NovelToon NovelToon

DIKEJAR KAWIN

Tuntutan untuk menikah

"Ayesha, ayah minta kamu segera menikah! Carilah lelaki yang tepat menurutmu, siapa pun lelakinya ayah tidak akan melarang. Pokoknya Ayah gak mau tau ..., kamu harus segera menikah tahun ini!" ujar Ayah Bahri dengan sedikit memaksa.

Ayesha begitu terkejut dengan ucapan Ayahnya, ia tidak menyangka Ayahnya begitu menuntut dirinya untuk segera menikah padahal sudah dua tahun semenjak hari itu, dimana Ayesha akan menikah dengan seorang lelaki pilihan Ayahnya sendiri. Namun naasnya pernikahan itu menjadi batal karena lelaki itu membatalkannya secara sepihak. Ayesha begitu malu dan berhari-hari ia menangis dengan merenungi kegagalannya untuk kesekian kalinya.

"Ayah ..."

Ayesha ingin sekali protes namun ucapan itu langsung ditepis begitu saja oleh Bahri. Bahri begitu enggan mendengar alasan putrinya itu.

"Pokoknya Ayah tidak mau tau Ayesha! apalagi yang mau kamu tunggu? selama ini Ayah terlalu sabar menunggu kamu untuk membawa jodoh ke rumah!" omel Bahri panjang lebar kepada putrinya yang saat ini sudah berumur 30 tahun.

"Tapi Yah! Permintaan Ayah terlalu sulit untuk Yesha turuti."

"Apanya yang sulit Ayesha? kamu cantik dan masih muda. Tidak ada yang sulit jikalau kau sendiri mau membuka hati untuk itu!"

"Apa Ayah sudah melupakan hal yang membuatku menjadi trauma seperti ini? bahkan Ayah sudah berjanji tidak akan menjodohkan aku lagi?" ujar Ayesha mengingatkan.

Bahri terdiam lalu dengan segera beranjak pergi. Tentu ia masih mengingat semuanya, namun jikalau ia tidak memaksa sudah di pastikan Ayesha akan melajang seumur hidupnya.

~

Ayesha saat ini sudah berada di dalam kamarnya dengan merenungi permintaan sang Ayah tadi pagi. Memang tidak ada yang aneh dengan permintaan Ayahnya itu, hanya saja Ayesha belum bisa untuk membuka hati. Rasa sakit saat di tinggalkan di hari pernikahan membuatnya menjadi trauma dan seakan takut untuk melangkah kejenjang pernikahan.

Ayesha mengusap air mata yang jatuh di pipinya. "Aku harus bagaimana? apakah aku bisa memenuhi permintaan Ayah meskipun hatiku sendiri sudah jelas untuk menolaknya!" Ujar Ayesha di dalam hati. Ia menatap nanar langit-langit kamar dengan hati yang berkecamuk, ingin rasanya ia menolak namun sepertinya sang Ayah tidak akan setuju.

Lain halnya dengan Bahri sendiri, setelah percakapannya tadi pagi dengan Ayesha, Bahri merasa sedikit bersalah.

Bahri mengusap pelipis matanya yang terasa berdenyut. "Maafkan Ayahmu ini, Nak!" Bahri hanya bisa mengucapkan maaf itu di dalam hati. "Ayah melakukan ini demi kamu juga." Lanjutnya

lagi.

Setelah pikiran Bahri cukup tenang, ia dengan segera mencari keberadaan Ayesha. Langkah kaki Bahri terayun menuju kamar Ayesha. Saat akan mengetuk pintu, sayup-sayup Bahri mendengar suara tangis Ayesha yang begitu memilukan hatinya.

"Apa sesakit itu hati putriku? Sungguh aku merasa bersalah sudah memaksakan kehendakku sendiri." Bahri hendak berbalik dan melangkah pergi namun langkah kakinya tertahan dengan panggilan Ayesha.

"Ayah pasti lapar? Maafkan Yesha ya Ayah!" Ujar Ayesha. Seolah ia melupakan perselisihan yang terjadi antara dirinya dengan sang Ayah tadi pagi.

Bahri hanya bisa mengangguk pasrah dan mengikuti langkah Ayesha menuju meja makan.

"Silahkan Ayah!"

Bahri mengangguk dan memakan makanan yang sudah di hidangkan Ayesha.

"Ayah, Yesha meminta maaf atas ucapan Yesha tadi pagi!"

Bahri terdiam, ia menatap manik mata putrinya yang terlihat begitu sendu. Rasanya makanan yang ia makan terasa hambar untuk Bahri telan, namun demi menghargai Ayesha sedikit demi sedikit tetap ia paksakan.

"Yesha akan melihat dulu siapa orang yang akan Ayah jodohkan kepada Ayesha. Jikalau Ayesha rasa cocok, insya Allah Yesha akan terima. Tapi... kalau hati Yesha menolak untuk menerimanya, mohon untuk Ayah jangan memaksanya!"

Bahri hanya mengangguk pasrah dan tidak banyak berkomentar. Ia meninggalkan meja makan dengan hati yang tidak karuan. Di satu sisi, ia merasa lega akhirnya Yesha mau menuruti keinginannya namun di sisi lainnya ada rasa bersalah yang tidak bisa Bahri ungkapkan.

Sebenarnya, Bahri merasa sangat terpukul dengan psikis Ayesha. Andai saja dulu ia tidak menikah, tentu hal yang memalukan yang terjadi di dalam diri Ayesha tidak bakal terjadi.

Bahri memejamkan matanya dengan tangan terkepal erat. Wajahnya penuh dengan emosi mengingat hal yang lalu. "Brengsek kau Ayudia ... karena ulahmu dan anakmu, anakku yang menjadi korbannya! Akan Ku balas, kau dan putrimu itu dan akan Aku pastikan hidupmu dan putrimu tidak akan bahagia setelah ini!"

~

Di tempat lain, Azlan baru saja selesai mandi. Tubuhnya sangat lelah setelah pulang dari kantor tadi, makanya Azlan menyempatkan diri untuk tidur sejenak sebelum membersihkan tubuhnya di kamar mandi.

Azlan dengan segera menuju walk in closet untuk mengambil pakaian yang akan di pakai saat di rumah.

Azlan yakin, sebentar lagi sang Mama akan mengetuk pintu kamarnya untuk sekedar mengingatkan Azlan agar makan malam bersama dengan kedua orang tuanya karena sudah rutinitas Mamanya seperti itu dan begitu juga dengan Azlan sendiri, yang selalu di ingatkan untuk turun ke bawah.

Tok

Tok

Tok

"Azlan... Papa sudah menunggu di meja makan, Nak!" Dan benar saja tebakan Azlan. Mama Vira langsung mengetuk pintu kamar Azlan untuk sekedar mengingatkan.

"Iya, Ma. Tunggu sebentar!"

"Jangan lama-lama ya, Nak!" Ujar Vira dengan segera meninggalkan kamar Azlan.

"Iya, Ma!"

Tidak lama setelah Mama Vira turun. Azlan dengan segera menyusulnya, ia berjalan menuju meja makan yang sudah di tunggu kedua orang tuanya disana.

"Wah... kelihatannya ini enak, Ma!" Dengan wajah berbinar, Azlan langsung duduk dan mengisi piringnya dengan makanan yang sudah terhidang di meja makan.

"Gimana? enak?"

Azlan mengangguk mengiyakan. Ia begitu bersemangat menyantap makanan yang ada di hadapannya.

"Lebih enak mana dengan mempunyai istri?"

Uhuk

Wajah Azlan memerah, ia tersedak makanan saat sang Papa malah mengingatkan sesuatu yang Azlan anggap tidak penting seumur hidupnya.

Penolakan Azlan

"Apa maksud Papa bicara seperti itu?" Azlan sejenak menghentikan suapannya. Ia menatap sang Papa yang tampak tidak terpengaruh dengan pertanyaan yang sudah ia lontarkan.

Rezel tersenyum sinis saat matanya tidak sengaja menatap anak laki-lakinya.

"Pa... Apa maksud Papa berbicara seperti itu?" Azlan kembali mengulangi pertanyaannya.

"Ya, kau bisa pikirkan sendiri ucapan Papamu inilah, Nak!"

Rezel semakin membuat Azlan semakin jengkel saja. Jelas sekali tampak dari raut wajah Azlan sendiri.

"Ma, Pa aku ke kamar dulu!" Azlan dengan segera beranjak dari duduknya, ia tampak tidak berselera lagi untuk melanjutkan makannya. Namun tidak dengan Rezel, ia malah tetap melanjutkan suapannya meski anaknya tampak kesal dengan ucapannya barusan.

"Azlan..." Rezel memanggil Azlan yang akan melangkah pergi. Azlan langsung berbalik dan menatap kedua orang tuanya yang masih berada disana.

"Tunggu Papa di ruang keluarga. Ada yang Papa dan Mama bicarakan denganmu!"

Azlan menatap kedua orang tuanya dengan kening mengkerut. "Apa yang akan mau mereka bicarakan?" Azlan bergumam di dalam hati namun tetap berjalan menuju ruang keluarga dan menunggu orang tuanya disana.

"Hm ... apa yang mau Mama dan Papa omongin denganku?" tanya Azlan yang langsung pada intinya.

"Hei ... Papa masih belum duduk. Ternyata sudah sepenasaran itu putra Papa," ujar Rezel dengan sedikit guyonan. Memang sifat keduanya tampak berbeda, karena Azlan sendiri orangnya tampak kaku dan dingin saat berbicara.

Rezel dan Vira duduk bersebelahan, sedangkan di depan mereka ada Azlan yang menunggu Papanya untuk berbicara.

Selang lebih 10 menit mereka terdiam, lalu Vira menatap ke arah suaminya yang masih belum jua membuka suaranya. Entah apa yang di pikirkan suaminya itu, padahal dari tadi suaminya lah yang sangat bersemangat untuk menyuruh putranya menikah. Namun saat sudah berhadapan dengan Azlan, suaminya malah diam.

"Pa ... katanya mau ngomong, kenapa masih diam sih?" Jengkel, tentu itu yang di rasakan oleh Vira begitupun dengan Azlan sendiri.

"Oh iya, bentar," ujar Rezel datar sambil memperbaiki letak kacamatanya. "Hm ... begini, Papa dan Mama sudah sepakat untuk menjodohkan kamu dengan anak teman Papa dan untuk itu Papa harap, kamu tidak menolak perjodohan ini," ujar Rezel lagi. Ia tampak serius memulai obrolannya dengan sang putra.

"Apa?" Azlan terkejut. Ia memastikan kembali apa yang barusan ia dengar.

"Ya, kamu pasti paham maksud Papa," jawab Rezel. Rezel menatap Azlan penuh selidik, ia tahu anaknya pasti menolak perjodohan itu. Namun untuk menunggu Azlan membawa wanita ke rumah, tentu tidak akan pernah terjadi karena Azlan sendiri tidak memiliki wanita yang dekat dengannya.

"Aku tidak bisa, Pa!" Azlan langsung menolak keinginan Rezel. "Papa tahu sendiri bagaimana aku? Jadi tidak perlu Papa melakukan perjodohan itu!" ungkapnya lagi.

Azlan beranjak dari duduknya dan akan melangkah pergi meninggalkan kedua orang tuanya. Namun, langkahnya langsung tertahan karena Rezel segera mencegahnya dan dengan sangat terpaksa, Azlan kembali duduk.

"Pa, semua sudah jelaskan Pa! apa lagi yang mau Papa omongin, aku udah pasti menolaknya Pa!" ujar Azlan yang lagi-lagi menolak.

"Azlan... Papa tahu, kamu tidak ada niatan untuk menikah apalagi mengenal wanita. Maka dari itu, kami ingin menjodohkan kamu dengan anak teman Papa. Kalau yang jadi masalahnya kamu tidak cinta sama dia, Papa yakin dengan seiring berjalannya waktu, kamu bakal membuka hatimu untuk istrimu. Jadi tolong kabulkan keinginan kami ini. Sampai kapan lagi kami menunggu, Nak. Bahkan umur kamu pun sudah tidak muda lagi, ingat sudah 30 tahun sudah sepatutnya kamu memiliki istri. Mama dan Papa pun sangat ingin menggendong cucu dari keturunan kamu!" ujar Rezel sedikit kesal dengan ucapan anaknya yang selalu saja menolak.

"Pa ... jangan membuatku serba salah disini. Aku pun juga tersiksa dengan keadaan ini, akan tetapi untuk menyanggupi keinginan kalian sungguh tidak bisa aku lakukan. Harusnya Papa paham dan harusnya Papa ingat saat bagaimana trauma aku sewaktu kecil!" ujar Azlan sedih saat ia teringat masa kecilnya yang kelam.

Vira mengusap lengan suaminya, agar tidak terlalu emosi menghadapi putra semata wayang mereka. Apalagi melihat putranya bersedih dan tertekan membuat Vira begitu sedih. Namun untuk merangkul putranya, itu suatu hal yang tidak bisa ia gapai.

"Sudahlah Bang, jangan di paksa putra kita. Kasihan dia!" ujar Vira meneteskan air mata, ia begitu sedih melihat kedua jagoannya bersitegang seperti ini.

Rezel menatap mata istrinya yang sudah bergelimang air mata. "Ini yang kamu mau Azlan, membuat Mama bersedih? Papa saja tidak pernah membuat Mama kamu bersedih, tapi sekarang lihat lah mata Mama kamu. Tega kamu bersikap seperti itu," ujar Rezel beranjak dari duduknya dan menggiring istrinya masuk ke dalam kamar.

Sesampainya di dalam kamar, Rezel membaringkan istrinya di atas kasur dan menyelimuti sang istri. "Tidurlah, jangan terlalu dipikirkan. Papa akan pastikan, Azlan bakal mau menerima tawaran Papa!" ujar Rezel dengan mengecup pipi sang istri dan berlalu keluar dari kamar. Ya, Rezel akan berusaha membujuk putranya kembali apapun caranya.

Rezel melangkahkan kaki menuju ke ruangan semula. Ia yakin, putranya masih berada disana. Ternyata benar, putranya masih belum beranjak dari sana.

Rezel kembali duduk dan menatap putranya dengan sebuah senyuman yang sedikit menjengkelkan.

"Kalau kau sendiri tidak mau menikah, maka Papa lah yang bakal menikah lagi!"

Ayesha harus menikah

Sebagai orang tua, pasti lah sangat menginginkan anaknya mendapatkan jodoh yang terbaik untuk menjadi pendamping hidup. Begitu pula dengan Bahri sendiri yang sangat berharap Ayesha mendapatkan pasangan yang baik dan mapan plus seiman yang akan menjadi pendamping putrinya kelak.

"Bahri... Ayesha kapan nikahnya?" Bahri yang baru saja melangkahkan kakinya keluar rumah langkahnya langsung terhenti mendengar pertanyaan yang tidak mengenakan yang datang dari tetangga sebelah rumahnya. Namun Bahri hanya diam dan tidak menanggapi hal itu.

"Kalau anakmu tidak mau menikah, pasti ada alasannya! Apa iya putrimu sendiri menyukai Ayahnya sendiri, makanya Ayesha tidak berniat menikah dan calon Ayesha malah mengundurkan diri sebelum menjadi suami!" Ujar Mulut cempreng tetangga Bahri yang begitu menusuk hati. Namun Bahri tidak ingin meladeni tetangganya karena tidak ingin emosinya terbuang sia-sia.

"Buset, malah pergi begitu saja!" Nela begitu kesal karena ucapannya tidak di tanggapin.

Niat hati ingin mencari udara segar keluar rumah. Akan tetapi ada-ada saja yang membuat Bahri kesal. Ingin rasanya Bahri menghantam mulut tetangganya itu dengan tangannya sendiri. Namun hal itu tidak mungkin ia lakukan. Ia hanya bisa memendam kekesalannya itu sendiri dengan sedikit bersabar.

Ya, disinilah Bahri berada saat ini. Langkah kakinya membawanya kesebuah kafe kopi yang berada tidak jauh dari rumahnya.

Bahri dan Rezel bertemu di kafe tersebut, mereka berdua sama-sama ingin menenangkan pikiran dan malah bertemu tanpa ada janjian untuk bertemu.

"Bagaimana?" Rezel membuka obrolannya. Ia kembali menanyakan tentang pembicaraan mereka berdua minggu lalu.

Bahri tersenyum pasrah dan mengangkat kedua bahunya. "Tidak tahulah, anaknya tidak bisa di paksa!" ucapnya terlihat lesu.

"Sudahlah gak perlu di pikirkan Bar. Anakku juga seperti itu, susah untuk menjodohkannya," ujar Rezel yang sebenarnya juga frustasi menghadapi putranya.

"Gue benar-benar pusing Zel. Ini kali ketiga gue memaksa Ayesha untuk menikah," ujar Bahri tersenyum masam. Ia merasa bersalah terhadap Ayesha dan tentu yang menjadi penyebab utama Ayesha trauma itu karena dirinya sendiri yang selalu memaksa.

"Waw, terus bagaimana?" Rezel begitu bersemangat mendengarkannya.

"Ya seperti yang kamu lihat. Anakku menuruti keinginannya, tapi...." Bahri tidak sanggup melanjutkannya lagi, ia tidak ingin Rezel menjadi salah paham dan berprasangka buruk tentang Ayesha.

Rezel manggut-manggut. Ia tahu, Bahri tidak ingin menceritakannya lebih jauh lagi.

"Tapi..., gue akan tetap memaksanya Zel. Karena secara, calon yang bakal di jodohkan oleh anak gue sendiri, putra teman gue sendiri." Bahri sedikit tertawa menjawabnya, ia yakin hidup Ayesha akan senang jikalau Ayesha mau menerima Azlan nantinya. Meskipun Bahri sendiri sedikit

ketar-ketir, karena takut kali ini Ayesha tidak mau menuruti keinginannya dan menolak perjodohan yang sudah mereka rencanakan.

"Yakin lu bisa memaksanya?"

Bahri mengangkat kedua bahunya. "Antara yakin dengan nggak sih! karena Ayesha sendiri, pernah gagal menikah dua kali dan ini perjodohan kali ketiga yang akan gue rancang untuknya."

"Maksudnya?" Rezel terkejut dengan ucapan Bahri barusan, ia tidak menyangka putri sahabatnya dua kali gagal menikah. Ya, Rezel baru mengetahuinya karena sebelumnya Bahri tidak pernah menceritakan hal itu karena mereka baru beberapa kali bertemu setelah tamat kuliah.

"Ya begitulah," ujar Bahri yang tidak berniat untuk menceritakannya lagi.

"Anak lu bukan jandakan?" Entah mengapa pertanyaan itu yang langsung terlontarkan oleh Rezel. Ia takut putranya malah menikah dengan janda, soal bebet dan bobot yang menjadi menantunya kelak, sama sekali tidak Rezel pikirkan karena ia sudah memiliki segalanya jadi tidak butuh menantu yang kaya raya untuk di jadikan menantu.

"Gila, gak lah. Putriku masih perawan ting-ting hanya saja gagal nikah sudah beberapa kali."

"Oh oke, gak masalah! mudah-mudahan anak-anak kita berjodoh."

~

Bahri sudah kembali ke rumah setelah pertemuannya dengan Rezel tadi. Ada sedikit kelegaan di hati Bahri, jikalau temannya masih bisa menerima Ayesha untuk menjadi kandidat calon menantu temannya.

Bahri yang akan melangkahkan kaki ke kamar seketika langkahnya terhenti, ia menatap putrinya yang sedari tadi diam tanpa memakan makanannya. Mata Ayesha terlihat memerah, Bahri tahu Ayesha sedang menangis dan tidak mau di paksa untuk menikah. Tapi apa boleh buat, Bahri akan tetap memaksa Ayesha karena sesuai janji yang telah mereka sepakati berdua dengan temannya tadi.

"Ayesha!" Panggil Bahri, seketika Ayesha langsung menoleh dan dengan segera menghapus jejak air mata di pipinya.

"Iya, Ayah," jawab Ayesha begitu sopan.

Bahri berdehem sejenak, mungkin ia terlihat jahat telah memaksa Ayesha. Tapi Bahri sendiri wajib memaksa Ayesha, karena tidak mungkin Ayesha akan melajang seumur hidupnya nantinya.

"Ayesha ... kami sudah mengambil kesepakatan kalau pernikahan kalian akan di adakan sebulan lagi. Jadi, tolong jangan tolak keinginan Ayah ini!"

Prang

Piring yang di pegang Ayesha seketika terjatuh, ia tidak menyangka sang Ayah sudah memutuskan pernikahannya secepat itu. Bahkan Ayesha sendiri tidak mengetahui siapa calon yang akan Ayahnya jodohkan.

"Ayah sudah memastikan anak Ayah tidak akan gagal lagi, ini kali ketiganya Ayesha. Ayah mohon, jangan menolak!" bujuk Bahri dengan tatapan memohon.

"Ayah ...!" Ayesha sungguh tidak tahu harus menjawab apa. Karena Ayahnya yang selalu memaksakan kehendaknya begitu saja, tanpa Bahri sadari sedikitpun, ia juga bisa terluka karena perjodohan itu.

"Tidak Ayesha, kau tidak bisa menolaknya. Kasihanilah Ayah, Ayesha!" ungkap Bahri yang tidak ingin mendengar alasan Ayesha.

"Ayah. Hiks ... tidakkah Ayah pikirkan lebih dulu bagaimana perasaanku? bahkan Ayah selalu saja memaksakan kemauan Ayah," ujar Ayesha dengan memegang dadanya yang terasa sakit. "Dua kali aku gagal menikah, apakah Ayah tidak jera mempermalukan aku!" Ayesha kembali menangis dengan sesegukan. Ayesha tadi sempat berfikir untuk menerima perjodohan itu dan mencoba berdamai dengan takdir. Namun saat Ayahnya baru saja pulang, Ayahnya sudah memutuskan begitu saja tentang pernikahan itu. Ayesha fikir, hanya sebuah perjodohan dan pertunangan tapi sekarang pernikahan yang begitu dadakan yang Ayesha dengar.

Bahri paham itu. Ayesha takut kalau pernikahan Ayesha akan kembali batal untuk kesekian kalinya.

"Ayesha ... kali ini Ayah sudah pastikan, kalau calonmu tidak akan pernah menolak atau pun berpaling ke anak Ayudia itu!" ungkap Bahri yang terus membujuk putrinya. Ia yakin Ayesha akan perlahan paham dan menyetujuinya.

"Apa jaminannya, Yah? apa jaminan Ayesha tidak bakal gagal lagi? Ayesha malu Yah, semua orang akan mengetawakan Ayesha lagi." Ayesha menangis tergugu berharap sang Ayah paham tentang kesedihannya selama ini.

Bahri hanya bisa menunduk, ia tau anaknya terlalu terluka tapi egonya tetap merajai. "Ayah sudah pastikan anak teman Ayah tidak akan mengecewakan putri Ayah lagi,"

Ayesha tersenyum sinis, selalu saja Bahri menjanjikan hal itu lagi.

"Ayah serius Ayesha, tidak akan ada kegagalan di pernikahanmu nanti karena teman Ayah yang akan menjamin menggantikannya jikalau anaknya itu kabur!"

"What ...?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!