Beriringan dengan dencitan kerap ranjang super king, desah napas terdengar runtut.
Gadis cantik berusia 18 tahun itu memiliki surai lurus melebihi bahu, lekuk pinggang yang mirip gitar dan memiliki buah dada yang kenyal nan pas digenggaman.
Dalam kegiatan yang memerah peluh, Elea mengutuk keras perbuatan haram yang terpaksa ia langsungkan malam ini. Umpatan miris ia tujukan pada dirinya sendiri.
Dia yang sering memproklamirkan diri sebagai gadis baik-baik dan tak tersentuh, malam ini kesucian itu terenggut, terinjak-injak dan terhina-kan.
Dia ibarat bunga yang kelopaknya ternoda di pertengahan mekarnya kembang-kembang setaman.
Yah... dirinya seorang gadis yang harus melepas masa gadisnya ketika masih berstatus siswi. Dan kamar monochrome ini saksinya.
Untuk yang pertama kalinya ia melakukan persetubuhan. Raga indahnya dia biarkan begitu saja, dikuasai lelaki tampan yang mengungkungnya dalam kondisi temaram.
Begitu terasa bagaimana titihan peluh lelaki itu berjatuhan mengenai dadanya yang padat lagi sintal. Sakit, pedih, sesak, lecet, semua yang ia rasakan di tubuh intinya, tergantikan dengan rasa yang semakin lama semakin nikmat dicecap.
"Tuan!" Elea melayang, meremang, bahkan berani menggila di atas tubuh lelakinya.
Pria tampan berjambang tipis, berahang tegas, dan berhidung mancung itu, tergolek pasrah di bawahnya, kali ini.
"Hhh..." Tahu kode-kode menuju pelepasan prianya, Elea menjatuhkan tubuh di pelukan penuh keringat lelaki tersebut.
Untuk yang kedua kalinya pria berparas bak dewa Yunani itu menyiramkan cairan yang diibaratkan sebagai kesuburan surgawi.
Keduanya terdiam sejenak untuk mengatur napas yang bertampiaran tak keruan. Lantas, Elea beringsut, ia terlentang di sisi ketiak pria itu.
Setelah menarik selimutnya, Elea termenung menatap langit-langit kamar yang seolah tertawa mencela ketidak suciannya.
Ia meremang, di bagian bawahnya seperti mengalir cairan yang membuatnya semakin lemah dan kantuk. Entah sudah berapa kali ia mengalami pelepasannya, kini ia lemas.
Tak mendengar suara gadisnya. Ezra menoleh dan menerbitkan senyum seringai miring yang menyebalkan. "Kau menyesal hmm?"
"Tidak!"
Ezra lantas berbaring miring, ia menopang kepalanya dengan sebelah tangan. Dicubitnya dagu manis wanita mungil itu untuk dihadapkan pada wajah tampannya.
Ezra yakin, ada guratan sesal yang jelas terpancarkan di wajah polos gadis itu, tapi..., entah apa yang membuat Elea merelakan keperawanan padanya.
Embun mengudara... Tiga ronde sudah Elea melayani klien pertama dan mungkin untuk yang terakhir kalinya ia menjual diri.
Siswi kelas 12 itu bangun pelan-pelan dari ranjang, kemudian duduk terdiam tanpa sehelai pun benang, sebelum ia benar-benar memiliki tenaga untuk memunguti satu persatu seragam SMA yang tercecer di lantai.
Kembali ia melanjutkan langkah memasuki bilik mandi. Setelah tak lagi merasakan nikmat gesekan dari prianya, sakit di bagian intinya kini lumayan terasa.
Meski demikian, tak dipungkiri bahwa Ezra begitu gagah dan perkasa. Andai saja kegiatan intim mereka dilakukan setelah menikah, mungkin, Elea menjadi wanita paling bahagia di dunia.
Sayangnya, aktor tampan sekelas Ezra, takkan mungkin mau menikahi wanita biasa sepertinya. Terlebih, wanita dengan background gadis malam sudah pasti diharamkan oleh semua pria tampan.
Elea memutar keran, mendongak di bawah spray shower yang menurunkan tetesan air tipis tipis.
Tak berselang lama, Ezra menyusulnya masuk. Dilingkupi air yang perlahan merayapi tubuh indahnya, pemuda itu menatap lawa keranuman raga gadis yang semalaman ternoda olehnya.
Tiga kali untuk malam tadi, tak membuatnya bosan di pagi hari. Gairah muda yang masih berapi-api memaksanya kejam memakan belahan sempit Elea kembali.
Selain pasrah, Elea bisa apa? Di balik lenguh yang menggema di dalam ruangan gaung itu, Elea mengudarakan doa dan harapannya; semoga waktu cepat berlalu, agar jam 12 siang ini segera bertamu.
Maka, berakhir sudah tugas haramnya. Dan setelah itu, dia akan segera pulang membawa satu tas uang yang telah Ezra siapkan. Benar, uang yang ia tukar dengan kesuciannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Haloooo gaiss, akooh Pasha Ayu, ini karya ke sekian kooh... Dan semoga tidak bosan membaca coretan coretan imajinasi kooh yaa... Jangan lupa, DUKUNG selalu yaaaa dengan cara vote, like dan subscribe......
Visual Azriel Ezra Laksamana, 25 tahun. Pria tampan berdarah campuran Asia - Eropa.
Visual Elea Cempaka, 18 tahun. Asli warga Indonesia yang tinggal dan besar di Indonesia pula.
Visual Rigie Grandy 25 tahun. Gadis cantik ini, mantan kekasih, teman kecil Ezra, gadis yang sulit mengalihkan dunia Ezra.
"EZRA!"
Wanita cantik berusia 44 tahun, meneriaki nama putra yang baru saja mencumbu bibir seorang gadis.
Ezra terkesiap bukan main, apartemen ini apartemen pribadinya, lalu kenapa ibunya bisa sampai ke bangunan yang bahkan tak pernah ia beritahukan sebelumnya?
Luar biasa sekali intelegensi para emak-emak. Apa benar secanggih itukah firasat seorang ibu?
"Mam..."
"Bagus yah! Bagus!" Cheryl Arsya, nama wanita paruh baya itu. Istri pemilik perusahaan elektronik ternama yang berasal dari China. "Di tempat yang sepi begini, kamu bawa gadis SMA?" tukasnya melotot.
Ezra menyugar rambut dengan gesture yang menunjukkan raut frustrasi. "Tunggu dulu, ini tidak seperti yang..."
"M-maaf kan kami Nyonya." Elea menimpali dengan menundukkan wajahnya. Ia gemetar, bahkan getarannya lebih kuat daripada saat dirinya pertama kali bersentuhan dengan Ezra malam tadi.
Terlebih Ezra yang sudah berani mengklaim, bahwa dirinya sedang berada dalam masalah besar. "Ezra bisa jelasin."
"Sudahlah!" Cheryl lalu beralih pada Elea, menatapnya seksama dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Dagu yang dia ketuk-ketuk dengan mata yang menyipit, pertanda ia memikirkan sesuatu.
Menurut Cheryl, gadis yang putranya bawa ke apartemen ini sangat cantik, jelas beda usia dengan Ezra karena masih berseragam SMA, bicaranya sopan, dilihat dari tatapannya, gadis itu berasal dari keluarga yang baik-baik.
"Baiklah..., karena kekasihmu sangat cantik, Mami tidak jadi marah padamu."
Ezra menggeleng. "Dia, bukan..."
"Alah, kamu boleh menutup hubungan kalian di hadapan para wartawan, tapi sama Mami, nggak perlu, Sayang!" potong Cheryl.
"Hanya karena kamu aktor, bukan berarti kamu tidak berhak menjalani hubungan dengan lawan jenis. Mami tahu kok, kamu juga laki-laki normal. Perlu teman hidup."
"Tapi Mam," benar kan, ibunya jadi salah paham. Jelas ini skandal menuju petaka baginya.
"Siapa namamu Gadis?" Lagi-lagi, Cheryl mengacuhkan penjelasan putranya dengan mengalihkan afeksinya pada gadis itu.
"Elea Nyonya." Tundukkan sopan santun Elea meredakan kemarahan Cheryl Arsya. "Panggil Mami atau Tante saja."
"Mam!" Ezra menegur. Sungguh, Elea tidak seharusnya berkenalan dengan ibunya yang super duper cerewet soal jodohnya. "Elea harus pulang Mam!"
"Tapi Mami belum selesai ngomong sama pacar kamu!" sergah Cheryl.
"Nggak perlu!" Ezra menaikan satu oktaf suaranya. "Elea harus ke sekolah. Iya kan, Sayang?" Ia mengedipkan mata pada gadis bayarannya.
"I-iya." Elea mengangguk mengiyakan meski harus dengan kata yang terbata-bata. "Elea sudah telat," kilahnya.
Tak menunggu ocehan Cheryl lagi. Segera Ezra menarik Elea untuk ditunjukkan jalan keluar. "Ken atau Dipa yang akan mengantar mu, Sayang," ucapnya.
"Hati-hati, Elea!" Cheryl melambaikan tangan pada gadis yang ia sangka kekasih dari putra satu-satunya. "Kita mungkin bisa bikin acara masak sama-sama weekend nanti," lirihnya antusias.
Mengerut kening, Ezra mengutak-atik ponsel miliknya. Setelah memastikan Elea aman bersama Ken dan Dipa asistennya, Ezra kembali menatap senyum manis ibunya.
"Mami ngapain di sini?"
"Bagus Mami ke sini. Kalau tidak, mungkin anak gadis orang sudah kamu apa-apain tadi kan!" Cheryl pengalaman soal itu, ia tentu tak mau putranya mengulang jejak suaminya.
"Ck!" Ezra mengusap kasar wajahnya. Sudah sebesar itu, ibunya masih suka merecoki kehidupannya. Lihat saja nanti, pasti setelah ini Cheryl akan lebih rajin menanyakan Elea.
"Kalau kamu masih mau karir kamu lanjut tanpa berita pernikahan mu. Kamu ajak nikah siri dulu juga nggak papa Za..., asal benar-benar tanggung jawab saja."
Ezra terkekeh samar. "Itu ide yang sangat buruk Mam!" tampiknya.
...,.'--'.,,.'--'.,,.'--'.,....
Elea berlari tersenyum. Persetan dengan waktu, dua setengah jam yang seharusnya masih milik Ezra, akhirnya meng-hangus juga.
Tas besar hitam yang sekarang ia peluk saat ini, berisi uang yang akan ia bawa ke suatu tempat. Semoga saja perjuangannya tidak sia-sia, secepatnya Rangga sang kakak bisa ditangani oleh dokter terhebat.
Satu milyar total biaya operasi tranplantasi paru-paru Rangga. Walau sudah menjalani berbagai macam pengobatan, kondisi kesehatan Rangga tidak kunjung membaik.
Dokter bilang satu-satunya cara untuk menyelamatkan kakaknya adalah dengan memilih prosedur transplantasi.
Paru-paru yang rusak akan membuat pasien kesulitan bernapas. Tak hanya itu, kekurangan oksigen pada tubuh juga dapat memengaruhi kinerja organ tubuh lainnya.
Di dunia ini, hanya ada Rangga, satu-satunya orang yang tersisa di keluarganya. Lima tahun lalu, Ayah Ibunya pergi ke surga bersama adik bungsunya.
Kecelakaan maut, berhasil meraibkan separuh keluarganya. Kali ini, Elea tak mau kehilangan kakaknya. Rangga harus hidup, untuk melihatnya sukses.
"Nona..."
Lamunan Elea terputus oleh teguran berat yang tercetus dari depan. Di jok kemudi, ada Ken yang disebut-sebut sebagai asisten kepercayaan Ezra.
Lelaki itu menyodorkan map hitam ke belakang, di mana Elea harus menandatangani surat; yang mana dinyatakan bahwa dirinya berjanji tidak akan pernah membuka rahasia semalam di antara dirinya dan tuannya dalam kurung Ezra.
Setelah cukup membaca poin-poin pentingnya, gegas Elea menggoreskan tinta hitam di atas kertas putihnya. Tertanda, Elea.
"Sudah selesai." Kembali Elea menyodorkan map tersebut pada Ken. Kemudian, Ken menyimpannya di jok sebelah kirinya. "Terima kasih, Nona."
Elea mengangguk tanpa bersuara. Sedikit pun ia mencoba tak menyesal, asalkan Rangga sembuh seperti sedia kala.
Masih tak terkira, bahwa kemarin malam sepulangnya dari sekolah, ia berani mendatangi rumah bordil kalangan elit. Lalu, menyetujui tawaran Tantenya yang juga bekerja di tempat kelam tersebut.
Sudah dari jauh-jauh hari, Niken sang Tante menawarkan pekerjaan untuknya. Namun, baru malam kemarin, Elea setuju untuk menjual keperawanannya.
Kebetulan sekali, saat dirinya datang, rumah bordil itu mendapat pesanan dari pria kaya raya. Pria yang berani membayar berapa pun rupiahnya, asal bisa terpuaskan.
Ezra nama crazy rich yang memesan dirinya. Awalnya Elea tak meminta lebih, tapi setelah ia tahu bahwa Ezra lah yang membawanya pulang, gadis itu berani menarik harga agar dibayar satu milyar.
Semua orang tahu, keluarga besar Ezra sering membantu orang-orang yang membutuhkan, mungkin Ezra pun sama. Lagi pula, Ezra yang ia kenal, sangat kaya, mengeluarkan satu milyar seperti membuang debu pastinya.
Setelah terjadi beberapa percakapan, Ezra langsung mengiyakan dengan catatan ia menjadi miliknya sampai waktu yang ditentukan.
Beruntung, ibu Cheryl datang dan menyudahi petakanya. Tak perlu menunggu sampai jam 12 siang ia sudah bisa kembali ke rumah.
Entah apa alasan Ezra menginginkan gadis perawan, Elea tak peduli. Pastinya, Elea yang tadinya mengagumi aktor berbakat itu, kini mulai hilang respect.
Ezra yang ia lihat tak pernah berhubungan dengan aktris mana pun, ternyata memiliki perangai buruk di balik layarnya.
Tak ada yang lebih bahagia dari pada Elea siang ini. Sebentar lagi, Rangga akan mendapatkan penanganan yang terbaik.
Di kursi stainless, Elea duduk menunduk dengan kaki yang berayun ayun di atas lantainya. Jika dilihat dari gayanya yang polos, siapa yang akan percaya bahwa gadis itu sudah tidak perawan.
Apa pun sebutan statusnya, Elea sudah tak mempermasalahkannya. Sebab baginya; apalah arti sebuah kesucian jika dibandingkan dengan nyawa kakak satu-satunya.
Ia yang masih belia, tak ada yang terlintas di benaknya, selain menjual apa yang paling berharga dalam hidupnya.
Semoga saja, Rangga tak marah padanya meski tahu ia berusaha menyembuhkan penyakitnya dengan cara yang di haramkan agamanya.
"Elea?"
Di sela kejenuhan, Elea mengindahkan seruan seseorang. Lelaki matang berusia 30 tahun yang kini berdiri menatapnya, berhasil membuat dirinya mengembangkan senyuman manis.
"Om Glans?" ia tersentak. Lama tak jumpa, teman kakaknya ini sudah lebih berwibawa dari terakhir kali Elea melihat. "Om dokter kok di sini?"
Glans mengangguk. "Om dapat panggilan khusus. Ada pasien yang perlu tindakan operasi," jawabnya.
"Oya?"
Satu dokter lagi datang menimpali. "Dia ini, adik dari pasien yang akan kita operasi Glans."
"Adik pasien?" Glans terperanjat, jadi rupanya malam ini ia akan menangani operasi tranplantasi paru-paru sahabat kecilnya.
"Rangga sakit?"
Keterkejutan tak hanya sampai situ, karena jika benar Rangga yang akan dia operasi, dari mana kira-kira biaya tak murah yang Elea dapatkan.
Setahunya, Elea dan Rangga sudah yatim piatu. Mereka hanya memiliki rumah kecil di komplek perumahan sempit, itu pun takkan mungkin cukup jika dijual sekalipun.
"Jadi kapan jadwal operasinya Om?" Gadis itu berapi-api sekali. Dokter Glans tersenyum, tak banyak seorang adik yang begitu peduli pada kakaknya, seperti Elea kepada Rangga.
"Secepatnya."
...,.'--'.,,.'--'.,,.'--'.,....
Ezra kacau, setelah ibunya memergokinya bercumbu dengan seorang gadis, secepat kilat keluarga besarnya di gemparkan oleh berita tersebut.
"Ini gara-gara kamu!" Ezra menatap wanita cantik yang kini menertawakan dirinya. Rigie nama wanita itu. "Ini ide konyol!"
"Harusnya kamu seneng Za." Lagi, wanita yang masih berstatus istri orang tersebut tertawa terbahak-bahak. Sejenak, Rigie menahan tawanya agar bisa menyampaikan katanya.
"Cewek mana yang ngizinin pacarnya kencan sama cewek lain? Kayaknya cuma Rigie deh, Za."
"Kamu kurang waras semenjak menikah sama tua bangka!" Memberengut kecut, Ezra menjatuhkan tubuh di atas permukaan sofa empuknya.
Hanya karena trauma pada pernikahan pertamanya, Rigie sang kekasih memintanya mengencani wanita lain. Berharap, Ezra tak berpaling setelah mereka menikah nanti.
Setidaknya Ezra tak punya cukup alasan berselingkuh, toh sebelumnya ia sudah pernah memberikan kesempatan untuk bersenang-senang dengan wanita dari kelab malam.
Lagi pula, Rigie tak mau jika sampai di masa depan, Ezra mengungkit status dirinya yang sudah pernah menikah sementara Ezra tak pernah sekalipun mengenal wanita selain dirinya.
Jujur, Ezra tak paham apa yang ada di pikiran aneh Rigie. Tapi, pada akhirnya ia menyetujui usulan itu, dan entahlah, dia juga begitu menikmati kinerja gadis bayarannya semalam.
Rigie duduk mendekat. "Ngomong-ngomong siapa nama cewek semalam? Apa yang kalian lakukan selama semalaman?" tanyanya.
"Tidak ada." Jelas Ezra berkilah. Jika sampai Rigie tahu, yang ia pesan bukan kupu-kupu malam biasa, melainkan gadis malam yang masih perawan, tamatlah riwayatnya.
Ya mau bagaimana lagi, bukan salahnya yang masih perjaka. Aktor tampan sekelas dirinya tentu tak mau berkencan dengan wanita malam biasa, yang ada bisa gatal-gatal kulitnya.
Awalnya Ezra sendiri tak berniat mengencani wanita selain Rigie saja, tapi saat melihat tubuh menggoda gadis bernama Elea, Ezra khilaf hingga tanpa rencana ia memulai kencan erotis-nya.
Satu kali tak cukup, dua kali kurang, tiga kali pun ia masih minta tambah di pagi harinya. Dan ketika ia memulai cumbu untuk yang ke lima kalinya, ibunya datang memergokinya.
"Aku pasti sudah gila." Dalam batin ia mengumpat dirinya sendiri. Ternyata, hanya sampai situ saja kesetiaannya pada Rigie.
"Kamu yakin tidak melakukan apa pun padanya?" cecar Rigie yang dijawab oleh decakan lidah Ezra. "Aku tidak berselera padanya, Rigie!"
Wanita itu tersenyum. "Sudah kuduga sebelumnya, kamu memang setia, Za."
Ezra tersenyum kaku. Sungguh, dirinya semalam tidak seperti yang Rigie katakan barusan.
"Terima kasih atas cinta tulus mu." Untuk yang pertama kalinya, Rigie mau memberikan kecupan pada pria itu, dan bukan terhanyut, Ezra justru terngiang pada gadis yang ia sewa semalam tadi.
Aromanya, kulit kenyalnya, tatapan polosnya, tubuh menggemaskannya, desahnya, gerakan liar amatirannya, masih jelas Ezra ingat bagaimana rasanya saat miliknya dimanjakan liang surga dunia gadis yang entah berada di mana.
"Aku benar-benar sudah gila."
...,.'--'.,,.'--'.,,.'--'.,....
Hari demi hari silih bergilir. Tanpa sadar, detik-detik yang kita tunggu dari masa depan, sudah bisa disebut masa lalu.
Satu miliar rupiah, uang yang sempat Elea peluk, kini sudah raib digantikan dengan pulihnya seorang Rangga.
Di sela kegiatan belajarnya, Elea dengan sabar merawat kakaknya. Sebelum berangkat ke sekolah, Elea sudah mengurus pekerjaan rumahnya, termasuk mengatur jadwal minum obat Rangga.
Dua Minggu lagi ujian akhir sekolah. Elea mendapatkan waktu libur yang sayang untuk dilewatinya.
Bukan bersenang-senang di tempat pariwisata seperti anak SMA lainnya. Elea justru memanfaatkan waktu liburnya dengan mengambil pekerjaan paruh waktu.
Apa lagi, setelah kemarin teman-temannya mengiming-imingi honor yang cukup menggiurkan. Elea pantang menolak.
Pekerjaannya tidak sulit tidak juga dikatakan mudah. Elea perlu menunjukkan skillnya; minimal tidak takut ketinggian, bisa berenang dan lain sebagainya.
Tak pelak, pekerjaan yang Elea ambil saat ini adalah menjadi pemeran pengganti di lokasi-lokasi syuting yang membutuhkan tenaga kerjanya.
Tugas pemeran pengganti tentu harus menggantikan tokoh utama melakukan adegan-adegan berbahaya, seperti; terjun bebas dari atas gedung, tercebur ke kolam, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Elea harus siap akan konsekuensinya. Jika tidak ada adegan berbahaya yang perlu digantikan oleh pemeran pengganti, dia bisa menjadi pemain figuran saja. Yang pasti, ia tidak akan menganggur jika sudah datang ke lokasi syuting.
Jam lima pagi, Elea sudah sampai di lokasi yang dishare oleh koordinatornya. Elea tidak datang sendiri, ia beramai-ramai bersama dengan teman-teman seperjuangannya.
"Syutingnya udah di mulai belum?" Setelah memastikan penampilannya menarik, Elea menutup tempat cushion miliknya, sebelum bertanya pada salah satu figuran lainnya.
Tanpa berpaling dari cermin kecil di tangannya, gadis itu manggut-manggut menghiraukan. "Udah kok," jawabnya.
"Syukurlah."
Secara antusias gadis lainnya menimpali sambil melompat kegirangan. "Tuhan, nggak sabar banget deh. Akhirnya hari ini aku mau ketemu sama Ezra secara langsung!"
"Apa?" Elea mendelik. "Ezra? Yang syuting di dalam itu, Ezra?" Dia memastikannya.
"Iya, jadi Lo nggak tahu? Ke mana aja Lo?"
Elea meneguk saliva. Dari sekian banyak aktor tampan di negaranya, kenapa harus Ezra yang menjadi pemeran utamanya....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!