Menjadi seorang pria yang memiliki masalah dengan kelamin adalah sebuah mimpi buruk bagi siapa saja. Begitupun dengan wanita yang tidak punya masa kesuburan. Lantas apa jadinya jika seorang pria impoten menikah dengan wanita infertil?
🌹🌹🌹
Seorang pria yang bernama Jonathan kini tengah berbahagia sepertinya. Setelah ia gagal berulang kali mengajak wanitanya menikah, kini ia telah menemukan separuh jiwanya.
Jonathan memang tampan, banyak wanita yang mendekati dirinya. Tapi sayang, begitu mereka tahu jika ia seorang pria impoten, satu persatu dari mereka mundur. Padahal ia sudah banyak mengeluarkan banyak uang bahkan siap memberi sebanyak apapun untuk dengan syarat mereka mau jadi istrinya. Tapi tidak ada satupun yang mau, kecuali wanita yang satu ini.
Namanya Olyn. Jonathan yang biasa di panggil dengan sebutan Jona bahkan tidak percaya jika wanita itu mau menikah dengannya. Mungkin karena untuk saat ini ia tidak mengatakan apa yang menjadi masalah dalam dirinya. Tapi ia janji, nanti ia akan jujur setelah semuanya berjalan dengan lancar.
Olyn sendiri memiliki paras yang cantik dan body nya yang menarik. Sehingga ketika Jona mengetahui jika Olyn mau menjadi istrinya, ia seperti menemukan oasis di tengah gurun berpasir.
Hingga tiba pernikahan mereka yang di rayakan secara besar-besaran. Dan saat pesta sudah berakhir, kini mereka sedang berada di dalam kamar dalam kondisi masih memakai baju pengantin. Olyn yang masih mengenakan gaun putih dan Jona masih mengenakan kemeja putih polos, sedangkan jas hitamnya sudah ia lepas.
Olyn dan Jona duduk bersebelahan di atas ranjang tempat tidur yang di hiasi oleh angsa sebagai lambang pengantin baru.
Keduanya saling melempar tatapan seperti ada yang mereka ingin katakan.
"Olyn."
"Jona."
Keduanya memanggil nama dengan waktu yang bersamaan. Sehingga Jona mengalah dan meminta agar Olyn saja yang bicara lebih dulu.
"Aku nanti saja, kamu dulu saja yang bicara."
"Kamu dulu."
"Ladies first."
Olyn pun akhirnya menurut. Sebenarnya ia ragu untuk mengatakan hal ini. Bahkan rasa nya tidak sanggup untuk di katakan.
"Kamu dulu saja. Nanti aku akan bicara setelah kamu," ujar wanita itu.
Mau tidak mau, Jona yang akan bicara lebih dulu. Sebelumnya ia sudah mempersiapkan mental baja. Apapun keputusan Olyn, nantinya, ia akan terima. Yang terpenting ia berusaha jujur.
"Sebelumnya aku terima kasih banyak karena kamu sudah bersedia menjadi istri aku tanpa adanya hubungan pacaran sebelum pernikahan ini berlangsung. Jujur, selama aku mendekati wanita dan sempat menjalin hubungan dengan mereka, tidak ada satupun di antara mereka yang siap menjadi istri aku. Jadi, aku putuskan untuk melangsungkan pernikahan saja dengan kamu. Beruntung kamu tidak keberatan," ucap Jona mengawali.
"Iya, sama-sama. Tapi kenapa mereka tidak mau menikah sama kamu? Kamu orang yang notabene kaya dan juga tampan. Lalu kenapa mereka mau di ajak menikah?" tanya Olyn merasa heran.
"Itu dia masalahnya. Sebelum aku mengatakan apa yang ingin aku sampaikan, aku ingin tahu alasan kenapa kamu mau menikah dengan aku? Apa karena dari parad dan segi finansial?"
Olyn menggeleng. "Aku tidak pernah berpikir ke arah sana. Aku pun memiliki masalah yang sama dengan kamu. Tidak ada yang ingin menikah denganku."
"Karena?"
Olyn ingin langsung memberi tahu soal itu pada Jona, beruntung ia segera sadar.
"Nanti aku ceritakan setelah kamu."
"Oh, baiklah."
"Jadi apa yang membuat banyak wanita mundur ketika di ajak menikah olehmu?"
Tanpa pikir panjang lagi, Jona pun jujur.
"Aku impoten."
Suasana seketika berubah hening. Mereka saling menatap satu sama lain. Jona kini lebih ke pasrah saja. Tapi ia masih berharap jika Olyn sanggup menerimanya.
_Bersambung_
"Jadi apa yang membuat banyak wanita mundur ketika di ajak menikah olehmu?"
Tanpa pikir panjang lagi, Jona pun jujur.
"Aku impoten."
Suasana seketika berubah hening. Mereka saling menatap satu sama lain. Jona kini lebih ke pasrah saja. Tapi ia masih berharap jika Olyn sanggup menerimanya.
"Kenapa tidak bilang sejak awal?" tanya Olyn dengan nada datar.
Jona bingung harus mengatakan apa. Ia tahu Olyn pasti sangat kecewa padanya.
"Aku minta maaf, Olyn. Aku tidak bermaksud untuk-"
"Jika kamu katakan sejak awal, maka akupun akan mengatakannya sejak awal kalau aku juga infertil," pungkas Olyn.
"Hm?" Reaksi Jona terkejut dengan iris mata melebar seketika.
Pria itu memastikan lagi apa yang ia dengar dari mulut Olyn benar atau salah.
"Infertil?"
Olyn mengangguk. "Iya, itulah sebabnya kenapa tidak ada pria yang mau menikahiku selain kamu, Jona."
Keduanya bergeming dan memandang satu sama lain dalam waktu yang cukup lama.
"Apa ini yang dinamakan jodoh?" ujar Jona tanpa sadar.
Seketika keduanya terkekeh mentertawai keboddohan mereka berdua. Ternyata wanita yang ia nikahi seorang infertil dan pria yang menikahnya seorang impoten.
"Iya, sepertinya kita memang jodoh dan di takdirkan untuk saling melengkapi," sahut Olyn kembali menciptakan tawa.
Alih-alih kecewa satu sama lain dan merasa di tipu, justru mereka senang lantaran akan hidup bersama dengan orang yang memiliki masalah yang sama.
"Apa kamu serius pria impoten?" tanya Olyn hingga Jona merasa sedikit malu.
"Apa aku boleh melihatnya?" pinta Olyn kemudian.
"Aku malu, dia tidak hidup."
"Itulah sebabnya di namakan impoten, karena dia tidak bisa hidup. Aku ingin melihatnya sekarang. Cepat perlihatkan punyamu kepadaku!"
Olyn sudah tidak sabar ingin melihat seperti bentuk kelamin pria yang impoten. Dan ternyata itu sangat imut dan lucu.
"Oh my god, imut sekali bentuknya."
Olyn serasa mendapat mainan baru. Ia tidak pernah melihat bentuk kelamin pria seimut ini.
"Ah jangan lakukan itu!" Jona menahan geli saat Olyn menyentuh miliknya dan memainkannya menggunakan jari telunjuk.
"Aahh aku mohon berhenti, berhentilah."
Jona tidak tahan lagi dengan gelinya. Tapi seharusnya jika pria hal itu mungkin akan sangat menyenangkan karena akan membuat kelaminnya berdiri tegang. Namun ini tidak ada efek sama sekali.
"Aku mau buat pancingan, siapa tahu ini bisa membuat kamu hidup kembali."
"Percuma!"
"Tidak ada yang sia-sia, kita usaha dulu."
Olyn membuka gaun pengantinnya dan tidak tanggung-tanggung membuka secara keseluruhan di hadapan Jona. Pria itu menelan salivanya dengan sudah payah, ia tidak lagi sanggup menahan sesuatu dalam dirinya.
"Ayo kita coba."
Tubuh Jona membeku, ia tidak tahan melihat body Olyn yang sangat aduhai.
Keduanya berusaha melakukan sesuatu yang memang sudah seharusnya di lakukan oleh pengantin baru di malam pertama. Tapi sekuat apapun berusaha, itu tidak akan pernah bisa mengubah takdir jika Jona di tetapkan sebagai pria impoten permanen.
Jona yang semula tidur menindih di atas tubuh Olyn, kini beralih ke sisi kosong sebelah kiri wanita itu. Dia menyerah.
"Argh, sial. Aku hampir menderita setiap hari karena masalah ini."
Jona benar-benar menyerah. Ia justru merasa tersiksa di buatnya. Ketika hasratnya membesar, namun ia tidak bisa menyalurkan hasratnya dan mau tidak mau ia harus menerima kenyataan bahwa ia seorang pria impoten.
Keduanya berbaring di atas tempat tidur yang sama sambil menatap langit-langit.
"Apa ini tidak akan sembuh?" tanya Olyn membelah keheningan.
"Dokter mengatakan jika ini permanen."
Olyn menghembuskan napas kecil.
"Itu artinya selamanya kita tidak akan pernah bisa melakukan hubungan suami istri."
Kalimat Olyn barusan menarik perhatian Jona, pria itu menoleh dan menatap wajah istrinya dari samping.
"Sama halnya seperti kita tidak akan pernah punya anak," jawab pria itu kemudian.
Olyn pun menoleh. Sehingga saat ini mereka saling bertatapan namun masih dengan posisi tubuh terlentang.
"Iya, kamu benar."
"Apa kamu menyesal menikah denganku? Sebab meskipun kamu tidak bisa punya anak, setidaknya kamu masih bisa merasakan hubungan itu dengan pria normal."
"Tetap saja, mereka tidak akan pernah mau menjadikan aku sebagai istrinya."
"Setidaknya itu sedikit lebih baik dariku."
Keduanya saling menatap dengan tatapan yang cukup dalam penuh arti.
"Mau coba lagi?" tawar Olyn.
Jona menggeleng. Semakin ia merasakan suhu tubuhnya memanas akan sensasi yang di timbulkan, maka ia akan semakin tersiksa.
Olyn kemudian meraih tangan Jona. Ia mengangkat tangan itu ke udara. Dengan senyum penuh arti.
"Kamu bisa melakukannya dengan ini."
Olyn melipat tiga jari tangan Jona dan hanya menyisakan jari tengah dan jari manisnya saja. Kini Jona paham akan maksud wanita itu. Tapi tetap saja, ia tetap merasa tersiksa. Tapi setidaknya jika itu akan membuat Olyn senang, maka ia akan melakukannya.
"Baiklah."
Senyum Olyn melebar. Sebelum kemudian mereka mencoba untuk melakukannya lagi.
_Bersambung_
Pagi ini Olyn tengah sarapan bersama keluarga Jona. Walaupun Jona juga Sultan di usia muda, tapi dia masih ikut tinggal bersama orang tuanya. Bukan dia tidak mampu untuk membeli rumah, tapi dia masih nyaman tinggal bersama keluarga.
Mama, papa, dan adik perempuan Jona ada di meja makan. Olyn sedikit canggung berada di tengah-tengah keluarga itu.
"Jona, apa kamu sudah memberi tahu Olyn tentang siapa kamu?"
Nyonya Artur bertanya dan membelah keheningan di antara mereka. Sekaligus memastikan apa Jona benar-benar menepati janjinya untuk jujur soal itu.
"Ma .."
Tuan Artur mencoba memperingati istrinya untuk tidak membahas soal itu sebelum Jona sendiri yang membahasnya. Khawatir jika Jona bicara para istrinya soal itu.
"Papa sama mama tenang saja, aku sudah kasih tahu Olyn mengenai masalah itu."
"Really?"
"Hm."
Nyonya Artur melihat ke arah Olyn dan wanita itu mengulas senyum seolah itu bukan masalah besar baginya. Bukannya tidak senang, ia hanya merasa aneh saja kenapa Olyn bisa sefine itu.
"Aku tidak yakin dia bisa semudah itu menerima kak Jona. Pasti ada sesuatu yang dia incar dari kak Jona," timpal Eleanor, adik Jona.
Gadis remaja yang masih kuliah itu ikut menimpali seraya melayangkan tatapan tidak percaya pada Olyn.
Semua pasang mata kini tertuju pada Elea, lalu beralih pada Olyn. Dengan tenang dan santainya Olyn membalas perkataan Elea.
"Aku tidak seburuk yang kamu pikirkan, adik ipar. Bukan aku yang buruk, mungkin saja pikiranmu," sahut Olyn membuat Elea merasa kesal di buatnya.
"Lalu alasan apa selain harta? Aku yakin, kamu pasti sedang mengincar harta keluarga kami," balas Elea.
"Jika wanita yang mau menikah dengan Jona karena harta, mungkin bukan aku yang menikah dengannya. Tapi wanita lain yang pernah menjadi kekasihnya," balas Olyn lagi.
Nyonya Artur menegur putrinya secara halus untuk tidak lagi mengatakan sesuatu yang memancing perdebatan. Namun, Elea tidak mengindahkan teguran mamanya.
"Aku hanya penasaran, ma. Apa alasan dia mau menikah dengan kak Jona selain karena harta? Apa kalian juga tidak penasaran?"
Kalimat Elea barusan berhasil memancing perhatian tuan Artur. Begitupun dengan nyonya Artur yang ikut terpengaruh.
Nyonya Artur pun kini menatap wajah Olyn dengan penuh rasa penasaran.
"Benar. Jadi apa alasan kamu bisa semudah itu menerima tentang masalah Jona?"
Semua pasang mata kembali pada Olyn. Jona ikut menatap Olyn yang duduk di sampingnya dengan rasa penasaran, apa Olyn akan berkata jujur. Ia harap Olyn tidak mengatakannya sekarang. Sebab mereka belum tentu bisa menerima hal itu. Meski seharusnya itu sesuatu yang adil baginya.
"Bagi aku, itu bukan masalah. Itu takdir dan kita tidak bisa meninggalkan seseorang hanya karena kekurangannya. Sebab kita sebagai manusia pasti memiliki kekurangan masing-masing. Tidak adil rasa meninggalkan seseorang hanya karena ketidak sempurnaan yang bahkan tidak di inginkannya. Aku tahu dia tidak sempurna, tapi bukan berarti dia tak berhak bahagia," jawab Olyn.
Bagi nyonya dan tuan Artur itu alasan yang cukup logis dan mudah untuk di pahami.
Meski demikian, Elea masih yakin jika ada satu alasan yang di miliki oleh Olyn kenapa dia bisa semudah itu menerima kakaknya. Sebab banyak wanita yang mundur setelah mengetahui kondisi kakaknya.
Jona bisa bernapas lega lantaran Olyn tidak mengatakan yang sebenarnya sekarang. Ini bukan situasi yang tepat untuk membicarakan masalah yang serius.
Elea hanya bisa menggerutu dalam hati. Ia kira wanita itu akan terpojok oleh pertanyaannya. Tapi istri kakaknya justru pandai memberikan jawaban. Rupanya ia harus hati-hati terhadap wanita itu.
_Bersambung_
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!