaminya memperlakukannya sekejam ini.
"Jangan memancingku lagi, cepat kamu pakai pakaianmu atau aku bakar seluruh tubuhmu dengan rokokku?" ancam Devanka. sebelumnya dia memang pernah menyundutkan rokok di tubuh istrinya sendiri.
Sontak, Audrey yang mendengar itu langsung menyeka air matanya dengan kasar. Dia langsung beranjak dari ranjang. Dengan langkahnya yang berat dia berjalan menuju lemari.
Air matanya terus mengalir tanpa henti ketika dia membuka lemari dan meraih pakaian seksi yang selalu dia kenakan di depan suaminya. Namun, kali ini dia akan memakai pakaian itu untuk pria lain. Saat ini, dia sangat membenci Devanka dan juga dirinya sendiri. Malam ini juga, dia merasa sudah seperti seorang pelacur.
'Ya Allah, kenapa semua ini harus terjadi padaku? Selama ini aku selalu menjaga kehormatan ini tapi, dalam sekejap suamiku telah menjual kehormatanku ini,' ucap Audrey dalam hati dengan nada lirih yang begitu menyayat hati.
****
Stay tune :)
"Perfect!" Devanka langsung berdiri dan terpesona melihat istrinya sendiri.
Entah harus senang atau tidak mendengar pujian yang dilontarkan Devanka. Di satu sisi dia merasa senang karena ini pertama kali Devanka memuji dirinya. Tapi semua itu tidak ada gunanya karena malam ini ia merias dirinya bukan untuk suami, melainkan pria lain.
Audrey hanya tertunduk tanpa mengatakan apa pun. Kemudian Devanka melangkahkan kakinya beberapa langkah. Dia mendekatkan bibirnya di telinga Audrey dan berbisik. "Kamu benar-benar sangat cantik. Aku yakin jika Pak Akandra akan betah melihatmu secantik ini. Kalau perlu buat dia puas selama kamu berada di sana. Hanya satu pesanku! Jangan pernah kamu mengandung anak Pak Akandra! Paham!" Devanka menarik pinggang ramping istrinya.
Deg!
Jantungnya tiba-tiba berhenti begitu mendengar bisikan sang suami yang begitu menyakitkan. Secara tidak langsung dia sudah menyuruhnya untuk tidur bersama pria lain. Audrey shock menyadari maksud ucapan Devanka. Rasanya seperti tersambar petir saat itu juga. Bagaimana bisa di melayani pria lain hanya untuk berbakti pada suaminya?
Apakah harus dengan cara seperti ini jika mau berbakti pada suaminya? Itu sama saja dirinya sudah menjadi seorang pelacur yang melayani pria lain. Apa gunanya dia menikah jika Devanka sendiri tidak bisa melindungi dan menjaga kehormatan istrinya? Apakah pria kejam seperti Devanka pantas dipanggil suami? Karena pada dasarnya suami tidak akan pernah menjual atau menggadaikan istrinya sendiri.
Lututnya terasa lemas sehingga tubuh Audrey merosot ke lantai dengan lelehan air mata. Malam ini adalah kehancuran hatinya yang terbesar. Napasnya sesak jantungnya sakit kala mendengar ucapan suaminya yang setajam katana itu.
Berbeda dengan Devanka, dia justru mengangkat tubuh istrinya dan menyeretnya keluar. Dia tidak peduli dengan keadaan istrinya yang begitu menderita, yang ada di pikirannya hanyalah uang dan melunasi hutangnya. Sesampainya di luar, Devanka menyuruh istrinya untuk naik ke kuda besinya.
"Hapus air matamu dan cepat naik!" perintah Devanka dengan nada sedikit tinggi.
Mau tidak mau, suka tidak suka dia harus menuruti suaminya. Audrey menyeka air matanya dengan kasar, perlahan ia menaiki motor matic Devanka. Tak menunggu waktu lama, Devanka langsung melajukan motornya.
Sepanjang jalan Audrey berdo'a agar dia mengalami kecelakaan saja dan menewaskannya. Yup, dia lebih memilih mati dari pada melayani pria lain. Ini dosa besar, dia tidak ingin menanggung dosa sebesar itu.
'Ya Allah, berikan aku petunjuk. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak mungkin memberikan kehormatanku pada pria lain?' batin Audrey menangis.
"Ingat! Jangan pernah menolak permintaan Pak Akandra! Kamu harus selalu terlihat tersenyum saat berada di sampingnya! Kalau perlu kamu goda dia sampai hatinya luluh, dengan begitu dia akan memberikan banyak uang untukmu dan juga untukku. Kita bisa kaya raya dalam sekejap, haha." Devanka bagaikan kesetanan, dia hanya mementingkan uang dari pada istrinya sendiri yang teramat sangat menderita itu.
"Astagfirullah hal'adzim, bagaimana aku bisa melakukan itu, Mas! Aku ini istrimu! Aku bukan pelacur! Uang bukanlah segalanya, lagi pula aku bukan kepala keluarga yang harus mencari uang untuk kesenanganmu saja," timpal Audrey dengan nada lirih. Dia terus mengusap dadanya beberapa kali sembari beristighfar dalam hatinya.
"Kamu salah besar, Audrey! Biar kuluruskan, kamu harus tahu kalau di dunia ini kita memerlukan uang banyak sebab segalanya butuh uang! Kamu memang istriku dan walau kamu bukan kepala keluarga tapi sejak awal aku sudah menganggapmu ATM berjalanku! Dan tugasmu saat ini, fokus mencari uang sebanyak mungkin! Paham!" bentak Devanka dengan terus melajukan motornya.
Audrey kembali menangis sesegukan, dia tidak menyangka jika suaminya tega melakukan dirinya seperti ini. Pria yang selama ini hidup satu atap dengannya tega mengatakan kalimat yang menyakitkan. Bagaimana mungkin suami menganggap istrinya sendiri sebagai ATM berjalan.
'Astagfirullah hal'adzim,' batin Audrey terus beristighfar agar hatinya tenang dan bisa mengontrol amarahnya.
****
Stay tune :)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!