NovelToon NovelToon

Dari Cupu Jadi Ratu

Perkenalan.

Namanya Maureen Tirta Kusuma, putri tunggal dari Tito Kusuma, pengusaha nomor satu di Indonesia. Ibunya meninggal saat dia masih sangat kecil, Maureen dibesarkan dalam gelimang kekayaan harta yang berlimpah ruah, namun juga dalam bayangan tuntutan yang berat. Statusnya sebagai calon pewaris tunggal perusahaan raksasa sang ayah telah membentuk dirinya menjadi seorang kutu buku yang tak terhindarkan.

Jauh dari rangkaian kemewahan sebagai seorang pewaris, Maureen menyiapkan mentalnya dengan didikan berat sebagai seorang pewaris.

Setiap hari, kehidupan Maureen hanyalah rangkaian buku, pelajaran, dan angka-angka. Dia nyaris tidak memiliki waktu untuk merawat diri, apalagi berdandan dan bersosialisasi layaknya anak-anak konglomerat lainnya. Prioritasnya mutlak, untuknya adalah belajar untuk memenuhi ekspektasi sang ayah. Bahkan sahabatnya Chika Suroso angkat tangan, dia tidak mampu mengubah kebiasaan dan gaya hidup Maureen.

Pada usia delapan belas tahun, tiba saatnya Maureen memasuki dunia perkuliahan. Ayahnya memilih salah satu universitas swasta paling bergengsi di Jakarta, mendaftarkannya di Jurusan Manajemen bisnis. Ya, itulah jurusan yang harus di geluti Maureen, mau tidak mau, suka atau tidak suka dia harus masuk ke dalam jalur itu.

Hari itu, Maureen datang bersama sahabatnya, Chika Suroso yang juga berusia 18 tahun, Maureen dan Chika mereka berdua mengambil jurusan dan kampus yang sama bagaimanapun keduanya sama sama pewaris konglomerat, walaupun keluarga Chika masih berada di bawah naungan grub Kusuma milik Maureen. Mereka berdua tiba dalam suasana bahagia, namun kemunculan mereka langsung menarik seluruh perhatian mahasiswa baru. Dua mobil sport limited edition yang kontras berhenti berdampingan.

Maureen turun dari mobil Ferarri 488 GTB berwarna merah gelap miliknya, sementara Chika keluar dari Lamborghini Huacan EVO berwarna putih terang.

Saat Chika melangkah anggun, bisikan kagum langsung terdengar. "Wow, lihat gadis cantik itu! Keren banget!"

Namun, saat mata beralih pada Maureen yang tampak polos dengan kacamata berbingkai tebal dan penampilan seadanya, suasana berubah drastis.

"Heh, anak cupu! Pinjam mobil siapa, tuh? Mau gaya-gayaan ke kampus?" cibir seorang mahasiswa dengan nada meremehkan.

Maureen memilih untuk diam. Sikapnya yang tertutup dan cenderung mengalah membuatnya hanya berjalan lurus, pura-pura tidak mendengar.

"Huuuu! Dasar cupu tidak tahu malu! Pakai acara masuk kampus ini segala! Memang sanggup bayar?" sorak kerumunan, bahkan ada yang melempari Maureen dengan bungkus makanan dan sampah kecil.

Chika segera menghampiri, rahangnya mengeras karena marah. "Sudahlah, Maureen, jangan diambil hati kata-kata mereka. Mereka itu cuma iri. Iri melihat kamu yang punya segalanya: mobil mewah, fasilitas wow, dan otak encer." Chika menggenggam tangan Maureen erat.

Maureen menarik napas panjang. "Iya, Chika. Aku akan berusaha tidak menghiraukan. Toh, aku memakai milikku sendiri, bukan milik orang lain. Biarkan saja mereka menilai dari penampilan."

"Gitu dong, Sahabatku! Harus tetap semangat belajar. Ingat, target kita kan menduduki posisi CEO, bukan cuma dipanggil 'primadona kampus'!" goda Chika, menyenggol bahu Maureen.

Maureen mencubit lengan Chika pelan. Keduanya tertawa, melepaskan ketegangan, lalu berjalan menuju gedung perkuliahan.

Di mata ayahnya, Maureen adalah kebanggaan mutlak karena prestasi akademiknya yang selalu cemerlang. Namun, Maureen adalah sosok yang sangat tertutup dan penurut, terutama di hadapan sang ayah. Ia tidak pernah menceritakan perundungan atau kesulitan yang dialaminya. Baginya, mengalah dan menuruti keinginan ayahnya adalah bentuk penghormatan tertinggi.

Tito Kusuma adalah sosok yang super sibuk, membuat waktu untuk putrinya sangat terbatas. Ironisnya, hal itu tidak membuat Maureen kecewa. Justru ia bangga melihat ayahnya yang berdedikasi tinggi.

Saat tengah menunggu kelas dimulai, Maureen mengeluarkan ponselnya sebuah IPhone keluaran terbaru yang mewah. Dia membuka kontak sang ayah dan memilih panggilan video.

Wajah Tito Kusuma yang tampak lelah namun bahagia terpampang di layar.

"Halo, Ayah! Apa kabar? Ayah sehat, kan?" tanya Maureen ceria.

"Iya, Sayang. Ayah sehat, kok. Gimana kuliahnya? Lancar, kan?" balas Tito.

"Iya, Ayah, lancar kok. Aku sudah dapat kenalan baru juga," jawab Maureen, memilih tidak menceritakan detail yang menyakitkan.

"Oh, iya, Nak. Maaf, Ayah ada meeting mendadak sebentar lagi. Ayah harus tutup teleponnya, ya," ujar Tito dengan nada menyesal.

"Iya, Ayah, enggak apa-apa. Lagian, sebentar lagi aku juga ada kelas. Ayah jangan lupa makan dan tidur teratur, ya," sahut Maureen penuh perhatian.

"Iya, anak manis. Bye," tutup Tito, mengakhiri panggilan.

Maureen memasukkan kembali ponselnya dan berjalan menuju ruang kelas, kembali bertemu dengan Chika di koridor.

Saat mereka berjalan, tiba-tiba seorang mahasiswa tampan dengan aura yang menarik perhatian, julukan 'Pangeran Kampus', melintas di depan mereka. Dia adalah Rayen Brilian Putra.

Chika, yang selalu berani, segera mengulurkan tangan. "Hai, tampan! Kenalan, yuk. Saya Chika. Siapa namamu?"

Rayen tersenyum tipis, menjabat tangan Chika sekilas. "Aku Rayen. Senang berkenalan denganmu, Primadona Baru," katanya, lalu langsung berlalu pergi, bahkan tanpa melirik ke arah Maureen sedikit pun.

"Hei! Lihat, Maureen! Pangeran tadi panggil aku 'Primadona'! Apa aku cantik banget, ya?" kata Chika dengan gaya alay yang dibuat-buat, bangga setengah mati.

"Iya, kamu cantik. Kamu kan memang primadona," sahut Maureen sambil tertawa geli melihat tingkah sahabatnya.

Mereka pun memasuki kelas, siap memulai pelajaran, di mana Maureen akan sekali lagi membuktikan bahwa seorang kutu buku pun bisa menjadi yang terbaik, meski ia harus berjuang dalam bayangan dan cibiran.

Hallo teman teman sekedar catatan dari saya penulis Novel Dari Cupu Jadi Ratu. Mohon untuk tidak menyebarluaskan novel ini dalam bentuk apapun ya.

Dukung terus saya dalam berkarya, dengan cara subscribe Chanell Youtube Kami, "BHARATA FM TRENGGALEK," Follow akun ig aku septhybharata_01, dan tiktok septianasrullah

Sayang Kalian Semua.

Kampus.

Setelah kelas yang panjang itu usai, Chika melempar umpan dia menoleh ke arah Maureen yang masih sibuk membolak balikkan halaman, padahal jam pelajaran telah usai, "Maureen, sebelum tirai senja turun, mari kita berburu harta karun di etalase kota."

Maureen, yang tengah mempelajari buku bukunya menggeleng tanpa menatap wajah sahabatnya. "Tawaranmu ini sungguh menggiurkan, tapi malam ini aku harus kembali ke gua sunyiku, memeluk buku dan mengejar ilmu. Pertapaanku belum usai, Chika."

"Ah, kamu ini, perpustakaan berjalan! Kepalamu hanya mengenal tinta dan halaman," sungut Chika, nada kecewa terselubung. Namun dia diam-diam tersenyum, jika tidak menemukan sahabat seunik Maureen tentu saja dia masih kesepian sendirian.

Maureen menghela nafas, dia mengangkat kepalanya dan menatap Chika yang memperlihatkan giginya di depannya "Petualangan itu akan menanti, lain kali kita taklukkan pusat perbelanjaan itu." Maureen mulai mengemasi buku-buku yang berserakan kemudian memasukkannya kedalam tas.

"Ayo kita pulang, setidaknya kita perlu mengumpulkan beberapa camilan." ucap Maureen sambil menarik tangan Chika.

Dua kuda besi mewah, penakluk aspal ibu kota, membelah hiruk pikuk jalanan, walau takdir memisahkan arah mereka. Satu menuju gemerlap godaan, yang lain kembali pada kesunyian yang disukainya.

Di depan gerbang istana pribadinya, Maureen membunyikan isyarat rahasia. Seseorang yang setia bergegas membuka portal baja itu. Setelah memarkirkan 'kesayangan'nya, sang pemilik rahasia langsung menuju kamar persembunyiannya. Sebuah singgasana berbalut biru raja-raja menanti, diapit benteng buku yang menjulang, dan meja perenungan berlampu benderang. Ruangan itu layaknya bilik seorang ratu yang menyembunyikan mahkotanya.

Tasnya terlepas, jatuh di sofa, lalu tubuhnya tenggelam dalam kelembutan kasur. "Oh, perjuangan hari ini telah usai," bisiknya pada langit-langit kamar.

Setelah memulihkan energi yang hilang, ia bangkit menuju bilik air, melepaskan semua penyamaran yang melekat, termasuk dua lingkaran besar yang membingkai pandangannya. Air hangat dalam bak mandi berbisik, membuai dengan aroma terapi yang menenangkan jiwa. Selesai ritual penyucian, ia mengenakan jubah malamnya. Sebuah piringan penuh hidangan muncul, seperti sihir dari tangan pelayan setia, penanda waktu bagi sang ratu untuk mengisi kekuatannya.

Dengan tenang, ia menyantap hidangan itu. Usai, isyarat diberikan, dan piring kosong lenyap tanpa jejak. Kemudian, tangan Maureen meraih sebuah kunci menuju dunia bisnis. Hingga mata memberat dan kelopak menutup, buku itu tetap setia dalam dekapannya – kebiasaan unik seorang pencari ilmu.

Fajar menyingsing, dan Maureen, dengan balutan kain yang tak menarik perhatian, bersiap untuk pertempuran di kelas pagi. Penampilannya kontras dengan Chika, sang dewi fashion. Ia turun, disambut oleh Bi Minah, pelayan yang sudah melayaninya sejak dia masih kecil. Sarapan roti dan susu pun ia telan, energi instan untuk memulai hari. Dengan janji akan kembali, ia meluncur bersama tunggangannya.

Di gerbang kampus, benteng pendidikan, mobil Chika belum terlihat. Maureen mendesah pelan, mata tertuju pada penunjuk waktu di pergelangan tangannya. "Ke mana perginya sang peri malam? Waktu pertarungan sebentar lagi dimulai." Tak lama, mobil Chika memasuki halaman, menarik pandangan.

Maureen langsung menyergap, "Hei, Nyonya Malam! Apakah kau niat berperang hari ini? Ini sudah hampir waktu!"

"Oh, no, maafkan aku, Sayang," Chika merajuk, menggandeng lengan Maureen, isyarat persatuan tak terpisahkan. Mereka berjalan bersama, menuju ke kelas yang sudah siap menggempur otak mereka.

Gadis-gadis lain, dan para pria pemburu perhatian, langsung memuja Chika. "Hai, primadona! Pagi ini kau secantik bunga yang baru tersentuh embun, harumnya memabukkan," rayu seorang pria genit.

"Bagaimana yang di sampingnya?" tanya yang lain. "Dia juga bunga!" jawab rekannya. "Bunga apa?" "Bunga bangkai... Hahahaha!" Tawa mereka meledak, menusuk.

Tiba-tiba, suara lain datang, penuh bisa. "Hai, primadona, kenapa harus bergaul dengan bayangan? Lebih baik berjalan denganku."

Napas Maureen terhenti. Ia menarik Chika, mencoba meredam gejolak. Namun, Chika mematung, pandangannya setajam pedang. "Jaga lidahmu, Tuan Sombong! Beraninya kau menyebut sahabatku sebagai bayangan! Pergi, sebelum ujung senjata di kakiku menembus kesombongan di kepalamu!" Suara Chika bergetar karena amarah. Kekacauan menarik perhatian, mata-mata berdatangan. Maureen panik, segera menarik Chika menjauh, menuju ruang kelas, tempat di mana topeng harus kembali dikenakan.

Sekuat tenaga Maureen menarik tangan Chika, dia tidak ingin ada masalah di kampus di hari kedua mereka belajar.

.

.

.

.

Seratus Juta Harga Diri

Bel perkuliahan berdentang nyaring, menandai berakhirnya sesi mata kuliah hari itu. Maureen, dengan langkah tenang dan tas kuliah bermerek yang tersampir di bahu, berjalan berdampingan dengan sahabat karibnya, Chika, yang tampak lebih riang dan santai. Keduanya bergerak menyusuri koridor kampus yang mulai lengang.

''Maureen, makan dulu yuk! Aku sudah lapar sekali,'' ajak Chika, mengelus perutnya dengan ekspresi memelas.

Maureen menoleh, menaikkan alisnya yang terawat. ''Makan, sih, boleh saja, Ka. Tapi ingat ya, harus yang sehat. Aku sedang diet ketat nih, persiapan liburan.''

Chika tertawa renyah, gelak tawanya membuat beberapa mahasiswa di dekat mereka menoleh. ''Iya, iya, Ratu Hidup Sehatku! Kita makan... KFC yuk! Ada menu baru yang katanya lebih ringan lho!'' seru Chika penuh semangat, mengabaikan protes kecil dalam hati Maureen tentang 'sehat' dan 'KFC'.

Maureen hanya bisa menggelengkan kepala, namun senyum geli tak bisa ia sembunyikan. Mereka pun melanjutkan perjalanan, langkah mereka diiringi tawa renyah yang seperti tawa polos anak kecil, melupakan sejenak beban tugas kuliah. Tangan mereka saling berpegangan ringan saat menuruni tangga-tangga marmer kampus yang megah, dari lantai atas hingga ke lantai dasar, menuju area parkir yang dipenuhi deretan mobil mewah dan motor sport.

Di tengah kesibukan itu, saat pandangan Chika teralihkan oleh obrolan lucu Maureen, tiba-tiba, Brukkk!

Chika menabrak bahu seseorang dengan cukup keras hingga buku-buku yang dibawa orang itu terjatuh berserakan di lantai. Jantung Chika langsung mencelos. Ia mendongak, dan wajahnya pucat pasi menyadari siapa yang baru saja ia tabrak. Rakha, pria dengan aura angkuh yang dikenal sebagai 'Pangeran Kedua' di kampus mereka sahabat karib dari Rayen, si 'Pangeran Pertama'.

Rakha menatapnya tajam, matanya menyala penuh amarah. Wajahnya yang tampan kini terdistorsi oleh kekesalan.

''Ma... ma..af kak, aku ga se...nga..ja,'' kata Chika terbata-bata, suaranya tercekat di tenggorokan. Ia segera membungkuk untuk membantu mengumpulkan buku-buku yang berserakan, tangannya gemetar.

Rakha sama sekali tidak berniat mengampuni. Ia meraih kerah kemeja Chika dengan kasar, menariknya berdiri. Emosinya memuncak. Tangannya terangkat, seolah siap melayangkan tamparan keras ke wajah Chika yang sudah mulai ketakutan. Walaupun ganas Chika juga hanyalah seorang gadis penakut.

Namun, sebelum tamparan itu mendarat, sebuah tangan lain yang dingin dan tegas mencengkeram pergelangan tangan Rakha dengan kuat.

''Heh, Cupu! Jangan pegang-pegang saya! Jijik tahu!'' celoteh Rakha sinis, matanya kini beralih ke Maureen yang memasang ekspresi datar namun dingin. Ia berusaha menarik tangannya dari cengkeraman Maureen, tapi cengkeraman itu terlalu kuat.

Maureen tersenyum miring, senyum yang sama sekali tidak ramah. Matanya memancarkan kemarahan yang tertahan. ''Oh, ya? Hei, kamu Pangeran Kedua, sombong sekali! Jika bukan karena kamu mau menampar sahabatku, aku juga ogah pegang-pegang kamu. Najis, cih!'' seru Maureen, nadanya menusuk dan penuh penghinaan, meniru gaya bicara Rakha.

Kejadian yang mirip terjadi pagi ini di koridor, terulang kembali di area parkir. Sontak, keributan kecil itu menarik perhatian puluhan mahasiswa yang hendak pulang. Mereka berkerumun, membentuk lingkaran tontonan yang riuh.

''Lihat nih, ada acara seru! Tontonan gratis!'' seru seseorang.

''Gila, gokil banget! Cewek cupu itu berani banget melawan Pangeran Kedua! Mereka sudah bosan hidup kali, ya?'' sahut yang lain, disusul tawa sumbang dari kerumunan.

Tiba-tiba, kerumunan penonton terbelah. Seorang pria dengan ketampanan yang tak kalah memukau dari Rakha, berjalan buru-buru mendekat. Dia adalah Rayen, sahabat Rakha, si 'Pangeran Pertama'.

''Hei, Rak! Kenapa kamu marah-marah di sini? Ada apa? Lihat, kita jadi tontonan sekarang!'' tegur Rayen dengan suara yang lebih tenang namun tegas, pandangannya menyapu kerumunan yang makin ramai.

Rakha menarik tangannya yang akhirnya dilepaskan Maureen, mengusap pergelangannya dengan kesal. ''Halo, Ray! Dua cewek ini kurang ajar banget! Sudah nabrak aku, malah mau pergi tanpa ganti rugi! Buku-bukuku jatuh semua!'' Rakha membalas, tidak mau dianggap bersalah.

Chika, yang sejak tadi berdiri di belakang Maureen, menunduk. Dia tidak selalu seperti ini, Chika bisa melindungi orang lain namun saat berdebat tentang dirinya sendiri dia tidak pernah bisa melawan atau berargumen dengan orang lain. Rasa bersalah dan takut membelenggunya. Maureen menyadari kegelisahan sahabatnya. Ada banyak hal yang tersembunyi dalam senyum ramah Chika.

Maureen maju selangkah, menantang Rakha dengan tatapan lurus.

''Oh, jadi Kakak Pangeran cuma mau ganti rugi?'' celetuk Maureen dengan nada sinis, seolah-olah ganti rugi adalah hal sepele.

Ia memajukan dagu. ''Okay. Berapa? Sebutkan nominalnya,'' lanjut Maureen, suaranya mantap dan dingin, membuat keheningan sesaat melingkupi kerumunan.

Semua orang di sana terkejut setengah mati. Beberapa mulai berteriak heboh, ada yang tertawa karena menganggap Maureen gila, dan ada pula yang menahan napas penasaran. Rakha, yang merasa tantangannya diterima, tersenyum jahil dan sinis. Ia ingin memberi pelajaran pada si 'cupu' berani ini.

''Sepuluh juta. Kamu mampu?'' kata Rakha, menyebut nominal yang tidak kecil untuk ukuran uang jajan mahasiswa, yakin Maureen akan langsung pucat dan memohon maaf.

Maureen tersenyum, kali ini senyumnya penuh kemenangan. ''Cuma sepuluh juta?'' sahutnya meremehkan, membuat Rakha dan Rayen —yang memang berdiri di sana saling pandang, sama-sama bingung dan terkejut.

Tanpa basa-basi lagi, Maureen merogoh tas tangan kulitnya yang mahal. Ia mengeluarkan dompet, dan dari dalamnya, ia menarik selembar cek bank pribadi. Ia meletakkannya di atas buku yang berhasil ia kumpulkan, mengambil pulpen, dan dengan gerakan cepat yang meyakinkan, menulis nominal 100.000.000,00 di kolom jumlah.

Ia melipat cek itu, lalu melemparnya ringan ke arah Rakha seolah itu hanya selembar kertas sampah. Cek itu mendarat tepat di kaki Rakha.

''Itu untuk ganti rugi bukumu yang... 'tidak ternilai harganya', dan juga untuk ganti rugi waktu saya yang terbuang sia-sia karena meladeni pertengkaran bodoh ini. Jangan pernah lagi mengganggu sahabat saya,'' kata Maureen dengan tatapan tajam yang membuat Rakha terdiam, terkejut dan sedikit malu. Rayen hanya bisa mematung, menatap Maureen dengan tak percaya.

Chika menghampiri Maureen. Matanya berkaca-kaca, bukan karena takut, tapi karena terharu dan merasa bersalah. ''Maureen, maaf ya gara-gara aku kamu harus mengorbankan uang sebanyak itu,'' bisik Chika penuh penyesalan.

Maureen menoleh, menepuk bahu Chika lembut. ''Chika, apaan sih kamu. Lagian kita itu harus tolong menolong sesuai janji kita, kan? Seratus juta itu tidak seberapa dibanding kamu harus dipermalukan dan ditampar di depan umum. Kalau kamu mau minta maaf, mending traktir aku makan yang enak!'' kata Maureen, tertawa puas melihat Rakha yang masih terpaku memandangi cek di kakinya.

''Oke deh kalau begitu! Traktiran sepuasnya!'' balas Chika, lega dan kembali ceria.

Mereka pun berbalik, meninggalkan kerumunan yang kini ramai dengan bisik-bisik dan decak kagum. Rakha, yang baru tersadar, mendongak, namun dua gadis itu sudah melangkah menjauh, menuju mobil mereka.

Setelah berpamitan singkat, mereka masuk ke mobil masing-masing, siap meninggalkan kampus. Maureen mengendarai mobil mewahnya, diikuti oleh Chika dari belakang.

Di tengah perjalanan yang baru sebentar, tiba-tiba mobil Maureen melambat, mesinnya mulai tersendat-sendat, dan akhirnya benar-benar mati di pinggir jalan yang cukup ramai.

''Oh, sial! Kenapa sih ini?!'' Maureen menggerutu kesal, memukul setir, lalu turun dari mobil untuk melihat mesinnya.

Chika, yang melihat mobil Maureen berhenti mendadak, segera menghentikan mobilnya tepat di belakang sedan Maureen. Ia bergegas keluar.

''OMG, Maureen! Mobil pasangan kita kenapa nih?'' tanya Chika cemas, menghampiri sahabatnya yang sedang berkacak pinggang di depan kap mobil.

''Ini dia mogok, Ka. Sepertinya parah,'' kata Maureen, menghela napas panjang.

''Ya sudah, naik mobil aku saja ya! Biar aku antar pulang!'' tawar Chika tanpa ragu.

Maureen mengangguk setuju. Sebelum masuk mobil Chika, ia segera mengeluarkan ponselnya. Ia menelpon sopir di rumah, menjelaskan lokasi mobilnya yang mogok dan memintanya segera datang untuk mengurus derek dan perbaikan. Ia juga berpesan bahwa ia akan pulang bersama Chika.

Setelah urusan mobil beres, Maureen masuk ke mobil Chika.

''Emang kenapa tuh sampai mogok? Mobil semewah ini masa enggak pernah kamu servis?'' tanya Chika, menyalakan mesin dan kembali melajukan mobilnya.

Maureen menyandarkan kepala, memejamkan mata sejenak. ''Jujur, aku lupa total, Ka. Ayah lagi dinas di luar negeri, dan aku terlalu sibuk belajar akhir-akhir ini benar-benar fokus di kamar. Saking sibuknya sampai aku lupa kalau jadwal servis mobilku sudah lewat jauh. Aku bahkan hampir lupa makan beberapa kali!''

Chika menggeleng-gelengkan kepala, prihatin sekaligus kagum. ''Astaga, Maureen. Belajar boleh, tapi kesehatan dan mobil juga harus diperhatikan dong! Kamu itu memang gila kalau sudah fokus pada sesuatu!''

Maureen tersenyum tipis. Obrolan mereka berlanjut, membahas kekacauan Rakha, uang sepuluh juta, dan rutinitas gila Maureen yang terlalu fokus belajar, hingga mereka tiba di depan rumah mewah Maureen.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!