(Jika tak suka dengan yang berbau panas!!! , bisa pergi dan jangan lanjut baca!!!)
Evelyn berjalan berlenggok di lantai bermarmer sebuah hotel dengan penuh percaya diri, tatapan nakal dari para para pria hidung belang tak dia hiraukan, dengan mengunyah permen karetnya sesekali membuat gelembung untuk membuat sensasi menyenangkan meringankan hati Evelyn melajukan langkahnya.
Gaun ketat merah membalut tubuhnya, dengan batas setengah paha hingga menampilkan paha putih mulusnya yang terawat, bentuk leher berbentuk V hingga membuat kedua bulatan indah mengintip dari sebaliknya dan jika di tarik satu tarikan saja akan terlihat sepenuhnya.
Evelyn terlihat begitu panas bahkan membuat para pria yang menatapnya meneteskan air liurnya, wajah opal, bibir tipis, hidung mancung, juga mata bulat yang mengerjap indah membuatnya begitu mengagumkan.
Berjalan memasuki lift dan menghela nafasnya saat pintu tertutup rapat "Para pria gila.." cetusnya dengan seringaian di ujung bibir.
Membuang ampas permen karet Evelyn mengetuk pintu kamar bertuliskan 608 tepat di lantai 25.
Tak berselang lama pintu kamar terbuka menampilkan seorang pria berbadan kekar dengan hanya mengenakan bathrobe. Terlihat tetesan air masih menetes di rambutnya menandakan bahwa dia baru saja menyelesaikan kegiatannya di kamar mandi.
"Oh, kau sudah datang masuklah!"
Dengan patuh Evelyn memasuki kamar dan mengedip saat melihat dekorasi kamar yang elegan, pria kali ini menyewa tempat yang sangat bagus.
Evelyn berjalan kearah jendela dan melihat pemandangan pantai yang biru dan indah, meski tidak dari dekat karena kini dia berdiri di lantai 25 tapi pemandangan luas itu cukup mengagumkan.
"Aku perlu membersihkan diriku dahulu.." Evelyn berdesis geli saat sang pria mengecupi lehernya.
"Kau wangi.." Evelyn berbalik dan mengusap rahang pria tampan di depannya.
"Jangan terburu- buru.. aku milikmu malam ini.." Evelyn menggigit bibirnya memberikan gerakan menggoda.
Telunjuknya bergerak menelusuri tubuh basah itu, hingga merambat ke bagian tubuh pria itu yang menegang.
Evelyn terkekeh saat sang pria mendesis dengan mata terpejam saat ketika remasan lembut dia labuhkan.
"Oh, Eve.. lanjutkan" namun Evelyn menghentikan gerakannya dan mendorong lembut tubuh kokoh itu.
"Tunggu aku.." Evelyn pergi kearah kamar mandi dengan berlenggok dan mengedipkan mata lalu menutup pintu.
Sementara Evelyn di kamar mandi, si pria tampan bernama Felix itu menerima panggilan dari seseorang "Yes, Honey.. ya tentu saja aku merindukanmu, aku tidak sabar untuk pulang dan kembali menunggangimu.."
"Mesum.." terdengar suara lembut malu- malu di telinga Felix.
"Tapi kau menyukai si pria mesum ini bukan?"
"Tentu saja, aku juga sudah tidak sabar menghabiskan malam denganmu.." Felix menoleh saat mendengar pintu kamar mandi terbuka menampakan pemandangan indah yang tak dapat mengalihkan tatapannya.
Felix menyesap rokoknya lalu mengepulkan asapnya ke udara, melipat kakinya duduk dengan anggun, dengan tatapan tak lepas dari sosok menggairahkan yang kini berjalan kearahnya dengan gaun tipis melekat di tubuhnya.
"Hmm.. tentu saja aku ingat.." Evelyn berjalan mendekat dan duduk di pangkuan Felix dengan lembut penuh godaan.
Felix yang masih sibuk dengan ponselnya membiarkan Evelyn membelai dan menelusuri tubuhnya.
Helaan nafas penuh desa han berusaha dia sembunyikan agar tak terdengar oleh wanita di sebrang sana saat Evelyn meremas tubuhnya.
"Aku tebak kau pasti sedang telan jang.."
"Ah, Felix aku hanya sedang merindukan mu, jadi aku.."
"Aku mengerti Honey, dan karena mu aku menjadi bergairah.."
Felix membuang puntung rokoknya kedalam asbak, dan tangannya mulai meremas bo kong seksii yang sejak tadi menggodanya.
"Kau cantik.." bisiknya sambil menjauhkan ponselnya.
Evelyn terkekeh lalu mulai melucuti handuk kimono putih yang masih membalut Felix, gerakan gemulai penuh godaan membuat Felix tak sabar mencicipi rasa Evelyn "Honey, aku ingin segera menghujammu.." terdengar desa han dari ujung ponselnya namun Felix menyeringai ke arah Evelyn.
Evelyn mengerakkan bo kongnya bergerak maju mundur membuat Felix semakin tak tahan..
"Honey, aku tak tahan bisakah biarkan aku menyelesaikannya.."
"Kau menyelesaikannya..?"
"Ya, dan karena kau berada jauh disana aku hanya akan menyelesaikannya dengan caraku.."
Terdengar kekehan "Baiklah, maafkan aku karena membuatmu harus menggunakan sabun malam ini"
Felix tak menjawab dan langsung mematikan panggilannya, jika wanita di ujung ponselnya mengira Felix menyelesaikannya dengan sabun di kamar mandi, namun 'caranya sendiri' yang di maksud Felix yaitu dengan mencum bu wanita seksii menggoda yang sudah di sewanya, Evelyn.
Evelyn tersenyum menggoda lalu menggigit dagu Felix yang mulus dan dia kira baru saja di cukur "Maaf dengan sedikit gangguan.."
"Tidak masalah, aku mengerti dan kau memang harus mengutamakan kekasihmu.."
Ah..
Felix mende sah nikmat saat sapuan lembut dari lidah tak bertulang menerpanya, "Saat Irene menyarankanmu aku sungguh penasaran, tapi baru di awal saja kau sudah membuatku merasakan kenikmatan luar biasa.."
Evelyn menggerling nakal mendongak dengan mulut penuh tubuh Felix "Irene memang tau mana yang terhebat.."
Oh.. "Aku tak tahan.."
Evelyn bisa melihat pria tampan di depannya takluk padanya dan dengan terburu- buru merubah posisi mereka dan mulai merobek kain tipis membalut tubuhnya, Evelyn menggelinjang saat sapuan tangan besar meraba dan meremas lembut dirinya.
Evelyn membuka lebar akses untuk Felix masuk dan menyesap lembut miliknya, hingga Evelyn mengejang.
Tubuhnya bereaksi dan Evelyn mulai mengeluarkan suara- suara seksii semakin membuat Felix tak tahan untuk melanjutkannya ke menu utama.
"Kau cantik.. dan seksii.." Bagi sebagian wanita itu adalah pujian, namun bagi Evelyn itu sudah menjadi kutukan di seumur hidupnya.
Evelyn memejamkan mata, saat Felix mulai menikmati menu utamanya, gerakan lembut di awal membuat Evelyn melambung tinggi..
Oh..
Ah..
Kini kamar mewah itu di penuhi nafas panas penuh ga irah..
...
🙈🙈🙈🙈
Eh apa ya ini?
Semoga lulus review, kalau tak lulus ya ku hapus🤪
"Sial, gaunku di robek lagi.." Evelyn memungut gaun tipis yang di robek Felix dan melemparnya ke tong sampah.
Evelyn melihat ke arah ranjang dimana Felix masih memejamkan matanya setelah puas, menungganginya.
Evelyn mengambil sebatang rokok dari kotak rokok milik Felix, menyulut lalu menyesapnya "Semua pria sama saja.." desisnya menghembuskan asap ke udara.
Setiap pria yang dilayaninya selalu beraksi tak sabaran dan merobek gaunnya dengan beringas tak peduli harga gaun itu mahal, meski gaun tipis, tapi gaun itu bermerk dan terkenal dengan mode yang seksii dan membuat bergairah para pria.
Ya itu adalah lingerie dari merk ternama dan terkenal dengan harga fantastis meski hanya untuk gaun tipis, bahkan ada beberapa hanya bermodel jaring ikan saja, tapi harganya tak masuk akal. Tapi mau bagaimana lagi, itu adalah modal bagi Evelyn untuk setiap pekerjaannya.
Dengan modal yang besar dan mahal tentu saja hasilnya pun akan lebih besar, kepuasan yang di terima pelanggannya akan berakibat pada rekeningnya yang membengkak.
Sebuah notifikasi masuk ke ponselnya dan benar saja ada sejumlah uang yang baru saja masuk ke dalam rekeningnya.
"Tip untukmu.." Terdengar suara serak dari pria yang baru bangun dengan ponsel di tangannya, Felix terbangun dan langsung memberikan sejumlah uang yang tak main- main untuk kepuasan yang baru saja di dapatnya, dan itu di sebutnya sebagai tip?.
Tentu saja karena uang pokoknya sudah dia terima dari Irene sang mucikari yang menawarkannya pada Felix.
"Ini lebih besar dari yang di berikan Irene.."
"Tidak masalah, karena aku puas.."
Evelyn tertawa kecil merasa lucu dengan tingkah pria seperti Felix ini, dia memiliki kekasih, tapi masih menyewa wanita panggilan untuk memenuhi hasratnya, uangnya banyak kenapa tidak bawa saja kekasihnya agar dia tidak perlu mengeluarkan uang tip yang banyak seperti kali ini.
Kasihan sekali kekasih Felix yang menunggu Felix tanpa tahu pria itu sedang bersenang- senang dengan wanita lain.
Tapi Evelyn tak peduli itu bukan urusannya sama sekali, tugasnya adalah bekerja dan mencari uang sebanyak- banyaknya dengan memuaskan hasrat pria itu.
Evelyn menyalakan api dan menyulut rokok yang terselip di mulut Felix, Felix tersenyum menyeringai dan seksii membuat Evelyn sedikit tertegun.
"Kau terlihat terpesona padaku.." Felix terkekeh.
Evelyn tersenyum lembut dan kini Felix yang terdiam, senyum Evelyn begitu lembut bahkan nampak lesung pipik yang mempercantiknya berbeda dengan senyum penuh godaan yang Evelyn berikan tadi, kali ini senyumannya mampu menembus hati Felix "Aku rasa perkataan itu terbalik.."
Felix tertawa..
Evelyn sungguh luar biasa, jika Felix lebih lama lagi di dekat wanita ini dia pasti tergila- gila.. ah bahkan sekarang pun Felix sepertinya sudah terjerat.
"Kau memang luar biasa.."
"Aku hitung pujian itu yang ke dua puluh kalinya.." Evelyn memiringkan wajahnya, terlihat imut dan lugu, namun Felix tahu Evelyn tak selugu itu..
Felix terkekeh "Jika terlalu lama aku di dekatmu, aku mungkin akan menjadikanmu kekasihku.."
"Oh, ya..? jika begitu aku harus segera pergi.." Evelyn bangkit dari duduknya, namun bukannya pergi Evelyn justru duduk di pangkuan Felix dan memberi ciuman lembut pada bibirnya, di sambut baik oleh Felix keduanya bergelut bersambung lidah penuh gairah, hingga Evelyn menarik diri meninggalkan kekosongan pada Felix..
"Terimakasih untuk tipnya.." sekali lagi Evelyn memberi sapuan lembut di bibir Felix dengan lidahnya lalu bangkit dan pergi meninggalkan Felix yang tertegun.
Sial,
Felix di tinggal setelah gai rahnya tersulut oleh sapuan lembut bibir tipis Evelyn.
...
Evelyn berjalan ke arah dimana mobilnya terparkir di parkiran hotel lalu melajukannya dengan kecepatan sedang, hari sudah semakin malam dimana para manusia normal sudah mulai memejamkan mata dan beristirahat, tapi tidak bagi Evelyn semakin malam maka Evelyn semakin bersemangat dalam mengumpulkan pundi- pundi uang.
Berkendara kurang lebih dua puluh menit Evelyn menghentikan mobilnya di parkiran sebuah Club malam, mendapat sapaan dari penjaga depan gerbang Evelyn melanjutkan langkahnya memasuki ruangan yang semakin dalam semakin remang cahaya.
Suara musik yang nyaring dan memekak telinga menerpanya namun Evelyn nampak tak terganggu dengan itu dan terus berjalan masuk.
Asap rokok menguar bercampur dengan aroma khas dari beberapa minuman yang bisa dengan mudah di dapat hanya dengan memesan pada bartender yang sedang meracik di depannya.
"Eve.. Irene mencarimu.." kata sang bartender dan membuat Evelyn yang baru saja duduk mendengus.
"Tidak bisakah aku minum dulu.." keluhnya.
Ares terkekeh "Aku rasa Irene juga tidak terburu- buru.."
Evelyn mengangguk "Baiklah aku akan menikmati dulu minumanku.." Evelyn menyesap pelan minuman berwarna kuning keemasan di dalam gelas kecil yang baru saja di sajikan Ares, memejam menikmati rasa panas menjalari tenggorokannya dan seketika membuat tubuhnya hangat.
"Racikan mu selalu nikmat.." Ares tersenyum menggeleng saat Evelyn bangkit dan pergi ke arah dimana ruangan Irene berada.
Mengetuk pintu ruangan Irene lalu membukanya Evelyn tertegun sesat lalu mendengus "Kau tidak mengunci pintu.."
Irene menahan desa hannya lalu menurunkan roknya yang terangkat, di bawahnya ada seorang pria yang sedang memberikan sapuan padanya. "Kita lanjutkan nanti Baby.." Irene memberi ciuman sebelum mendorong pria itu keluar dari ruangannya.
Mengedikkan bahu acuh Evelyn mendudukan dirinya di sofa berwarna merah cerah milik Irene.
Harusnya pemandangan yang baru saja dilihatnya membuatnya canggung dan malu, tapi tidak bagi Evelyn, hal yang sudah terbiasa dilihatnya menjadi biasa baginya, bahkan dirinyapun juga melakukan itu, jadi Evelyn hanya menatap Irene dengan acuh.
"Kau memanggilku.." Irene mendesah lelah, wanita paruh baya yang masih cantik dan seksii itu menatapnya dengan tatapan tak biasa.
Irene adalah wanita berusia 40 han, dan seorang janda yang haus belaian, bermodal club malam yang dimilikinya dia membuka layanan wanita panggilan untuk setiap pria yang tak merasa puas dengan kekasih bahkan istrinya atau bahkan pria jomblo yang tak punya tempat untuk melampiaskan hasratnya.
Usaha yang sudah di gelutinya selama lebih dari sepuluh tahun itu sudah memperkayanya, bagaimana tidak wanita yang dimilikinya adalah wanita- wanita tidak hanya cantik tapi tentu saja dapat memuaskan semua pria yang menyewanya hingga uang yang di dapatnya tidak sedikit, sepeti Evelyn yang dia jadikan anak emas seringkali membawa hoki dengan uang sewa yang tak main- main karena kemampuannya yang luar biasa menghipnotis setiap penyewanya.
Beruntungnya Irene menemukan Evelyn lima tahun lalu dan menjadikannya anaknya, anak dalam artian tanda ("). Hingga kini Clubnya sudah memiliki beberapa cabang dan bekerja sama dengan beberapa investor.
"Besok malam, akan ada acara penyambutan investor besar kita.. aku harap kau bisa menjadi salah satu wanita penari.."
Evelyn mengangkat alisnya, selain menjadi wanita panggilan dia juga kerap menari berlenggok menampilkan lekuk tubuhnya untuk mendapatkan uang.
Pole dance adalah salah satu kemampuan yang dia kuasai.
"Hanya itu..?" Evelyn mendengus jika hanya itu kenapa tidak lewat telpon saja, kenapa repot- repot memanggilnya, hingga dia harus mengganggu kegiatan Irene.
Irene lagi- lagi menghela nafasnya "Tidak hanya itu Eve.. investor kali ini sedikit mengerikan, jadi kau harus sedikit hati- hati.."
...
Tes satu, dua, tiga?
Seorang pria dengan stelan formal baru saja keluar dari jet pribadinya diikuti beberapa orang di belakangnya diantaranya ada seorang wanita yang membacakan jadwalnya selama berada di negara yang baru saja dia jejaki.
"Pukul 3 sore anda akan menghadiri rapat dengan pemilik pabrik anggur terbesar di kota ini, dilanjutkan dengan menemani Tuan Carlos untuk bermain golf..
Lalu pukul 9 malam kita akan rapat di Club Paradise.."
Pria itu terus berjalan dan tak menghiraukan ucapan sang sekertaris, nyatanya apa yang diucapkan wanita itu sudah dia rekam di otaknya hingga dia tak perlu meminta penjelasan lebih lagi.
"Selamat datang tuan Devan," pria itu memasuki mobil setelah sang supir membuka pintu dengan membungkukkan tubuhnya.
Diikuti sekertarisnya yang duduk di kursi di sebelah supir, mobil mulai melaju dengan kecepatan sedang menuju sebuah hotel.
Ponsel di tangan sekertaris berdering "Tuan Devan telepon dari Nona Diana.." sang sekertaris berdehem dia bahkan sudah bicara dengan hati- hati tapi tetap saja jantungnya berdebar takut, takut dimarahi.
"Abaikan.." Devan tak bergeming bahkan matanya terpejam acuh tanpa berniat menghiraukan panggilan tersebut.
Sekertaris Devan meringis lalu melihat ke arah supir yang tak bisa berbuat apa- apa, mereka tidak berdaya dan hanya bisa menurut meski mungkin nanti mereka akan dimaki oleh Nona bernama Diana tersebut.
Kekasih dari tuannya itu memang sangat arogan dan sombong hingga dia selalu membuatnya dalam masalah, kini sekertaris hanya bisa pasrah semoga dia tak mendapat cacian dari Nona Diana karena mengabaikan panggilan yang sudah ketiga kalinya.
.
.
Memasuki hotel Devan di sambut dengan jajaran pegawai dengan menunduk sopan kearahnya, terang saja dia adalah pemilik dari hotel yang kini dia jejaki, Devan menghentikan langkahnya dan menatap sang manager hotel "Sudah kubilang tak perlu sambutan, kembali bekerja!." Devan berkata tegas hingga tak menunggu lama semua pegawai membubarkan diri.
"Bawa semua laporan ke kamarku!" Devan melanjutkan langkahnya menghiraukan Manager yang masih menunduk.
"Baik Tuan.."
"Penjilat.." dengusnya, meski terdengar di telinga sang manager namun dia juga tak berani melawan pada pemilik hotel tempatnya bekerja tersebut.
"Tina cepatlah!" Sekertaris dengan cepat mengikuti langkah Devan.
"Lambat!"
"Maafkan aku tuan.." Tina menekan tombol di lift lalu pintu pun tertutup.
...
Setelah istirahat beberapa saat Devan menyelesaikan satu persatu pekerjaannya, mengunjungi pabrik anggur, dan memastikan anggur- anggur yang memasoknya adalah anggur terbaik, memastikan proses fermentasi higienis hingga menjamin kualitas akan memuaskan pelanggan.
tepat pukul lima sore, Devan keluar dari pabrik dan melepas jasnya dan langsung di terima Tina yang masih mengikuti di belakangnya.
"Persiapan bermain golf ku sudah siap?"Devan memasuki mobil dan mendudukan dirinya, sebelah tangannya sibuk membuka kancing kemeja dan melepasnya dasinya.
"Sudah Tuan.." Tina menyerahkan paper bag pada Devan.
Tiba di lapangan golf Devan memasuki ruang ganti.
Devan mengenakan kaos putih lengan pendek lalu mengenakan topi baseball nya, alas kaki yang tadinya berbalut sepatu pantofel kini berubah menjadi sneaker yang senada dengan kaos dan celana yang dia kenakan.
"Dia sudah datang?" yang Devan tanyakan adalah Tuan Carlos yang akan bermain golf bersamanya.
"Beliau baru saja tiba tuan.." Devan mengangguk dan berjalan menuju lapangan.
"Selamat sore tuan Carlos.." Devan menjabat tangan dengan pria paruh baya yang ada di depannya.
Tuan Carlos di ikuti dua bodyguard di belakangnya dengan sekertaris dan asisten yang sigap dengan apa yang diinginkannya.
"Tak perlu terlalu formal tuan Dev, kita bersantai saja.."
Devan tersenyum mengangguk tentu saja pertemuan mereka bukan hanya sekedar mengisi waktu luang jelas Devan tak punya waktu untuk bersantai, namun demi sebuah bisnis dia akan menuruti dahulu apa kata Carlos.
Bukan Devan namanya jika kesepakatan bisnis tidak tercapai, pria ambisius itu tentu saja berhasil meyakinkan Tuan Carlos untuk bekerja sama.
"Aku suka pria ambisius sepertimu.. aku akan segera menandatangani kontraknya.." Devan berjabat tangan seraya menunduk hormat mengantar kepergian tuan Carlos.
"Aku ingin membersihkan diriku dulu sebelum ke club.." Devan memasuki mobilnya dan membiarkan sang supir melajukan mobilnya ke hotel tempatnya tinggal.
...
Devan menghela nafasnya saat tiba di kamar hotel miliknya, bergerak ke arah bar mendudukkan dirinya lalu mengambil minuman yang tertata rapi di meja, tangannya bergerak merogoh saku dan mengambil sebatang rokok lalu menyalakannya untuk menyesap sari dari tembakau yang terbakar.
Disaat berdiam diri seperti sekarang ini, pikiran Devan selalu membayang ke kejadian lima tahun lalu dimana dia ditinggalkan oleh sosok manis yang mengisi hatinya, rasa sakit dan kecewa Devan rasakan saat sosok manis itu pergi tanpa pamit, sebercak penyesalan pun hadir dalam dirinya andai dia tak melakukan kebodohan- kebodohan yang membuatnya pergi..
Mungkin..
Sosok manis itu masih bersamanya..
Devan sekali lagi menghela nafasnya menghilangkan seberkas bayangan dalam benaknya yang selalu terbayang saat pikirannya kosong seperti sekarang.
Bangkit dan melepas kaus berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri, tak ada waktu untuk berdiam diri dan berpaku pada bayangan yang semu dan tak tahu berada dimana.
...
Like..
Komen..
Vote
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!