NovelToon NovelToon

Terlambat

Michi tidak ada dirumah

Duduk seorang anak laki-laki didepan rumah kedapatan tengah duduk termenung. Diketahui dia bernama Adriano Bagas Utomo yang lebih dikenal dengan panggilan Adrian.

Pagi yang begitu dingin, kabut putih tebal yang masih menyelimuti sebuah Desa yang berada di ujung timur Kabupaten Wonosobo. Desa Pulosaren yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Magelang. Dan merupakan desa wisata yang letaknya di kawasan kaki Gunung Sumbing.

Pak Suryo adalah orang tua Adrian yang bekerja sebagai petani sayur. Beberapa sayuran telah siap untuk dipanen. Tiba-tiba seorang warga tampak berlari sambil memanggil nama Pak Suryo.

"Pak! Pak Suryo!" Panggilnya sambil berlari kecil dengan sangat terburu-buru. Bahkan Adrian yang duduk dikursi pun seolah tak terlihat olehnya.

"Ada apa Pak Darman, Bapak sedang tidak enak badan Pak. Sekarang masih beristirahat dikamar." Jawab Adrian yang beranjak dari duduknya dan menghampiri Pak Darman.

"Bagaimana ya Mas, ada sesuatu hal yang penting harus saya sampaikan pada Bapak." Ucapnya.

"Langsung dengan saya saja tidak apa-apa Pak, nanti biar Adrian sampaikan ke bapak. Memangnya ada apa, Pak?" tanya Adrian yang semakin penasaran.

"A-ada masalah dengan kebun sayur yang sudah siap panen milik Bapak." Ucap Darman dengan terbata.

"Memangnya ada apa dengan kebun sayur Bapak?" tanya Adrian yang tampak panik.

"Sekarang kita lagsung lihat kesana saja Pak, saya tidak mau bapak kenapa-napa kalau tahu dengan kondisi kebunnya sekarang." Ajak Adrian pada Pak Darman.

Dikarenakan orang tuanya yang sedang sakit, Adrian pergi bersama dengan Pak Darman untuk melihat kebun sayur miliknya. Pak Darman salah satu orang yang membantu Pak Suryo untuk mengurusi semua kebun sayur miliknya. Adrian sengaja tak memberitahukan hal ini kepada Pak Suryo. Karena kondisi Pak Suryo yang sedang sakit.

"Sebenarnya apa yang terjadi dengan kebun sayur milik Bapak, apakah ada orang yang memang tak suka dengan bapak." Batinnya.

Desa mereka memang mayoritas bekerja sebagai petani sayur. Dengan kondisi desa yang terletak di dataran tinggi, sangat cocok untuk bertani sayur.

Tak lama dari itu, setelah berjalan beberapa menit, sampailah mereka di lokasi perkebunan.

"Pak! Apa yang sebenarnya terjadi, siapa yang melakukan ini. Siapa!!"

"Saya juga kurang tahu Mas, rencana hari ini sudah mau panen, tapi hampir separuh tanaman di kebun rusak semua." Jawab Pak Darman.

Melihat kondisi sayuran yang rusak, dari sawi yang menguning, tomat yang sudah busuk, dan pohon cabai yang sudah rata dengan tanah membuat Adrian tampak bingung.

"Sekarang kita harus bagaimana Mas," tanya Pak Darman yang mulai panik karena sebenarnya sudah ada beberapa orang yang memberikan uang untuk membeli sayurannya.

"Pak. Apa bapak sedang sakit? Mengapa tiba-tiba bapak gelisah seperti itu. Ada apa Pak?" tanya Adrian.

Niat hati tak ingin membuat Adrian semakin bingung, Pak Darman memilih untuk sementara waktu tak menceritakannya. Pak Darman mencari alasan yang lain agar Adrian tak lagi banyak bertanya.

"Saya sendiri juga kurang tahu Mas, mungkin karena syok melihat sayuran siap panen yang rusak semua." Jawabnya.

"Bapak tidak usah khawatir, semoga saja ada solusi lain untuk mengganti semua kerugian ini," ucap Adrian menenangkan Pak Darman yang masih tampak gelisah.

Sambil melihat sayuran dibeberapa titik yang tampak begitu hancur, Adrian meminta tetap memanen sayuran yang masih layak untuk dijual.

Setelah Adrian mengelilingi seluruh kebun sayur miliknya. Adrian kembali menghampiri Pak Darman. Diperkirakan masih ada kurang lebih lima puluh persen sayuran yang bisa dipanen. Akan tetapi dari hasil menjual sayuran kemungkinan belum bisa menutup biaya-biaya yang dikeluarkan untuk modal menanam sayurannya.

"Pak Darman, untuk masalah ini jangan memberi tahu bapak dulu ya Pak. Biar nanti saya saja yang menyampaikan ini semua pada bapak." Pinta Adrian pada Pak Darman.

"Iya Mas, saya mengikuti saran Mas Adrian saja bagaimana baiknya." Sahut Pak Darman.

Mereka berdua akhirnya memilah beberapa sayuran yang busuk dengan sayuran yang masih layak untuk dijual.

* * *

"Selamat pagi Pa, tumben banget Papa jam segini sudah rapi. Memangnya Papa mau pergi kemana? Apa Mama juga ikut pergi?" tanya Michella yang duduk di samping meja makan pada Papanya yang sudah terlihat sangat rapi.

"Pagi juga Michi sayang," jawab sang Papa yang segera ikut duduk untuk sarapan pagi bersama.

Michi adalah panggilan Papa dan Mamanya kepada putrinya. Putri tunggalnya yang memiliki nama asli Dian Michella Safitri. Yang kini masih duduk di bangku kuliah semester akhir disebuah perguruan tinggi Negeri di Yogyakarta.

"Mama sama Papa hari ini ada acara grand opening perusahaan milik temen Papa. Jadi kemungkinan hari ini pulang sedikit terlambat." Sahut sang Mama.

"Iya Michi, kalau saja hari ini kamu ada waktu pasti akan Papa ajak, tapi kamu harus tetap kuliah. Biar cepat di wisuda. Pokoknya nilaimu harus bagus." Ucap sang Papa.

Bagi Pak Andika Pratama, yang merupakan seorang pengusaha properti yang sukses. Berharap putrinya akan menjadi Mahasiswi yang berkompeten di bidangnya.

"Oh ya Pa, apa besok teman Michi boleh datang ke rumah. Katanya Dia ingin sekali bertemu dengan Papa." Ucap Michi.

"Teman yang mana? Temanmu si miskin itu, yang sampai saat ini masih pengangguran. Untuk apa dia datang kesini. Bilang ke temanmu itu. Papa tidak mengijinkan dia datang kesini kalau hanya untuk minta sumbangan. Kamu juga, jangan terlalu dekat dengan dia. Papa takut kamu akan seperti dia." Jelas sang Papa.

"Dia bukan si miskin Pa, namanya Mas Adrian." Sahut Michi menjelaskan pada sang Papa.

Namun bagi Pak Andika, baginya nama itu tidak penting. Yang dilihat oleh Pak Andika adalah seberapa besar materi yang dimilikinya, barulah dia akan mengakui orang itu.

"Jangan bilang kamu ada hubungan spesial dengan laki-laki miskin itu." Ucap sang Papa.

"Masih banyak yang lebih dari dia, teman Papa banyak anak laki-lakinya yang bersedia meminang mu. Hanya saja Papa tak ingin kuliahmu terganggu." Imbuh Pak Andika.

Sang Mama hanya bisa diam melihat perdebatan keduanya. Karena sang Mama tahu, jika Pak Andika sangat memperhitungkan semuanya, sekecil apapun itu.

"Papa Jahat!!"

Michi segera beranjak dari tempat duduknya dan diapun berlari kekamar mengambil tas, dan segera keluar dari rumahnya.

"Michi ... kamu mau kemana sayang," panggil sang Mama mencoba mencegahnya agar tidak pergi.

Sang Papa yang melihatnya pun menggelengkan kepalanya. Tampak keheranan melihat sikap anaknya yang seperti itu.

"Lihat Ma, itu hasil didikan Mama. Anak yang selalu dimanja, apa saja yang diminta selalu dituruti. Seperti ini hasilnya. Mulai membangkang sama orang tua." Ucap sang Papa yang membuat sang Mama kesal.

"Mama tidak mau berdebat, sekarang Mama mau mengejar Michi." Sahut sang Mama yang segera bergegas mengejar Michi.

Namun sayang, Michi sudah tak terlihat didepan rumahnya. Sang Mama terus mencarinya disekeliling rumah. Sang Mama hanya menangis sembari memanggil nama putrinya.

"Michi sayang ... kamu kemana Nak?"

Meminjam Uang

Tiada pilihan lagi untuk Adrian untuk mendapatkan suntikan dana demi terus berjalannya usaha yang lama dirintis oleh Pak Suryo.

"Pak Darman, saya pamit pergi dulu sebentar ya Pak. Nanti saya kesini lagi." Ucap Adrian sambil bergegas pergi.

"Mas mau pergi kemana? Mas Adrian." Panggil Pak Darman sedikit teriak.

Namun Adrian tanpa menghiraukan lagi panggilan Pak Darman. Dengan sedikit tergesa-gesa Adrian pergi meninggalkan kebun.

"Sebenarnya Mas Adrian mau pergi kemana? Mengapa sangat terburu-buru." Ucap Pak Darman lirih.

Pak Darman melanjutkan untuk terus memanen sayuran yang masih layak untuk dijual. Dan memisahkan dari sayuran yang sudah membusuk.

...***************...

"Assalamualaikum, permisi Pak."

Adrian yang kini sudah berada didepan pagar rumah Pak Andika. Terus mengucap salam, namun tak ada siapapun yang menemuinya.

Rumah Pak Andika adalah salah satu rumah paling mewah di kampung tempat tinggal Adrian. Tak ada kata menyerah, Adrian terus menerus memanggil Pak Andika dan sesekali memanggil nama Michi.

"Siapa lagi yang terus berteriak di luar itu, memangnya dia pikir rumahku ini hutan. Apa dia tidak tahu waktu, pagi-pagi sekali sudah mengganggu waktuku saja." Ucap Pak Andika yang saat ini sedang duduk memikirkan putrinya yang pergi dari rumah.

Suara yang terus menerus memanggilnya membuat Pak Andika semakin geram. Dia lupa kalau ternyata security sedang pergi mencari putrinya yang keluar dari rumah.

Dikarenakan tak ada siapapun yang berada dirumah, akhirnya Pak Andika memanggil salah satu asisten rumah tangga yang selalu berada dirumah.

"Bi Ijah, Bi..." panggil Pak Andika sambil bertolak pinggang saking kesalnya dengan suara orang yang telah berteriak sedari tadi.

Tak lama dari itu, Bi Ijah yang sudah berdiri di depan Pak Andika sambil berkata, " iya Tuan, ada apa Tuan memanggil saya."

"Coba Bi Ijah lihat, siapa yang ada di depan. Dari tadi teriak-teriak sudah mirip seperti Tarzan saja." Perintah Pak Andika pada Bi Ijah.

"Iya Tuan, kalau begitu Ijah pergi ke depan dulu untuk melihatnya," jawab Bu Ijah yang segera bergegas pergi menuju ke depan rumah.

"Ada apa denganku hari ini, selalu saja ada yang membuatku kesal, tadi Michi. Sekarang malah orang yang teriak-teriak tidak jelas," gumamnya sambil menjatuhkan badannya di sofa yang empuk.

Bi Ijah yang kini sudah berada di depan rumah pun segera menyapa Adrian yang masih berdiri diluar pagar rumahnya.

"Maaf Mas, kalau boleh tahu Mas ini siapa ya? Dan ada perlu apa dengan Tuan dan Nona." Tanya Bi Ijah.

"Saya Adrian Bu, teman sekolah Michi." Jawab Adrian dengan ramahnya.

"Apakah Pak Andika sekarang ada dirumah Bu? Saya ada sedikit perlu dengan beliau. Mohon disampaikan kepada beliau ya Bu," ucap Adrian dengan sangat memohon kepada Bu Ijah.

Bu Ijah tampak bingung, karena situasi saat ini sangat tidak baik. Pak Andika yang sedang kesal lantaran anaknya yang sekarang pergi dari rumah.

"Bagaimana Bu? Adrian minta tolong dengan sangat Bu. Tolong sampaikan kepada Pak Andika. Saya Adrian putra Pak Suryo." Ucapnya dengan sangat memohon.

Akhirnya Bu Ijah yang merasa tak enak dengan Adrian, memberanikan diri untuk menemui Pak Andika yang berada di ruang tengah.

"Bagiamana ya Mas, ya sudah kalau begitu. Mas Adrian tunggu disini dulu ya Mas. Saya coba panggilkan Tuan dulu." Ucap Bu Ijah yang segera pergi meninggalkan Adrian di luar pintu gerbang rumah.

"Iya baik Bu, terimakasih ya Bu," ucap Adrian dengan sopannya.

"Semoga saja Pak Andika mau menemuiku,"batin Adrian.

Bu Ijah yang sudah berada disamping Pak Andika memberanikan dirinya untuk memanggilnya.

"M-maaf Tuan Andika, diluar yang datang katanya mau bertemu dengan Tuan. Namanya Mas Adrian putra Pak Suryo, dia juga teman non Michi Tuan. Apakah Mas Adrian diperbolehkan masuk untuk menemui Tuan," tanya Bu Ijah.

Bu Ijah hanya menunduk tak berani melihat ke arah Pak Andika yang terlihat masih sangat kesal.

"Ada perlu apa, anak itu datang kesini? Apa dia sudah tahu dengan sayurannya yang sudah hancur. Ini kesempatan bagus untukku. Tapi, untuk apa dia datang kesini?" Ucap Pak Andika dalam hatinya.

"Ya sudah Bi, suruh anak itu masuk kerumah. Suruh temuin saya di ruang tamu." Ucap Pak Andika.

"Baik Tuan, kalau begitu Ijah permisi dulu," ucapnya sambil segera bergegas pergi menemui Adrian.

Melihat Bu Ijah yang keluar dari rumah, Adrian berharap akan memberi kabar baik padanya.

"Semoga saja Pak Andika mau menemuiku." Ucapnya dalam hati sambil menunggu kedatangan Bu Ijah.

"Mas Adrian, maaf ya sudah menunggu lama. Tuan sudah mengijinkan Mas Adrian untuk menemuinya. Silahkan masuk Mas, sudah ditunggu tuan di ruang tamu." Ucapnya dengan sopan sambil membukakan pintu gerbang yang sedari tadi menghalanginya.

"Alhamdulillah, terimakasih ya Bu. Adrian tidak tahu kalau tidak ada ibu tadi. Pasti belum bisa ketemu Pak Andika." Ucapnya sambil berjalan masuk kedalam rumah Pak Andika.

Rumah yang tampak begitu mewah, membuat Adrian terperangah melihat rumah Pak Andika yang begitu besar.

"Mari saya antar Mas," ajak Bu Ijah untuk mengantarkan Adrian menemui Pak Andika.

"Oh, iya baik Bu." Sahut Adrian.

Mereka pun menuju ruang tamu, disana sudah terlihat Pak Andika yang dengan santai duduk disofa sembari menghisap rokok cerutu yang ada ditangannya.

"Ini Tuan, Mas Adrian yang ingin bertemu dengan Tuan." Ucap Bu Ijah pada Pak Andika.

Pak Andika hanya menganggukkan kepalanya, tanpa menjawab sepatah kata apapun. Bi Ijah pun pergi meninggalkan Adrian bersama Pak Andika.

"Apa kamu teman dekat Michi anak saya? Yang selama ini dia gadang-gadang bisa membuat anakku bahagia. Jangan harap saya akan merestui hubungan kalian." Tegasnya.

"Ta-tapi Pak, saya dan putri bapak hanya sebatas teman kok Pak." Kilah Adrian didepan Pak Andika.

Pak Andika dengan tatapan yang tajamnya, karena termasuk orang yang tak pernah suka dengan orang yang berbohong.

"Saya sudah tahu semua tentang hubungan kamu dengan Michi putriku. Jadi kamu jangan coba-coba untuk membohongiku." Ucap Paka Andika.

Adrian hanya tertunduk diam, tanpa menjawab sepatah kata apapun.

"Sekarang apa tujuanmu menemuiku," tanya Pak Andika.

"M-maaf Pak sebelumnya, saya kesini untuk meminjam uang kepada Pak Andika. Karena sayuran saya, semua gagal panen Pak. Apakah saya bisa meminjam uang Pak? Saya akan mengganti uangnya segera Pak." Ucap Adrian.

"Kamu mau meminjam uang denganku, bagaimana saya bisa percaya kalau kamu bisa mengembalikan uang saya. Memangnya kamu sekarang bekerja dimana?" tanya Pak Andika.

"Saya belum bekerja Pak, saya sementara ini membantu bapak saya mengurusi kebun sayuran. Saya sudah kesana-kemari mendaftar pekerjaan, tapi karena ijazah SMA saya sedikit sulit untuk mendapat pekerjaan Pak." Jawab Adrian dengan jujur.

"Memangnya kalau kamu meminjam uang padaku, bagaimana cara kamu akan membayarnya?" tanya Pak Andika.

Syarat untuk Pak Handoko

"Non Michi, Tuan meminta Non Michi sekarang pulang." Panggil Pak Handoko yang terus meminta Michi untuk ikut pulang bersamanya.

"Apa sih Pak Han. Michi gak mau pulang." Jawab Michi sambil terus berjalan.

"Apa non Michi tidak kasihan sama Tuan dan Nyonya. Mereka sangat menyayangi non Michi. Sekarang ikut Pak Han pulang ya Non?" pintanya yang terus mengikuti Michi yang terus berjalan.

Akan tetapi Michi tidak menghiraukan ajakan Pak Han. Karena yang diinginkan Michi sekarang hanyalah ingin bertemu Adrian. Namun Pak Andika sama sekali tidak mengizinkan. Hanya karena status sosialnya.

"Memangnya Papa ada rasa kasihan sama Michi. Kalau memang kasihan, seharusnya tidak melarang Michi untuk mengundang Mas Andrian." Ucapnya sambil membuang muka.

"Tuan seperti itu karena takut non Michi kenapa-napa. Sekarang pulang ya Non, kasihani saya Non. Bisa-bisa saya tidak boleh kerja lagi Non, kalau saya tidak membawa Non Michi pulang sekarang." Bujuknya sambil memohon agar Michi mau ikut pulang bersamanya.

Michi yang sejak kecil memang dimanja oleh Pak Andika, membuat dirinya yang ingin selalu dituruti apapun yang ia mau.

Melihat Pak Han yang sedikit memohon padanya, akhirnya Michi menuruti ajakan Pak Han untuk ikut pulang kerumah.

"Michi mau ikut Pak Han pulang, tapi ada satu syarat yang harus Pak Han penuhi." Ucapnya sambil memikirkan sesuatu yang ingin dipinta olehnya.

"Syarat Non, kenapa harus ada syaratnya. Memang syaratnya apa Non?" tanya Pak Han yang ingin tahu syarat apa yang diminta oleh Michi.

Dengan melihat keatas, mata besar yang terus melihat sekeliling, tampak Michi sedang memikirkan sesuatu.

"AHA!!"

Tiba-tiba Michi seolah mendapatkan ide yang cemerlang. Michi pun memanggil Pak Han untuk mendekat dan berbisik padanya.

"Pak Han besok harus membantu Michi untuk menemui Mas Adrian." Ucapnya lirih.

Awalnya Pak Han hanya terdiam, dan belum berani memberi keputusan apapun pada Michi. Akan tetapi setelah beberapa menit memikirkannya. Akhirnya Pak Han menerima syarat yang diberikan oleh Michi.

"Saya terima syaratnya Non, tapi satu kali saja ya Non," ucap Pak Handoko meski sebenarnya ada rasa takut jika harus menuruti keinginan Michi.

"Oke!! Deal!!" Ucap Michi yang langsung masuk kedalam mobil yang dikendarai oleh Pak Han.

Pak Han yang masih berdiri disamping mobil pun sampai terdiam mematung. Karena sebenarnya Pak Han tidak yakin bisa memenuhi syarat yang diminta oleh Michi.

"Pak Han! Pak Han kenapa masih diam berdiri disitu saja!" Teriak Michi dari pintu kaca mobil yang dibukanya.

"I-iya Non Michi," jawab Pak Han yang bergegas berlari menuju mobilnya.

Perlahan mobil pun berjalan menuju rumah, dalam hatinya Pak Han senang karena Michi berhasil dibawa pulang. Akan tetapi tetap ada rasa khawatir juga jika ingat dengan syarat yang diminta oleh Michi.

Bahkan karena saking takutnya, Pak Han sampai gagal fokus saat mengendarai mobilnya. Yang hampir saja bersenggolan dengan pengendara lain.

Michi yang menyadarinya pun segera meneriaki Pak Han yang sepertinya sedang melamun. Yang akhirnya senggolan dapat terhindarkan. Pak Han pun segera menepikan mobilnya.

"Pak Han bagaimana sih nyetirnya, harus fokus dong? Jangan ngelamun gitu. Sedang mikirin apa sih, Pak?" tanya Michi dengan kesalnya.

"Maaf Non Michi. Tapi jujur, saya masih kepikiran dengan syarat yang non minta tadi, karena selama ini saya belum pernah melawan perintah Tuan. Kalau Non Michi minta saya seperti yang Non minta, sama halnya dengan saya melawan perintah Tuan." Jelasnya.

"Owh, ya sudah kalau memang Pak Han maunya begitu. Tapi saya akan turun disini sekarang juga. Apalagi barusan Pak Han sudah hampir membuatku celaka. Nanti pasti akan Michi adukan ke Papa." Ancamnya.

"Ja-jangan Non, nanti bisa-bisa saya lagsung dipecat. Saya mohon jangan diadukan ke Tuan ya Non. Saya mohon dengan sangat Non." Pinta Pak Han sambil mengerucutkan telapak tangannya didepan Michi.

Melihat ketakutan Pak Han, dalam hati Michi merasa sangat bahagia. Karena akhirnya dia memiliki senjata andalan untuk menekan Pak Han untuk mengikuti semua perintahnya. Memang cukup sulit untuk posisi Pak Han saat ini.

"Oke, kalau begitu Pak Han harus tetap membantuku jika masih ingin bekerja sama Papa." Ucapnya sambil tersenyum kecil.

"Iya baik Non, saya akan membantu Non Michi, tapi jangan bilang sama Tuan kejadian hari ini ya Non." Pintanya.

"Oke, ya sudah kita lanjut jalan lagi kalau begitu." Perintah Michi.

Akhirnya setelah berhenti sejenak dan perdebatan antara mereka, Pak Han perlahan kembali melakukan kendaraannya.

Setelah perjalanan beberapa saat, akhirnya Michi sampailah didepan rumah. Pak Han membunyikan klakson mobil agar Bi Ijah membukakan pintu gerbangnya. Dari kejauhan Bi Ijah berlari kecil untuk membukakan pintu gerbang.

Akhirnya mereka berdua sampailah dihalaman rumah. Namun sebelum turun dari mobil, Pak Han kembali meminta Michi untuk tidak mengadukan kejadian hari ini ke Pak Andika.

Tanpa ada jawaban apapun dari Michi, membuat Pak Han sedikit ketar-ketir. Takut jika Michi akan keceplosan mengatakan kepada Pak Andika.

Michi dengan santainya masuk kedalam rumah tanpa mengucap salam. Bahkan tak peduli dengan orang yang sedang berada diruang tamu itu. Pak Han yang mengekor dibelakangnya mengantarkan Michi sampai didepan pintu rumah.

Tanpa menyapa orang yang berada diruang tamu, Michi berlari masuk kedalam kamarnya yang berada dilantai dua. Panggilan Pak Andika pun telah di abaikan. Namun setelah sampai dikamar, Michi baru menyadari jika ada orang lain selain Papanya.

"Sepertinya ada orang lain diruang tamu tadi selain Papa. Siapa orang itu ya? Apa Papa sedang ada tamu? Tapi jam segini siapa yang datang bertamu. Hah! sudahlah, ngapain gue mikirin orang itu." Gumamnya.

Di ruang tamu, Pak Andika masih terus meremehkan Adrian yang tidak mungkin bisa mengembalikan uang jika dirinya masih tetap meminjamnya.

"Hey Adrian, kamu sama orang tuamu itu sama saja, sudahlah? Kalian terima saja keadaan kalian, kalau miskin itu ya tetap miskin. Jangan memaksakan untuk menjadi orang kaya.Hahaha." Cemooh nya karena dirasa Adrian yang terlalu memaksa untuk menjadi orang kaya.

"Maaf Pak Andika Pratama yang terhormat, kami memang miskin. Tapi kami masih punya harga diri. Pak Andika boleh menghina saya, tapi saya tidak terima dengan anda merendahkan orang tua saya. Mungkin saat ini anda sedang berada diatas, tapi perlu anda ingat. Roda kehidupan itu berputar. Tak selamanya kita itu berada diatas,atau selamanya dibawah." Tegasnya.

"Kamu, anak kemarin sore jangan sok-sokan menasehati. Memang berapa harga dirimu. Sini aku beli semua. Aku sudah banyak makan garam. Kamu itu anak bau kencur, pikirkan saja nasibmu dan keluargamu itu." Ucapnya ketus sambil melemparkan uang gepokan senilai sepuluh juta yang diambil dari koper yang ada disampingnya.

"Handoko!"

"Handoko!"

"Iya Tuan, ada apa Tuan memanggil saya." Tanya Pak Handoko.

"Tolong!! Cepat kamu usir anak bau kencur ini dari hadapanku." Perintahnya.

"I-iya Tuan. Mari mas sebaiknya Mas keluar." Perintah Pak Handoko sambil menarik lengannya.

"Lepaskan Pak!" Perintah Michi yang tiba-tiba ada dibelakang Pak Handoko.

Pak Handoko pun melepaskan tangannya dari lengan Adrian. Dan terlihat Michi mendekati Adrian.

Namun baru beberapa langkah, tangannya ditarik oleh Pak Andika. Yang membuat tubuhnya terhempas mengenai kursi yang ada disampingnya.

"Michi!!" Teriak Adrian.

"Jangan sekali-kali kamu berani menyentuh putriku." Ucap Pak Andika.

Adrian pun dipaksa keluar oleh Pak Handoko.Yang membuat Adrian tak tahu pasti bagaimana keadaan Michi sekarang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!