NovelToon NovelToon

Cinta Yang Rumit Berujung Akad

Ku Menunggu

"Hey Gus, tau ngga?"

"Ngga" Dengan cepat bagus pun menjawab ucapan Rere.

"Gue belum beres, napa lo potong sih." Kata Rere yang kesal karena bagus memotong ucapannya.

"Salah lo sendiri ngga langsung lanjutin ucapan lo. Ya, gue langsung jawab aja." Kata Bagus dengan cepat.

"Bagusnya suara lo itu jadi..."

"Em... gue udah tau itu. Lo ngga perlu puji gue terlalu berlebihan."

"Ye... siape juga yang puji lo sih.

"Lah lo barusan bilang kan. Lo nih pura - pura ngga tau atau gimana?"

"Udah lah lupain. Pusing lama - lama bicara sama lo."

"Makannya kalau gue ingetin minum obat tuh di minum. Bukan malah lo buang." Kata Bagus hampir memegang kepala Rere. Namun, tak jadi karena Rere cepat menghindar.

"Ye... lo ya, kebiasaan banget sih. Main pegang - pegang kepala gue. Untung aja gue langsung ngehindar."

"Pede banget sih lo. Gue mana ada pengang kepala lo."

"Udah lah, lo ngaku aja."

"Gue harus ngaku kaya gimana?"

"Lupain lagi deh. Sekarang gue tanya nih."

"Tanye ape?"

"Lo bawa gitar ngga."

"Bawa, emang kenapa?"

"Pengen nyanyi gue. Lo mainin ya gitar lo. Biar ga parah - parah banget ntar pas gue nyanyi."

"Mau nyanyi ape sih?"

"Ku Menunggu"

"Yey... lo nih ya, gue tanya mau nyari apa malah bilang tunggu. Aneh bener."

"Itu judul lagu nya, Oncom."

"Enak tuh di buat combro." Kata bagus semakin tak nyambung.

"Salah nih gue, bener - bener salah bicara sama orang."

"Ko bisa."

"Ya bisalah, kenapa ngga?"

"Ntahlah gue ngga tau.

"Udah deh lupain, sekarang coba keluarin gitar lo. Gue mau langsung nyanyi." Kata Rere yang langsung mengalihkan pembicaraan.

"Kaya suara lo bagus aja pengen nyanyi."

"Gue kan tadi bilang makannya gue pengen lo main gitar juga. Karena gue sadar suara gue tuh nggak sebagus itu. Udah deh jangan banyak omong terus. Mainin coba gitar nya."

"Iya markonah."

"Ye... lo ya, nama gue Rere bukan markonah."

"Itu kan nama panjang lo. Jangan bilang lo lupa sama nama panjang lo sendiri." Kata Bagus yang mulai merasakan gelagat aneh.

"Hehehe... gue ternyata lupa. Sorry Gus." Kata Rere dengan tersenyum.

"Bener, bener nih lo ya. Kalau bukan..."

"Udah lah, gue juga nggak terlalu ambil pusing. Lo juga lebih baik kaya gue juga."

"Apaan sih lo, gue belum selesai bicara udah lo potong."

"Soalnya kalau gue nggak potong ucapan lo. Gue ngga yakin lo akan berkata baik."

"Curigaan amat sama orang."

"Gue kira lo bukan orang, hehehe. Gue bercanda ko."

"Lo ya, kalau tiap deket gue pasti deh kaya gini."

"Udah lah, gue pengen nyanyi nih. Lo langsung mainin coba gitar lo."

"Iya markonah."

Saat Bagus mulai memainkan gitar dengan judul lagu yang di minta oleh Rere. Tiba - tiba Rere meminta untuk berhenti.

"Stop Gus, gue kayanya mau lagu yang lain deh."

"Lo ya, gue udah capek - capek malah di minta berhenti."

"Lagian baru di mulai ko, ngga usah terlalu baperan."

"Hem... ya udah orang waras ngalah. Lo mau lagu ape?"

"Aishiteru"

"Oke, awas ya kalau lo tiba - tiba berhentiin gue yang lagi main gitar."

"Iya ngga akan."

Rere pun begitu menghayati setiap bait lagu yang ia nyayikan. Apalagi ketika ia mulai menyanyi inti dari lagu tersebut.

"Cemburu tanda cinta

Marah tandanya sayang

Kalau curiga, itu karena kutakut kehilangan

Kalau dekat bertengkar, kalau jauh kurindu."

Di saat itu, Bagus tiba - tiba menghentikan bermain gitarnya. Dan secara otomatis membuat Rere berhenti juga dalam bernyanyi.

"Ye... lo ya, malah berhenti lagi. Gue kan lagi nyanyi."

"Bentar deh Re, gue jadi kepikiran sama lagunya."

"Kepikiran apa?"

"Ya sama lagunya."

"Ada yang salah memang dari lagunya."

"Ngga ada sih, tapi mirip kisah kita loh."

"Kisah kita? Maksudnya?"

"Ya itu, kalau deket kan kita memang suka bertengkar tapi kalau jauh lo rindu kan ke gue."

"Mana ada kaya gitu. Jangan percaya

diri gitu deh."

"Lah itu kan memang kenyataanya Re. Lo ngga usah ngelak."

"Ngelak ape? lo yang ngade - ngade."

"Ye, ngga gitu juga kali. Markonah. Ini tuh beneran."

"Beneran darimana. Lo hanya ngade - ngade."

"Gue ngga ngade - ngade markonah. Ini tuh fakte nye." Kata Bagus dengan penuh penekanan.

"Jangan aneh - aneh deh. Lupain coba, gue cabut dulu ya."

"Lo cabut mau kemana?"

"Beli minum, aus nih tenggorokan gue pengin cepet di isi katanya."

"Sejak kapan tenggorokan bisa bicara."

"Lah suara itu kan berasal dari tenggorokan. Buktinya tuh di leher lo aja naik turun."

"Bentar deh jadi selama ini lo sering liat leher gue. Jangan bilang lo mau juga leher gue."

"Pede amet sih lo. Udah lah gue beli minum dulu."

"Jangan kabur markonah, ntar balik lagi ke sini. Woy... jawab jangan pura - pura ngga denger."

"Iye deh, gue balik lagi. Tapi dengan satu syarat."

"Ape syaratnya?"

"Lo jangan panggil gue markonah lagi. Gue kurang nyaman di panggil dengan name itu."

"Gue suka panggil lo kaya gitu. Biar beda aja sama yang lain."

"Somplak lo, gue ngga akan kesini lagi. Gue mau langsung pulang."

"Eh... jangan - jangan, iya deh iya gue ngga akan panggil lo markonah lagi. Gue janji."

"Katanya janji tapi barusan lo bilang lagi."

"Itu beda lagi, argh... susah ya bicara sama lo harus banyak sabar."

"Hehehe... ya jelas harus kaya gitu. Udeh - Udeh kalau gue di ajak terus bicara kaya gini. Gue kapan pergi beli minumnya."

"Ya udah sana pergi. Jangan lupa ke sini lagi."

"Oke."

Sepuluh menit kemudian Rere pun kembali dengan membawa satu botol minuman yang telah ia minum setengahnya.

"Lama bener, cuman beli minum aja."

"Kan tempatnya jauh, terus di sana banyak yang beli jadi harus ngantri."

"Hem... tapi ngga sampai sepuluh menit juga kali."

"Nyesel gue balik lagi ke sini. Kalau tau akan di curigai kaya gini. Mending gue balik aja tadi."

"Eh bukan gitu. Sorry deh gue salah. Em... ngomong - ngomong lo beli juga kan minum buat gue." kata Bagus meralat ucapan Rere dan tak lupa ia pun meminta maaf karena salah berbicara. Lalu dengan percaya dirinya ia pun bertanya pada Rere.

"Ya ngga lah, lagian lo ngga bilang juga kan tadi." kata Rere

"Ya harusnya lo peka dong langsung beliin gitu." Kata Bagus yang merasa kecewa.

"Uang gue pas, jadi hanya bisa beli satu." kata Rere menjelaskan alasanya.

"Ya udah sini, minum lo. Masih ada kan."

Lalu Bagus mulai mendekatkan tangan nya pada minuman yang di pegang Rere.

"Ngga, ngga ini buat gue." Dengan cepat Rere menyembunyikan minumannya tersebut.

"Gue minta sedikit." kata Bagus meminta minum tersebut dengan cara baik - baik. Entah Rere akan langsung memberikan nya atau tidak sama sekali.

Bersambung...

Hal Hebat

Terjadilah aksi saling tarik menarik untuk mendapatkan minuman yang di pegang Rere saat ini.

"Gus, ini punya gue. Lo kenapa maksa sih. Lepas ga, kalau lo ngga lepas gue gigit ntar tangan lo."

"Lo kaya kanibal main gigit - gigit segala. Lagian pelit amat sih lo. Gue kan minta sedikit. Sini minumnya buat gue aja."

"Gue masih aus, ngga bisa gue kasihin ke lo."

"Lagian gue ngga akan habisin ko minumannya. Hanya dikit aja biar tenggorokan gue ga kering - kering amat. Ayo sini minumannya ke guein."

"Ogah, lo pasti bohong. Ntar yang ade minum gue di abisin sama lo."

"Ngga sampai gitu juga kali. Ayolah mar.. em... maksud gue Re. Gue boleh minta kan. Rere manis, cantik, imut."

"Giliran ade mau nya keluar tuh semua kata - kata itu. Tapi giliran ngga ada maunya. Boro - boro denger ucapin name gue aje suka ngga bener."

"Hehehe..."

"Ya udah nih, berhubung gue lagi baek, jadi minuman ini buat lo."

"Ya ampun baik banget sih calon..."

"Udah lah ngga perlu berlebihan."

"Gue kan belum selesai bicara nya. Em... makasih ya, lo udah kasih minuman lo ini buat gue. Berhubung lo baik ke gue. Gue nyanyiin lagu deh buat lo."

"Jangan yang udeh - udeh ye. Lo malah nyanyian lagu yang gue ngga ngerti." Ancam Rere pada Bagus.

"Siip, gue akan bener ko nyanyiin lagu buat lo."

"Ngomong - ngomong ape judul lagu nye?"

"Hal hebat."

"Oh kedengeran nya akan enak sih tuh lagu."

"Lo memangnya belum tau lagu itu."

"Kayanya lupa deh, ntar kalau lo udeh nyanyi mungkin gue bisa ingat."

"Oke deh, gue langsung nyanyi nih."

"Iya silahkan."

Bagus pun kini mulai memainkan gitarnya kembali. Sampai pada akhirnya ia pun mulai bernyanyi.

"Di hidup ini

Telah kusinggahi banyak cinta

Namun tak pernah aku temui cinta

Sekuat aku menginginkan dia

Hal hebat kurasakan

Kini dicintai seseorang

Yang ku pun mencintai

Itu sempurna."

Baru saja Bagus bernyanyi. Tiba - tiba di hentikan oleh Rere.

"Bentar deh Gus, mata lo kenape liat gue kaya gitu sih. Gue jadi risih di liatin kaya gitu."

"Yey... lo nih, gue lagi meresapi setiap lirik lagu. Malah si potong, dasar mar..." Kata Bagus menjawab ucapan Rere. Namun, harus ia hentikan seketika karena tiba - tiba Rere memelototi dirinya.

"Hehehe... sorry, sorry lidah gue baru belajar manggil nama lo Rere. Maklumi aja lah."

"Belajar sih belajar tapi kan bisa..."

"Udah lah gue mau lanjut nyanyi lagi."

"Lo belum jawab pertanyaan gue, jawab dulu sebelum di lanjutin."

"Hem... harus memangnya."

"Ya jelas lah harus. Ayo jawab."

"Tapi dengan satu syarat."

"Sudahlah tak perlu lo jawab. Mending gue ngga pernah tau dari pada harus ade syarat."

"Hem... ya sudah, gue mau lanjut nyanyi. Lo jangan potong lagi." Kata Bagus mengingatkan Rere.

"Iye deh gue ngga akan potong. Tapi, gimana nanti."

"Same aje kalau gitu. Ujung - ujung nya lo akan potong nyanyian gue."

"Hehehe... lo nyanyi aja dulu."

"Oke deh."

Gitar pun mulai dimainkan oleh Bagus. Baru saja ia mulai nyanyi dan sudah masuk ke inti lagunya. Ia sendiri yang malah menghentikan lagu itu secara tiba - tiba.

"Perasaan tak bisa berdusta

Bahagia terasa sempurna

Kita berdua belum punya kekasih

Tunggu apa lagi

Katakan cinta bila kau cinta

Hati ini meminta

Kau lebih dari teman berbagi

Jadi kekasihku saja

(Lebih dari teman jadi kekasihku saja)."

"Re..." kata Bagus memanggil Rere.

"Ape?" kata Rere menjawab ucapan Bagus dengan cepat.

"Gue mau ngomong sesuatu sama lo." kata Bagus yang mulai sedikit berubah.

"Ngomong ape sih, ko mendadak jadi beda nada bicara lo." kata Rere yang mulai curiga.

"Lo pernah membayangkan ngga, kalau di masa depan lo sama gue bisa jadi kekasih. Bukan hanya sekedar teman." Kata Bagus dengan sangat hati - hati memberitahukan hal ini pada Rere.

Dengan cepat Rere pun menggelengkan kepalanya.

"Ngga tuh Gus, lo tuh temen gue. Masa iya bisa rubah. Apa jadinya ntar, gue takut pertemanan kita jadi rusak."

"Re, kita kan belum tau kedepannya akan kaya gimana. Kalau misalnya saat ini, detik ini. Gue minta lo jadi kekasih gue. Apa lo mau?"

"Lo bercandanya kelewatan Gus, ayolah kita tuh temen. Jangan buat mood gue jadi ngga baik."

Mereka pun terdiam...

"Hahahaha... wajah lo sampai tegang kaya gitu. Selow kali Re. gue bercanda ko." Kata Bagus berlawanan pendapat dengan hatinya.

Entahlah ia hanya bisa mengatakan itu setelah melihat ekspresi wajah yang di tunjukan Rere terhadapnya.

Walau dalam hati ia begitu tak rela mengatakan kata bercanda. Tapi apalah daya yang bisa ia lakukan saat ini hanya berpura - pura.

"Lega nya gue, gue kira beneran. Huh... gue bahkan keluarin keringat kaya gini." Kata Rere sambil menyeka keringat di dahinya oleh telapak tangan sebelah kanan miliknya.

"Tapi kalau lo anggap serius sih nggak masalah. Kira - kira lo mau jawab apa kalau itu beneran."

"Em... apaan sih, lo kan bilang bercanda. Ko masih tanya jawaban yang lain."

"Gue pengen tau aja. Gimana sih jawaban lo kalau ucapan perasaan gue tadi ternyata beneran."

"Bahas yang lain aja deh. Gue nggak mau jawab."

"Hem... gue padahal nunggu banget loh. Tapi, ya sudah lah gue nggak bisa berbuat apa - apa."

"Lagian lo tau sendiri kan. Gue nggak mau terikat sama cowok untuk sekarang. Gue masih ingin bebas." kata Rere.

"Itu artinya kalau nanti, lo bisa pertimbangkan ucapan gue." kata Bagus yang langsung menyimpulkan ucapan Rere.

"Sudahlah, gue takut." kata Rere.

"Lo takut apa?" kata Bagus yang ingin tau alasan Rere.

"Lo pernah denger kan sebuah lagu yang judulnya klepek - klepek." kata Rere yang dengan cepat memberitahu alasannya.

"Hem... iya, memangnya kenapa dengan lagu itu." kata Bagus yang sepertinya mulai penasaran.

"Gue kasih tau ya, di bagian akhir lagu kan ada sesuatu hal yang mengingatkan semua orang kalau berduaan itu nggak boleh." kata Rere dengan percaya diri langsung memberikan Bagus penjelasan.

"Hem... gitu ya, memang kaya gimana sih lagunya. Sorry, gue lupa - lupa ingat sama lagunya." kata Bagus yang penasaran dengan lagu yang dimaksud oleh Rere.

Dengan tanpa menunggu lagi Rere pun mulai bernyanyi pada beberapa kalimat di ujung lagu tersebut.

"Yang kaya gini. Bentar deh." kata Rere meminta magis untuk menunggu.

"Oke, gue tunggu ko." Dengan senang hati Bagus pun mau menunggu. Tak lupa juga sedikit senyum di berikan pada Rere.

"Makanya, kalau sedang jatuh cinta Jangan suka main gelap-gelapan Nenek bilang, "Itu bahaya, banyak jurignya." Suara Rere yang sedang bernyanyi.

Kata Rere yang langsung menghentikan lagunya. Sontak setelah usai Rere menghentikan nyanyinya. Bagus pun langsung tertawa terbahak - bahak. Apalagi saat Rere menyelesaikan kata terakhirnya yang membuatnya tertawa begitu lepas.

Lagu Galau

"Bua... hahahaha... Bua... hahahaha..." Suara tawa Bagus itu sungguh membuat Rere ingin sekali membungkam mulutnya detik itu juga.

Namun, Rere urungkan niat tersebut dengan bertanya pada Bagus.

"Lo kenape ketawa, hah. Ade yang lucu emangnye."

Awalnya Bagus menggelengkan kepalanya pada Rere. Sontak hal itu membuat wajah Rere terheran - heran sampai mengerutkan alisnya.

"Lo nggak..." Baru saja dua kata itu terucap dari bibir Rere.

Bagus malah langsung menganggukan kepalanya. Sambil berucap.

"Tentu saja gue ketawa seperti barusan pasti ada penyebabnya kali. Mana mungkin gue ketawa tanpa sebab."

"Syukurlah, gue kira lo sedikit miring."

"Mane ade kaya gitu. Em... ngomong - ngomong lo nggak mau tanya nih. Gue ketawa karena apa?"

"Sebenarnya gue penasaran sih, tapi gue takut lo nggak mau jelasin. Jadi lebih baik gue nggak tau aja."

"Sesimpel itu kah."

"Hem... mau gimana lagi."

"Nggak ada paksaan."

"Nggak."

"Padahal gue lebih suka di paksa apalagi di paksa sama lo."

"Maksud lo, gue harus tanya gitu. Lo ketawa karena apa?"

"Sepertinya tak perlu lo ulang kembali ko. Berhubung lo udah tanya barusan ke gue. Gue dengan senang hati menjawab ucapan lo."

"Sejak kapan sih, lagu barusan lirik nya berubah jadi jurig setau gue, lirik kata itu bukan jurig deh tapi setan." Kata Bagus melanjutkan ucapannya bahkan sampai menekan satu kata terakhir yang ia ucapkan.

"Ye... biasa aje kali bilang setannya. Apalagi mata lo sampai liat gue. Lo kira gue setan."

Baru saja Bagus akan menjawab ucapan Rere. Tiba - tiba terdengar suara.

Gue jadi pengen nyanyi deh. Spesial buat babang Bagus. Boleh kan gue nyanyi.

"Lo mau nyanyi lagu ape?"

"Lagu Galau."

"Gue nggak lagi galau. Spesial darimane?"

"Dengerin dulu napa, baru setelah itu lo boleh protes."

"Hem... ya sudah, lo nyanyi deh."

"Oke."

Seseorang itu pun kini mulai bernyanyi.

"Mau bilang cinta tapi takut salah

Bilang tidak ya (ya)

Mau bilang sayang tapi bukan pacar Tembak tidak ya (ya)."

Deg...

Bagai di hantam habis - habisan, Bagas hanya bisa terdiam saat seseorang itu menyelesaikan bernyanyinya.

"Hem... biasa aja kali responnya. Gue tau suara gue itu Bagus sampai kalian diam tak berkutik."

"Bener kan bro lagu yang gue bawakan itu pas banget momennya sama lo." Kata seseorang itu menepuk bahu Bagus sampai akhirnya dengan refleks Bagus langsung menjawab ucapannya.

"Iya lagu itu memang tak salah lagi. Sesuai banget sama yang gue rasain." Kata Bagus sambil melihat Rere dengan intens berharap Rere bisa langsung peka akan hal itu.

"Bentar, bentar jadi maksud lo Bagja, Bagus ini mau nembak seseorang." Kata Rere akhirnya bersuara. Dan ya, seseorang yang membawakan lagu Galau itu adalah Bagja teman mereka berdua lebih tepatnya teman dekat Bagas. Namun karena seringnya bertemu akhirnya Bagja pun menjadi teman Rere juga.

"Lo memangnya gak tau?" Bukannya menjawab ucapan Rere, Bagja malah bertanya balik pada Rere.

"Hem... gue memang gak tau. Tapi gue jadi inget kata - kata lo deh Gus yang tadi. Yang lo itu seolah - olah nembak gue. Sekarang gue simpulin, ternyata lo jadiin gue objek percobaan. Parah banget lo, kenapa nggak ngomong dari awal sih. Kalau mau nembak seseorang dan butuh gue yang gantiin seseorang itu." Kata Rere menjawab ucapan Bagja lalu berbicara pada Bagus.

"Gue kira lo bisa peka Re, tapi apa yang gue dengar. Lo malah simpulin kaya gitu. Gue nyesel banget bilang bercanda tadi." Kata Bagus berbicara di dalam hatinya.

"Ya begitulah, sorry udah buat lo tegang tadi." Kata Bagus yang tak punya pilihan lain selain ucapan itu yang bisa ia berikan pada Rere.

"Hem... gak perlu merasa bersalah. Jujur gue memang kesel sih karena lo nggak bilang dari awal. Hampir aja gue baper untung nggak jadi. Hehehe..."

"Oh iya, gue mau ingetin lo, kalau nanti lo udah jadian sama tuh cewek jangan sampai alami hal ini."

"Hal apa?"

"Gue nyanyiin lagu deh. Lo bisa di simpulin sendiri nanti."

"Baiklah."

Rere lalu menarik napas dan mengeluarkan nafas sebanyak tiga kali. Setelah itu ia mulai menyanyikan sebuah lagu.

Tanpa di minta, setelah Rere bernyanyi satu bait lagu. Bagus mulai memainkan gitarnya.

"Aku sedang bertanya-tanya

Tentang perasaan kita

Benarkah kita saling mencinta

Atau hanya pernah saling cinta

Bukankah kamu juga merasa

Dingin mulai menjalari percakapan kita

Pertanyaan kamu sedang apa

Terkesan hanya sebuah formalitas saja

Coba tanyakan lagi pada hatimu

Apakah sebaiknya kita putus atau terus

Kita sedang mempertahankan hubungan

Atau hanya sekedar menunda perpisahan."

"Udah, udah capek gue jadinya kalau terus nyanyi."

"Yey... baru juga bentar Re. Lanjut napa?"

"Gue rasa udah cukup, Ntar nih kalo lo udah jadian sama dia. Jangan sampai ngalami hal itu."

"Ya, semoga seperti itu."

"Em... gue langsung pulang ya. Udah sore juga, ntar nyokap nayariin gue. Dah..."

Tanpa menunggu jawaban dari Bagus atau Bagja Rere pun pergi meninggalkan mereka berdua.

Belum sampai tiga langkah Rere berjalan. Tiba - tiba Bagus langsung mengeluarkan suaranya.

"Re... tunggu."

"Ape sih?"

"Titip salam sama camer?"

"Camer?"

"Hem... udah bilangin aja. Jangan terlihat bingung kaya gitu."

"Gue harus bilang ke siapa? lagian apa itu camer. Sejenis makanan kah atau apa?"

Entahlah, Rere tiba - tiba jadi telat memahami maksud dari yang Bagus sebutkan itu. Bahkan saat ini ekspresi wajah nya sangat mendominasi ketidaktahuannya.

"Hadeh... kalau..." Baru saja Bagus akan menjelaskan ucapannya itu pada Rere.

Namun, tak jadi ia ucapkan karena tiba - tiba Bagja memotong ucapan nya itu.

"Udah Re, lo nggak perlu pusing. Sekarang nih, lebih baik lo pulang, terus bilangin ke nyokap lo ada salam dari camat eh maksud gue caman. Caman kan Gus, gue lupa soalnya." Kata Bagja.

"Hem... iya Re, lo bilang gitu aja. Atau mau gue anterin pulang, biar sekalian caman sama camer bisa lebih akrab karena sering ketemu."

"Gue kalau lama - lama di sini, bisa - bisa ngalami depresi mendadak. Apa coba camer sama caman itu? bikin gue puyeng. Udahlah gue mau pulang. Dah..."

"Tapi Re, lo jangan lupa salamin ya. Awas kalau sampai nggak, ntar apa kata camer kalau sampai liat caman nya tidak sopan. Iya kan Bag."

"Hem... iya Gus, itu benar sekali."

"Terserah lah, gue puyeng. Camer sama caman itu apaan lagi. Udahlah gue nggak mau ambil pusing. Nikmatin saja ke bersamaan kalian. Tapi, ingat ya jangan sampai orang kira kalian berdua gay. Apalagi sampai tak mau di lepas pegangan tangannya. Hahahaha..."

Bagus dan Bagja kemudian saling pandang. Setelah itu, Bagja langsung bertingkah genit pada Bagus. Membuat Bagus bergidik ngeri bahkan ia hampir mau kabur dengan lari terbirit-birit.

Selian itu Bagus pun baru menyadari bahwa tangan nya sedang di genggam oleh Bagja. Dan kini genggaman tangan itu semakin erat. Sungguh buat shock bukan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!