NovelToon NovelToon

Menikahi Duda Misterius

Kesalahan Pertama Dan Terakhir

Ckiitttt!!!

Sebuah Rolls-Royce berwarna hitam tiba-tiba berhenti mendadak, membuat kedua penumpang di dalamnya terkejut sehingga tubuh mereka sedikit terpental ke depan.

Beruntung, kejadian mengejutkan itu tidak mencederai orang di dalam maupun di luar mobil.

Adam Shinkar—pria tampan yang duduk di belakang dan memancarkan keagungan seperti Dewa Yunani dengan berbungkus setelan jas hitam, membuka kaca mata hitam yang membikai netra gelapnya.

Dia menatap Charles Warren—sang asisten yang mengemudikan mobil dan memiliki standar ketampanan satu tingkat di bawahnya dengan alis berkerut. “Ada apa?”

“Maaf, Tuan. Terjadi masalah pada mobil ini, saya juga kurang tahu apa penyebabnya,” terang Charles Warren dengan rasa bersalah.

Biasanya, dia akan memeriksa kelayakan mobil yang akan digunakan oleh sang atasan. Namun, hari itu dia tidak sempat melakukannya karena keterbatasan waktu.

Adam Shinkar menyipitkan matanya saat kembali bertanya, “Kau tidak memeriksanya dulu?”

“Tidak, Tuan. Saya bangun terlambat hari ini.” Charles Warren kembali menjelaskan, tetapi kini dengan kepala menunduk.

Sementara itu, alis Adam Shinkar semakin berkerut dalam saat menyadari adanya keanehan pada sikap Charles Warren yang biasanya selalu disiplin dan teliti dalam segala hal.

Bahkan, karena kedua hal itulah dia bisa berada di sisi Adam Shinkar yang begitu perfeksionis.

Namun, kenapa dia bisa melakukan kesalahan seperti terlambat bangun pagi hingga tidak mengerjakan pekerjaannya dengan baik?

Meski begitu, Adam Shinkar juga tidak punya waktu untuk memikirkan apa yang sudah mempengaruhi Charles Warren karena dia memiliki pertemuan penting di pagi hingga malam hari.

Kebetulan, Adam Shinkar melihat keberadaan Yishun MRT Station tidak jauh dari tempat mobil mewahnya berhenti hingga berpikir untuk menaiki kereta cepat untuk mengatasi masalah yang ada saat ini.

Tanpa menunda lebih banyak waktu, Adam Shinkar berbicara dengan acuh tak acuh. “Ya sudah, kau urus dulu mobil ini, aku akan naik MRT.”

Kata-kata Adam Shinkar membuat Charles Warren terkejut setengah mati, bahkan pria itu sampai membelalakkan bola matanya hingga hampir menggelinding keluar.

Adam Shinkar, seorang duda keren sarang duit yang menjadi pengusaha di usia muda hingga asetnya ada di mana-mana, menaiki MRT. Bukankah itu adalah hal yang mengejutkan?

Bahkan, jika tersebar berita bahwa Adam Shinkar menaiki kendaraan umum untuk pergi bekerja, Charles Warren yakin berita tersebut pastilah akan menjadi tranding topik. Mungkin, akan mengalahkan berita tentang artis papan atas yang menikahi sultan.

Tidak bisa menahan diri, Charles Warren bertanya dengan nada tak percaya. “Tuan, kau yakin akan naik MRT?”

Sikap Adam Shinkar masih tetap biasa saja seolah-olah ini bukanlah pertama kali baginya naik MRT, dia juga berbalik bertanya pada sang asisten. “Ya, kenapa? Apa ada yang salah dengan itu?”

“Tidak, tidak salah sama sekali,” jawab Charles Warren cepat, mana mungkin dia berani menyalahkan sang atasan. Kemudian, dia kembali bertanya, “Namun, apa tidak sebaiknya aku meminta Jack menjemputmu di sini dan mengantarkanmu ke perusahaan?”

“Tidak perlu,” sahut Adam Shinkar tanpa ragu, dia pun membuka pintu mobil tanpa menunggu persetujuan dari Charles Warren . “Akan sangat lama jika aku harus menunggu Jack.”

Setelah keluar dari mobil, Adam Shinkar tidak langsung menutup pintu, dia terlebih dahulu memberi peringatan kepada Charles Warren dengan tatapan tajam. “Pastikan ini akan menjadi kesalahan pertama dan terakhirmu! Aku tidak ingin hal seperti ini terulang lagi!”

Begitu saja, Adam Shinkar langsung menutup pintu dan menjauh dari mobil tanpa menunggu respon dari Charles Warren yang sudah berkeringat dingin.

Di sisi lain, seorang wanita yang memakai blouse pink dipadukan dengan blazer putih dan celana pendek dengan warna senada, tampak tergesa-gesa saat menuruni tangga eskalator.

Dia berusaha mengejar waktu demi mendapatkan MRT yang sebentar lagi akan berhenti di Yishun Station, sementara sebuah telepon genggam masih melekat di telinganya. “Hmmm, iya aku sudah di jalan, sebentar lagi sampai.”

Selain diburu waktu, Ayna Maurice juga didesak oleh Anya Green agar tidak terlambat datang bekerja di hari pertamanya.

Padahal, sang sahabat sudah berkali-kali memperingatinya.

Namun, dia justru terlambat hanya karena terbangun kesiangan setelah hampir sepanjang malam tidak tidur dan terlalu bersemangat memikirkan berbagai hal yang mungkin terjadi di hari pertamanya.

Bahkan, keterlambatannya bangun membuat Ayna Maurice tidak memiliki cukup waktu untuk membersihkan dirinya. Dia hanya bisa mencuci muka seadanya dan menggosok gigi, sebelum akhirnya mengenakan pakaian yang sudah dia sediakan sejak kemarin.

“Iya, Anya ...."

Entah apa yang dikatakan Anya Green di seberang telepon, Ayna Maurice menyahut dengan malas dan penuh penekanan.

"Sepuluh menit lagi aku sampai.”

Tanpa menunggu Anya Green mengeluarkan lebih banyak patah kata, Ayna Maurice langsung mengakhiri panggilan telepon yang membuat telinganya berdengung hingga menimbulkan denyut nyeri pada kepalanya.

"Cerewet sekali." Ayna Maurice kembali menggerutu sembari menyimpan benda pipih berlogo apel sumbing ke dalam saku blazer yang dia kenakan.

Pada saat bersamaan, MRT—kereta cepat yang ingin dia naiki untuk membawanya ke tempat tujuan, sudah tiba dan berhenti tepat di depannya.

Begitu memasuki MRT, Ayna Maurice mendapati kendaraan panjang itu sudah dipenuhi dengan penumpang.

Namun, Ayna Maurice tidak terkejut atau pun merasa heran karena hal itu biasa terjadi di Golden City.

Bagaimanapun, baik dari kalangan pelajar maupun pekerja yang hidup di Golden City akan memilih menaiki kendaraan umum seperti bus atau MRT.

Bukan tidak mampu membeli kendaraan pribadi, mereka hanya tidak ingin direpotkan dengan berbagai proses yang rumit untuk pengurusan berbagai jenis surat demi bisa mengemudi.

Ayna Maurice terpaksa berdiri saat mendapati tidak ada tempat duduk yang tersisa untuk menampungnya, dia bahkan terpaksa berdesakan dengan penumpang lainnya yang ikut berdiri.

Tanpa menghiraukan keberadaan sekelilingnya, Ayna Maurice mengeluarkan ponselnya untuk menghidupkan musik, lalu memasangkan earphone, sebelum akhirnya menyumbat telinganya dengan benda itu.

Kemudian, Ayna Maurice kembali menyimpan ponsel ke sakunya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya tetap berpegangan pada pegangan yang tersedia di sana. Akan tetapi, tiba-tiba dia merasakan bokoongnya disentuh oleh seseorang dengan sensuaal.

Ayna Maurice membelalakkan mata karena terkejut, lalu menggertakkan giginya sambil menatap sinis pada Adam Shinkar yang berdiri di sebelah kirinya.

Saat ini, ingin sekali rasanya Ayna Maurice memukul kepala Adam Shinkar yang memasang ekspresi tanpa dosa itu.

Padahal, pria ca bul sesungguhnya sedang berdiri disebelah kanan Ayna Maurice dan diam-diam mencium tangan yang dia gunakan untuk menyentuh bokoongnya.

Setelah beberapa saat, pria ca bul itu kembali menjalankan aksinya, bahkan dengan lebih sensual hingga membuat Ayna Maurice kembali mendelik sinis pada Adam Shinkar.

Ditatap sedemikian rupa, Adam Shinkar tentu saja merasa heran hingga membuat kedua alisnya sedikit berkerut. "Ada apa?"

Kau yang Melakukannya, kan?

Sesaat setelah pertanyaan itu meluncur, kereta cepat yang menampung ribuan orang berguncang sehingga membuat Ayna Maurice, bahkan penumpang lainnya terguncang.

Beruntung, mereka semua berpegangan pada pegangan masing-masing sehingga tidak ada yang terjatuh.

Meski begitu, Adam Shinkar tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya karena terdorong oleh orang di belakang, jadi tanpa sengaja dia menabrak Ayna Maurice .

“Maaf,” ujar Adam Shinkar menatap Ayna Maurice dengan tulus.

“Kau yang melakukannya, kan?” Ayna Maurice tersenyum sinis, sembari melemparkan tatapan penuh kecurigaan pada Adam Shinkar.

Dia semakin kebingungan saat menatap Ayna Maurice dan sekeliling untuk memastikan siapa orang yang diajak bicara oleh wanita itu. Kemudian, dia bertanya, "Apa?"

Ayna Maurice mendengus dingin. "Aku sudah menaiki MRT lebih dari sepuluh kali dan baru kali ini bertemu orang sepertimu." Ayna Maurice memutar tubuhnya menghadap Adam Shinkar yang masih menatapnya dengan aneh. "Senang bertemu denganmu."

"Kau bicara denganku? Kau kenal aku?" Adam Shinkar bicara pada Ayna Maurice dengan alis yang berkerut dalam, sementara bola matanya mengerling ke kiri dan kanan untuk memastikan sekali lagi bahwa benar-benar dirinya yang diajak bicara.

Ayna Maurice mencibir sinis. "Ya, tentu saja. Aku punya trauma gara-gara orang me sum sepertimu."

Mendengar kata-kata Ayna Maurice, MRT yang semula sunyi senyap seketika menjadi sedikit ramai karena semua orang mulai berbisik-bisk sembari memperhatikan mereka.

Adam Shinkar berdehem canggung, sebelum akhirnya bertanya, "Ehm, bukan aku yang kau panggil orang me sum, kan?"

"Ya." Ayna Maurice tersenyum dan mengangguk tanpa dosa. "Memang kau!"

"Hei!" Adam Shinkar tidak terima dan menatap Ayna Maurice dengan kesal. "Kau anggap aku apa?"

"Kau orang mesum yang mabuk!" dengus Ayna Maurice .

"Kenapa?" balas Adam Shinkar melotot tak senang.

"Kau baru saja menyentuh bokongku dengan cara yang menjijikkan!" seru Ayna Maurice berapi-api seperti ingin membakar pria yang ada di hadapannya sampai hangus.

"Kenapa juga aku menyentuh bokoongmu?" balas Adam Shinkar dengan sengit, tidak ingin kalah.

Bagaimanapun, dia memang tidak bersalah.

Lagipula, dia tidak akan melakukan hal menjijikkan itu di tempat umum. Bahkan, jika dirinya memang merindukan belaian seorang wanita, dia bisa membuat wanita mana saja menyerahkan diri mereka dengan suka rela, tanpa harus curi-curi kesempatan.

"Itulah pertanyaanku, kenapa kau menyentuh bok0ng orang lain?" Ayna Maurice menatap Adam Shinkar dengan tatapan sengit.

"Aku tidak menyentuhnya!" bantah pria itu, lalu dia berbalik untuk menatap semua orang dan mencoba menjelaskan. "Aku tidak menyentuhnya!"

“Sungguh, aku tidak melakukannya!” Sekali lagi Adam Shinkar mencoba membersihkan nama baiknya yang mulai tercemar.

Kemudian, Adam Shinkar kembali berbalik menatap Ayna Maurice . "Ah, benar. Aku ingin tahu kenapa kau berpikir aku melakukan itu—"

"Kau pikir ini pertama kalinya aku melihat orang me sum memakai jas?" Ayna Maurice menatap Adam Shinkar dari ujung kepala sampai ujung kaki saat menyelanya dan tertawa sinis, lalu kembali berkata, "Kau mau membodohi siapa? Aku mempunyai mata yang tajam, kau tahu?"

"Hah, kau delusional." Adam Shinkar mendengus sinis. "Bagaimana mungkin—"

"Ini tindak kejahatan seksual di bawah pasal 13 untuk pelecehan umum." Ayna Maurice langsung memotong ucapan pria itu. “Dan kau bisa dipenjara satu tahun atau denda setidaknya tiga ribu dolar."

"Bukan pasal 13, tapi pasal 11.” balas Adam Shinkar meralat kata-kata wanita aneh yang menuduhnya sebagai pria mesum. “Mari luruskan ini!" tambahnya lagi.

Di saat Ayna Maurice dan Adam Shinkar sibuk berdebat, pria me sum sesungguhnya sedang termenung memikirkan hukuman yang akan diterima jika tindakan asusilanya ketahuan.

"Lihat!" Ayna Maurice tersenyum sinis. "Ketahuan kau. Kau mengulangi perbuatan tercelamu, kan?"

Ayna Maurice pikir, pria itu sudah sering kali bertindak mesum di tempat umum sehingga dia bisa tahu pasal-pasal hukum.

"Permisi, aku tidak perlu memberitahumu siapa aku—" Adam lancasetr tidak ingin mencoba menjelaskan kenapa dirinya bisa tahu pasal-pasal hukum, dia hanya ingin membersihkan namanya dari tuduhan yang tak berdasar.

Ayna Maurice tidak ingin mendengarkan apa pun lagi dari pria itu, jadi dia menyela, "Kenapa kau melakukan ini? Apa rasanya enak menyentuh bok0ng orang asing?"

Pria itu melirik sekeliling dengan panik. "Kapan aku menyentuh—"

"Kenapa kau melakukan ini?" Ayna Maurice tetap memojokkan Adam Lancaster, tidak memberikan kesempatan pada pria itu untuk membela diri.

"Kenapa kau menuduhku?" Adam Shinkar berbalik bertanya. “Bukan aku satu-satunya pria yang ada di MRT ini, bahkan yang memakai jas! Namun, kenapa aku yang kau tuduh?!”

“Karena kau yang paling mencurigakan!” balas Ayna Maurice, lalu dia berbalik untuk menatap pria mesum yang sesungguhnya hingga membuat pria itu gelagapan. "Permisi, bisa kau laporkan dia ke petugas keamanan?"

"Ya." Pria me sum itu mengangguk dengan canggung dan mengeluarkan ponselnya dengan tangan gemetar.

"Dasar bedebah kotor!" Pria me sum itu mengumpat dengan kasar, seolah-olah bukan dia pelau mesum yang sesungguhnya.

"Aku tidak kotor!" balas Adam Shinkar tak senang. Dia ingin menyentuh Ayna Maurice untuk menghentikan wanita itu, tetapi tangannya ditepis dengan kasar.

“Jangan sentuh aku!” Ayna Maurice melotot galak pada Adam Lancaster. "Kau tidak perlu menyangkalnya lagi, aku pun tidak ingin memperpanjang masalah ini karena aku terburu-buru.”

Kemudian, Ayna Maurice mendorong Adam Shinkar yang menghalangi jalannya. “Minggir, aku mau turun!"

Adam Shinkar pun tidak ingin berurusan dengan Ayna Maurice , jadi dia memberikan jalan untuk wanita yang dianggapnya gila itu .

Setelah itu, dia berbalik dan memberikan tatapan penuh peringatan pada pria me sum yang ingin melaporkannya. "Jangan melaporkan aku!"

Pria mesum itu langsung marah, seolah-olah dia adalah manusia yang paling suci di muka bumi ini. "Jangan bermain-main denganku!"

"Bukan aku, bukan aku!" Adam Shinkar masih mencoba menjelaskan dirinya tidak bersalah pada orang-orang yang menatapnya dengan berbagai tatapan.

Seketika, dia menyesali keputusannya menaiki MRT hanya gara-gara pertemuannya dengan m Ayna Maurice yang dianggapnya sudah gila.

"Ah, dasar." Dia menghela nafas tanpa daya dan pada akhirnya pasrah dengan tanggapan semua orang padanya. "Oh, ini juga pemberhentianku." Dia berjalan ke arah pintu, tetapi terhalang oleh Ayna Maurice yang masih berdiri di depan pintu dengan sikap menantang, membuatnya tidak bisa keluar.

Karena benar-benar tidak ingin berurusan dengan Ayna Maurice , Adam Shinkar mengambil langkah ke kanan, tetapi wanita itu tetap menghalanginya, bahkan ketika dia melangkah ke kiri.

Pada akhirnya, suara peringatan dari seorang wanita petugas terdengar di seluruh penjuru ruangan. "Pintu akan tertutup, harap mundur dari pintu."

Itu sebabnya, Adam Shinkar pun terpaksa mundur ke belakang, kembali masuk ke dalam MRT, sementara Ayna Maurice melambaikan tangan padanya dengan penuh kemenangan.

Dalam sekejap, MRT pun kembali berjalan dan Adam Shinkar hanya bisa menatap Ayna Maurice dengan kebencian.

"Aku harap kita tidak akan pernah bertemu lagi, tapi jika takdir tetap mempertemukan kita, lihat saja apa yang aku lakukan padamu!"

Rasa Bersalah

Di perusahaan, Ayna menjalani hari pertamanya tanpa kendala apa pun. Bahkan, segalanya berjalan lancar dan aman terkendali sampai jam kantor berakhir.

Saat Ayna mulai menyibukkan diri dengan merapikan meja kerja, perhatiannya teralihkan pada layar handphone yang menyala dan menampilkan sebuah pesan tanpa nama pengirim.

Ayna mengerutkan keningnya, lalu meraih benda pipih itu untuk memeriksa pesan yang masuk.

[Pacarmu ada di Romance Golden Hotel, bersama seorang wanita]

Untuk sesaat, Ayna membeku setelah membaca pesan itu. Ingin rasanya dia menganggap itu hanyalah pesan dari orang asing yang kurang kerjaan hingga berbuat iseng padanya. Akan tetapi, dia juga sudah terlanjur menganggap serius pada pesan itu.

Terlebih, selama ini dia juga sudah memiliki banyak kecurigaan pada sang kekasih, Darren Nilsson.

Karena itu, Ayna memutuskan untuk pergi ke Romance Golden Hotel hanya untuk memastikan kebenaran dari pesan anonym yang dia terima.

Namun, belum Ayna pergi ke mana pun, ponselnya berdering dan dia segera menjawab panggilan telepon itu saat melihat nama ‘Ny. Waltons’ tertera di layar.

“Ya, Nyonya Waltons?”

“Ayna, kau sudah pulang dari kantor, kan?”

Dari lubang speaker, suara lembut seorang wanita menembus telinga Ayna .

Bahkan, hanya mendengar suaranya yang lembut mendayu-dayu saja, semua orang akan tahu bahwa wanita itu berasal dari kalangan bangsawan.

“Saya baru saja mau pulang, ada apa, Nyonya?” Suara Ayna terdengar sopan dan lembut seperti biasanya.

“Itu bagus,” sahut Nyonya Waltons terdengar bersemangat, lalu dia melanjutkan dengan tenang. “Ayna, pergilah ke Romance Golden Hotel dan temui seseorang untukku.”

Ayna mengerutkan keningnya, merasa perintah Nyonya Waltons dan pesan yang dia terima sedikit kebetulan. Jadi, dia bertanya dengan rasa ingin tahu. “Siapa yang harus saya temui di sana?”

“Tuan Austin Shinkar,” sahut Nyonya Waltons, singkat, padat dan jelas.

“Dia temanmu?” Alis Ayna semakin berkerut dalam, dia tidak pernah mendengar nama itu meski sudah mengikuti Nyonya Waltons selama bertahun-tahun.

Lagipula, cara wanita paruh baya itu menyebut nama ‘Tuan Austin Shinkar’ seolah-olah dia begitu menghormatinya.

Nyonya Waltons memutar bola matanya, tetapi memaklumkan ketidaktahuan Ayna . Wanita itu bukan hanya kurang update, tetapi juga terkesan tidak peduli dengan kehidupan orang-orang terpandang di Golden City.

“Tuan Austin Shinkar adalah pengusaha ternama di Golden City,” terang Nyonya Waltons secara singkat. “Dia memiliki keponakan yang sudah lama menduda dan aku berencana menemuinya untuk menjodohkan Viona dengan keponakannya itu.”

Ayna mengangguk mengerti, lalu bertanya, “Oh, jam berapa saya harus menemuinya dan apa yang harus saya katakan padanya?”

“Pergilah sekarang, kita akan bertemu di sana,” kata Nyonya Waltons. “Kau hanya perlu mengatakan beberapa hal baik tentang Viona untuk membuat Tuan Austin terkesan.”

“Baik, Nyonya, saya mengerti.”

***

Begitu tiba di Romance Golden Hotel, Ayna langsung mencari keberadaan Nyonya Waltons di restoran dan dia mendapati wanita paruh baya yang mengenakan baju biru lengkap dengan topi berwarna senada, sedang melambai ke arahnya.

Ayna berjalan mendekati Nyonya Waltons dan bertanya sebagai bentuk basa-basi. “Kau sudah lama menunggu, Nyonya?”

“Belum,” sahut Nyonya Waltons acuh tak acuh. “Duduklah.”

Kemudian, wanita yang terlihat begitu elegan dan anggun meski berada di usia senja, melambaikan tangannya dan memanggil waiters, sebelum akhirnya memesan minuman untuknya dan Ayna .

Setelah beberapa saat menyeruput minumannya sembari berbasa-basi dengan Ayna, tatapan Nyonya Waltons yang terus tertuju ke arah pintu, akhirnya menangkap sosok Austin Shinkar memasuki restoran dengan membawa keagungannya.

Nyonya Waltons langsung berdiri dan menghalangi jalan Austin Shinkar ketika pria agung itu melewati mejanya. “Halo, Tuan Austin, apa kabar? Kupikir, setelah pindah dari Golden City aku tidak akan bertemu denganmu lagi. Ternyata, takdir masih mempertemukan kita, bagaimana kalau kau duduk dan minum secangkir kopi bersama kami.”

Austin Shinkar mengerutkan keningnya, berusaha mengingat siapa wanita tua yang berdiri dan berbicara ramah padanya. Kemudian, dia berbalik menyapa, “Halo, Nyonya Waltons.”

Setelah menggali-gali ingatan yang sempat terkubur, akhirnya Austin Shinkar bisa mengingat bahwa Nyonya Waltons adalah salah satu bangsawan di Golden City. Akan tetapi, mereka tidak sedekat itu untuk bisa duduk bersama di meja yang sama dan saling berbasa-basi dengan menenggak segelas kopi.

Meski begitu, Austin Shinkar tetap bersikap ramah dan menolak ajakan Nyonya Waltons dengan sopan. “Terima kasih atas tawaranmu, Nyonya Waltons. Namun, maaf saya sudah memiliki janji dengan seseorang.”

Tidak ingin menyerah begitu saja, Nyonya Waltons justru semakin bersemangat menghalangi Austin Shinkar pergi dari hadapannya. “Apa kau ingin bertemu dengan keponakanmu, Tuan Austin? Kalau iya, itu kebetulan sekali. Aku sangat ingin bertemu dan memperkenalkannya pada putri sulungku, siapa tahu mereka berjodoh.”

Mendengar kata-kata Nyonya Waltons, Austin Shinkar sedikit tertarik. Dia memang sudah lama mencoba membujuk Adam, keponakannya yang keras kepala untuk mencari wanita lain dan menikah lagi.

Namun, Adam selalu saja menolak dengan berbagai alasan.

Austin menatap Ayna yang dia pikir adalah putri sulung Nyonya Waltons dengan tatapan menilai, sebelum akhirnya tersenyum.

Namun, belum Austin Shinkar mengatakan apa pun, dia mendengar suara rendah tak asing yang datang dari arah belakang.

“Paman, kenapa kau berdiri di sana?”

Austin Shinkar berbalik begitu mengenali suara Arthur, keponakannya. “Oh, kau sudah sampai? Aku sedang mengobrol dengan teman lama, Nyonya Waltons dan putrinya.”

Mendengar itu, Adam pun menoleh ke arah dua wanita yang disebut oleh sang paman, sebelum akhirnya tatapannya terkunci pada Ayna, wanita yang berhasil membuatnya naik darah saat di MRT.

Tidak menyadari ada bara api yang mengamuk di netra Adam, Austin justru berpikir bahwa sang keponakan sudah terpikat pada Ayna . Jadi, dia tersenyum dan berbisik. “Sapalah mereka.”

Tidak ingin merusak citra baik pamannya, Adam tetap menyapa, “Halo, Nyonya Waltons.”

Kemudian, dia beralih menatap Ayna dengan raut wajah yang terlihat sangat dingin, bahkan tatapannya tampak lebih tajam dari belati. “Halo, Nona Waltons.”

Di dalam hatinya, ingin sekali Adam mencekik-cekik wanita yang sudah memfitnahnya di tempat umum.

Terlebih, saat melihat tidak ada rasa bersalah yang terlintas di mata Ayna saat bertemu kembali dengannya.

Bahkan, Adam bisa melihat ada tatapan sinis di balik senyum sopan wanita itu.

“Bukan.” Ayna menggelengkan kepalanya. “Saya Ayna Maurice, bukan Nona Waltons,” imbuhnya.

Kemudian, Nyonya Waltons pun dengan cepat menimpali, “Dia bukan putriku, dia hanya staf.”

Detik berikutnya, wanita itu mencoba mengklarifikasi kata-katanya. “Bisa dibilang dia anak asuhku.”

Austin dan Adam tampak tidak peduli dengan identitas Ayna, mereka hanya mengangguk.

Setelah itu, Nyonya Waltons menatap Ayna dan berkata, “Coba perlihatkan foto Viona pada Tuan Muda Adam, dia ingin melihatnya.”

Adam yang tidak tahu apa-apa langsung menatap Austin dengan tatapan yang menuntut penjelasan, tetapi sang paman justru mengedikkan bahunya.

“Nyonya, itu tidak perlu,” kata Adam mencoba menolak, tetapi Nyonya Waltons justru sudah meletakkan ponsel di depan wajahnya sehingga dia tidak bisa mengelak.

Bahkan, Nyonya Waltons juga langsung membicarakan banyak hal baik tentang Viona yang ada di dalam foto seolah-olah sedang mempromosikan sang putri.

Tidak punya pilihan lain, akhirnya Austin dan Adam terpaksa mendengarkan semua yang dikatakan oleh Nyonya Waltons dengan tanpa minat.

Entah sudah berapa lama mendengarkan omong kosong Nyonya Waltons, akhirnya Adam memutar bola matanya saat merasa tidak tahan lagi dan segera menghentikan wanita itu. “Baiklah, Nyonya. Bisakah kita membicarakan tentang putrimu dan aku lain kali? Hari ini aku dan pamanku harus menemui klien penting.”

Mendengar itu, Nyonya Waltons langsung terbungkam untuk sesaat, lalu tersenyum dengan canggung. “Baiklah, Tuan Muda. Aku menunggu kabar baik darimu.”

Jika Austin atau pun Adam tidak segera memberikan kabar baik padanya, maka Nyonya Waltons akan menarik perhatian mereka dengan cara lain.

Intinya, dia sudah bertekad untuk melakukan apa pun agar bisa masuk ke dalam keluarga Shinkar.

Terutama, melalui putrinya!

Begitu saja, dia pun terpaksa berhenti berbicara dan membiarkan kedua orang terkemuka di Golden City pergi dari hadapannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!