Bab 1
Pintu dibuka dengan kuat oleh seseorang sehingga rusak engselnya. Terlihat laki-laki setengah paruh baya yang menggunakan seragam laboratorium Geofisika berlari dengan cara yang aneh. Tubuhnya seakan tidak seimbang dan tidak bertulang. Wajahnya pucat dengan mata melotot, tetapi pupilnya tertarik ke atas. Mulut terbuka lebar dan mengeluarkan suara geraman. Laki-laki itu terus berlari menuju seseorang yang hendak masuk lift yang akan menuju lantai atas.
"Grrrrrr! Grrrrrr!"
Mendengar ada suara orang lari dan geraman yang mengerikan, pria muda yang hendak masuk ke dalam lift pun membalikkan badan. Betapa terkejutnya dia saat melihat ada manusia berwujud seperti zombie.
"Aaaaaaa!" teriak pria muda itu saat makhluk seperti zombie ini menerjang dirinya sampai jatuh ke lantai lift.
Zombie itu mengigit leher dan tangan si pria muda. Tidak lama kemudian tubuh dia pun bergetar hebat, pupil mata naik ke atas dan mulut terbuka lebar. Ya, si pria muda itu pun berubah seperti makhluk yang menggigitnya barusan.
Lift naik ke lantai atas atau lebih tepatnya lantai pertama karena tadi berada di ruang bawah tanah. Begitu pintu kotak besi itu terbuka kedua zombie itu berlari tidak tentu arah di sepanjang lantai satu.
"Hei, mereka berdua kenapa?" tanya salah seorang petugas keamanan laboratorium Geofisika kepada teman jaganya.
"Ada apa?" tanya temannya yang bertubuh gempal.
Kedua petugas itu terus memperhatikan layar monitor yang menangkap rekaman dua orang yang berubah tingkahnya di mata mereka. Mata kedua orang itu langsung terbelalak saat melihat keduanya tiba-tiba saja menyerang karyawan laboratorium Geofisika yang lainnya.
"Apa yang terjadi kepada mereka?" teriak petugas yang bertubuh sedang.
Tubuh kedua petugas itu langsung lemas dan menghilangkan setelah melihat kejadian yang menimpa pekerja laboratorium yang sedang lembur. Mereka yang diserang tiba-tiba berubah seperti kedua orang tadi.
"A–pa mereka berubah menjadi va–mpi?" tanya petugas bertubuh gempal terbata-bata.
Sekujur tubuhnya dibanjiri oleh keringat dingin saking ketakutannya dia. Kedua matanya tidak bisa lepas dari layar monitor yang menampilkan empat zombie yang berlarian ke sana kemari dengan mulut terbuka.
"Tidak. Aku rasa mereka berubah menjadi zom–zombie," jawab petugas bertubuh kurus tergagap.
"Zombie?" Laki-laki satunya lagi membeo dan mengalihkan pandangan ke rekan kerjanya, seakan dia takut kalau orang yang duduk disampingnya ini akan berubah secara tiba-tiba juga.
Tombol tanda keadaan darurat pun ditekan dan di detik berikutnya bunyi tanda bahaya berbunyi nyaring. Orang-orang yang sedang lembur di laboratorium Geofisika tentu saja menjadi panik karena tempat ini memang berbahaya. Di mana banyak ilmuwan yang sering melakukan eksperimen atau meneliti sesuatu.
***
"Honey, masak apa?" tanya seorang pria dewasa lalu mencium pipi sang istri.
Laki-laki yang masih mengenakan seragam laboratorium Geofisika dengan tag nama Aron tercetak jelas di sana.
"Sop iga kesukaan kamu, Darling," jawab Maria, istrinya.
"Wah, setelah lelah bekerja seharian akhirnya tubuh ini akan dimanjakan oleh masakan kamu yang enak ini," ujar Aron menggoda sang istri.
Maria tersenyum manis. Dia paling suka diperlukan seperti ini oleh suaminya. Wanita ini jarang mendapat hal seperti ini karena Aron lebih banyak menghabiskan waktu di laboratorium Geofisika tempatnya bekerja.
"Darling, tolong panggilkan Lewis! Ajak dia makan bersama," pinta Maria kepada Aron, karena dia ingin makan malam bersama keluarganya.
Lewis sedang asyik bermain game online. Bahkan saat pintu kamarnya terbuka dia tidak menoleh sama sekali untuk melihat siapa yang datang. Mata dia tidak boleh lepas dari layar televisi agar tidak kalah oleh musuh.
Aron hanya menghela napas kasar saat melihat putra semata wayangnya selalu menghabiskan waktu bermain game. Sangat berbeda dengan dirinya dulu saat masih muda. Dirinya paling suka menghabiskan waktu dengan belajar dan praktek ilmiah.
"Lewis, Mommy mengajak makan malam bersama. Ayo, cepat turun sebelum dia mengamuk!" ajak Aron sambil menyandarkan tubuhnya di pintu.
"Sebenar lagi, Dad. Ini sedang tanggung, nih!" sahut Lewis menolak ajakan ayahnya.
Aron pun berjalan lalu duduk di kursi meja belajar milik sang anak.
Terlihat banyak mendali yang berjajar rapi yang jumlahnya puluhan atau mungkin hampir ratusan. Di sampingnya ada lemari kaca yang memajang banyak piala.
Lewis memang anak cerdas hanya saja dia malas berolahraga. Apalagi kalau sampai berkelahi, pasti dia akan babak belur. Jika anak seusianya kebanyakan suka bermain basket atau softball, Aron lebih suka bermain game seperti saat ini.
Hal yang sering ditakutkan oleh Maria kepada putra mereka adalah Lewis yang akan mudah sakit karena tidak suka berolahraga. Namun, pada kenyataannya anak ini jarang sekali sakit.
Maria yang sedang memasukan cairan ke dalam masakannya, dibuat terkejut saat mendengar suara Aron dan Lewis mendekat. Botol berukuran kecil itu cepat-cepat dimasukkan ke dalam saku apron agar tidak dicurigai oleh mereka.
Keluarga Lewis pun menghabiskan makan malam mereka sampai tidak bersisa. Mereka sangat menyukai Sop iga atau iga bakar sebagai menu favorit keluarga. Kedua orang itu tidak ada yang merasa aneh dengan rasa masakan Maria yang selalu enak.
Terdengar suara dering telepon yang membuat ketiga orang itu terhenyak saking terkejutnya.
Maria mengangkat panggilan itu dan ternyata yang menghubungi itu berasal dari pusat laboratorium Geofisika. Mereka ingin berbicara kepada Aron yang menjabat sebagai ketua tim peneliti.
"Halo, ada apa?" tanya Leon.
"Gawat, Tuan Walker. Keadaan di gedung laboratorium Geofisika saat ini benar-benar kacau. Semua orang berubah menjadi zombie!" teriak orang di seberang sana.
Aron masih belum mengerti maksud dari ucapan orang yang sedang menghubungi dirinya. Dia berpikir kalau saat ini bukan waktunya pesta Halloween.
"Grrrrrr! Grrrrrr!
"Aaaaa," teriak orang yang sedang menghubungi Aron.
"Halo! Halo …!" teriak Aron balik dan terlihat panik.
Lewis dan Maria yang melihat hal itu jadi penasaran apa yang sedang terjadi di pusat laboratorium Geofisika. Suatu tempat yang selalu ketat penjagaannya.
"Ada apa, Darling?" tanya Maria.
"Katanya mereka berubah menjadi zombie," jawab Aron masih dengan ekspresi wajah yang bingung.
"Zombie?" ulang Lewis untuk memastikan pendengarannya.
"Ya, tadi dia bilang kalau orang-orang yang berada di laboratorium berubah menjadi zombie," ucap Aron lalu mengambil segelas air putih dan meminum sampai habis.
Maria dan Lewis saling beradu pandang. Mereka menduga kalau Aron dalam keadaan halusinasi, karena kelelahan akibat terus begadang dan kerja di laboratorium selama lima hari ini.
"Aku tidak bohong. Bahkan aku mendengar suara geraman lalu teriakan orang yang menghubungi aku tadi. Itu suara teriakan ketakutan yang bercampur kesakitan," lanjut Aron.
"Lalu, apa Daddy akan pergi ke sana sekarang?" tanya Lewis.
***
Bab 2
"Honey, aku akan melihat keadaan laboratorium dulu," kata Aron sambil berjalan ke arah bufet.
Laki-laki setengah paruh baya itu mencari pistol revolver miliknya. Setelah memastikan terisi peluru dengan penuh, Aron pun masukan benda itu ke dalam saku jaketnya.
"Dad, jika yang dikatakan oleh orang itu adalah benar, bagaimana? Ini bukan ranah kita. Serahkan saja kepada militer yang punya kemampuan untuk bertarung melawan para zombie itu," ucap Lewis sambil membuntuti ayahnya yang berjalan menuju pintu depan.
Maria yang mengikuti Aron di belakangnya hanya terdiam. Otaknya masih mencerna semua ucapan sang suami mengenai zombie. Wanita itu juga merupakan seorang ilmuan di bidang biokimia yang sering meneliti suatu virus dan membuat penawar virus itu. Atau meneliti zat apa saja yang terkandung pada sesuatu itu. Ada banyak zat yang bisa membuat orang menjadi gila, kuat, atau hilang kendali. Namun, tidak mengubahnya menjadi zombie hanya saja banyak orang sering bilang jika ada manusia yang sudah ketergantungan obat-obatan terlarang mereka berubah seperti zombie. Inilah yang saat ini ada di dalam otak Maria, kerena dia belum melihat secara langsung zombie yang ada di laboratorium Geofisika.
Aron tahu kalau keluarganya sayang kepada dia dan takut terjadi sesuatu kepada dirinya. Namun, dia sebagai salah satu ketua tim yang sering melakukan eksperimen di laboratorium Geofisika bersama anak buahnya, merasa bertanggung jawab atas apa yang sedang terjadi di sana.
"Daddy akan berhati-hati. Kamu jaga ibumu di rumah," ujar Aron sambil menepuk pundak putranya.
Meski Aron selalu sibuk dengan penelitian di laboratorium. Dia masih bisa memberikan perhatian kepada keluarga di sela kesibukannya. Laki-laki ini dikenal sayang keluarga di kalangan teman-teman seprofesinya.
"Aku akan ikut dengan Daddy untuk melihat keadaan di sana. Jika terlihat berbahaya, maka aku akan paksa Daddy untuk pergi dari sana," tukas Lewis dengan tegas.
Aron dan Maria terkejut mendengar ucapan Lewis. Putra mereka yang selalu tidak mau ikut campur dalam urusan apa pun yang kiranya tidak menyenangkan baginya, kini ingin ikut bersama ayahnya untuk melihat keadaan ke tempat yang paling dihindari olehnya selama ini.
"Kamu, yakin ingin ikut ke laboratorium Geofisika?" tanya Aron lagi untuk memastikan.
"Ya, aku yakin," jawab Lewis.
Lewis merasa kalau ada sesuatu yang menarik di tempat itu. Selain dia juga takut terjadi sesuatu kepada ayahnya. Namun, ada sesuatu yang membuat dia harus ke sana.
Aron dan Maria saling melirik lalu mengangguk. Akhirnya Lewis pun ikut sang ayah ke tempatnya bekerja.
***
Aron tidak bisa masuk ke area laboratorium karena pintu gerbang dikunci. Meski dia sudah menekan tombol bel agar dibukakan pintu gerbang, tidak ada seorang pun yang menyahut panggilan dirinya.
"Dad, jangan-jangan di sini memang sedang terjadi sesuatu yang berbahaya," kata Lewis dengan tatapan sarat akan rasa takut.
"Daddy akan hubungi dulu teman yang tadi lembur," ucap Aron sambil mengeluarkan handphone miliknya.
Panggilan itu tidak ditanggapi. Lalu, dia mengganti panggilan kepada yang lain.
"Halo, Tuan Aron. Di sini keadaan sedang kacau, bahaya!" teriak orang itu diseberang sana.
Aron dan Lewis saling beradu pandang. Belum juga bicara apa pun, orang di sana memberikan sebuah informasi yang membuat keduanya takut dan panik.
"Benarkah mereka berubah menjadi zombie?" tanya Aron.
Grrrrr! Grrrrr!
"Aaaaaaa," teriak yang sedang berbicara dengan Aron barusan.
Lagi-lagi kejadian hal yang sama terjadi. Hal ini semakin membuat Lewis dan Aron yakin kalau keadaan memang benar-benar gawat dan harus segera ditangani secepatnya. Jika tidak maka penduduk kota El Dorado akan dalam bahaya.
"Dad, kita harus segera menghubungi militer," kata Lewis yang mulai panik.
Meski dirinya sebagai laki-laki, tetapi Lewis menyadari kalau dirinya memang lemah dan tidak bisa berkelahi. Bagaimana jika saja tiba-tiba zombie itu muncul dan dia tidak bisa melawan.
Aron pun segera menghubungi pihak keamanan kota El Dorado. Dia lalu menjelaskan apa yang sedang terjadi di laboratorium Geofisika. Namun, pihak militer tidak mempercayai ucapannya. Ayahnya Lewis tidak bisa memberikan bukti apa yang sedang terjadi di dalam gedung laboratorium, karena posisi dia juga masih di luar gedung.
"Si*al! Kenapa mereka tidak percaya kepadaku di saat genting seperti ini?" Aron memukul kap mobil karena sangat kesal.
"Apa aku harus memaksa masuk ke dalam dan mengambil video lalu mengirimkannya agar mereka percaya?" Aron bergumam.
"Dad, jangan melakukan hal yang berbahaya seperti itu! Aku dan mommy tidak mau terjadi sesuatu kepadamu, Dad," sergah Lewis sambil mencengkram lengan ayahnya.
Anak dan ayah itu saling beradu pandang. Jelas terlihat kalau keduanya tidak mau terjadi hal buruk kepada mereka.
"Tidak ada cara lain lagi. Saat ini keadaan kota El Dorado dalam bahaya," kata Aron lirih.
Aron yang sejak kecil dididik oleh ayahnya yang seorang tentara, mempunyai jiwa untuk melindungi orang-orang dan tempatnya berada dari musuh. Berbeda dengan Lewis yang sejak kecil dididik untuk menjadi anak yang cerdas dan bagaimana caranya agar bisa menjadi juara.
"Tapi, Dad."
"Ingat Lewis, kita bisa menjadi orang yang berguna bagi orang lain ketika kita bisa memberikan manfaat bagi mereka. Saat ini Daddy ingin menjadi orang yang berguna bagi orang lain dengan menyelamatkan mereka dari sesuatu yang berbahaya ini. Daddy sayang kamu, juga sayang sama mommy. Maka, Daddy akan melakukan apa pun untuk melindungi kalian," ucap Aron.
Hati Lewis bergetar, dia juga ingin bisa melindungi orang-orang yang disayanginya. Namun, dia tidak punya kekuatan dan keberanian. Jadi, dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
"Kalau begitu aku juga akan ikut dengan Daddy masuk ke dalam," ucap Lewis.
***
Ada jalan rahasia untuk masuk ke dalam laboratorium. Aron mengajak Lewis masuk lewat sana. Jalan itu lewat bawah tanah dan akan masuk ke area ruang tempat dilakukan bebagai eksperimen. Untuk penelitian di lantai atas begitu juga dengan ruang kerja dan tempat istirahat bagi yang sedang lembur.
Lewis menatap kagum dengan semua yang dia lihat saat masuk ke ruang eksperimen. Tidak ada siapa-siapa di lantai paling dasar ini. Begitu mereka masuk ke dalam lift terlihat ada darah.
"Sepertinya di sini juga terjadi sesuatu," kata Lewis.
"Ya. Kamu berhati-hatilah," ucap Aron sambil mengeluarkan revolver miliknya.
Lift naik ke lantai paling atas di mana terdapat ruang kerja para karyawan laboratorium berada. Begitu lift terbuka terlihat banyak zombie yang sedang mengigit seseorang.
"Oh, tidak. Dad!" teriak Lewis saat zombie yang paling dekat dengan lift tiba-tiba berlari sempoyongan ke arah mereka.
Aron segera menekan tombol lift agar menutup. Dia pun memberikan tembakan kepada makhluk itu.
"Apa?" Aron memekik saat peluru itu tidak mempan untuk menaklukkan zombie.
Makhluk mengerikan itu sempat terhenti gerakannya saat terkena tembakan. Namun, dia kembali menyerang mereka.
"Dad!" teriak Lewis ketakutan saat zombie hampir mendekat ke pintu lift.
Aron kembali menembak kepala zombie itu. Untung pintu keburu menutup saat tangan zombie itu hendak menggapainya.
Jantung Lewis dan Aron berdetak kencang dan tubuh mereka mendadak lemas. Keduanya tidak menyangka akan mendapatkan kejadian seperti ini. Tubuh mereka dibanjiri keringat dingin karena sudah mengalami hal yang menakutkan. Lewis melihat dengan jelas tadi saat seseorang digigit oleh zombie lalu tidak lama kemudian butuhnya menegang dan bergetar hebat. Setelah itu dia pun berubah menjadi makhluk yang sama. Muka pucat, bola mata memutih, dan mulut terbuka lebar. Ternyata laporan tadi bukan omong kosong.
"Apa yang harus kita lakukan saat ini, Dad?" tanya Lewis masih dengan tubuh yang lemas dan bergetar.
"Kita harus ke ruang monitor. Sepertinya cctv masih berjalan dengan baik. Kita harus mendapatkan rekaman itu untuk menjadi barang bukti kalau keadaan di sini sangat kacau," jawab Aron.
Ruangan monitor berada di lantai lima, dua lantai di bawah ruang kerja tadi. Lewis dan Aron harus waspada dan berhati-hati, bisa saja zombie tiba-tiba muncul.
Aron tidak menyangka kalau malam ini akan banyak orang yang melakukan lembur, padahal besok adalah week end. Biasanya di hari ini jarang ada yang lembur kecuali sedang ada penemuan sesuatu yang besar.
'Apa saat ini sedang terjadi sesuatu yang aku lewatkan?' batin Aron.
Pintu lift terbuka dan keadaan lorong aman. Keduanya segera berlari ke arah ujung lorong di mana tempat monitor itu berada.
Grrrrr! Grrrrr!
Terdengar suara geraman yang menandakan ada zombie di sekitar sana. Aron pun menarik Lewis agar bisa berlari cepat. Anaknya itu benar-benar sangat lemah dalam berolahraga, baru lari sebentar saja napasnya sudah putus-putus.
Grrrrr! Grrrrr!
"Aaaaa!"
Tiba-tiba makhluk itu muncul di persimpangan lorong dan menerkam Lewis. Aron langsung menembak kepala zombie yang hendak mengigit putranya. Saat zombie itu terdiam beberapa saat Aron menendang sekuat tenaga agar menjauh dari sang anak.
"Ayo!" Aron kembali menarik paksa tubuh Lewis.
Saat akan mencapai pintu ada serangan zombie lainnya. Aron tahu siapa makhluk ini, dia adalah salah seorang profesor yang ahli di bidang nuklir. Lalu, dia pun mendorong kuat zombie itu ke arah jendela kaca dengan kuat sambil menembaknya. Zombie itu pun terlempar ke luar gedung.
"Ayo, masuk!" Aron mendorong Lewis masuk ke ruang monitor dan mengunci ruangan itu karena ada zombie yang berlari ke arah mereka.
Napas kedua orang itu memburu sambil memperhatikan keadaan sekitar. Untungnya tidak ada zombie di ruangan itu. Lalu, Aron memeriksa keadaan rekaman cctv. Terlihat ada beberapa zombie tersebar di lantai paling atas dan beberapa tersebar di lantai lainnya. Bukan hanya rekan kerja dia sesama ilmuan yang berubah, tetapi tim keamanan yang biasa menjaga gerbang dan ruang monitor ini pun sama, semua berubah.
Lewis membantu Aron mengirimkan rekaman video kepada pihak militer agar segara mengambil tindakan. Di luar terdengar suara geraman zombie, jadi mereka belum bisa keluar.
Waktu sudah masuk dini hari, tetapi Aron dan Lewis tidak bisa keluar dari ruangan itu. Handphone miliknya juga hilang entah ke mana. Sekarang kedua orang ini terjebak di bangunan yang dipenuhi oleh para zombie.
Aron dan Lewis tertidur tanpa sadar karena kelelahan. Mereka menunggu bantuan militer yang akan datang.
Tiba-tiba lemari yang disandari oleh kedua orang itu bergerak-gerak. Masih dalam keadaan setengah sadar, Lewis membuka lemari itu untuk melihat isinya.
"Aaaaa!"
Ada zombie yang menggunakan seragam kemanan di dalam lemari itu. Lalu, Aron pun menebaknya meski tahu itu percuma.
***
Bab 3
Lewis mendorong kursi ke arah zombie yang hendak menyerang dirinya. Kuku zombie itu mencakar tangan sang pemuda sampai terluka goreng cakaran.
"Dad, lakukan sesuatu!" pinta Lewis dengan muka panik dan ketakutan. Dia takut dirinya juga akan berubah menjadi zombie akibat cakaran barusa
Pemuda itu tidak tahu harus melakukan apa saat ini. Ayahnya pun sepertinya sudah kehabisan peluru. Zombie itu menerjang tubuh Lewis dan berusaha menggigitnya. Namun, dia berusaha melawan dan zombie berhasil mengigit telapak tangannya.
Lewis ketakutan setengah mati saat melihat tangannya digigit. Aron mengambil kursi lalu memukulkannya ke kepala zombie sekuat tenaga sampai terpental kemudian menarik tangan sang anak.
"Kita keluar dari ruangan ini. Ayo!" ajak Aron sambil membuka kunci. Lalu keluar dari ruangan itu.
Lewis yang masih ketakutan akan berubah menjadi zombie, dibuat terkejut kembali saat melihat bekas cakaran dan gigitan tadi sudah hilang dan tidak berbekas.
'Kenapa? Apa yang sudah terjadi pada tubuhku? Aku tidak akan berubah jadi zombie, 'kan?' batin Lewis.
Mereka berdua lari menelusuri lorong. Di dekat lift ada zombie, lalu keduanya pun memutuskan untuk menuruni anak tangga. Satu-satunya cara untuk keluar dari gedung itu adalah dengan lewat jalan rahasia seperti mereka masuk ke sana semalam.
"Dad, aku lelah," kata Lewis dengan napas memburu dan sekujur tubuh penuh keringat.
"Kita baru turun satu lantai. Masih ada tujuh anak tangga yang harus kita turunkan," ucap Aron sambil menyeret tangan putranya.
Lewis sudah tidak punya lagi tenaga sepeti mau mati. Bagi dia tidak ada bedanya mati karena kelelahan berlari dengan digigit zombie.
Grrrrr! Grrrrr!
Baru saja hendak menuruni anak tangga ke lantai tiga, sudah ada zombie yang menyerang mereka. Tubuh Lewis sudah tidak bisa dipaksakan untuk bergerak lagi. Dia sudah mencapai batas kemampuannya.
Lewis dan Aron bergerak mundur karena harus memperhatikan gerak si zombie.
Grrrrr! Grrrrr!
Kini mereka mentok di kaca jendela. Jika saja mereka punya nyali, maka tanpa menunggu lama pasti akan lompat melalui jendela itu. Kedua orang itu pasrah saat ini ada lima zombie mengepung. Wajah ketakutan dari kedua orang itu begitu jelas.
"Dad." Lewis bicara dengan lirih. Pemuda itu benar-benar ketakutan.
Sebenarnya Aron juga tidak kalah takut dengan anaknya. Sekarang apa pun yang akan mereka lakukan tidak akan bisa selamat dari serangan zombie ini, kecuali ada keajaiban.
Grrrrr! Grrrrr!
Kelima zombie sudah mendekat dan merapat tinggal dua meter jarak memisahkan kedua ayah dan anak itu dengan para makhluk mengerikan ini.
Graaaaw! Graaaaw!
Zombie berteriak kesakitan saat tubuh mereka terkena sinar matahari yang masuk lewat jendela. Tubuh makhluk itu yang terkena cahaya menjadi berasap. Mereka pun mundur menjauh dari Aron dan Lewis.
Kedua laki-laki itu menatap heran kepada para zombie yang tiba-tiba pergi menjauh dengan lari sempoyongan tunggang-langgang. Dengan begini nyawa mereka masih bisa selamat.
"Mereka kenapa, Dad?" tanya Lewis masih dengan ekspresi heran.
"Tidak tahu. Pasti ada sesuatu yang membuat mereka bisa seperti itu," jawab Aron terlihat sedikit lega.
"Apa mereka begitu karena takut sinar matahari?" tanya Lewis mengingat tubuh para zombie itu mengeluarkan asap saat terkena cahaya matahari lewat jendela.
Aron pun berpikiran yang sama. Dia rasa makhluk itu lemah terhadap sinar matahari.
Graaaaw! Graaaaw! Graaaaw!
Terdengar suara keras dari luar bangunan. Lewis dan Aron melihat zombie profesor yang dijatuhkan oleh Aron semalam itu sedang menggelepar di atas rumput dengan mengeluarkan asap dan berubah menjadi abu lalu habis tertiup angin.
Baik Lewis maupun Aron terpana melihat pemandangan yang ada di bawah. Mereka menyaksikan bagaimana zombie itu hancur dan akhirnya berubah menjadi abu di bawah sinar matahari langsung.
"Dad, kita harus segera keluar dari sini dan selagi ada cahaya matahari," ucap Lewis.
"Ya, kamu benar," balas Aron.
Lewis dan Aron keluar lewat jendela dengan menggunakan selang. Mereka tidak mau mengambil resiko untuk bertemu dengan zombie jika turun lewat lift atau tangga.
***
"Dihimbau kepada seluruh warga kota El Dorado jangan keluar rumah atau mendekati kompleks laboratorium Geofisika. Telah terjadi kecelakaan dalam penelitian dan menyebabkan orang menjadi seperti zombie. Belum diketahui secara pasti kenapa mereka bisa menjadi seperti itu," seorang anchor menyampaikan berita di televisi.
Lewis dan Aron terkejut karena video rekaman cctv yang mereka kirimkan ke pihak militer dan pemerintah kota El Dorado kini tersiar ke publik. Tentu saja ini akan memancing ketakutan dan kepanikan warga kota.
"Seharusnya mereka bertindak cepat selagi para zombie itu masih berkumpul di gedung laboratorium dan belum menyebar ke kota," ujar Aron dengan penuh kekesalan.
"Apa kalian melakukan penelitian yang berbahaya sampai membuat manusia berubah menjadi zombie?" tanya Maria heran. Sebab tempat itu bukan untuk mengubah atau meneliti suatu spesies makhluk hidup.
Ketiga anggota keluarga Walker sedang berdiskusi. Kenapa bisa terjadi hal seperti ini dan bagaimana bisa makhluk itu bisa hancur oleh sinar matahari.
***
Siang hari suara sirine terdengar memenuhi kota El Dorado. Para warga menjadi ketakutan, banyak orang yang memilih pergi dari pulau kecil itu. Ada juga yang memilih bersembunyi di ruang bawah tanah. Toko swalayan banyak diserbu oleh warga yang ingin menyetok bahan pangan selama mereka bersembunyi. Hanya segelintir orang saja yang tidak terlalu memedulikan keadaan ini. Mereka percaya pihak militer akan mampu melawan para zombie.
Walikota Adams Smith menghimbau warga jangan keluar rumah setelah matahari terbenam selama keadaan kota belum stabil. Dia juga menghubungi pemerintah pusat untuk memberikan bantuan tenaga dan peralatan militer, juga bahan pangan yang banyak untuk stok agar warga tidak mengalami kelaparan saat mereka bersembunyi.
Seorang sersan dan beberapa anggota militer masuk ke kompleks laboratorium Geofisika. Kesalahan mereka adalah merusak pintu gerbang. Padahal Aron sudah memberi tahu jalan masuk ke tempat itu dan jangan sampai ada zombie yang keluar dari benteng laboratorium. Kini pintu gerbang yang menjulang tinggi dan kokoh itu sudah rusak setelah dihancurkan oleh bom. Tingkat keamanan laboratorium Geofisika memang canggih agar tidak bisa disusupi oleh sembarang orang.
Pasukan militer masuk ke dalam ruang laboratorium lewat pintu masuk utama. Lagi-lagi mereka menghancurkan pintu itu untuk bisa masuk ke dalam gedung. Kedatangan mereka langsung disambut oleh tiga zombie berseragam keamanan laboratorium. Pihak militer menembaki makhluk itu dengan peluru canggih. Namun, mereka tetap masih bisa menyerang kembali. Tidak sampai satu jam satu kompi pasukan militer itu semua berubah menjadi zombie.
Matahari telah tenggelam di ufuk barat, para zombie kini berkeliaran keluar gedung laboratorium dan melewati pintu gerbang menuju ke pemukiman warga. Orang-orang yang belum tahu kalau sudah banyak zombie yang memasuki pusat kota mendapat serangan dan mereka pun berubah menjadi makhluk yang serupa.
Kini keadaan pinggiran kota El Dorado yang beberapa kilometer dari lokasi laboratorium Geofisika mencekam. Banyak warga yang mencoba menyelamatkan diri dan bersembunyi. Setelah mendapat serangan, jumlah zombie semakin banyak dan mereka bergerak terus menuju pusat kota.
"Armando, cepat kita pergi dari sini!" teriak seorang laki-laki setengah paruh baya.
"Kita mau ke mana kita, Dad?" tanya Armando, pemuda gagah dan seorang atlet taekwondo.
"Kita ke rumah Maria. Dia mempunyai banker yang kokoh di rumahnya," jawab Aiden, rekan Maria yang bekerja sebagai ilmuwan di bidang biokimia.
Begitu keluar rumah, sudah banyak zombie yang berkeliaran. Makhluk itu pun berlari menuju ayah dan anak ini.
"Cepat kita naik ke mobil!" teriak Aiden.
Grrrrr! Grrrrr!
Ada dua zombie di dekat mobil dan siap menyerang Aiden dan Armando. Keduanya pun berlari menjauh dari makhluk itu. Kedua orang itu kini terkepung oleh para tetangga yang sudah berubah menjadi zombie.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Armando kepada ayahnya.
"Kita harus melakukan perlawanan. Apa ada senjata yang bisa untuk melawan mereka?" Aiden menjawab dengan panik.
Armando melihat ada sebuah mobil milik militer. Dia pun berlari ke arah sana sambil menarik tangan ayahnya. Dia berharap ada senjata di sana.
"Ada bom tangan, Dad," kata Armando.
Semakin banyak gerombolan zombie mengepung mereka. Tanpa berpikir panjang, Armando melemparkan bom itu ke arah kumpulan makhluk itu.
Duar!
Bom itu meledak dan beberapa zombie terbakar oleh api besar.
"Itu bukan bom peledak. Itu bom api," ucap Aiden
Graaaaw! Graaaaw! Graaaaw!
Zombie yang diselimuti oleh api mengeluarkan suara keras dan mereka berubah menjadi abu setelah apinya mati. Baik Armando maupun Aiden tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
"Mereka hancur jadi abu setelah terbakar," gumam Aiden.
"Be–nar, Dad," balas Armando yang masih dalam keadaan shock.
Grrrrr! Grrrrr!
"Dad, mereka masih ada!" teriak Armando saat melihat ke bagian belakang.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!