Happy Reading ....
.
.
.
“Ah~ Baby, faster Baby!”
Jemari lentiknya mencengkram rambut legam pria di atas tubuhnya. Dia membelikan kedua kakinya di antara tubuh sispax itu.
Selena meniduri seorang pria yang tidak dikenal malam ini, yang dia temukan di dalam sebuah club malam. Merelakan keperawananya kepada pria asing demi mendapatkan bibit unggut anaknya kelak. Terndengar sangat gila, namun ini terjadi karena phobia yang dideritanya.
Dia terbangun di atas ranjang sebuah hotel ketika perlahan sinar mentari menyeruak masuk ke dalam ruangan dan menyinari wajahnya. Lengannya meraba halus sisi ranjang, namun dia tidak menemukan siapapun di sana.
“Kemana dia?”
Selena melihat pintu kamar mandi yang terbuka, baju berserakan bekas semalam juga hilang. Hanya tersisa beberapa helai baju miliknya saja.
Dia bangun dari tidurnya, meraih handuk dari atas nakas. Seketika dia berkerut kening saat melihat satu lembar uang keluar dari balik selimut. Lantas Selina segera membuka selimut itu.
“O Lord!”
Terhenyak, mendapati puluhan uang yang berserakan di atas ranjang. Tidak lupa satu bercak darah kecil di sana, namun diabaikannya. Dia hanya melihat uang itu.
Selina mengambil beberapa lembar uang itu kemudian menghitungnya.
Dia tersenyum meremehkan. “Ini tidak cukup untuk biaya hidup anakmu kelak. Aku juga yang harus mengeluarkan uang lebih banyak,” ucapnya.
***
“Mami, aku menginginkan ini.”
Jemari lentiknya menunjuk pada sebuah robot berwarna kuning. Bumblebee, tokoh di film terkenal. Anak kecil itu sangat menyukai semua tokoh robot yang ada di dalam film tersebut. Dia memiliki semua koleksi mainannya.
“Mami akan memberikannya untukmu,” ucap Selena seraya mengusap rambut legam milik putranya.
Selena memanggil seorang pelayan toko, meminta untuk mengambilkan mainan yang disukai oleh Kenzo namun seketika pelayan toko itu mengatakan;
“Maaf Nyonya, barang ini sudah dipesan, dan kami tidak memiliki stok lagi. Ini adalah limited edition, perusahaan hanya mengeluarkan 3 robot seperti ini saja untuk seluruh dunia.”
Selena melirik wajah polos putranya. Penolakan akan berakibat buruk baginya. Kenzo akan menangis sepanjang hari jika dia tidak bisa memiliki apa yang dia inginkan. Sikapnya ini karena semua orang terlalu memanjakannya.
Wanita cantik itu menyugar rambutnya ke belakang. “Jika seseorang sudah memesannya, kenapa kau masih menyimpannya di sini?” ucap Selena. “Kini putraku telah melihatnya.”
“Maaf, Nyonya.”
“Jual itu kepadaku, aku akan membayarnya dua kali lipat,” ucap Selena.
“Tidak bisa, Nyonya. Barang ini adalah pesanan orang lain, kami tidak bisa menjualnya kepadamu.”
Selena berdecak malas kemudian dia menatap kembali wajah putranya, menyentuh pipi gembil itu dengan lembut.
“Kenzo, bagaimana jika kau memilih robot yang lain?” tanya Selena.
“Tidak Mami, aku hanya menyukai robot itu.”
“Apa kau benar-benar menyukainya, Honey?”
“Yes, Mami.” Bocah kecil itu mengangguk mengiyakan.
Selena kembali bernegosiasi dengan pelayan toko tersebut agar mau menjual robot tersebut kepadanya. Dia bahkan mau membayar 5 kali lipat dari harga yang ditawarkan jika dia bisa mendapatkan mainan yang diinginkan oleh anaknya.
“Maaf Nyonya, kami tidak bisa menjualnya kepadamu.” Jawaban pelayan itu tetap sama.
Selena bersikeras mencoba bernegosiasi. Namun jawaban pelayan itu tetap sama yaitu tidak bisa menjualnya kepada orang lain. Ini adalah peraturan perusahaan. Perusahaan tidak bisa tidak bertanggung jawab untuk memberikan pesanan orang lain kepada orang yang berbeda.
O ****! Umpat Selena dalam hati. Betapa melelahkannya jika dia harus melihat putra kecilnya itu mengamuk hanya karena tidak bisa mendapatkan sebuah robot.
Seketika satu pelayan lainya datang, meminta robot tersebut kepada pelayan yang sejak tadi sibuk berbicara dengan Selena.
Tiba-tiba saja Kenzo mengguncang lengannya. “Mami, aku ingin membawanya.”
Kedua pelayan itu saling bertatapan bingung, mereka juga tidak bisa mengecewakan pelanggan kecil yang selalu rutin berkunjung ke toko. Namun bagaimana lagi, mainan itu sudah sold out. Kenzo dan Selena terlambat satu langkah.
“Di mana pesanannya? Kenapa kalian sangat lama sekali?”
Seorang pria tampan berpakaian rapih datang di antara mereka. Semua sorot mata langsung tertuju padanya.
“Maaf, Tuan Zayn, aku akan segera membungkus pesanan anda.”
“Mami ....” Lagi, Kenzo mengguncang lengan Selena.
Zayn melirik ke arahnya, melebarkan mata melihat wajah mungil yang mencebik di hadapannya. Wajah itu terlihat sangat familiar. Seketika dia beralih menatap Selena yang juga tengah melihat ke arahnya.
“Bolehkah aku mendapatkan robot itu? Putraku menginginkannya,” ucap Selena.
“Tentu saja, Nona,” jawabnya dengan mudah.
Selena tersenyum senang, begitupula dengan pelayan yang langsung memberikan robot Bumblebee itu kepada Kenzo.
“Kau senang, Ken?”
“Yes, Mami.”
“Terimakasih,” ucap Selena kepada Zayn.
Zayn tersenyum dan mengangguk. “Sama-sama, Nona.”
Setelah melakukan pembayaran, Selena pergi untuk mengantarkan Kenzo ke tempat les musik. Dia juga sempat memberikan kartu nama miliknya kepada Zayn, mengajak pria itu untuk bertemu jika ada waktu luang. Selena akan mentraktirnya karena Zayn telah berbaik hati merelakan mainan itu kepada putranya.
***
Sementara itu, Zayn kembali ke perusahaan tempatnya bekerja. Dia langsung pergi menuju ruangan CEO dan masuk ke dalam ruangan tersebut. Di sana, seorang pria berwajah dingin tengah sibuk membaca dan membolak-balikan beberapa dokument di atas meja.
Zayn dengan santai duduk di atas sofa, menuangkan teh dan memakan beberapa cemilan.
“Kau memberikan robot itu kepada orang lain?” tanya pria yang tengah duduk di kursi kebesarannya.
“Ya, seorang bocah kecil. Aku rasa dia lebih pantas mendapatkannya dibanding dirimu,” jawab Zayn seenaknya.
“Yang lebih menarik adalah, wajah bocah itu sangat mirip denganmu. Hei, apa kau menanamkan sebuah bibit pada seorang wanita beberapa tahun yang lalu?” sambung Zayn.
Seketika pria bernama Felix itu menghentikan jemarinya untuk membalikan dokument. Beranjak dari kursinya lalu pergi dan duduk di depan Zayn. Menuangkan teh, lalu meminumnya sedikit.
Dengan tenang dia menjawab, “Mungkin.”
Zayn menatap kakaknya itu dengan intens. Lagipula, wanita mana yang tidak menginginkan benih buah hati dari seorang Felix Alexander. Banyak wanita yang sangat ingin bersamanya, apapun akan mereka lakukan hanya untuk mendapatkan perhatiannya.
Pada kenyataannya, Felix bukanlah seorang bastard yang gemar meniduri wanita. Tapi banyak juga dari mereka yang mengaku-ngaku hamil hanya untuk mendapatkan posisi sebagai Nyonya Alexander. Namun Felix tidak peduli, dia tahu dengan jelas jika wanita-wanita itu adalah penipu. Kapan mereka tidur dengannya? Di dalam mimpi?
Dan ketika Zayn dengan jelas bertanya seperti itu, Felix sama sekali tidak merasa aneh. Lagipula, jika seorang wanita berhasil memiliki anak darinya, lantas kenapa wanita itu tidak datang untuk meminta pertanggung jawaban.
“Jika dia memang putramu, mungkin kau sudah memiliki seorang istri yang sangat cantik. Damn it! Wanita yang dipanggilnya mami itu terlihat sangat ****!”
Felix menatap adiknya itu dengan intens. “Kau tertarik kepada wanita yang sudah memiliki anak?”
“Percayalah, mungkin kau akan memiliki pemikiran yang sama denganku.” Zayn berbicara sembari membayangkan betapa cantiknya wanita dari satu anak itu.
“Aku tidak tertarik,” kata Felix.
Kemudian, Zayn mengeluarkan sebuah kartu nama yang sebelumnya dia dapatkan. Lalu dia menyimpannya di atas meja, menggeserkan kartu nama tersebut ke hadapan Felix.
“Dia mengajakmu untuk pergi minum coffee sebagai ucapan terimakasih karena kau telah menjual robot itu kepadanya,” kata Zayn.
“Kau saja yang pergi.”
“Kau yakin?” tanya Zayn memastikan.
“Aku tidak tertarik,” ucap Felix sekali lagi.
.
.
.
Bersambung ....
Jangan lupa like dan koment untuk terus menyemangati Authorr yaaaaa.... Bye byeee
Happy Reading ....
.
.
.
MENIKAH?
“Apa kau tidak ingin menikah? Ingat berapa umurmu tahun ini.”
“Apa kau tidak ingin hidup bahagia dan memiliki pasangan untuk menemani masa tuamu nanti?”
“Kau tidak ingin memiliki anak?”
“Kau harus memberikan keturunan untuk keluarga kita.”
“Kau satu-satunya harapan keluarga kita.”
DAMN IT!
“Aaaaaarrrrgggghhhhh!”
Seorang wanita cantik mengacak rambutnya kesal, menegak segelas redwine miliknya hingga tandas. Dia menundukkan wajahnya ke atas meja bartender, sementara satu wanita cantik lainnya duduk di sebelah dan memandangnya dengan wajah keheranan.
“Whats wrong, Babe?”
Selena mengurut pangkal hidungnya pening memikirkan segala tuntutan yang keluarganya berikan. Menikah dan memiliki anak bukanlah keinginan Selena. Tapi keluarganya terus menjodohkanya dengan berbagai lelaki yang tentu saja akan Selena tolak.
Selena menolak pria yang datang bukan karena dia tidak menyukai pria-pria itu, tapi ini karena Phobia yang dideritanya. Ketakutan Selena akan sebuah pernikahan membuat statusnya masih lajang sampai saat ini.
“Kau menolak pria lagi?” tanya Jenni, sahabat baik Selena. Seorang wanita cantik dan **** yang memiliki beberapa club malam elit dan terkenal. Dia memiliki usia yang sama dengan Selena, dan menentang keras akan adanya sebuah pernikahan di dalam hidupnya.
“Tidak menikah tidak akan membuatmu mati, bukan?” tanya Selena dengan raut frustasi di wajahnya.
“Tentu saja, Babe. Pernikahan hanya akan membebani pikiranmu dan mengakibatkan penuaan dini,” balas Jenni.
Selena mengangguk setuju. Tapi keluarga Selena sangat tidak setuju dengan pemikiran Selena akan sebuah pernikahan. Mereka terus meminta Selena untuk segera menikah dan memiliki anak, menentang keinginan putri mereka untuk melajang seumur hidup. Tentu saja, orang tua mana yang rela melihat anaknya menua dengan seorang diri, dan kesepian.
“Kau masih menjalani kencan buta yang dibuat oleh kedua orangtuamu?” tanya Jenni.
Selena menjawab dengan malas, “Ya.”
“Kau satu-satunya putri di keluargamu, tentu saja kau harus menikah dan memiliki keturunan.”
“Haish!” Selena kesal. “Bukankah kau tahu akan kondisiku? Menikah adalah hal yang tidak mungkin aku lakukan.”
Dia meminta bartender untuk menuangkan minuman ke gelasnya. Selena terus berpikir dengan masalah yang sedang dihadapinya. Menikah tentu bukan hal yang tepat untuk phobianya, dia akan gila jika melawan penyakitnya itu. Tapi memiliki seorang keturunan, bukan hal yang Selena takutkan.
Selena menatap Jenni intens kemudian mengutarakan pemikirannya. “Aku bisa memiliki anak tanpa menikah, bukankah yang mereka inginkan hanya seorang keturunan,” lugas Selena membuat Jenni terperangah mendengar pernyataan sahabatnya itu.
Selena tersenyum simpul memikirkan ide gilanya tersebut. Ini adalah penyelesaian masalah yang ping tepat tanpa melibatkan phobia yang dideritanya. Selena akan memiliki anak tanpa pernikahan.
“Kau yakin? Kau sadar mengatakan ini?” Jenni memastikan, melihat sahabatnya yang setengah mabuk itu Jenni menjadi ragu akan perkataannya.
“Aku yakin.”
Selena memikirkan bagaimana caranya dia mendapatkan seorang pria yang mau menanam benih di rahimnya. Tentu saja banyak pria yang menginginkan hal itu. CK! Tapi Selena harus memikirkan pria seperti apa yang pantas menyimpan bibit unggul di dalam rahimnya.
Tatapan mata Selena tertuju pada pria bertato di hadapannya. Pria tampan yang bekerja sebagai bartender itu lumayan juga, tapi Selena tidak ingin jika ayah dari putranya hanyalah seorang bartender.
Pandangannya mengedar ke setiap sudut club malam. Sesaat pandangan Selena terpaku pada sosok menawan di ujung ruangan. Pria tampan yang sedang duduk dengan kaki bertumpu itu mencuri perhatian Selena.
“Bagaimana dengan dia?” Selena mengedikan bahunya ke arah pria tersebut, dan Jenni langsung mengikuti petunjuknya.
Jenni menghela nafas, menatap Selena seraya menggelengkan kepalanya. “Aku tidak yakin.”
“Aku akan pergi!”
“Jangan memilih sembarang pria atau kau akan menyesal, Babe!”
Selena tersenyum senang, ikan emas sudah terlihat dipermukaan, dan dia hanya perlu menyiapkan umpan special untuk menangkapnya. “Aku akan kesana dan mendekatinya. Aku tidak percaya jika dia tidak akan tergoda,” ucap Selena seraya turun dari kursinya dan melenggang pergi mendekati pria yang sedang duduk seorang diri pada sebuah sofa di sudut ruangan.
“Wanita ini!” Jenni berdecak malas.
Sisa tiga langkah lagi sebelum Selena mencapai pria itu, tiba-tiba pria itu menatapnya dengan tatajam tajam menusuk. Dia menelan salivanya, seluruh tubuh Selena bergidik ngeri. Tatapan pria itu seolah sedang melucutinya. Wajahnya sangar dan memiliki tatapan mata yang sangat tajam juga ekspresi wajah datar. Selena langsung mengurungkan niatnya untuk mendekati pria tersebut.
Selena berbalik arah, duduk kembali di samping Jenni. Dia menatap Jenni dengan kerutan halus pada dahinya. Dia memegang erat pergelangan tangan Jenni. “Tolong aku,” rengek Selena pada sahabatnya.
“Tolong aku, buat dia jadi milikku sekali ini saja.”
Jenni melepaskan pengangan Selena pada pergelangan tangannya. Selena memegangnya sangat erat dan membuat pergelangan tangan Jenni menjadi merah. “Bagaimana caranya aku membantumu?.”
Selena tahu. Pria itu sangat waspada pada keadaan di sekitarnya. Itu sebabnya dia meminta bantuan dari Jenni. Club malam itu adalah miliknya, dan Jenni juga sangat pintar dalam mengatur rencana.
Jenni menghela nafasnya panjang, dia membisikan sesuatu pada Selena yang membuat wanita cantik itu langsung setuju kepadanya. Selena langsung berekspresi licik.
Pria itu memesan minuman dan Jenni meminta pelayan yang membawa minuman tersebut untuk menyimpan sebuah pil ke dalamnya. Jenni akan memberi pelayan itu gajih tambahan untuk tugasnya.
Selena duduk dan Jenni berpindah tempat. Mereka duduk di sofa yang berdekatan dengan pria berwajah dingin itu. Selena tidak berhenti menatap pria tampan itu dari layar ponselnya karena ketika keduanya masih duduk di kursi depan meja bartender, Selena sempat memotret wajah pria tersebut.
“Bukankah dia sangat tampan? Akan sangat lucu jika aku memiliki seorang putra yang mirip dengannya.”
Jenni tersenyum simpul menanggapi ocehan dari sahabatnya itu. Sementara Selena menganggumunya, seluruh kota tau jika dibalik ketampanan pria itu ada sosok yang dingin dan kejam. Pria itu tidak segan menghancurkan seseorang jika orang itu mengganggunya. Pria itu cukup membuat bulu kuduk Jenni merinding.
Pria itu menegak habis minuman yang dia pesan. Tidak berapa lama tiba-tiba saja kepalanya merasa pusing. Dia langsung menyadari ada yang aneh dari minumannya. ****! Umpatnya dalam hati.
Selena yang melihat ketidak berdayaan pria itu langsung mengambil tindakan saat pria itu mulai limbung. Dia langsung mendekatinya untuk memastikan, setelah pria itu benar-benar terpengaruh dengan efek obat, Selena langsung memapah pria itu pergi dengan bantuan seorang pelayan pria.
Selena mulai merangkak naik ke atas pria yang sudah bertelanjang dada di atas ranjang. Pria itu membuka matanya dan membalikan posisi mereka. Kini Selena yang berada di dalam kukungannya. Selena tersenyum. Obatnya sedang bekerja.
Next part guyssss ......
.
.
.
Bersambung ....
Jangan lupaa tambahkan favorit.
Happy Reading ....
.
.
.
Di sebuah mansion mewah dan megah. Selena memarkirkan mobilnya, melemparkan kunci kepada pelayan agar diparkirkan dengan benar. Beberapa pelayan wanita menyambut kedatangan tuan muda. Cucu satu-satunya keluarga Geovandra.
Selena melenggang masuk ke dalam mansion, dan seketika langkahnya terhenti saat melihat seorang pria yang tengah duduk bersama kedua orang tuanya. Dia mendongakan wajah bersikap agak sombong. Melirik Johan Geovandra dan Marrie Lee. Tidak perlu ditanyakan lagi, pria itu pasti datang untuk melamarnya.
Lantas Selena duduk di sofa tunggal, menumpukan kaki pada kaki satunya. Dia meletakan tas brandednya ke atas meja lalu menatap pria itu seraya melipat kedua tangannya di depan dada.
“Jadi siapa namamu?” tanya Selena tanpa berbasa-basi.
Pria tersebut memandang ke arah Selena. Seorang wanita cantik yang dilahirkan dari keluarga kaya raya. Keluarga Geovandra. Siapa yang tidak tertarik pada wajahnya yang cantik dan tubuh indahnya. Meskipun dia memiliki seorang putra, tapi para pria masih terus berlomba untuk mendapatkan kedudukan di dalam hati wanita itu.
“James, James Luis,” ucap pria itu menyebutkan nama lengkapnya.
Selena menatapnya dari ujung kaki dan ujung rambut. Pria berbadan atletis itu lumayan tampan, dan dilihat dari pakaian yang dipakainya dia memiliki selera yang tinggi dan terlihat sangat mementingkan diri dan penampilannya. Selena bisa langsung menebak tipe pria seperti apa dia.
Selena memejamkan matanya sesaat dan menarik nafas dalam-dalam kemudian bertanya kembali untuk yang kedua kalinya, “Jadi apa tujuanmu datang kemari, Tuan James?”
James tersenyum simpul, dia agak canggung ketika Selena menyebut namanya diiringi dengan embel-embel 'Tuan' seolah wanita itu sedang mengejeknya.
“Apakah kau adalah rekan bisnis ayahku, dan dia mengatakan akan memperkenalkan putrinya kepadamu?” kata Selena menghakimi, meskipun benar seperti itu kenyataanya.
Johan berdeham samar, Marie melihat suaminya yang tampak segan kepada James karena ulah putri semata wayangnya itu. Tidak seharusnya Selena bertindak ceroboh kepada tamu.
Oh ini terlalu menyebalkan, dia adalah orang ketiga dalam bulan ini yang datang ke rumahku. Batin Selena ingin menjerit dan meminta pria bernama James itu untuk pergi saja karena Selena tidak akan menerimanya. Jangan membuang-buang waktu.
“Grandma," seru bocah kecil memanggil Marie. Dia berlari ke arah wanita paruh baya yang dipanggil sebagai Grandma itu kemudian memeluknya erat. “Mami membelikanku mainan lagi.”
Bocah kecil itu meminta pelayan untuk memperlihatkan mainan barunya kepada Marie. Dia terlihat sangat senang ketika menjelaskan siapa tokoh dibalik mainannya itu. Sebuah robot besar yang bisa berubah menjadi mobil mewah yang sangat bagus. Kurang lebih seperti itu penjelasannya.
Seketika pandangan Kenzo beralih pada pria asing yang duduk tidak jauh darinya. Dia menatap pria itu dengan seksama lalu mengatakan, “Apakah dia papiku?”
Selena mendesis ke arah putranya, dan Kenzo langsung menoleh. Dia mengedipkan sebelah matanya memberi Kenzo isyarat, bocah kecil itu langsung mengerti dan kemudian terdiam.
“Grandma, apakah rumah papi lebih besar dari rumah Grandma?” tanya Kenzo dengan polos, Selena menggigit bibir bagian bawahnya menahan tawa.
Marie enggan menjawab, begitupula Johan. Keduanya tahu jika James hanya seorang direktur yang memegang anak perusahaan di salah satu cabang milik Geovandra. Kinerjanya yang bagus dan sikapnya yang pekerja keras membuat Johan menyukainya, dan berpikir jika dia cocok menikah dengan putrinya.
Bukan maksud Johan memberikan seorang pria sembarangan dengan latar belakang yang tidak terpilih dengan baik. Itu karena sebelumnya Selena pernah mengatakan jika dia tidak menyukai pria kaya yang menurutnya sombong dan arogan. Lagipula Johan sudah lelah dengan tingkah putrinya yang selalu menolak. Pria kaya mana lagi yang akan dia perkenalkan kepada Selena. Johan kehabisan stok. Kali ini biarkan seorang pekerja biasa menemuinya.
Dari pertama melihatnya pun aku sudah tahu jika pria ini adalah penjilat yang handal. Apa yang kau cari di sini? Uang? Kekuasaan? CK! Kau hanya akan mendapatkan ujung higheels ku saja!
“Aku menginginkan papi yang memiliki rumah besar, Grandma,” ucap Kenzo lagi.
Karena dirasa ucapan Kenzo semakin melantur, Marie meminta pengasuh Kenzo untuk membawa bocah kecil itu masuk ke dalam kamar. Wanita paruh baya itu langsung melirik Selena yang seolah acuh tak acuh. Marie yakin jika sikap yang ditunjukan oleh Kenzo tak lain adalah ajaran dari Selena.
Selena menyugar rambut berwarna coklat miliknya, kemudian beranjak bangun dari posisinya. Dia mengambil tas di atas meja lalu melenggang pergi dari sana.
“Kemana kau pergi?” tanya Johan dengan nada berat.
Selena hanya mengangkat sebelah tangannya tanpa berbalik badan kemudian menjawab, “Mencari udara segar, sangat sesak disini.” Lalu dia melanjutkan langkahnya dan keluar dari mansion.
Johan mengurutkan pangkal hidungnya pening melihat tingkah Selena yang sama sekali tidak menghargai orang-orang di sekitarnya. Sesaat mereka hening, bahkan James pun tidak mampu berkata banyak di hadapan bigbosnya. Dia sebenarnya sakit hati dengan tingkah sombong Selena, terlebih lagi ketika Kenzo terang-terangan menyinggungnya. Namun karena wanita itu adalah putri dari keluarga Geovandra, keluarga yang menaunginya selama ini, maka James tidak bisa bertindak apapun.
Selena mengambil kunci mobilnya dari seorang penjaga. Dia mengambil alih kemudi dan mulai mengemudikan mobilnya keluar dari gerbang besar mansion. Dia menyambungkan ponselnya pada layar yang ada di dashboard mobil dan langsung menghubungi seseorang.
“Hei temani aku minum,” ucap Selena pada seseorang di dalam telepon.
Dia kembali mematikan sambungan teleponnya dan menaikan kecepan mobilnya. Tidak peduli jika jalanan cukup padat, Selena tetap mengendarai mobilnya dalam kecepatan tinggi.
“Aku tidak mungkin menikah! Kenapa mereka masih terus memaksaku. Menyebalkan!” gerutu Selena di sepanjang perjalanannya.
***
Hari ini akan menjadi hari sial Felix karena dia tidak berhasil memenangkan tender dengan dana triliunan. Dia kehilangan kesempatannya setelah jauh-jauh kembali ke negara asal. Perjalanan yang merugikan.
Selama tiga tahun terakhir, Felix menghabiskan waktunya di luar negeri. Membangun satu perusahaan besar yang dipimpinnya langsung di sana. Sementara perusahaan di negara asalnya dia percayakan kepada Zayn. Adik kandung Felix. Untuk beberapa kepentingan bisnis, akhirnya pria itu kembali. Namun kali ini rapatnya tidak berjalan lancar karena rencananya telah dibocorkan oleh seseorang. Pengkhianat di dalam perusahaanya. Felix merasa sangat murka dengan apa yang telah terjadi. Dia harus segera mencari pengkhianat itu dan menghukumnya habis-habisan.
“Cari pengkhianat itu sampai dapat!” Felix memberi perintah.
Zayn mengangguk mengiyakan. Tentu saja, Zayn sendiri sangat membenci seorang pengkhianat sama seperti Felix. Tanpa Felix meminta untuk mencari orang itu, Zayn tetap akan segera bertindak.
“Ingin minum beer?” tanya Zayn.
Felix mengetuk-ngetukan jari telunjuknya pada meja, masih merasa kesal ketika mengingat tendernya jatuh ke tangan perusahaan lain.
“Setidaknya minum akan sedikit menenangkan pikiran,” imbuh Zayn.
“Kita pergi,” kata Felix mengiyakan.
.
.
.
.
Bersambung ....
Next guyysssss..... semoga selalu suka sama ceritanyaaaa. See youuuu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!