NovelToon NovelToon

Pernikahan Rahasia Anak SMA 3 ( Menikahi Guru Killer)

Bab 1: Pengantin Pengganti

"Tolong lah, Put! Apa kamu ingin melihat keluarga kita malu? Semua undangan sudah hadir. Apa yang Ayah katakan nanti kepada orang-orang, hanya kamu satu-satunya penolong keluarga kita!" pinta sang ayah kepada anak keduanya. Putri dipaksa oleh kedua orang tuanya untuk menggantikan posisi sang kakak sebagai calon pengantin wanita.

Hari ini, pernikahan antara Dinda Puspita, putri pertama pak Dedi dan Bu Lili akan segera dilaksanakan. Namun, siapa sangka di hari sakral itu Dinda melarikan diri dari rumah dengan meninggalkan secarik surat yang berisi permintaan maafnya kepada kedua orang tuanya. Karena ia lebih memilih pergi ke Jakarta untuk mengikuti ajang pemilihan model tingkat nasional. Ia tidak bisa lagi menjadi istri seorang pria yang bernama Rama Airlangga. Sang pacar yang akan menikahinya.

"Aduhhh, kenapa harus Putri sih, Yah? Putri nggak mau ah. Masa Putri harus gantiin Kakak sih! Calon suaminya Kakak tuh Pak Rama. Ogah ah! Dia tuh guru super killer mana galak lagi. Pokonya Putri nggak mau!!" jawab gadis itu yang bersikukuh untuk menolaknya.

Sang ibu menghampiri anak gadisnya yang masih duduk di bangku SMA kelas 12 itu. Bu Lili berusaha untuk menenangkan Putri agar anaknya itu bisa memahami kondisi keluarganya sekarang.

"Ibu mengerti perasaanmu, Nak! Tapi, kami mohon sekali sama kamu. Coba bayangkan! Bagaimana jika pernikahan ini dibatalkan? Bukan hanya keluarga kita yang akan malu. Keluarga Nak Rama juga pasti malu. Apa yang harus kami katakan pada mereka? Jika tahu calon istri anaknya pergi dan tidak mau menikah dengan putra mereka? Setidaknya ada kamu yang gantikan kakakmu. Apa yang kamu lakukan adalah untuk menutupi aib keluarga kita. Kamu mau ya!"

"Tapi Putri masih sekolah, Bu?" protes Putri.

"Iya ibu tahu. Lagipula sekolahmu kan tinggal beberapa bulan lagi, setelah itu kamu lulus. Lagipula Nak Rama gurumu juga, kan? Jadi ya nggak masalah, dia pasti bisa mengerti." balas sang Ibu.

"Kenapa sih Ayah dan Ibu tega banget, Putri masih unyu-unyu, Bu. Masa gadis secantik aku, masih muda kinyis-kinyis kayak gini harus nikah sama guru killer kayak Pak Rama. Dia juga umurnya jauh banget sama Putri, udah tua dia!"

Bu Lili menggelengkan kepalanya dan terus meyakinkan putrinya jika Rama pasti bisa mengerti.

Mendengar ucapan dari sang ibu. Putri pun mulai berpikir untuk menerima permintaan kedua orang tuanya. Dengan sangat terpaksa Ia pun bersedia untuk menggantikan sang kakak. Meskipun sebenarnya ia sangat kesal dengan guru Matematika yang seharusnya menikah dengan Dinda, kakaknya.

Sementara itu, calon mempelai pria sudah tiba di rumah mempelai wanita. Rama terlihat begitu bahagia, karena dirinya akan menikahi wanita yang dicintainya. Rama dan Dinda sudah berpacaran selama 5 tahun dan sekarang mereka akan mengesahkan hubungan mereka. Tapi sayang, Dinda lebih memilih pergi untuk meraih mimpinya menjadi model terkenal.

"Aduhhh! Bagaimana bisa sih Kakak pergi. Ngomong sama Pak Rama aja udah kayak berdiri di tepi jurang. Gimana jadi istrinya? Idiihhh nggak bisa bayangin!"

Putri mencoba untuk menenangkan dirinya. Berusaha untuk tetap berpikir positif demi kehormatan keluarga. Hanya karena ulah sang kakak, ia tidak mau melihat ayah dan ibunya bersedih.

Saat ini ia sudah didandani layaknya pengantin wanita. Ia memakai penutup kepala yang sekaligus menutupi sebagian wajahnya, sehingga orang-orang tidak akan tahu jika calon pengantin wanita sudah diganti oleh gadis lain. Yaitu adik kandung Dinda.

Putri memasuki ruangan akad nikah. Dilihatnya sang guru yang sudah duduk di depan ayah kandungnya dan seorang penghulu sebagai saksi pernikahan mereka.

"Aduhhh kenapa jadi deg-degan! Padahal yang nikah sebenarnya bukan aku. Ihhh kakak ngapain sih pakai kabur segala. Pasti kakak udah menduga jika pak Rama ini emang killer orangnya. Huuuuhhh nasib nasib!" Putri menggumam dalam hatinya.

"Saya terima nikah dan kawinnya Dinda Puspita binti Dedi Mulyadi dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas seberat 100 gram dibayar tunai."

"Saaaahhhhhhhh."

Terlihat wajah bahagia dari seorang Rama. Akhirnya harapannya untuk menikah dengan sang pacar terlaksana. Pria yang dikenal sebagai guru killer di sekolahnya itu. Hari ini ia tidak seperti biasanya di sekolah. Ada senyum mengembang dari bibir pria itu yang terbiasa memasang wajah sinis ke arah siswa-siswanya.

"Busyet! Baru kali ini aku lihat pak Rama senyum. Sebenarnya manis juga loh nih guru, daripada jutek mulu di depan kelas. Jangankan lihat dia senyum, boro-boro udah ilfil duluan!" pikir Putri ketika ia melihat Rama yang sedang tersenyum. Saat itu Putri mengenakan cadar sehingga Rama sulit mengenali wajah mempelai wanitanya, apalagi dengan makeup yang tebal. Dan ia masih yakin jika mempelai wanitanya adalah Dinda.

*

*

*

Setelah acara ijab kabul, Putri langsung diboyong ke rumah mertua. Tentu saja itu adalah sebuah pengalaman yang sangat mendebarkan bagi gadis seusia dirinya. Di sepanjang perjalanan, Rama selalu menggenggam tangan istrinya. Lagi-lagi, Rama belum menyadari jika yang sedang digandengnya itu adalah muridnya sendiri.

"Akhirnya kita sudah resmi menjadi suami istri, apa kamu bahagia, Din?" tanya Rama basa-basi. Putri mulai gugup, dia harus menjawab apa, sedangkan ia takut jika Rama tahu jika dirinya adalah muridnya sendiri.

"Hmmm!" Putri menjawabnya sambil menganggukkan kepala. Rama pun spontan menoleh ke arah Putri yang terlihat panik. Dengan wajah yang masih tertutup cadar, Putri berusaha untuk tidak terlihat kaku.

Rama pun mengerutkan keningnya dan ia merasa istrinya itu gugup setelah resmi menjadi Nyonya Rama Airlangga.

"Kamu gugup, ya! Aku tahu itu. Jangan khawatir! Aku tidak akan terburu-buru. Aku pasti pelan-pelan kok!" Rama berkata dengan berbisik. Spontan Putri membulatkan matanya saat sang guru berkata seperti itu.

"What?? Apanya yang pelan-pelan? Aduhhh Gusti ... apa yang dia maksud dengan malam pertama?? Oh no ... aku nggak mau melakukannya, idihh ... nggak mau pokoknya."

Putri semakin gelisah merana. Bayangan tentang malam pertama menari-nari di kepala.

*

*

*

Setelah mereka sampai di kamar pengantin. Rama yang rupanya sudah tidak sabar ingin segera mengeksekusi istrinya. Pria yang berusia sekitar 30 tahun itu terlihat mulai melepaskan jas pengantinnya. Sedangkan Putri terlihat bingung harus berbuat apa. Ia memperhatikan sekeliling kamar Rama. Kamar yang bernuansa biru itu banyak terdapat poster tentang rumus-rumus. Baik rumus matematika atau kimia.

"Astaga, berada di kamar ini kayak berada di ruang kelas. Masa tidur aja harus mikirin rumus sih! Lama-lama botak nih kepala," gumam Putri disaat dirinya sibuk memikirkan poster matematika yang terpampang di dinding kamar Rama.

Tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan kedua tangan Rama yang melingkar pada pinggangnya. Putri membulatkan matanya ketika pak guru matematika itu memeluknya.

"Ahhhhh ... buka dong, Sayang? Kita sudah halal, kan?" ucap Rama sambil memeluk Putri dari belakang.

"What? Apa ini??" Putri spontan berteriak dan melepaskan tangan Rama dari tubuhnya.

"Huwaaaa ... jangan sentuh saya, Pak!" teriaknya sambil menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya.

Akhirnya, Putri mengeluarkan suara aslinya, dan tentu saja Rama sangat terkejut ketika mendengar suara gadis lain yang sangat familiar di telinganya, bukan Dinda sang kekasih.

"Putri??"

...BERSAMBUNG...

Bab 2 : Menikah ulang

Rama menyebut nama salah satu muridnya yang sering tidak mengerjakan tugas darinya. Putri Anastasya, ia adalah siswa kelas 12 A yang sering terkena hukuman darinya karena tidak pernah mengerjakan tugas yang sudah diberikan oleh Rama. Selain itu, Putri juga adik dari Dinda. Wanita yang akan menikah dengannya.

"Putri? Kamu Putri, kan?" tanya Rama dengan nada penekanan. Putri pun tidak bisa mengelaknya. Karena bagaimanapun juga Rama pasti tahu jika dirinya bukanlah sang kakak.

Perlahan Putri melepaskan cadar yang menutupi wajahnya. "Iya Pak, saya Putri!" jawab gadis itu dengan gugup dan juga takut.

Melihat bukan Dinda di hadapannya, tapi Putri. Rama segera memakai bajunya kembali, setelah dirinya bertelanjang dada di hadapan wanita yang dikiranya Dinda.

"Sialan! Bagaimana bisa kamu ada di sini? Mana Dinda?" tanya Rama yang mulai menunjukkan wajah killer nya.

"A-ampun Pak. Sa-saya cuma disuruh untuk menggantikan kakak jadi istri Bapak. Saya mohon jangan hukum saya, Pak!" rengek gadis itu saat menatap wajah Rama yang terlihat mulai marah.

"Apa? Menggantikan kakakmu? Memangnya Dinda pergi ke mana?" Lagi-lagi Rama bertanya sambil melototkan matanya. Membuat Putri spontan menutup kedua matanya dengan telapak tangan.

"Jangan melotot gitu dong Pak! Jelek tahu, nggak? Udah nggak ada ganteng-gantengnya, pakai melotot lagi." umpat Putri yang selalu ceplas-ceplos. Tak perduli jika itu adalah gurunya sendiri.

Rama pun tampak mengepalkan tangannya dan ia memukul-mukul tembok dengan tangannya. Putri mengintip apa yang dilakukan oleh Rama lewat sela jari-jarinya.

"Waduh! Tembok aja dipukul, padahal tuh tembok nggak salah apa-apa. Apalagi aku ... aduuh ya Tuhan! Lindungilah hamba dari guru aneh ini!" Putri berdoa dalam hatinya.

Tak berselang lama, terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar mereka. Ternyata itu adalah orang tua Rama, mereka mendengar suara Rama yang sedang memukul tembok. Suara itu terdengar begitu keras karena letak kamar mereka bersebelahan.

"Rama! Apa yang terjadi, Nak? Suara apa itu?" terdengar suara Bu Iin yang sering memanggil nama anaknya. Sejenak, Rama berhenti saat ia mendengar kedua orang tuanya berada di luar pintu.

Rama menoleh ke arah Putri yang sedang berada di pojok kamar dengan ekspresi nyengir. Sedangkan Putri, melihat ekspresi guru matematikanya itu dengan tatapan julid.

"Eh busyet lirikannya maut nih! Jangan-jangan pak Rama mau mengulitiku. Oh my God! Masuk ke kandang macan ini."

Setelah menatap penuh kebencian ke arah Putri. Rama segera membuka pintu kamar dan tentu saja ia tidak terima sudah dibohongi mentah-mentah.

Bu Iin dan Pak Bambang, melihat putra mereka satu-satunya membuka pintu dengan wajah kesal.

"Rama, ada apa, Nak?" Bu Iin melihat ke belakang Rama dan penasaran dengan apa yang terjadi di kamar putranya.

Rama dengan tegas bertanya kepada kedua orang tuanya tentang pernikahan dirinya dengan Putri. Dia masuk ke dalam kamar lagi dan membawa Putri ke hadapan Bu Iin dan Pak Bambang.

"Eh eh Bapak mau apain saya? Stop stop saya tidak mau dipaksa ya, Pak? Saya masih kecil, Pak! Nggak enak rasanya, masih pahit dan nggak ada manis-manis nya!!" Putri tampak komat-kamit ketika Rama membawanya menemui kedua orang tuanya.

Tanpa berkata apa-apa, Rama kemudian mendorong tubuh Putri di hadapan kedua orang tuanya dan menunjukkan wajah asli gadis yang sudah dinikahinya.

Tentu saja, Bu Iin dan Pak Bambang sangat terkejut ketika melihat wajah menantunya yang berubah menjadi wajah Putri. Seharusnya Dinda yang menjadi menantunya.

"Putri!!" ucap kedua orang tua Rama.

Putri pun tampak senyum-senyum dan ia sangat ketakutan.

"Ayah dan ibu lihat! Apa-apaan ini. Kenapa Putri yang harus menjadi istri Rama? Apa yang sebenarnya terjadi? Tentu saja pernikahan ini tidak sah, karena yang aku nikahi bocah ini bukan Dinda. Kamu di mana Dindaaaaaa ... haaaaaa!!" Rama berteriak kencang menyebut nama Dinda. Spontan Putri menutup kupingnya karena ia tidak suka dengan suara teriakan keras.

"Eh busyet Bapak. Jangan teriak-teriak dong! Bisa diam tidak? Kuping saya panas nih. Bocah-bocah, enak bener bilang saya bocah. Udah segede ini dibilang bocah, dasar guru killer!" sahut Putri yang tak terima disebut sebagai bocah. Entah kenapa kedua orang tua Rama justru tertawa saat Putri menyuruh Rama untuk diam.

Seketika Rama menatap tajam ke arah Putri lalu berkata. "Heh!! Di mana Dinda? Kenapa kamu yang berada di sini! Kamu pasti sengaja ingin merebutku dari tangan Dinda, bukan? Kamu iri sama kakakmu karena Dinda memiliki calon suami seorang guru PNS seperti aku. Iya, kan? Sehingga kamu sengaja merekayasa pernikahan ini, ngaku kamu!!"

Mendengar tuduhan dari Rama. Tentu saja Putri tidak terima. Ia pun balik membalas ucapan Rama yang sudah membuatnya emosi.

"Pak Rama hati-hati ya kalau bicara. Kalau bukan demi ayah dan ibu, saya ogah nikah loh sama Bapak. Apalagi saya kasih sekolah, nggak ada tuh kepikiran buat nikah sama tipe cowok kayak Anda. Enak aja saya dibilang iri sama Kakak. Tuh, kak Dinda sendiri yang pergi meninggalkan rumah. Katanya dia nggak mau menjadi istri Bapak, ya iyalah kakak nggak mau. Pasti sering KDRT tuh. Tembok aja dipukuli, apalah istri. Lagian ya pak Rama yang terhormat. Saya tuh nggak pernah iri sama sekali dengan kakak karena punya calon suami seperti Bapak. Emang apa yang perlu di iri, bapak tuh sudah tua. Sedangkan saya masih muda, cantik, glowing, masih banyak cowok-cowok yang naksir huuuu dikiranya nggak laku apa!!"

Dengan kesal, Putri menjawabnya dengan meledek Rama. Sementara itu Bu Iin dan Pak Bambang hanya melihat keduanya sambil melongo dengan menggerakkan bola matanya bergantian ke arah Rama kemudian Putri.

Melihat keduanya yang saling bertengkar. Akhirnya, Bu Iin dan Pak Bambang memutuskan untuk menikahkan mereka lagi berdua. Karena bagaimanapun juga Rama harus menikah, karena Dinda tidak mau menikah dengan dirinya. Adiknya pun bisa dijadikan pengganti. Karena Bu Iin dan Pak Bambang terlanjur suka dengan anak-anak Pak Dedi. Apalagi usia Rama yang semakin tua. Kedua orang tuanya ingin Rama segera punya istri.

"Oke cukup!"

Suara pak Bambang memaksa keduanya berhenti berdebat. Pak Bambang menatap wajah Rama dan Putri secara bergantian. Setelah itu pria paruh baya itu berkata kepada keduanya.

"Baiklah, ayah dan ibu sudah memutuskan untuk menikahkan kalian berdua lagi ...!" belum selesai pak Bambang berkata. Rama sudah memotong pembicaraannya.

"Tapi, Yah!!"

"Tidak ada tapi-tapian. Jika Dinda tidak menikah denganmu dan lebih memilih untuk mementingkan karirnya. Ya sudah biarkan saja, itu artinya kamu dan Dinda tidak berjodoh. Dan sekarang jodohmu adalah Putri. Ayah dan Ibu juga setuju kamu menikah dengan Putri. Lagipula umurmu itu sudah sangat matang untuk menikah, apa kamu mau jadi bujang lapuk, hah!" ucap pak Bambang dengan tegas.

Putri pun hanya membatin dan terkejut mendengar ucapan dari pak Bambang . "Ya Tuhan, ternyata pak Rama nggak laku-laku dari dulu? Astaga tragis bener hidupnya, baru aja dicintai kakak, eh udah ditinggal. Kasihan kasihan."

Tak terima dengan ucapan sang ayah. Rama pun menolak dengan keras keputusan itu.

"Tidak, Rama tetap tidak mau menikah dengan dia. Apa-apaan, dia itu murid Rama di sekolah, nggak mungkinlah Rama nikah sama tuh bocil. Rama bukan pedofil, Yah!" protes Rama.

Mendengar ucapan dari sang anak. Bu Iin pun berusaha untuk membujuk putranya. Rama tidak pernah membantah perintah dan keputusan ibunya, sehingga Bu Iin lah yang akan meyakinkan putranya untuk tetap menikah dengan Putri.

Sang ibu adalah kelemahan Rama. Ia pun luluh dan terpaksa mengikuti permintaan dari kedua orang tuanya.

"Baiklah, Rama akan menikahi Putri. Tapi, ada syaratnya."

"Syarat apa, Nak?" tanya Bu Iin.

"Rama ingin pernikahan ini tetap dirahasiakan. Dan jangan berharap jika Rama bisa mencintai dia, Rama hanya mencintai Dinda. Setelah Dinda kembali, maka Rama akan menceraikan Putri."

Akhirnya, kedua orang tua Rama menyetujui syarat yang diajukan oleh putranya, demi agar putranya mau menikah. Karena menyuruh Rama untuk menikah adalah hal yang sangat berat, mengalahkan beratnya memindahkan gunung ke lautan. Mereka akan tetap merahasiakan pernikahan itu dan berharap Rama tidak menceraikan Putri.

Malam itu juga, Kedua orang tua Rama menghubungi Pak Dedi dan Bu Lili. Jika pernikahan anak-anak mereka harus diulang, karena kini Rama sudah tahu jika mempelai wanita adalah Putri bukan Dinda.

"Saya terima nikah dan kawinnya Putri Anastasya binti Dedi Mulyadi dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas seberat 100 gram dibayar tunai."

Kedua orang tua dari kedua pihak tampak bahagia dengan pernikahan anak-anak mereka. Pak Dedi dan Bu Lili meminta maaf kepada orang tua Rama jika kepergian Dinda sudah membuat pernikahan paksa itu terjadi.

Di saat kedua orang tua saling memaafkan dan berbahagia. Lain halnya dengan pasangan pengantin baru itu. Layaknya orang yang tidak saling kenal. Keduanya sama-sama saling diam satu sama lainnya.

"Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menyentuh bocah itu. Aku bukanlah pedofil!"

"Ya ampun, mimpi apa aku semalam. Kok bisa-bisanya dapat laki modelan gini sih! Ah lama-lama aku bisa mati muda kalau gini caranya!"

Keduanya pun saling membatin.

...BERSAMBUNG....

Bab 3 : Pisang Tanduk

Setelah pernikahan itu diulang, kini Putri sudah menjadi istri sah dari Drs. Rama Airlangga Spd. Guru Matematika di sekolah di mana Putri menimba ilmu.

Bu Iin sangat bahagia melihat putra satu-satunya itu menikah. Karena Bu Iin sudah lama menginginkan Rama segera menikah. Bukan hanya Bu Iin, sang suami pun juga turut bahagia. Meskipun bukan Dinda yang menikah dengan putra mereka. Tapi Putri juga sama baiknya dengan sang kakak.

Setelah acara akad nikah ulang selesai dan kedua orang tua Putri pulang, Bu Iin menyuruh Putri untuk pergi ke kamarnya terlebih dahulu, sedangkan Rama ia akan mendapatkan sedikit wejangan dari kedua orang tuanya.

"Rama, Kami berharap pernikahan ini menjadi suatu pendewasaan untukmu. Ingat, Nak! Istrimu itu masih sangat muda. Kamu harus bisa momong dan juga ngalah. Ibu sangat mengerti perasaanmu. Kamu mencintai Dinda, tapi Dinda? Apa dia memikirkan perasaanmu saat ini? Tidak mungkin!!" ucap Bu Iin.

"Tapi Rama sangat mencintainya, Bu. Rama tidak mungkin bisa hidup bersama adiknya, ibu tahu bagaimana dia di sekolah? Aduhhh! Kalau saja ibu tahu. Pasti deh ibu bakalan geleng-geleng kepala. Dia itu nggak pernah ngerjain tugas dari aku, Bu. Pemalas sekali dia. Bisanya cuma dandan, bawa kaca, bedak, lipstik, main HP. Tuh anak selalu bikin Rama kesal!" sahut Rama sambil menunjukkan bagaimana sifat Putri di sekolah.

"Ya itu tanggung jawab kamu dong! Udah wajarlah sifatnya seperti itu. Dia juga masih usia sekolah, kan. Karena sekarang kamu sudah menjadi suaminya maka kamu harus bisa membuat dia menjadi lebih dewasa lagi. Ibu sangat yakin sekali, jika Putri itu adalah gadis yang sangat baik dan penurut!" ucap Bu Iin yakin.

Spontan Rama membulatkan matanya ketika mendengar ucapan ibunya. Gadis penurut? Pembangkang iya, pikirnya.

*

*

*

Malam pengantin yang biasanya dilalui pasangan yang baru menikah dengan saling bercengkrama dan bercanda. Nyatanya tidak berlaku bagi Rama dan Putri. Dua-duanya saling diam dan tidak bicara sepatah katapun. Sementara di tengah tempat tidur. Ada sekat berupa tali panjang yang membuat jarak bagi mereka. Di rentangkan sebuah kain sebagai tirai untuk memisahkan keduanya.

Rama sedang sibuk dengan laptopnya sedangkan Putri sibuk scroll-scroll sosial media miliknya, berharap ia menemukan informasi tentang sang kakak yang tiba-tiba pergi tanpa pamit. Sehingga ia bisa terbebas dari belenggu pernikahan ini jika Dinda sudah pulang.

Sesekali Rama melirik ke arah samping di mana Putri berada. Ia tampak tidak perduli dengan apa yang dilakukan oleh Putri. Rama lebih fokus pada layar laptopnya.

Hingga akhirnya, Rama menghela nafasnya dan memberanikan diri berkata kepada Putri, setelah sedari tadi mereka tidak saling bicara. "Ingat, Putri! Mungkin di rumah, kita adalah suami istri. Tapi tidak di sekolah, kamu tetap saja muridku dan aku adalah gurumu. Jangan sampai ada yang tahu jika kita sudah menikah, mengerti!"

Putri memutar bola matanya sambil membuang nafas panjang. "Iyaaa ... lagian siapa juga yang mau diakui sebagai istri Anda, Pak. Ingat juga, Anda juga tidak boleh larang-larang saya pergi bersama teman-teman. Saya ini masih remaja dan butuh teman banyak. Saya masih belum pantas untuk jadi ibu rumah tangga. Apalagi istri Pak Rama. Iyuuuhhh ... kontras gitu loh!" sahut Putri dengan gaya berbicaranya yang khas.

Rama pun terdiam dan tidak berbicara lagi. Ia lebih memilih menutup laptopnya dan beranjak untuk tidur. Meskipun kenangan Dinda masih membayangi dirinya. Rama berusaha untuk sabar, karena impian untuk menjadi model terkenal adalah cita-cita Dinda sedari dulu. Tapi, kepergian sang kekasih justru membuat dirinya terjebak dalam pernikahan dengan mantan adik iparnya itu yang tak lain adalah muridnya sendiri.

Rama mulai berbaring untuk beristirahat dan tidur. Tapi tidak untuk Putri. Gadis itu masih sibuk mencari keberadaan sang kakak di akun sosial media miliknya. Dinda kerap sekali membagi aktivitasnya di akun sosial pribadinya. Tapi, semenjak Dinda pergi. Ia tidak muncul lagi di sosial media. Bahkan, nomor wa nya pun sudah tidak aktif, sehingga keluarganya kesulitan untuk menghubungi gadis itu

Karena tak kunjung mendapatkan informasi tentang Dinda. Putri pun lebih tertarik melihat drama Korea favoritnya di aplikasi TV online. Sedangkan Rama, ia mulai memejamkan matanya dan tidur.

Setelah setengah jam berlalu. Di saat Putri sedang asyik melihat drama favoritnya. Tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara dengkuran yang cukup keras dari arah samping.

Ia pun merasa sangat terganggu dengan suara dengkuran suaminya. "Ya ampun, sumpah ya nih guru. Udah galak, tidurnya mendengkur lagi. Berisik banget!" Putri pun mulai memasang headset di telinganya, agar dirinya tidak bisa mendengar suara dengkuran Rama lagi. Ia pun bisa melihat dan mendengarkan drama favoritnya tanpa gangguan.

Setelah beberapa saat ....

"Hiks hiks hiks! Ya ampun sedih banget sih! Mewek kan aku tuh. Huuuuhhh dasar laki-laki buaya, tukang selingkuh!! Kalau saja dia ada di sini, udah aku tendang tuh mukanya. Nyebelin banget sumpah!" Putri tampak komat-kamit dengan gerakan memukul dan menendang. Belum lagi suara tangisannya yang seketika membuat Rama terbangun.

Rama tampak mengucek matanya. Tidurnya terganggu karena suara Putri yang terdengar berisik. Ia mendengar suara Putri yang sedang menangis.

"Ngapain dia nangis? Berisik! Ganggu orang tidur aja!" umpat Rama sambil tidur dengan menutupi telinganya dengan bantal. Namun, suara tangisan Putri semakin kencang, sehingga membuat Rama bangun lagi karena merasa sangat terganggu.

"Huwaaaa kok dimatiin sih ceweknya. Harusnya cowoknya tuh yang koit, sekalian aja tuh burungnya dipotong-potong, dicincang halus terus dibuang!!" Putri sesenggukan sambil menyeka air matanya saat melihat tokoh utama menderita.

Rama mendengar suara Putri yang sedang berbicara sendiri. Rama pun masih sabar dengan dengan menyuruh Putri tidur.

"Kamu nggak tidur? Besok kamu harus sekolah loh! Jam pertama pelajaran bapak. Jangan sampai telat! Kamu tahu hukumannya apa jika telat datang ke kelas?"

"Bodo amat pergi Lo! Dasar setan!!"

Bukannya jawaban yang mengenakan, justru Rama mendapatkan jawaban yang mengerikan dari Putri.

Spontan Rama membuka tirai kain di tengah tempat tidur mereka dan ia melihat Putri yang sedang menangis sambil melihat ke layar ponselnya dengan telinga memasang headset.

"Putri, kamu nggak tidur? Setan setan siapa yang setan?"

"Huwaaaa ... uhh rasain lu, rasain lu bikin sedih aja. Dasar tukang selingkuh!!"

Seketika Putri sangat terkejut saat ia menoleh ke arah samping. Dilihatnya kepala Rama yang menyembul di balik tirai pemisah di antara keduanya. Spontan ia memukul kepala Rama dengan ponsel yang dibawanya. Gadis itu masih tersugesti oleh drama Korea yang baru saja ditontonnya. Sehingga membuat Putri mengira jika Rama adalah tokoh pria yang jahat dan sedang berselingkuh.

"Eh eh apaan sih kamu, Putri! Aku ini gurumu!" Rama berteriak dan menepis tangan Putri yang sudah menggetok kepalanya dengan ponsel miliknya.

Sontak Putri sangat terkejut saat ia baru sadar jika yang dipukulnya adalah sang guru, suaminya sendiri.

"Busyet! Salah sasaran. Maaf Pak saya nggak sengaja, saya kira tadi Bapak si tukang selingkuh itu. Uuhhhhh greget, Pak! Pingin getok aja tuh mukanya. Eh yang nongol muka bapak." ucap gadis itu sambil garuk-garuk kepalanya.

"Lain kali jangan diulangi. Sekarang tidur! Ganggu orang istirahat aja. Berisik!" sahut Rama yang masih jutek.

"Bapak sih, salah sendiri pakai mendengkur. Jadi jangan salahkan saya dong. Yang bikin saya nggak bisa tidur itu Bapak. Suara mendengkur Bapak itu keras banget kayak dipakaikan toa." sahut Putri membela dirinya.

Rama pun tidak banyak bicara. Karena sejatinya pria itu tidak terlalu tertarik untuk berbicara dengan Putri. Rama kembali ke posisi tidurnya. Tanpa mengatakan apapun, ia tidur kembali dengan membelakangi Putri.

Putri sendiri kembali ke posisi semula. Ia pun membenarkan posisi tirai pemisah itu dengan benar. Setelahnya Putri beranjak tidur. Namun, tiba-tiba saja ia ingin pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil.

Putri turun dari tempat tidur dan berjalan ke arah kamar mandi. Baru saja ia membuka pintu kamar mandi. Ia dikejutkan dengan kecoa yang sedang lewat di atas lantai.

"Huwaaaa!"

Spontan Putri menjerit lagi karena ia sangat takut dengan binatang satu itu. Rama yang baru saja memejamkan mata. Pria itu seketika terbangun dan segera menghampiri Putri yang masih berada di depan pintu kamar mandi.

"Ada apa sih! Teriak-teriak mulu nih anak!" ucap Rama sambil mendekati Putri.

"Ada kecoa, Pak!" jawab Putri sambil menunjuk ke arah lantai kamar mandi.

"Mana, nggak ada kecoa." Rama melihat ke arah lantai kamar mandi. Tidak ada apa-apa di sana.

"Tadi ada, beneran saya nggak bohong. Hiiiiii!" Putri tampak bergidik ngeri membayangkan kecoa itu. Karena tidak ada apapun. Rama kembali ke tempat tidurnya.

"Nggak ada apa-apa, jangan teriak lagi. Aku muak dengarnya!" sahut Rama dengan ketus.

Baru saja Rama melangkahkan kakinya. Tiba-tiba Putri merasa ada sesuatu yang merambat di kakinya. Seketika ia pun melihat ke arah kakinya, dan benar saja ada seekor kecoa yang sedang nempel di kaki sebelah kanan.

Karena takut, Putri dengan cepat memeluk Rama spontan. "Huaaaaaa ada kecoa, Pak!!"

Seketika Rama membulatkan matanya dengan alis yang saling bertaut saat Putri tiba-tiba berteriak. Bukan karena Putri yang sedang memeluk dirinya, tapi karena tangan Putri secara tidak sengaja menyenggol pisang tanduk yang sedang bergelantungan di antara paha Rama.

"Shiiit!!"

...BERSAMBUNG...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!